Anda di halaman 1dari 7

2.1.

Proses Produksi Kecap


Alur proses produksi kecap dapat dilihat sebagai berikut :
Tahap Persiapan

Kedelai

Penyortiran

Pencucian

Perendaman

Perebusan
( 4 jam)

Pendinginan

Fermentasi koji
(3-4 hari)

Fermentasi moromi
(2-4 bulan)

Penyaringan

Sari kedelai
Tahap Pembuatan Kecap

Air + gula

Karamelisasi

Sari kedelai
Pendidihan
Botol kaca
(105oC 15 menit)
bekas
Rempah-rempah
yang telah
dikupas dan Penyaringan Pencucian
dihaluskan

Pengeringan
Pendinginan

Botol plastik, Botol kaca


Pengemasan bersih
sachet

Kecap
Kecap merupakan makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi kedelai hitam atau kacang-
kacangan lainnya yang menghasilkan cairan warna coklat sampai hitam (Rahman, 1992).
Menurut Astawan & Astawan (1991) pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu dengan fermentasi, dengan cara kimia maupun cara kombinasi fermentasi dan kimia. Alur
proses produksi kecap adalah sebagai berikut :

2.1.1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan perlakuan terhadap kedelai seperti pencucian, perendaman, dan
perebusan kedelai. Kemudian diletakkan di atas tampah, ditambah kapang, dan akan terjadi
proses fermentasi koji.

Pencucian kedelai bertujuan untuk memisahkan kotoran yang terdapat pada kedelai agar tidak
ikut terbawa ke dalam proses selanjutnya. Selama proses perendaman, dilakukan pergantian
air rendaman (Fukushima, 2004). Menurut Rahayu et al. (1993), perendaman biji kedelai
dengan interval waktu yang lama perlu dilakukan pergantian air dengan air bersih. Hal ini
dilakukan untuk menghindari bakteri gram positif yang dapat menghasilkan flavor yang
tidak diinginkan. Pertumbuhan bakteri ini dapat diketahui secara visual dengan adanya
spora pada kedelai dan terdapat buih pada permukaan air rendaman. Tortora et al. (1995)
juga menambahkan, perendaman bertujuan untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga apabila
kedelai tersebut dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai
tersebut akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman.

Setelah perendaman, dilakukan pemasakan atau perebusan kedelai, di mana menurut


Sulistyo & Sayuki (2005) kedelai direbus selama 2-3 jam. Fukushima (2004) menyebutkan
tujuan dilakukan pemasakan adalah untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein
inhibitor, menginaktifkan zat-zat anti nutrisi, menghilangkan bau langu, serta membunuh
bakteri yang ada di permukaan kedelai. Dengan pemasakan tersebut diharapkan kedelai
sudah mengalami banyak pengurangan kandungan mikroorganisme dalam bahan tersebut.
Selain itu, perebusan kedelai juga berfungsi untuk mempermudah enzim kapang
menghidrolisis protein kedelai saat fermentasi kapang. Setelah direbus, kedelai didinginkan
terlebih dahulu dengan cara diangin-anginkan agar kadar airnya berkurang dan tidak
menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Setelah direbus, kedelai diletakkan
di atas tampah secara merata, kemudian ditambah kapang. Kedelai yang sudah ditebar di
atas tampah kemudian ditambah starter kecap yaitu kapang Aspergillus oryzae dan
Rhizopus oligosporus. Penambahan kapang bertujuan untuk menghasilkan enzim protease
yang aktif agar protein dari kedelai dapat terekstrak ke dalam larutan kecap. Aspergillus
oryzae dan Rhizopus oligosporus memiliki kemampuan menghasilkan enzim proteolitik dan
amiolitik yang tinggi. Judoamidjojo et al. (1989) menyatakan bahwa pada tampah anyaman
bambu telah terdapat banyak spora kapang yang akan membantu proses pembuatan koji.
Pada saat
penaburan kapang, suhu kedelai harus berkisar antara 30-35oC. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Rahayu et al. (1993), bahwa suhu 35-400C merupakan kondisi yang sesuai
untuk pertumbuhan kapang.

Setelah fermentasi pertama, kedelai dikerok dan dimasukkan ke dalam tong, kemudian
ditambah larutan garam dan akan terjadi proses fermentasi berikutnya yaitu fermentasi
moromi. Konsentrasi larutan garam yang digunakan yaitu 20%. Menurut Nunomura &
Sasaki (1992), larutan garam yang cukup tinggi dalam moromi dapat berfungsi sebagai
selektor terhadap mikroorganisme yang tumbuh. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi
dapat menghambat aktivitas enzim. Penggunaan larutan garam dengan konsentrasi yang
cukup tinggi pada fermentasi moromi berfungsi untuk menghentikan pertumbuhan kapang
lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan, terutama
perubahan warna. Larutan garam juga dapat mencegah pertumbuhan bakteri putrefactive
yang tidak diinginkan selama fermentasi oleh bakteri asam laktat dan khamir (Nunomura
dan Sasaki, 1992).
Menurut Yokotsuka (1985) selama proses fermentasi moromi dilakukan pengadukan secara
reguler setiap hari. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseragaman konsentrasi garam,
merangsang pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba yang
tidak diinginkan terutama mikroba pembusuk. Selain itu pengadukan juga berfungsi untuk
mencegah pertumbuhan khamir pembentuk film pada kondisi aerob.

2.1.2.2. Proses pembuatan sari kedelai

Setelah tahap persiapan, berikutnya adalah tahap pembuatan sari kedelai. Hasil dari proses
fermentasi moromi atau fermentasi dengan larutan garam diambil dalam jumah tertentu.
Kemudian disaring untuk diambil sari kedelainya. Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan kain saring sebanyak 2 kali penyaringan sehingga didapatkan sari kedelai
yang bebas dari kotoran.

2.1.2.3. Proses pemasakan


Proses selanjutnya, gula karamel dan sari kedelai dididihkan hingga aroma dan rasanya
terbentuk. Agar larutannya homogen, penambahan gula dilakukan sedikit demi sedikit
setelah air mendidih. Gula yang digunakan adalah gula aren (gula merah atau gula kelapa).
Amalia (2008) juga menambahkan peranan gula dalam pembuatan kecap sangat penting
karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard dan karamelisasi, yang berperan
dalam pembentukan flavor dan karakteristik kecap manis.

Bumbu dan rempah-rempah yang lain ditambahkan sesuai resep masing-masing jenis
kecap. Untuk mencapai kekentalan tertentu diambil sampel untuk diteliti. Apabila sudah
memenuhi standart kekentalan yang ditentukan, kemudian disaring dan dimasukkan ke
dalam tangki penampungan. Apabila terlalu kental maka ditambahkan air sari kedelai dan
dilakukan pengadukan. Penambahan sari kedelai dilakukan sedikit demi sedikit. Setelah
larutan kecap homogen kemudian diambil sampel dan diukur kekentalannya lagi. Hal ini
dilakukan berulang kali hingga memenuhi standart kekentalan kecap yang ditentukan.

Selama pemasakan dilakukan pengadukan terus-menerus untuk mencegah terjadinya


pemanasan yang terlalu tinggi pada bagian bawah adonan. Proses pemasakan merupakan
tahapan penting dalam menentukan warna dan flavor kecap. Untuk menguji apakah kecap sudah
masak atau matang, dilakukan dengan meneteskan kecap ke dalam air. Apabila tetesan yang
terbentuk tidak pecah dan membentuk benang-benang, maka kecap tersebut dianggap sudah
masak. Kecap yang dihasilkan perlu diukur kekentalannya agar sesuai standar yang
ditentukan. Uji kekentalan kecap dilakukan dengan menggunakan viskometer.

2.1.2.4. Proses penyaringan


Proses penyaringan dilakukan sebanyak dua kali. Penyaringan pertama menggunakan
penyaring yang ukuran meshnya lebih besar dan pada tahap kedua digunakan penyaring
yang ukuran meshnya lebih kecil. Diharapkan pada produk akhir kecap yang dihasilkan
dapat benar-benar murni dan bersih sehingga dapat dialirkan ke bak penampungan dengan
lancar.

Penyaringan pertama menggunakan penyaring yang ukuran meshnya lebih besar yaitu 100
mesh dan pada tahap kedua digunakan penyaring yang ukuran meshnya lebih kecil yaitu
150 mesh. Dilakukan penyaringan sebanyak dua kali agar produk akhir kecap yang
dihasilkan dapat benar-benar murni dan bersih sehingga dapat dialirkan ke bak
penampungan dengan lancar. Amalia (2008) menyatakan tahap penyaringan berfungsi
untuk memisahkan kotoran fisik yang terbawa oleh bahan baku gula merah saat
dimasukkan ke dalam kuali untuk dimasak. Selain itu, penyaringan juga berfungsi untuk
memisahkan serat-serat kasar dari bahan baku gula merah tersebut.
2.1.2.5. Proses pengisian
Kecap disalurkan dari tangki penampungan ke tangki-tangki pengemasan, kemudian diisikan ke
dalam kemasan dalam keadaan hangat atau agak dingin. Pengisian kecap ke dalam kemasan
botol dan kemasan sachet dilakukan dengan cara yang berbeda. Pengisian kecap ke dalam botol
kaca tidak diisikan sampai penuh. Hal ini memiliki tujuan untuk meminimalkan kandungan
oksigen dalam tabung, mengatur tekanan dalam botol, serta mengontrol mutu produk. Proses
pengisian kecap ke dalam kantong sachet dilakukan secara otomatis menggunakan mesin.

2.1.2.6. Proses sortasi


Setelah pengisian kecap ke dalam kemasan kemudian dilakukan proses sortasi untuk
mengendalikan faktor yang mempengaruhi kualitas kecap secara fisik, kimia, maupun
mikrobiologis. Faktor fisik dipengaruhi oleh adanya labelling dan penutupan botol,
sedangkan faktor mikrobiologi dipengaruhi adanya kegagalan penutupan sehingga kecap
yang dihasilkan dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme. Pengisian secara manual dapat
memungkinkan terjadinya perbedaan jumlah volume, penutupan yang kurang rapat, dan
sebagainya.

2.1.2.7. Proses pengemasan


Setelah dilakukan sortasi, dilakukan proses pengemasan untuk memudahkan distribusi dan
juga untuk memperindah produk jadi.
Volume pengisian kecap disesuaikan dengan standarnya masing-masing, antara lain 610 ml,
600 ml, 300 ml, 260 ml, 225 ml, 140 ml, 130 ml, 6 kg, dan 25 kg. Kecap yang dikemas
dalam botol kaca ditutup dengan tutup botol yang terbuat dari campuran aluminium dan
seng. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan keamanan dan menghindari pencemaran dari
lingkungan sekitar. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pelabelan dengan menggunakan
alat modern sistem ban berjalan. Penutupan dan pelabelan dilakukan secara terpisah. Selain
menggunakan botol kaca juga digunakan kemasan yang terbuat dari plastik, baik yang
berbentuk botol maupun kantong atau sachet. Hal ini bertujuan agar harga jualnya dapat
menjadi lebih murah. Proses sealing pada kemasan plastik menggunakan sealer dengan
sistem pemanasan atau biasa disebut hot sealer. Umur simpan produk kecap yaitu 2 tahun.
Pada proses pelabelan dicantumkan jenis produk, merek atau nama produk, kode produksi,
tempat produksi, dan berat bersih.

2.1.2.8. Proses penyimpanan dan distribusi


Produk kecap yang sudah dikemas dengan kemasan sekunder kemudian disimpan dalam
gudang penyimpanan produk jadi. Peletakkan produk disesuaikan dengan jenisnya masing-
masing dan diberi kode atau catatan tanggal produksi. Sehingga produk yang lebih dahulu
diproduksi yang akan keluar atau didistribusikan lebih dulu, atau dengan kata lain
menggunakan sistem FIFO. Produk kecap didistribusikan pada warung-warung, restoran,
dan supermarket.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia,T. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Pemasakan Terhadap Mutu
Organoleptik Kecap Manis. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/
13813/2/F08tam.pdf.

Astawan, M. & W. M. Astawan (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.
Akademika Pressindo.

Fukushima, D. (2004). Industrialization of Fermented Soy Sauce Production Centering


Around Japanese Shoyu. Di dalam : Steinkraus, K. H. (ed.). Industrialization of Indigenous
Fermented Foods Second Edition. Marcel Dekker, Inc., New York and Basel.

Nunomura, N. & M. Sasaki. (1992). Japanese Soy Sauce Flavour with Emphasis on Off
Flavours. Di dalam : Charalambous, G. (ed.). Off Flavours in Foods and Beverages.
Elsevier Science Pub. B. V., Amsterdam.

Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil
Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahayu, F. S. (1985). Hidrolisis Protein Kedelai oleh Aspergillus soyae, A. oryzae, dan
Rhizopus oligosporus. Fakultas Pasca Sarjana, Univesitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Sulistyo, Joko & Sayuki Nikkuni. (2005). Development of Pure Culture Starter For Kecap.
Berita Biologi, Volume 7, No 6.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings
Publishing Company, Inc. USA.

Yokotsuka, T. (1985). Traditional Fermented Soybean Foods. Di dalam : Young, M. (ed.).


Comprehensive Biotechnology. Pergamon Press, Oxford.

Anda mungkin juga menyukai