Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KRITIS
CONGESTIVE HEART FAILURE

A. PENGERTIAN
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk
waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan
dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk
waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan
dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur
atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
B. ANATOMI FISIOLOGI

Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah


toraks, dan jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya
sekitar 300 gram dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan,
beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa
darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil
mengangkut karbondioksida dan hasil metabolisme (Smeltzer and Bare,
2001).
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut
mediastinum. Perikardium, melindungi permukaan jantung agar dapat
berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing
tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah
dari ruangan jantung sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus
fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam cincin ini secra
fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang
memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih
keperedaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah
konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena
pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler,
venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung
yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan
nutrisi jantung menggunakan 70%-80% oksigen yang dihantarkan
melalui arteri koronaria. Otot jantung adalah jaringan otot khusus
yang menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik
(skelet) yang dibawah control kesadaran, namun secara fungsional
otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot jantung itu
sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang
berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan
lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel
dekstra. Katub bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan
ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri pulmonalis terletak diantara
ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.Sirkulasi darah pada peredaran
darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah
yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru (Mansjoer, 2000).
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan
seperti natrium, kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel.
Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel
mengakibatkan potensial aksi jantung. Pada keadaan istirahat, otot
jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat
perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam membrane yang
bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls
listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel,
maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi
setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami
depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi.
Repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai
dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai
periode refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi
untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi
berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung
mendadak. Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang
normal, tergantung pada komposisi cairan intertisial sekitar otot
jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).

C. ETIOLOGI
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria
Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di
mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi
ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim
dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas
(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang
harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang
terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua
ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang
sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam
kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik
menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi
dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama
(kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi
sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena
itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu
terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi
perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-
organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya
dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan
bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
E. PATHWAY

Disfungsi Miokard Beban Beban diastolik Peningkatan kebutuhan Beban volume


(AMI) Miokarditis tekanan berlebihan metabolisme berlebihan
berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol Preload meningkat


menurun meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventrikel
Gagal jantung kanan

COP menurun

Beban jantung meningkat

CHF

Gagal pompa
v ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastol
Forward failure Backward failure meningkat

LVED naik
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow Bendungan atrium
jaringan menurun menurun menurun kanan
Tekanan vena pulmonalis meningkat

Metabolisme anaerob Sinkop RAA Bendungan vena


Tekanan kapiler paru meningkat
meningkat sistemik

Asidosis metabolik
Penurunan perfusi Aldosteron
jaringan Edema paru Beban ventrikel kanan Hepatomegali,
meningkat
meningkat Splenomegali
Peningkatan asam laktat
dan ATP menurun
ADH meningkat Ronkhi basah
Mendesak
Hipertropi
Fatigue diafragma
Iritasi mukosa ventrikel kanan
Llllllllllllllllllll Retensi natrium paru
lllllllllllllllllllll dan air
lllllllllllllllllllll
Intoleransi aktivitas Penyempitan Sesak napas
lllllllllllllllllllll lumen ventrikel
lllllllllllllllllllll Kelebihan Reflkes batuk kanan
lllllllllllllllllllll volume cairan menurun
lllllllllllllllllllll vaskuler Pola napas tidak
lllllllllllllllllllll efektif
lllllllllllllllllllll
llllllllllllllllm,. Penumpukan
sekret

Gangguan pertukaran gas


F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan sekret
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan
a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b) Palpitasi atau berdebar-debar.
c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea,
sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur
harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f) Insomnia
g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h) Jumlah urine menurun
i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
b. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
c. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
d. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
e. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
g. Postur, kegelisahan, kecemasan
h. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD
yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus
kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung,
denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi,
rales, wheezing)
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung,
peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi
sekuncup
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan
curah jantung.
5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi
cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan
hipertensi pulmonal
6. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan
peran dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya,
tindakan yang dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang
mungkin muncul dan perubahan gaya hidup
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Edition.USA : Elsevier
Mosby.
Mansjoer, A ., et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA : Elsevier Mosby.
NANDA. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. The
North American Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA
Price, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.1. Jakarta : EGC.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
RENCANA KEPERAWATAN CHF

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Penurunan cardiac output Setelah dilakukan askep 3X24 jam Cardiac care: akut
b.d perubahan Klien menunjukkan respon pompa  Kaji vital sign, bunyi, fkekuensi, dan irama jantung.
kontraktilitas jantung efektif dg  Kaji keadaan kulit (pucat, cianois)
Kriteria Hasil:  Pantau seri EKG 12 lead
 menunjukkan vital sign dalam  Catat urine output
batas normal (TD, nadi, ritme  Posiskan pasien supinasi dg elevasi 30 derajat dan
normal, nadi perifer kuat) elevasi kaki
 melakukan aktivitas tanpa  Berikan oksigen.
dipsnea dan nyeri  Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat
 edema ekstremitas berkurang Monitoring vital sign
 perfusi perifer adekuat  Pantau TD, denyut nadi dan respirasi
Monitoring neurologikal
 Kaji perubahan pola sensori
 Catat adanya letargi dan cemas
Manajemen lingkungan
 Cptakan lingkungan ruangan yang nyaman
 Batasi pengunjung
2 Intoleransi aktivitas B.d Setelah dilakukan askep 3x24 jam Klien Terapi aktivitas :
ketidakseimbangan suplai dapat menunjukkan toleransi terhadap  Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
& kebutuhan O2 aktivitas dgn KH:  Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap
 Klien mampu aktivitas minimal  Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan
 Kemampuan aktivitas meningkat aktivitas
secara bertahap  Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
 Tidak ada keluhan sesak nafas Monitoring VITAL SIGN
dan lelah selama dan setelah  Pantau VITAL SIGN ps sebelum, selama, dan setelah
aktivits minimal aktivitas selama 3-5 menit.
 vital sign dbn selama dan setelah Energi manajemen
aktivitas  Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup
u/ melakukannya.
 Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.
Manajemen nutrisi
 Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan
sumber-sumber energi
Emosional support
 Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami
kemajuan
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Akep 3x24 jam, pola Respiratory monitoring:
b.d. kelemahan nafas pasien menjadi efektif dg  Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha untuk
Criteria hasil: bernafas.
 menunjukkan pola nafas yang  Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot
efektif tanpa adanya sesak nafas, Bantu dan retraksi dinding dada.
sesak nafas berkurang  Monitor suara nafas
 vital sign dbn  Monitor kelemahan otot diafragma
 Catat omset, karakteristik dan durasi batuk
 Catat hail foto rontgen
4 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan askep 3x24 jam Fluit manajemen:
b.d. gangguan pasien akan menunjukkan  Kaji lokasi edem dan luas edem
mekanisme regulasi keseimbangan cairan dan elektrolit  Atur posisi elevasi 30-45 derajat
dengan  Kaji distensi leher (JVP)
Kriteria hasil:  Monitor balance cairan
 VITAL SIGN dbn Fluid monitoring
 Tidak menunjukkan peningkatan  Ukur balance cairan / 24 jam atau / shif jaga
JVP  Ukur VITAL SIGN sesuai indikasi
 Tidak terjadi dyspnu, bunyi  Timbang BB jika memungkinkan
nafas bersih, RR; 16-20 X/mnt  Awasi ketat pemberian cairan
 Balance cairan adekuat  Observasi turgor kulit (kelembaban kulit, mukosa,
 Bebas dari edema adanya kehausan)
 Monitor serum albumin dan protein total
 Monitor warna, kualitas dan BJ urine
5 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 3x24 jam tidak Konrol infeksi :
imunitas tubuh menurun, terdapat faktor risiko infeksi pada  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
prosedur invasive, edem klien dibuktikan dengan status imune  Batasi pengunjung bila perlu.
klien adekuat,  Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat
mendeteksi risiko dan mengontrol kontak dan sesudahnya.
risiko, vital sign dbn. Al dbn.  Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
 Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
 Lakukan dresing infus setiap hari.
 Tingkatkan intake nutrisi.
 berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
 Monitor hitung granulosit dan WBC.
 Monitor kerentanan terhadap infeksi.
 Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
 Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
 Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
 Dorong istirahat yang cukup.
 Monitor perubahan tingkat energi.
 Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
 Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai
program.
 Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
 Laporkan kecurigaan infeksi
6 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep 3x24 jam, Teaching : Dissease Process
tentang penyakit dan pengetahuan klien meningkat. Dg KH:  Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
perawatan nya b/d kurang  Klien / keluarga mampu proses penyakit
terpapar terhadap menjelaskan kembali apa yang  Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan
informasi, terbatasnya telah dijelaskan. gejala serta penyebab yang mungkin
kognitif  Klien dan keluarga kooperatif  Sediakan informasi tentang kondisi klien
dan mau kerja sama saat  Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan
dilakukan tindakan informasi tentang perkembangan klien
 Sediakan informasi tentang diagnosa klien
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses penyakit
 Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
 Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
 Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
 Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
 Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari
penyakit
 Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
 Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas kesehatan
 kolaborasi dg tim yang lain.
7 Sindrom defisit Self care Setelah dilakukan asuhan keperawata Bantuan perawatan diri
b.d kelemahan, 3x24 jam kebutuhan ps sehari hari  Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
penyakitnya terpenuhi dengan criteria hasil :  Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,
 Pasien dapat melakukan toileting dan makan
aktivitas sehari-hari makan,  Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk
moblisasi secara minimal, merawat diri
kebersihan, toileting dan  Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
berpakaian bertahap  Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
 Kebersihan diri pasien terpenuhi sesuai kemampuannya
 Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
 Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
 Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan
dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

Anda mungkin juga menyukai