Kedelai
Penyortiran
Pencucian
Perendaman
Perebusan
( 4 jam)
Pendinginan
Fermentasi koji
(3-4 hari)
Fermentasi moromi
(2-4 bulan)
Penyaringan
Sari kedelai
Tahap Pembuatan Kecap
Air + gula
Karamelisasi
Sari kedelai
Pendidihan
Botol kaca
(105oC 15 menit)
bekas
Rempah-rempah
yang telah
dikupas dan Penyaringan Pencucian
dihaluskan
Pengeringan
Pendinginan
Kecap
Kecap merupakan makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi kedelai hitam atau kacang-
kacangan lainnya yang menghasilkan cairan warna coklat sampai hitam (Rahman, 1992).
Menurut Astawan & Astawan (1991) pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu dengan fermentasi, dengan cara kimia maupun cara kombinasi fermentasi dan kimia. Alur
proses produksi kecap adalah sebagai berikut :
Pada tahap persiapan dilakukan perlakuan terhadap kedelai seperti pencucian, perendaman, dan
perebusan kedelai. Kemudian diletakkan di atas tampah, ditambah kapang, dan akan terjadi
proses fermentasi koji.
Pencucian kedelai bertujuan untuk memisahkan kotoran yang terdapat pada kedelai agar tidak
ikut terbawa ke dalam proses selanjutnya. Selama proses perendaman, dilakukan pergantian
air rendaman (Fukushima, 2004). Menurut Rahayu et al. (1993), perendaman biji kedelai
dengan interval waktu yang lama perlu dilakukan pergantian air dengan air bersih. Hal ini
dilakukan untuk menghindari bakteri gram positif yang dapat menghasilkan flavor yang
tidak diinginkan. Pertumbuhan bakteri ini dapat diketahui secara visual dengan adanya
spora pada kedelai dan terdapat buih pada permukaan air rendaman. Tortora et al. (1995)
juga menambahkan, perendaman bertujuan untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga apabila
kedelai tersebut dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai
tersebut akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman.
Setelah fermentasi pertama, kedelai dikerok dan dimasukkan ke dalam tong, kemudian
ditambah larutan garam dan akan terjadi proses fermentasi berikutnya yaitu fermentasi
moromi. Konsentrasi larutan garam yang digunakan yaitu 20%. Menurut Nunomura &
Sasaki (1992), larutan garam yang cukup tinggi dalam moromi dapat berfungsi sebagai
selektor terhadap mikroorganisme yang tumbuh. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi
dapat menghambat aktivitas enzim. Penggunaan larutan garam dengan konsentrasi yang
cukup tinggi pada fermentasi moromi berfungsi untuk menghentikan pertumbuhan kapang
lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan, terutama
perubahan warna. Larutan garam juga dapat mencegah pertumbuhan bakteri putrefactive
yang tidak diinginkan selama fermentasi oleh bakteri asam laktat dan khamir (Nunomura
dan Sasaki, 1992).
Menurut Yokotsuka (1985) selama proses fermentasi moromi dilakukan pengadukan secara
reguler setiap hari. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseragaman konsentrasi garam,
merangsang pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang
tidak diinginkan terutama mikroba pembusuk. Selain itu pengadukan juga berfungsi untuk
mencegah pertumbuhan khamir pembentuk film pada kondisi aerob.
Setelah tahap persiapan, berikutnya adalah tahap pembuatan sari kedelai. Hasil dari proses
fermentasi moromi atau fermentasi dengan larutan garam diambil dalam jumah tertentu.
Kemudian disaring untuk diambil sari kedelainya. Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan kain saring sebanyak 2 kali penyaringan sehingga didapatkan sari kedelai
yang bebas dari kotoran.
Bumbu dan rempah-rempah yang lain ditambahkan sesuai resep masing-masing jenis
kecap. Untuk mencapai kekentalan tertentu diambil sampel untuk diteliti. Apabila sudah
memenuhi standart kekentalan yang ditentukan, kemudian disaring dan dimasukkan ke
dalam tangki penampungan. Apabila terlalu kental maka ditambahkan air sari kedelai dan
dilakukan pengadukan. Penambahan sari kedelai dilakukan sedikit demi sedikit. Setelah
larutan kecap homogen kemudian diambil sampel dan diukur kekentalannya lagi. Hal ini
dilakukan berulang kali hingga memenuhi standart kekentalan kecap yang ditentukan.
Penyaringan pertama menggunakan penyaring yang ukuran meshnya lebih besar yaitu 100
mesh dan pada tahap kedua digunakan penyaring yang ukuran meshnya lebih kecil yaitu
150 mesh. Dilakukan penyaringan sebanyak dua kali agar produk akhir kecap yang
dihasilkan dapat benar-benar murni dan bersih sehingga dapat dialirkan ke bak
penampungan dengan lancar. Amalia (2008) menyatakan tahap penyaringan berfungsi
untuk memisahkan kotoran fisik yang terbawa oleh bahan baku gula merah saat
dimasukkan ke dalam kuali untuk dimasak. Selain itu, penyaringan juga berfungsi untuk
memisahkan serat-serat kasar dari bahan baku gula merah tersebut.
2.1.2.5. Proses pengisian
Kecap disalurkan dari tangki penampungan ke tangki-tangki pengemasan, kemudian diisikan ke
dalam kemasan dalam keadaan hangat atau agak dingin. Pengisian kecap ke dalam kemasan
botol dan kemasan sachet dilakukan dengan cara yang berbeda. Pengisian kecap ke dalam botol
kaca tidak diisikan sampai penuh. Hal ini memiliki tujuan untuk meminimalkan kandungan
oksigen dalam tabung, mengatur tekanan dalam botol, serta mengontrol mutu produk. Proses
pengisian kecap ke dalam kantong sachet dilakukan secara otomatis menggunakan mesin.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia,T. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Pemasakan Terhadap Mutu
Organoleptik Kecap Manis. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/
13813/2/F08tam.pdf.
Astawan, M. & W. M. Astawan (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.
Akademika Pressindo.
Nunomura, N. & M. Sasaki. (1992). Japanese Soy Sauce Flavour with Emphasis on Off
Flavours. Di dalam : Charalambous, G. (ed.). Off Flavours in Foods and Beverages.
Elsevier Science Pub. B. V., Amsterdam.
Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil
Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.
Rahayu, F. S. (1985). Hidrolisis Protein Kedelai oleh Aspergillus soyae, A. oryzae, dan
Rhizopus oligosporus. Fakultas Pasca Sarjana, Univesitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sulistyo, Joko & Sayuki Nikkuni. (2005). Development of Pure Culture Starter For Kecap.
Berita Biologi, Volume 7, No 6.
Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings
Publishing Company, Inc. USA.