Anda di halaman 1dari 5

Bismillah Bagi Muslim balita lebih baik jangan di Imunisasi (bahaya

Imunisasi bagi balita)


BAHAYANYA VAKSINASI BAGI ANAK

Wahai ummat Islam waspadalah, inilah sebab dan alasan kenapa bayi dan anak-anak kita tidak
boleh imunisasi..
Qodarulloh, setelah mencari-cari informasi, bukan hanya ilmu tentang baik atau buruk
sebenarnya vaksinasi tersebut, saya justru mendapatkan lebih, tentang indikasi kuat adanya
konspirasi Yahudi –lagi-lagi Yahudi Laknatulloh- di balik program vaksinasi ini. Berikut saya
ringkaskan artikel “Imunisasi, Siasat Yahudi Lumpuhkan Generasi” dalam Tabloid Bekam pada
edisi yang mengangkat Imunisasi sebagai topik utamanya. Semoga bermanfaat.

Apa itu Imunisasi/Vaksinasi?

Bila bibit penyakit penderita TBC, Hepatitis, Meningitis, HIV, Campak, Polio atau penyakit lainnya
yang menyarang di tubuh seseorang diambil lantas diolah sedemikian rupa entah dengan istilah
dilemahkan atau dilumpuhkan, kemudian bibit penyakit tersebut diperbanyak lalu disuntikkan ke
tubuh Anda atau anak Anda! Apakah dengan sukarela Anda menerimanya? Aksi memasukkan
bibit penyakit inilah yang akrab disebut vaksinasi atau imunisasi.

Vaksin berasal dari kata vaccinia penyebab infeksi cacar pada sapi. Secara umum, vaksin
adalah suatu bahan yang diyakini dapat melindungi orang dari penyakit. Vaksinasi adalah usaha
merangsang daya tahan tubuh dengan memasukkan bibit penyakit yang dilemahkan dan
diproses dengan bahan lain.

Sebenarnya vaksinasi atau imunisasi tidak ada hubungannya dengan peningkatan daya tahan
tubuh mengingat fungsinya hanya sebagai perangsang sejauh mana daya tahan tubuh
seseorang. Padahal daya tahan tubuh/sistem imunitas perlu dilatih berulang-ulang agar selalu
siap bila ada mikroorganisme masuk ke tubuh.

“Maka dari itu, yang kita dengar vaksin harus disuntikkan berkali-kali, bila tidak tubuh tidak
membentuk sistem imunitasnya. Namun, pada kenyataannya walaupun telah diimunisasi, tetap
saja masih banyak yang terkena penyakit. Kenapa ini bisa terjadi, kemungkinan karena
kesalahan cara mem-vaksin, penyimpanannya, atau karena vaksin memang tidak efektif.”
ungkap dr. Agus Rahmadi, pengasuh Klinik Sehat.

“Sebenarnya vaksin diberikan hanya untuk jaga-jaga (preventif)/belum tentu terjadi. Apakah
dengan alasan jaga-jaga, kesehatan justru harus dikorbankan (dipertaruhkan)? Belum lagi
vaksin banyak menggunakan unsur haram. Kenapa tidak dengan tahnik, konsumsi madu, dan
habbatussauda yang telah terbukti meningkatkan sistem imunitas?”, lanjutnya.

Sejarah Vaksin
Vaksinasi sesungguhnya adalah salah satu dari sekian banyak perilaku keji Yahudi dalam usaha
mereka untuk menguasai dunia dengan menyebarkan racun/kuman pembunuh kepada bangsa
lain, terutama kaum muslimin.

Diungkapkan dalam Deadly Mist, vaksin dijadikan senjata biologis pemusnah massal sistematis
oleh zionis dan kroninya sejak abad ke-18, diawali oleh Jenderal Jeffrer Amherst yang
menghabisi suku Indian dengan menyebarkan kuman dan penyakit yang disisipkan dalam
selimut dan handuk yang dibagikan ke suku tersebut.

Pada abad ke-19, serum/kuman, virus, dan materi berbahaya lainnya dijadikan senjata senjata
biologi dalam peperangan atau pemusnahan massal serta penyebaran racun yang
menghancurkan otak dan sistem saraf pusat.

Pada abad ke-20, vaksin modern dikelola oleh Flextner Brothers, yang penelitiannya tentang
vaksinasi pada manusia didanai oleh keluarga Rockefeller yang merupakan salah satu keluarga
paling berpengaruh di dunia dan bagian dari Zionis International yang memprakasai pendirian
WHO dan lembaga dunia lainnya.

Singkatnya, dari data historis, vaksinasi merupakan bagian dari strategi dan misi “pengendalian”
jumlah penduduk oleh Zionisme International dalam rangka menggapai misi New World OrderI.
Mereka meraup dua keuntungan sekaligus, “pengendalian” jumlah penduduk dan menuai
keuntungan yang besar.

Vaksin dan Kepentingan Bisnis

Boleh jadi pula niat busuk Yahudi dalam program vaksinasi ini senada dengan teori bila ingin
senjata laku, maka ciptakan perang. Dalam hal ini bila ingin obat laku, ciptakan penyakit! Dengan
strategi ini, Yahudi berusaha membuat bangsa lain menderita sekaligus menguras isi
kantongnya dengan alasan kesehatan. Sasaran vaksin adalah negara-negara berkembang yaitu
Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Yang mengambil keuntungan adalah negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat.

Adanya kepentingan bisnis dan siasat merusak kesehatan manusia di balik imunisasi ini semakin
mudah dipahami apalagi bila dicermati bahwa imunisasi/vaksinasi merupakan perbuatan yang
membingungkan dan sulit dipahami dan diterima akal sehat serta bertentangan dengan aturan
Islam.

Permasalahan Vaksin Lainnya

Vaksin yang selama ini dikembangkan adalah salah satu produk farmasi, dimana kehalalan
produk-produk farmasi sendiri dikritisi oleh Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim. Ketus MUI
pun menegaskan bahwa hukum mengkonsumsi obat dan vaksin sama dengan hukum
mengkonsumsi makanan, yakni harus halal. Bahkan boleh jadi, bila dikaji, pemberian vaksin juga
bertentangan dengan aturan Badan POM RI yang tidak memberikan izin edar produk yang
bersumber dari bahan tertentu.
Penggunaan bahan haram dalam pembuatan vaksin pun diakui oleh produsen vaksin terbesar di
Indonesia, PT. Biofarma, seperti pernah diungkapkan oleh Drs. Iskandar, Apt., MM., ketika
menjabat Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT. Biofarma bahwa enzim tripsin babi
masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV).

Sementara Kepala Divisi Produksi vaksin virus PT. Biofarma, Drs. Dori Ugiyadi mengatakan, “Di
Biofarma, kita menggunakan sel ginjal monyet untuk produksi vaksin polio dan sel embrio ayam
untuk produksi vaksin campak.”

Logika Vaksin

Bayi yang baru lahir dianugerahi oleh Allah tubuh yang sempurna, lengkap dengan sistem
kekebalan tubuh. Bayi yang belum tahu apa-apa, belum mengenal selain tangis dan tawa,
makan/minum, dan tidur tentu tak mampu menolak apa pun yang duimasukkan ke tubuhnya.
Ayah ibu lah yang memilah dan memilih apa yang terbaik untuk ditelen atau dimasukkan ke
tubuh buah hatinya.

Mungkinkah orang tua membiarkan begitu saja ragam racun ditelan dan bersarang di pembuluh
darah dan organ-organ tubuh anak kesayangannya? Di sisi lain, mungkinkah racun merupakan
media yang tepat untuk menjaga kesehatan? Bayangkan pula bila racun tersebut berasal dari
babi, bangkai, darah dan nanah! Mungkinkah seseorang yang karena hanya ingin menguji daya
tahan tubuhnya harus menelah bahan-bahan haram dan berbahaya?

Bukankah vaksinasi hanya menambah orang yang terinfeksi penyakit dan terjadinya penyebaran
penyakit di daerah/negara tertentu padahal sebelumnya aman-aman saja?

Hentikan Vaksin!

Setelah merenungkan agenda busuk Yahudi serta dampak buruk vaksin, cukup banyak tenaga
medis yang menghentikan dan menentang vaksinasi, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-
terangan.

Bidan Emma, menghentikan program imunisasi di kliniknya karena tidak ingin men-dzolimi bayi
dan masyarakat dengan memasukkan barang-barang haram dan membahayakan kesehatan.
Menurutnya, semisal vaksin hepatitis B membuat organ-organ tubuh bayi terutama liver menjadi
sangat terpaksa merespon virus-virus dan zat kimia sehingga memungkinkan terjadinya
kelemahan liver untuk tahap kehidupan berikutnya.

Dr. Fadilah Supari saat menjabat sebagai Menteri Kesehatan secara terang-terangan mendesak
kajian ulang mengenai kebaradaan Namru 2 (Naval Mediacal Research Unit), proyek riset militer
AS dalam masalah vasin. Selain itu, dia juga menentang proyek jual beli virus flu burung dan
bisnis-bisnis kotor Amerika lainnya.

Siti Fadilah, anggota Dewan Penasihat Presiden, mengamati adanya konspirasi AS dan WHO
dalam mengembangkan senjata biologis virus flu burung sehingga ia dinilai “membuka kedok”
WHO yang telah lebih dari 50 tahun mewajibkan virus sharing yang merugikan negara-negara
miskin.

Bahkan Amerika Serikat sendiri telah mendirikan The Vaccine Adverse Events Reporting Sistem
(VAERS) yang mencatat berbagai reaksi buruk yang disebabkan oleh berbagai program
vaksinasi. Menurut laporan VAERS, tercatat 244.424 kasus, dengan 2.866 kasus berujung
kematian sejak tahun 1999-2002.

Demikan pula masyarakat di AS, Kanada, dan beberapa negara Eropa seperti Inngris, Perancis,
dan Belanda telah membatalkan beberapa program vaksinasi.

***

Demikian tulisan ringkas ini semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Sebenarnya masih
banyak hal-hal penting lainnya yang mungkin terlewat tidak saya tuliskan di sini, seperti kisah-
kisah nyata tentang anak-anak yang justru tumbuh lebih sehat tanpa imunisasi dan sebaliknya,
kisah tentang tragedi yang terjadi akibat imunisasi pada bayi, dsb.

Setelah membaca informasi-informasi tersebut juga informasi dari artikel-artikel di internet, saya
bertekad tidak akan memberikan vaksinsasi kepada anak-anak saya nanti, insyaAllahu Ta`ala.
Semoga Allah melindungi kita semua. Allohu Ta`ala A`lam.

Sumber: http://estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.com/

Rujukan:
silakan baca buku:
1. Imunisasi, Dampak & Konspirasi; Solusi Sehat ala Rasulallah SAW, yang ditulis oleh Hj.
Ummu Salamah, SH., Hajjam.
2. Deadly Mist, Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia, oleh Jerry D. Gray.

Dalam pembuatan vaksin, unsur binatang termasuk babi sering dipakai sebagai media untuk
membiakkan bibit vaksin dari kuman yang dilemahkan. Media ini berfungsi sebagai pemotong
rantai kimia tertentu, sehingga bersinggungan dengan bahan baku pembuatan vaksin. Namun
dengan berkembangnya teknologi, pembuatan vaksin pun sudah tidak lagi dibiakkan pada
embrio anjing, babi atau manusia.
“Pendapat tersebut bersumber dari tulisan 50 tahun lalu (tahun 1961-1962). Teknologi
pembuatan vaksin telah berkembang sangat pesat, sehingga sangat jauh berbeda dengan
pembuatan vaksin pada tahun 1950an. Saat ini, tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau
dibiakkan embrio anjing, babi atau manusia,” tulis Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, Sekretaris
Satgas Imunisasi PP IDAI, dalam penjelasannya pada detikHealth.
Menurut Dr. Soedjatmiko, pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15-20 tahun lalu,
proses panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas babi untuk
melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi induk bibit vaksin tersebut kemudian dicuci
dan dibersihkan total dengan cara ultrafilterisasi ratusan kali, sehingga vaksin yang diberikan
kepada anak tidak mengandung tripsin babi. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
khusus.
“Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa vaksin tersebut dapat dipakai, selama belum ada
penggantinya. Contoh vaksin meningokokus haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua
jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus,” lanjut Dr. Soedjatmiko.
Lagipula, vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Bio
Farma Bandung, pabrik vaksin BUMN yang telah berpengalaman selama 120 tahun, dengan
mayoritas karyawannya adalah muslim.
Proses penelitian dan pembuatannya pun mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin di
BPOM dan WHO. Dan sejak tahun 1997 sampai saat ini, PT Bio Farma pun telah mengekspor
produknya ke 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam
seperti Iran, Pakistan, Malaysia, Mesir dan negara lainnya seperti India, Thailand, Afrika Selatan
dan lainnya. (mer/ir)
sumber : http://health.detik.com/read/2012/06/20/145411/1946241/775/apakah-bahan-dasar-
vaksin-cuma-dari-babi
Cara membuat vaksin

Pembuatan vaksi melalui beberpa tahap, dan kita akan mencontohkan pembuatan vaksin polio ditempuh dengan
mengebangbiakkan virus polio untuk pembuatan vaksin polio inaktif ( IVP ) virus polio dikembangbiakkan dengan
menggunakan sel vero ebagai media pembiakan ( sel ginjal kera ) dengan tahapan sebagai berikut :

Penyiapan media ( sel vero ) untuk pengembangbiakkan virus


Penanaman / inokulasi virus
Pemanenan virus
Pemurnian virus
Inaktivasi / atenuasi virus

Penyiapan media ( sel vero ) dilakukan dengan menggunakan mikrokarier yaitu bahan pembawa yang akan
mengikat sel tersebut, bahan tersebut adalah NN Diethyl Amino Ethyl ( DEAE ) dan pada proses selamjutnya sel
vero ini harus dilepaskan dari mikrokarier dengan menggunakan enzim tripsin ( pankreas babi ) selanjutnya
pembuangan nutrisi dengan cara dicuci dengan menggunakan larutan PBS buffer larutan ini kemudian
dinetralkan dengan serum anak sapi ( calf serum ). Sel – sel vero yang sudah dimurnikan dan dinetralisasi itu
kemudian ditambahkan mikrokarier yang baru dan ditempatkan di bioreactor yang lebih besar dan didalamnya
ditambahkan nutrisi dan virus siap untuk dibiakkan. Sel vero yang sudah berkambang biak dan bertambah
jumlahnya kemudian dilepaskan lagi dari mikrokriernya dengan tripsin babi dan proses ini dilakukan berulang –
ulang sampai dihasilkan jumlah yang di inginkan.

Titik kritis dari pembuatan vaksin adalah penggunaan tripsin babi yang sampai saat ini masih berlangsung.
Sehingga kita harus benar – benar mengkaji dan berfikir ulang seberapa pentingkah vaksinasi bagi anak – anak
dan diri kita ?
Sampai disini dulu pembahan kita dan akan kita lanjutkan pada pembahan yang lain dan masih seputar Vaksin /
imunisasi, sekian dan terimakasih….salam sehat selalu.

Anda mungkin juga menyukai