PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Permasalahan
teknis berfungsi sebagai tempat berteduh, tempat tinggal, dan tempat beraktivitas.
Selain dari fungsi teknis tersebut, arsitektur juga merupakan lembaga budaya
yang menyangkut faktor sosio-budaya, iklim, teknologi, bahan baku, dan ekonomi
sehingga arsitektur lebih dari hanya objek kebendaan atau struktur. Tidak seperti
dan memadukan bermacam ragam unsur dalam cara-cara baru dan keadaan-
keadaan baru namun tidak dapat menjamin hasilnya (Snyder, 1984 : 37).
terhadap ruangan yang panas atau lembab, dapat meramalkan rangka pada struktur
Analogi Bahasa Pola. Salah satu aspek dalam arsitektur adalah penataan ruang.
1
Ruang dapat dianggap sebagai serangkaian hubungan antara benda dengan benda
lain, benda dengan manusia, manusia dengan manusia lain dalam ruang. Ruangan
merupakan salah satu kekayaan negara Indonesia dalam hal seni dan rancang
bangun yang secara teknis adalah sebuah bangunan berbentuk persegi panjang
yang berdiri di atas pilar-pilar, dicapai dengan melewati pintu dari bawah lantai.
arti yang luas. Arsitektur Tradisional Batak Toba bagi orang Batak Toba didirikan
bukan hanya tempat bernaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari,
tetapi sarat dengan nilai filosofis yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman
hidup. Beragam pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam
rumah adat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup dalam tatanan
mengenai dampak dari pengaruh paradigma luar (Barat) dalam budaya asli
“bahwa pada suatu saat arsitektur pribumi akan hilang dari wilayah jajahan
Belanda (Indonesia yang sekarang). Termasuk dari wilayah tanah Batak.
Dikatakannya bahwa bagi orang Batak ruma (rumah) adalah suatu
bangunan monumental yang sangat bernilai tinggi, di mana ornamen yang
2
diukirkan di rumah tersebut berkaitan erat dengan kepercayaan asli
kesukuan mereka yang bernilai mistik” (Simandjuntak, 1985 : V)
setelah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Gereja ini tumbuh dari misi RMG
teologis yang dapat diterima luas oleh masyarakat Batak Toba. Hal tersebut
berlandaskan kepercayaan lama yang asli. Seperti yang diungkapkan oleh De Boer
di atas bahwa Arsitektur Tradisional Batak Toba adalah bangunan yang berkaitan
erat dengan kepercayaan asli kesukuan Batak, jadi perubahan paradigma dari
keyakinan asli kepada keyakinan yang baru pastilah memberikan dampak yang
korelasi antara nilai gereja HKBP dengan aspek keilmuan dari Arsitektur
Toba yaitu, Dalihan Natolu, penyelidikan mengenai peran agama kristen yang
3
filsafat ilmu khususnya aksiologi ilmu mengenai peran nilai gereja dikaji dari
Batak Toba. Berdasarkan pemahaman ini, menurut peneliti “Pengaruh Nilai Sola
2. Rumusan Masalah
3. Keaslian Penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat tiga penelitian yang serupa, tiga
4
penelitian tersebut memiliki objek material yang sama dengan penelitian yang
Arsitektur Tradisional Suku Batak Toba, Suku Melayu, dan Suku Batak
mengenai paradigma gereja terutama HKBP dalam tata ruang rumah adat
5
disertai dengan penjelasan yang singkat dan lebih padat tentang aspek-
aspek yang terdapat dalam rumah adat Batak Toba. Namun seperti buku
mengenai paradigma gereja terutama HKBP dalam tata ruang rumah adat
Batak Toba
Orang Batak), Penerbit Papas Sinar Sinanti, Jakarta. Ragam Hias atau
Gorga menjadi fokus dari penulisan buku ini disamping adanya beberapa
penulis mencoba untuk menjelaskan kaitan antara rumah adat Batak Toba
Namun buku ini tidak menjelaskan kaitan paradigma gereja dengan tata
adat Batak Toba pernah diteliti sebelumnya namun belum menyentuh pengaruh
paradigma gereja pada tata ruangnya. Objek formal berupa nilai eksternal dalam
menggambarkan dampak dari masuknya keyakinan baru dalam konsep tata ruang
seperti letak, fungsi dan makna yang ada. Penggunaan aksiologi ilmu untuk
menjelaskan perubahan tata ruang menjadi hal baru dari penelitian-penelitian yang
serupa. Peneliti berargumen belum ada penelitian yang melakukan penelitian yang
6
sama, sehingga keaslian analisis dalam penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keontentikannya.
B. Faedah Penelitian
umumnya dan filsafat ilmu pada khususnya. Hasil dan proses dari penelitian ini,
a. Bagi peneliti
keilmuan dalam arsitektur tradisional dan meneliti hal-hal lain yang belum
terkaji di dalamnya.
b. Bagi Akademisi
7
C. Tujuan Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
sekat atau pembatas, namun secara tidak terlihat terdapat batas-batas imajiner,
yang terbagi menurut posisi dalam adat atau sistem kekerabatan, antara lain
pertama, Jabu Bona yang terletak di sudut kanan di belakang dari pintu masuk
rumah lalu Jabu Soding yang terletak di daerah sudut kiri di belakang pintu
rumah. Jabu Suhat di sudut kiri dekat pintu masuk, yang keempat adalah Jabu
Tampar Piring di sudut kanan di bagian depan dekat dengan pintu masuk, yang
kelima adalah Jabu jumhur terletak di antara jabu soding dan jabu suhat dan yang
keenam Jabu Tonga-tonga, terletak di antara jabu bona dan jabu tampar piring
tempat menerima para tamu, juga untuk menerima pemberian adat dalam setiap
8
upacara adat serta memiliki fungsi sebagai tempat pembelajaran dengan
Jabu soding yang diperuntukan untuk tempat anak perempuan pemilik rumah,
baik yang sudah menikah ataupun belum menikah yang juga digunakan sebagai
tempat istri-istri tamu yang datang dan tempat diadakannya upacara adat. Jabu
suhat berfungsi sebagai tempat bagi keluarga dari anak sulung dan keluarga dari
anak bungsu, ketika anak sulung berkeinginan untuk mandiri dengan mendirikan
rumah baru atau merantau maka anak bungsulah yang menjadi penghuni ruangan
tersebut. Di atas jabu suhat terdapat tempat yang berfungsi untuk tempat
dipergunakan untuk tempat saudara laki-laki dari pihak istri yang sudah menikah
atau yang belum dan sebagai tempat bagi anggi ni partubu (saudara semarga yang
bungsu) yang merupakan bagian dongan tubu yang biasanya bertindak menjadi
juru bicara bagi pemilik rumah atau raja panise dan tempat bagi dongan sahuta
diperuntukan untuk tempat berkumpul seluruh anggota keluarga dan tempat dapur
interaksi sosial karena ruang adalah ekspresi dari proses kognitif manusia.
seperti, ketika hendak melintas dari ruang satu ke ruang yang lain yang menandai
transisi sosial). Arsitektur memperjelas transisi ruang, yang memiliki arti sosial
dan konseptual. Segala bentuk bagian dari arsitektur seperti tembok, pintu,
9
gerbang, dan sebagainya seringkali menandakan transisi antara di dalam/di luar,
1984 : 5-7)
tiga bagian yaitu bagian bawah atau Tombara yang terdiri dari batu pondasi atau
ojahan tiang-tiang pendek, pasak atau rancang yang menusuk belatuk atau tiang
tangga, bagian tengah atau Tonga yang terdiri dari dinding depan, dinding
samping, dan belakang, dan bagian atas atau Ginjang yang terdiri dari atap atau
tarup di bawah atap urur di atas urur membentang lais, ruma yang lama atapnya
Dilihat dari bentuk susunan ruangnya dan jenis warna yang digunakan,
tritunggal Dalihan Natolu, tritunggal Dewa dan tritunggal warna (putih, merah,
hitam). Bentuk pembagian bagian arsitektur tradisional Batak Toba terdiri dari
bagian atas rumah adalah penaung, bagian tengahnya yaitu benua tengah sebagai
dinding tempat unsur Dalihan Na Tolu hidup dan berkembang, sedang bagian
10
E. Landasan Teori
kepada proses penelitian, dan hubungan ilmu dengan nilai. Hubungan ilmu dan
dan di sekitar ilmu. Aksiologi ilmu, mengemuka persoalan apakah ilmu bebas
Ada dua pandangan tentang nilai yang melekat pada ilmu yaitu values
dipraktekkan dan values within science. Rescher menjelaskan bahwa values within
science adalah nilai tidak dapat dipisahkan dalam penelitian ilmiah sebagai satu
bagian. Posisi nilai menurut Rescher tidak dapat terbantahkan merupakan bagian
dari ilmu itu sendiri. Karena ilmuwan yang melakukan penelitian merupakan
bagian dari masyarakat yang dipengaruhi oleh persoalan nilai, sosial, politik dan
agama yang berkembang dalam masyarakat bahkan dalam ilmu itu sendiri. Nilai
dalam proses penelitian ilmiah menurut Rudner terkait dengan posisi ilmuwan
11
nilai. (Boersema, 2008 : 409-420) . Dalam penelitian ini values within science
dalam ilmu terkait melalui nilai personal yang dibawa ilmuwan. Perubahan Ilmu
yang dilatarbelakangi oleh faktor eksternal berbeda dengan perubahan ilmu yang
agamanya. Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) merupakan Gereja yang berasal
kebenaran, memiliki ototritas yang lebih tinggi dari gereja, dan merupakan
berikut : (1) Analogi Matematis analogi didasarkan pada ilmu hitung dan
12
geometri; (2) Analogi Linguistik yang menyampaikan informasi dengan bentuk
sebuah bangunan atau suatu rona kota (Snyder, 1984). Oleh karena itu, dengan
informasi yang berperan sebagai wadah arsitek (masyarakat Batak Toba) dalam
mengungkapkan sikapnya dengan aturan yang tersusun dalam tata bahasa dan
Ruang dalam arsitektur telah dikemukakan oleh beberapa filsuf, antara lain
oleh Lao Tzu yang pada bab-bab awal bukunya Tao Teh Ching, dia menyatukan
konsep Being (yang ada) dan Non-Being (yang tak ada) ke dalam satu konsep
kutipan di atas, mengandung lebih dari hanya prinsip dari dua elemen yang
bertentangan lebih dari itu karena bagian yang bertentangan itu juga menjelaskan
13
sebagai tempat untuk melingkupi objek yang berada padanya, sebagai bagian dari
tempat yang dilingkupinya, sebagai tempat dari sesuatu objek yang tidak lebih
besar dan tidak lebih kecil dari objek tersebut (Cornelis van de, 1987 : 3-19). Oleh
karena itu tata ruang dalam arsitektur tradisional Batak Toba yang berfungsi
penghuninya yang sama ukurannya menjadi penting sebagai objek material dalam
makrokosmos yang terbagi atas tiga bagian yaitu bawah, tengah, dan atas.
sebagai tempat pendidikan pertama dan pengenalan kepada nilai budaya Dalihan
Na Tolu. Susuran ruang pada arsitektur tradisional Batak Toba tidak memliki
sekat pembatas berupa dinding, namun hal tersebut bukan berarti rumah tersebut
tidak memiliki pembatasan atau ruang transisi. Ruang-ruang yang tak kasat mata
tersebut memiliki fungsi yang diperuntukan untuk anggota Dalihan Na Tolu. Jadi
ruang dalam arsitektur rumah adat Batak Toba merupakan tempat dimana Dalihan
aturan yang tersusun dalam tata bahasa dan sintaksis sebagai tanda penyampaian
informasi berkaitan erat dengan fungsi arsitektur sebagai bentuk penalaran faktual
14
yang tersusun oleh kesepakatan-kesepakatan Dalihan Na Tolu dalam
geometri menjadi penting dalam meneliti korelasi antara nilai gereja terutama
Batak Toba yang dibawa missionaris Jerman (RMG) yang dilanjutkan oleh HKBP
Toba.
F. Metode Penelitian
yang dikaji menurut aksiologi ilmu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.
1. Materi Penelitian
dilakukan dalam rangka membahas objek formal dari penelitian yakni aksiologi
ilmu yang dalam hal ini lebih kepada persoalan values within science. Peran nilai
15
sejarah, perkembangan dan nilai-nilai filosofis arsitektur tradisional Batak Toba.
mengenai perubahan apa yang terjadi dalam arsitektur tradisional Batak Toba dan
Batak Toba, Suku Melayu, dan Suku Batak Karo daerah Sumatera Utara
Nilai Tradisional tahun 1981, serta buku mengenai HKBP salah satunya
adalah buku karangan van den End dan J. Weitjens berjudul Ragi Carita 2
Mulia, buku dengan judul Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja
karangan Pdt. Dr. Jan S. Aritonang terbitan BPK Gunung Mulia, dan buku
16
b. Data Sekunder yang berupa literatur untuk menopang data primer yaitu
Domain yang ditulis oleh Stephen Sparkes & Signe Howell; serta Rumah
Gorga (Sosok Pribadi Orang Batak), 2009 penelitian yang dilakukan oleh
2. Jalannya Penelitian
tema penulisan baik data tertulis maupun lapangan, inventarisir data dan
mungkin baik data pustaka maupun data lapangan yang berkaitan dengan
tema penelitian.
17
c. Penyusunan penelitian, yaitu melakukan penyusunan data-data yang
Batak Toba.
a. Kajian analisis nilai HKBP yang yang memengaruhi tata ruang Arsitektur
18
c. Pemaparan bentuk perubahan tata ruang Arsitektur Ruma Tradisional
H. Sistematika Penulisan
19