314 553 1 SM PDF
314 553 1 SM PDF
Abstrak
Kecap kedelai merupakan salah satu produk fermentasi yang telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu di
berbagai negara termasuk Indonesia. Namun kecap kedelai manis merupakan produk kecap kedelai yang
merupakan produk khas Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan standardisasi produk
kecap kedelai untuk memperkenalkan dan meningkatkan citra produk ini. Pada kajian ini dilakukan perbandingan
antara data hasil pengujian kecap kedelai manis dari beberapa produk yang beredar di Indonesia dengan
beberapa literatur, serta peraturan-peraturan yang berlaku. Parameter mutu utama yang membedakan antara
kecap kedelai manis dengan kecap kedelai asin adalah kadar proteinnya. Berdasarkan hasil analisis produk
kecap kedelai manis yang beredar di Indonesia, kadar protein dari kecap kedelai manis adalah 1%. Angka ini
lebih kecil dibandingkan kadar protein kecap manis pada SNI 3543:1999 yaitu sebesar minimal 2,5%. Besar
kadar protein tersebut disesuaikan dengan kemampuan produsen kecap kedelai manis di Indonesia serta dengan
justifikasi bahwa kecap manis tidak digunakan sebagai pangan utama pada konsumsi sehari-hari melainkan
hanya merupakan bagian dari bumbu atau pencita rasa. Besar kadar gula pada kecap kedelai manis sebesar
minimal 30% ditetapkan sebagai pembeda antara kecap kedelai manis dan kecap kedelai asin yang dibuat tanpa
penambahan gula. Peraturan yang ditetapkan oleh BPOM untuk batasan 3-Mono Chloro Propan – 1,2 – diol (3-
MCPD) pada kecap kedelai tidak dimasukkan ke dalam kriteria mutu kecap kedelai manis dengan pertimbangan
pada saat SNI kecap kedelai disusun belum ada lembaga yang mampu melakukan uji terhadap 3-MCPD serta
mengingat sebagian besar industri kecap di Indonesia menggunakan proses fermentasi pada pembuatan
kecapnya maka dianggap risiko munculnya senyawa tersebut cukup rendah. Namun mengingat risiko terhadap
kesehatan yang cukup tinggi yang dapat ditimbulkan oleh senyawa 3-MCPD tersebut perlu dilakukan kaji ulang
atau survei terhadap prevalensi 3-MCPD untuk produk kecap di Indonesia. Pada saat ini BBIA telah mampu
melakukan analisis 3-MCPD.
Kata kunci: kecap kedelai, kecap kedelai manis, standar.
Abstract
Soy sauce is one of fermentation products that have been known since thousands years ago in various countries
including Indonesia. But the sweet soy sauce is soy sauce product which is a typical product of Indonesia. The
purpose of this research is to develop standardization of soy sauce products to introduce and improve the image
of these products. In this study, a comparison between product testing data of some sweet soy sauce products
circulating in Indonesia to some literatures was carried out, also to rules and regulations. The main quality
parameter that distinguish between sweet soy sauce with salty soy sauce is protein content. Based on the
analysis of sweet soy sauce products circulating in Indonesia, the protein content of sweet soy sauce is 1%. This
number is lower than the protein content of sweet soy sauce on the SNI 3543: 1999 which is required to be at
least 2.5%. The high protein content is tailored to correspond to ability of producers in Indonesia and with
justification that it is only used as seasoning. More over, high sugar content in sweet soy sauce for a minimum of
30% is set to differentiate between sweet soy sauce with the salty one which is made without addition of sugar.
Regulations set by the BPOM. to limit the 3-MCPD in soy sauce was not put in sweet soy sauce quality criteria
with reason when SNI soy sauce was prepared there was no institution that able to test 3-MCPD and considering
most of the soy sauce industry in Indonesia using fermentation process in their manufacturing process, as a result
the risk is low. However, given the risks of 3-MCPD to health is high enough, it is necessary to review or survey
the prevalence of 3-MCPD in soy sauce products in Indonesia. At this time BBIA has been able to perform the
analysis of 3-MCPD.
Keywords: soy sauce, sweet soy sauce, standard.
147
Jurnal Standardisasi Volume 17 Nomor 2, Juli 2015: Hal 147 - 156
berabad-abad lamanya dan diwariskan secara menjadi gliserol, merupakan komponen penting
turun-temurun kepada generasi berikutnya. Di pendukung cita rasa kecap. Menurut Suprapti
Indonesia, umumnya kecap diproduksi dengan (2005), gula kelapa yang ditambahkan
cara fermentasi tradisional dalam skala industri diperlukan dalam pembuatan kecap manis,
kecil dengan menggunakan peralatan yang berfungsi sebagai pemanis sehingga jumlah gula
sederhana. Seiring dengan semakin kelapa yang ditambahkan dapat berpengaruh
berkembangnya teknologi, saat ini telah banyak pada respon rasa kecap organik.
terdapat industri yang mengolah kecap dalam Faktor jenis kedelai, lama pembuatan
skala industri besar yang menggunakan moromi, dan jumlah gula berpengaruh terhadap
peralatan yang modern (Anggono, 1993). hasil eksperimen yang dilakukan oleh Setiawati
Proses fermentasi kecap terdiri dari 2 (2008) terhadap respon rasa, karena jenis
tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi kedelai hitam organik varietas Merapi memiliki
koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi kandungan protein kasar 36,45% sehingga
moromi). Kapang yang digunakan dalam cocok digunakan sebagai bahan baku
fermentasi padat, adalah Aspergillus sp. dan pembuatan kecap karena kandungan proteinnya
Rhizopus sp. (Rahayu dkk., 1993). Fermentasi lebih besar dari 35% (Suprapti, 2005), lama
padat memerlukan waktu selama 3-5 hari. Hasil pembuatan moromi atau fermentasi koji dalam
fermentasi padat disebut koji jika menggunakan larutan garam dan jumlah gula kelapa juga
Aspergillus sp., tetapi disebut tempe jika berkaitan dengan kualitas respon rasa. Menurut
menggunakan Rhizopus sp. Selanjutnya, koji Yokotsuka dalam Kasmidjo (1990), kedelai
dikeringkan, kemudian direndam dalam air dengan kandungan protein tinggi merupakan
garam 20-30%. Proses perendaman koji dalam bahan dasar yang baik untuk pembuatan kecap.
air garam disebut fermentasi moromi. Mikroba Menurut Setiawati (2008), atribut kecap kedelai
yang berperan dalam fermentasi moromi, adalah organik yang menjadi pertimbangan konsumen
mikroba tahan garam seperti Hansenula sp., dalam membeli produk kecap antara lain: 1) cita
Zygosaccharomeces sp., dan Lactobacillus sp. rasa dan aroma, diperoleh dari proses
(Rahayu, 1985). Fermentasi moromi pembuatan kecap secara fermentasi kedelai
memerlukan waktu selama 14-28 hari. Cairan hitam tanpa menggunakan bahan penyedap; 2)
hasil fermentasi moromi disebut moromi. kekentalan, tingkat kekentalan kecap manis
Selanjutnya moromi ditambah dengan rempah- dihasilkan dari penambahan gula kelapa tanpa
rempah dan dikentalkan sehingga diperoleh penambahan bahan pengental, 3) warna coklat
kecap. Ampas dari fermentasi moromi dapat kehitam-hitaman pada kecap diperoleh dari gula
digunakan sebagai pakan ternak. kelapa tanpa penambahan bahan pewarna.
Pada fermentasi jamur (koji) maupun
fermentasi dalam larutan garam (moromi) terjadi 2.2. Perkembangan Industri Kecap di
perubahan-perubahan biokimiawi oleh aktifitas Indonesia
enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Pada Industri kecap merupakan salah satu
fermentasi jamur (koji), mikroba yang dominan agroindustri yang penting untuk dikembangkan
adalah Aspergillus soyae menghasilkan enzim karena dapat memberikan nilai tambah
protease yang dapat menghidrolisis komponen- komoditas kedelai yang mudah rusak,
komponen protein dalam biji kedelai. Konsentrasi meningkatkan permintaan kedelai yang akhirnya
garam yang optimal 17 sampai 19% akan meningkatkan pendapatan petani,
berpengaruh terhadap hidrolisis protein dalam menyerap tenaga kerja, dan menambah devisa
moromi dan kecepatan pembentukan asam negara melalui pemanfaatan peluang ekspor.
laktat dan alkohol. Mikroba utama adalah jamur Permasalahan yang sering dihadapai oleh
Aspergillus soyae, bakteri-bakteri asam laktat industri kecap adalah semakin mahalnya harga
yang bersifat homofermentatif, Pseudomonas bahan baku kedelai dan lamanya proses
cerevisae atau P.soyae dan khamir yang toleran pembuatan kecap yang dapat berlangsung
terhadap garam tinggi terutama Saccharomyces berbulan-bulan. Hal tersebut membuat sebagian
rouxii. Menurut Sakaguchi dalam Kasmidjo pengusaha mengganti bahan baku kedelai
(1990), pada konsentrasi garam yang lebih dengan bahan-bahan lain yang lebih murah
tinggi 20%-30% P.soyae tetap tumbuh baik dan seperti air yang dicampur dengan perasa dan
menghasilkan asam laktat tinggi sehingga dapat pewarna kecap. Akibatnya, kualitas kecap
menurunkan pH sampai 4,9, bakteri tersebut cenderung menurun atau encer sedangkan
berperan dalam pembentukan cita rasa dan kuantitas produksinya meningkat. Sementara itu,
aroma spesifik untuk kecap. Pada kondisi aerob perkembangan industri kecap di Indonesia,
dalam konsentrasi garam tinggi khamir yaitu tumbuh seiring dengan peningkatan konsumsi
S.rouxii mengubah sejumlah glukosa (50%) kecap dalam masyarakat (Maryani, 2007).
149
Jurnal Standardisasi Volume 17 Nomor 2, Juli 2015: Hal 147 - 156
Berdasarkan data dari Direktori Perusahaan lainnya (HS 1201009000) atau US$ 1,41 juta
Industri Kementerian Perindustrian, terdapat 50 dan 2,07% tepung kedele lainnya (HS
industri kecap di Indonesia yang tersebar di 1208900000) atau US$ 171 ribu. Bila ditelusuri
berbagai daerah. Gambar 2 menunjukkan lebih jauh negara tujuan ekspor utama kedelai
sebaran industri kecap di Indonesia dengan segar lainnya (HS 1201009000) tahun 2008
jumlah industri kecap terbanyak di Jawa Barat sebesar 86,17% ke Jepang, 9,60% ke Korea dan
sejumlah 22 industri. 2,01% ke Singapore (Gambar 4.7), sementara
negara tujuan ekspor kecap (HS 2103100000)
terbesar adalah ke negara Australia sebesar
26,49%, 13,87% ekspor ke Saudi Arabia,
12,59% ekspor ke Belanda, 9,80% ke USA dan
6,36% ke Malaysia (Pusdatin Pertanian, 2009).
3. METODE PENELITIAN
Secara garis besar untuk kriteria mutu fermentasi moromi mampu menghasilkan
yang terdapat pada kecap kedelai manis terbagi kandungan protein terlarut dan protein total lebih
menjadi 3 kelompok besar yaitu kriteria mutu tinggi daripada kecap manis dengan fermentasi
secara organoleptik, mutu secara kimia, dan moromi. Kecap manis hasil fermentasi R.
mutu secara mikrobiologis. Untuk kriteria mutu oligosporus mengandung kadar protein terlarut
kecap kedelai manis meliputi kadar protein, dan protein total lebih tinggi daripada kecap
kadar gula, dan pH. Kandungan protein manis hasil fermentasi R. oryzae. Kandungan
merupakan parameter kualitas kecap manis protein terlarut kecap manis hasil fermentasi R.
(Direktorat Gizi Depkes RI, 1996). Pada SNI oligosporus tanpa fermentasi moromi adalah
kecap kedelai sebelumnya (SNI 3543 – 1999) 8,2%, sedangkan kandungan protein terlarut
tertulis bahwa kadar protein kecap kedelai manis kecap manis hasil fermentasi R. oryzae tanpa
adalah minimal 2,5% dan minimal 4% untuk fermentasi moromi adalah 4,1%.
kecap kedelai asin, dengan pertimbangan bahwa Hasil analisis kadar protein dari berbagai
kecap kedelai manis sudah ditambahkan dengan produsen kecap manis di Indonesia yang
gula dan bumbu-bumbu lainnya. Hasil penelitian dilakukan oleh BBIA dapat dilihat pada Tabel 2.
Purwoko dan Handajani (2007) yang menguji Produk kecap komersial yang dianalisis
kadar protein dari kecap yang difermentasi mencakup perusahaan kecap dalam skala besar
dengan Rhyzopus oryzae dan R. oligosporus dan skala kecil di Indonesia.
menunjukkan bahwa kecap manis tanpa
Tabel 2 Hasil analisis kadar protein kecap kedelai manis dari produsen kecap.
151
Jurnal Standardisasi Volume 17 Nomor 2, Juli 2015: Hal 147 - 156
Berdasarkan hasil analisis kadar protein kecap konsumen, kecap hanya digunakan sebagai
kedelai dapat dilihat bahwa rata-rata kadar pencita rasa produk, bukan sebagai bahan
protein dari 30 produk kecap kedelai manis di pangan utama. Dalam hal penetapan angka
Indonesia adalah 1,30% dengan kadar protein protein, standar yang ditetapkan harus tetap
tertinggi adalah 1,83% dan kadar protein melihat kenyataan yang ada pada lapangan,
terendah sebesar 0,68%. Hasil kadar protein ini jangan sampai dengan penetapan yang terlalu
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan tinggi berdampak pada jatuhnya industri kecap
oleh Purwoko dan Handajani (2007) dikarenakan kedelai manis di Indonesia. Mengingat kecap
pada penelitian tersebut pembuatan kecap kedelai manis juga merupakan produk pencita
dilakukan pada skala kecil (laboratorium), rasa khas Indonesia.
sedangkan pada kenyataan di lapangan banyak Kadar gula yang terkandung pada kecap
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari kedelai manis ditetapkan minimal sebesar 30%
ragi yang terlibat pada proses fermentasi yang untuk mengelompokkan kecap kedelai sebagai
dapat mempengaruhi kadar protein terlarut dari kecap kedelai manis. Tabel 3 menunjukkan hasil
produk kecap kedelai manis. Hal ini yang uji kadar gula dari beberapa produsen kecap di
menjadi justifikasi penetapan kadar protein pada Indonesia yang dianalisis di BBIA.
kecap kedelai manis yaitu minimum 1%. Selain
itu bila dilihat dalam pertimbangan kesehatan
Tabel 3 Hasil analisis kadar gula kecap kedelai manis.
Berdasarkan hasil analisis produk kecap kedelai organoleptik dari kecap kedelai manis, sehingga
dapat dilihat bahwa rata-rata kadar gula kecap besar kadar gula pada kecap kedelai manis
kedelai manis adalah 60,38%. Kadar gula pada mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap
kecap kedelai menjadi pembeda antara kecap kecap kedelai manis.
kedelai manis dan kecap kedelai asin. Selain itu Keasaman kecap kedelai yang ditunjukkan
penambahan gula dan bumbu-bumbu pada sari dengan pH menunjukkan kisaran dari suatu
fermentasi kedelai merupakan salah satu produk hasil fermentasi kedelai tersebut, dimana
kekhasan kecap kedelai manis dibandingkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
dengan produk kecap kedelai lainnya. Pada SNI adanya keterlibatan Bakteri Asam Laktat (BAL)
3543:1999 ditetapkan bahwa kadar gula minimal pada proses fermentasi kecap yang menjadikan
untuk kecap kedelai manis adalah 40%, namun pH dari produk kecap kedelai manis berada pada
mengingat pada contoh uji kecap kedelai kisaran 3,5 – 6.
terdapat kecap kedelai yang kadar gulanya
Untuk batasan cemaran mikrobiologis
kurang dari 40% maka untuk mengakomodir
komoditas kecap kedelai manis mengikuti
semua contoh kecap kedelai manis di Indonesia
regulasi yang terdapat pada Badan Pengawas
ditetapkan bahwa kadar gula kecap kedelai
Obat dan Makanan. Berdasarkan Peraturan
manis minimal 30%. Kadar gula pada kecap
Kepala BPOM Republik Indonesia No. HK.
kedelai manis lebih terkait pada kualitas
00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan
152
Standardisasi Produk Kecap Kedelai Manis Sebagai Produk Khas Indonesia
(Yuliasri Ramadhani Meutia)
Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia menjadi asam amino dan peptida berberat
dalam Makanan, batasan cemaran mikroba molekul rendah. Sebagian besar pati dikonversi
untuk kecap kedelai manis adalah maksimum < menjadi gula sederhana. Pada tahap akhir
3 APM/ml untuk koliform dan kapang maksimum fermentasi kecap kedelai terjadi pembentukan
50 koloni/g. Koliform merupakan salah satu galur-galur khamir osmofilik seperti Torulopsis
bakteri yang merupakan indikator sanitasi pada versatilis dan Torulopsis etchelsii yang
pangan. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri memproduksi komponen fenolik yang berperan
yang keberadaannya dalam pangan dalam pembentukan aroma spesifik pada shoyu.
menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut Kun-young dkk., (1988) melaporkan bahwa
pernah tercemar oleh kotoran manusia selama proses fermentasi berlangsung, produksi
dikarenakan bakteri-bakteri indikator sanitasi aflatoksin lebih banyak pada kondisi yang
tersebut pada umumnya adalah bakteri yang menggunakan kultur campuran. Produksi
lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. aflatoksin G1 sangat mudah terstimulasi dan
Jadi adanya bakteri tersebut pada air atau dapat terdegradasi dengan cepat, sedangkan
makanan menunjukkan bahwa dalam satu atau aflatoksin B1 sangat lambat pembentukannya.
lebih tahap pengolahan air atau makanan Jumlah total aflatoksin yang terdapat pada
tersebut pernah mengalami kontak dengan proses fermentasi yang disimulasikan dengan A.
kotoran yang berasal dari usus manusia dan parasiticus menunjukkan bahwa selama proses
oleh karenanya mungkin mengandung bakteri pematangan meju (makanan fermentasi kedelai
patogen lainnya yang berbahaya (Dewanti- asal Korea) terjadi degradasi aflatoksin secara
Hariyadi, 2012). Meskipun proses pembuatan signifikan, serta terjadi peningkatan degradasi
kecap kedelai menggunakan kapang, namun aflatoksin pada fermentasi yang melibatkan
cemaran kapang tetap dibatasi pada proses arang aktif pada campuran fermentasi. Hal ini
pembuatan kecap kedelai. Proses pemasakan dapat menunjukkan bahwa selama proses
dapat mereduksi jumlah kapang yang terdapat fermentasi kecap kedelai dilangsungkan secara
pada cairan fermentasi kecap tersebut. terkendali, dalam artian suhu proses yang
Pembatasan jumlah kapang tersebut sangat terkendali serta mencegah adanya kontaminasi
penting mengingat bahwa kapang berpotensi silang dari bahan baku atau lingkungan proses
untuk dapat menghasilkan aflatoksin yang produksi, maka jumlah aflatoksin yang terdapat
membahayakan bagi tubuh. pada kecap kedelai harus memenuhi
Batas maksimum cemaran total aflatoksin persyaratan yang telah ditetapkan oleh BPOM.
pada kecap kedelai manis adalah 20 ppb dan Senyawa kimia yang menjadi perhatian
batas maksimum aflatoksin B1 adalah 15 ppb. pada produk kecap kedelai adalah senyawa
Hal ini telah sesuai dengan Peraturan BPOM No. kloropropanol yaitu 3-Mono Chloro Propan – 1,2
HK. 00.06.1.52.4011. Aflatoksin dapat terbentuk – diol (3-MCPD) dan 1,3-dikloropropan-2-ol (1,3-
sebagai hasil metabolit dari kapang penghasil DCP) yang bersifat karsinogenik. Pada
aflatoksin serta kontaminasi kapang yang Peraturan BPOM No. HK. 00.06.1.52.4011
mungkin dapat berasal dari bahan baku dan disebutkan bahwa batasan cemaran 1,3-diol
gudang penyimpanan, bila tidak disimpan untuk kecap adalah maksimum 5 ppb dan
dengan baik. Karena itu dalam pemilihan kapang batasan 3-MCPD adalah maksimum 20 ppb
atau jamur yang digunakan pada pembuatan dengan kategori untuk makanan yang
kecap adalah jamur yang bukan pembentuk mengandung protein nabati yang terhidrolisis
aflatoksin perlu dijadikan bahan pertimbangan dengan asam. Berdasarkan SNI 7501:2009
dalam produksi kecap kedelai. Maing dkk., (tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia
(1973) melaporkan bahwa tidak ada aflatoksin (benzo [a] piren, dioksin (2,3,7,8-TCDD), 1,3-
yang terdeteksi pada fermentasi kecap dengan dikloropropan-2-ol (1,3-DCP), dan 3-
A.oryzae dan Lactobacillus delbrueckii. Produksi monokloropropan-1,2-diol dalam pangan) hal-hal
asam dari L. delbrueckii sebagai bakteri asam yang dapat menjadi sumber cemaran
laktat (BAL) dapat mengkatalis konversi kloropropanol pada kecap yaitu penambahan
aflatoksin B menjadi derivatnya yang bersifat non acid-HVP, hidrolisa asam dari sebagian atau
toksin. Menurut Noda dkk., (1980) pada tahapan seluruh kacang kedelai/gandum, serta proses
fermentasi menggunakan air garam pada pemanggangan gandum. 3-MCPD dapat
pembuatan kecap adalah terjadi keterlibatan ditemukan sebagai kontaminan dalam kopolimer
khamir osmofilik dan BAL. Selama proses ephichlorhydrin/amine yang digunakan sebagai
fermentasi yang berlangsung selama 6 sampai bahan flokulan atau koagulan dalam pengolahan
dengan 8 bulan dalam kondisi suhu yang air. Oleh karena itu, 3-MCPD juga dapat
terkontrol, enzim yang terdapat pada ragi ditemukan pada air minum. Tahapan proses
menghidrolisis hampir sebagian besar protein berikut diduga sebagai sumber pembentukan 3-
153
Jurnal Standardisasi Volume 17 Nomor 2, Juli 2015: Hal 147 - 156
MCPD yaitu: sudah ada secara alamiah dalam 3543:2013 kadar protein kecap kedelai manis
bahan baku; penyimpanan bahan baku, adalah 1%. Besar kadar protein tersebut
penggunaan air berklorinasi pada saat disesuaikan dengan kemampuan produsen
pencucian; perlakuan proses komersial termasuk kecap kedelai manis di Indonesia serta dengan
baking, penguapan, fermentasi, malting, justifikasi bahwa kecap manis tidak digunakan
pasteurisasi, pemanggangan, pengasapan, sebagai pangan utama pada konsumsi sehari-
spray drying, sterilisasi, dan UHT; migrasi dari hari melainkan hanya merupakan bagian dari
bahan yang kontak langsung dengan makanan; bumbu atau pencita rasa. Besar kadar gula pada
dan penyimpanan produk jadi. Pada SNI 3543: kecap kedelai manis sebesar minimal 30%
2013 (kecap kedelai), senyawa 3-MCPD tidak ditetapkan sebagai pembeda antara kecap
dimasukkan ke dalam batasan cemaran kimia kedelai manis dan kecap kedelai asin yang
pada kriteria mutu. Hal ini dengan dibuat tanpa penambahan gula. Kecap kedelai
mempertimbangkan bahwa sebagian besar manis yang ditambahkan dengan gula dan
industri kecap merupakan industri kecil dan rempah-rempah pada proses pembuatannya
menengah dan sebagian besar proses juga merupakan pencita rasa khas Indonesia.
pembuatan kecapnya dilakukan melalui Batasan cemaran logam dan mikroba
fermentasi (bukan dengan hidrolisis asam), dan pada kecap kedelai manis menyesuaikan
pada saat rapat penyusunan SNI kecap kedelai dengan Peraturan yang ditetapkan oleh BPOM,
belum ada lembaga yang mampu melakukan namun untuk batasan 3-MCPD pada kecap
analisis terhadap 3-MCPD. Selain itu bila melihat kedelai tidak dimasukkan ke dalam kriteria mutu
dari prevalensi munculnya 3-MCPD lebih banyak kecap kedelai manis dengan pertimbangan pada
pada produk kecap yang merupakan hasil saat SNI kecap kedelai disusun belum ada
hidrolisis asam. Wei-Chih Heng dkk. (2004) telah lembaga yang mampu melakukan uji terhadap 3-
melakukan survey kandungan 3-MCPD pada MCPD serta mengingat sebagian besar industri
240 produk kecap pada tahun 2002 di Taiwan kecap di Indonesia menggunakan proses
(188 produk lokal Taiwan dan 26 produk fermentasi pada pembuatan kecapnya maka
impornya) dan melaporkan bahwa 3-MCPD tidak dianggap risiko munculnya senyawa tersebut
terdeteksi pada 87 contoh kecap lokalnya dan 23 cukup rendah. Namun mengingat risiko terhadap
contoh kecap impornya. 91 contoh dari kecap kesehatan yang cukup tinggi yang dapat
lokal megandung 3-MCPD dengan konsentrasi ditimbulkan oleh senyawa 3-MCPD tersebut
pada kisaran konsentrasi 0,01 ppm hingga 1 perlu dilakukan kaji ulang atau survey terhadap
ppm, dimana 10 contoh kecap lokalnya prevalensi 3-MCPD untuk produk kecap di
mengandung 3-MCPD dengan konsentrasi lebih Indonesia. Pada saat ini BBIA telah mampu
dari 1 ppm. Namun hasil survei tahun 2002 melakukan analisis 3-MCPD.
tersebut menunjukkan adanya penurunan jumlah
sampel yang mengandung 3-MCPD
dibandingkan dengan survei sebelumnya pada UCAPAN TERIMA KASIH
tahun 2000. MacArthur dkk. (2000) juga
melakukan survei kandungan 3-MCPD pada Ucapan terima kasih penulis ucapkan pada
kecap dan produk-produk yang serupa di Inggris. Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan
Dilaporkan bahwa produk kecap yang ada di Perikanan, Direktorat Industri Agro, Kementerian
sebagian negara-negara Eropa mengandung 3- Perindustrian atas dana dalam penyusunan SNI
MCPD dalam jumlah yang besar (hingga 124 Kecap Kedelai pada tahun 2011.
mg/kg). Hal yang sama perlu dilakukan juga di
Indonesia, mengingat senyawa 3-MCPD ini
bersifat sangat karsinogenik. Pada saat ini BBIA DAFTAR PUSTAKA
telah mampu melakukan analisis 3-MCPD,
sehingga dapat membantu dalam melakukan Andriana, D. (2014). Pengaruh substitusi Kacang
kajian risiko 3-MCPD pada produk-produk Gude (Cajanus cajan) Terhadap Kadar
berisiko di Indonesia, khususnya kecap. Protein dan Daya Terima Kecap Kedelai.
Unnes Journal of Public Health 3 (3) : 1-8
5. KESIMPULAN Anggono, Y. (1993). Analisis Agroindustri
Kecap.Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kecap kedelai manis merupakan produk
pencitarasa khas Indonesia yang umumnya Astuti, B.B. (2012). Karakteristik Moromi yang
dibuat melalui proses fermentasi tradisional. Dihasilkan dari Fermentasi Moromi Kecap
Kandungan protein merupakan parameter Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.)
kualitas kecap manis, dimana pada SNI Pada Kondisi Fermentasi yang Berbeda.
154
Standardisasi Produk Kecap Kedelai Manis Sebagai Produk Khas Indonesia
(Yuliasri Ramadhani Meutia)
156