HBOT & Alzaimer
HBOT & Alzaimer
PENDAHULUAN
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju,dan
telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya penyakit-penyakit degeneratif serta
makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di atas umur 65 tahun, persentase orang
dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan umur lima tahun. Tanpa pencegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah pasien
dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari karena
awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Selain itu
pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada
awal demensia (biasanya ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal
yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan
berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh
pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa diperlukan
menunjukkan bila gejala-gejala peurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat
1
dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar
Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan fungsi kognitif
dan demensia awal,dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyai peran yang besar dalam
deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan penurunan fungsi kognitif ringan.
keluarga,dan lain-lain) berhubungan degan penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada
sebagian orang usia lanjut,maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan
gejala awal penurunan fungsi kognitif pasien yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat
memperburuk fungsi kognitif pasien maka seprah dokter dapat merencanakan berbagai upaya
Meskipun beberapa obat telah disetujui untuk pasien alzaimer, obat-obat tersebut memiliki
efek terbatas pada perkembangan penyakit dan gagal dalam pemulihan kapasitas kognitif setelah
penyakit telah berkembang. Salah satu pengobatan yang dapat dilakukan untuk membantu terapi
penyakit alzaimer adalah terapi oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik telah terbukti
memperbaiki fungsi neurologis dan kualitas hidup setelah insiden neurologis seperti stroke dan
cedera otak traumatis, dan untuk meningkatkan kinerja subjek yang sehat dalam mengerjakan
berbagai tugas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi9,10
adalah suatu penyakit degeneratif otak primer yang etiologinya tidak diketahui, dengan
Dimana demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Pasien
dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain
seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis dan visuospasial. Defisit
yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara
bermakna.
2.2 Epidemiologi10,12
2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun disebut sebagai early
onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late
onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah berusia 40
tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan umur:
4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi
penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada
3
kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000
jumlah usia lanjut berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki.
Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari
Faktor-faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan
Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromosom 21,koromosim 14,dan
kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit Alzheimer. Sementara
riwayat keluarga dan munculnya alel e4 dari Apolipoprotein E pada lebih dari 30% pasien
dengan penyakit ini mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya
penyakit ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama
mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit Alzheimer,walaupun sebagaian besar
pasien tidak mempunyai riwayat keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab
timbulnya demensianamun munculnya alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah
4
Gambar. 1 Penyakit Alzheimer10
2.3 Etiologi11,12
Penyebab yang pasti belum diketahui. Kemungkinan faktor genetik dan lingkungan yang
sedang diteliti (APoE atau β Secretase). Berdasarkan hasil riset, menunjukan adanya hubungan
tersebut.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian
daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan
5
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal
Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus
faktor genetika. Faktor risiko terjadinya penyakit Alzheimer diantaranya yaitu usia lebih dari 65
tahun, faktor keluarga dan abnormalitas pada gen ApolipoproteinE (APoE) terutama pada ras
kaukasian.
2.4 Patogenesis12,15,18,19
Pasien umumnya mengalami atrofi kortikal dan berkurangnya neuron secara signifikan
terutama saraf kolinergik. Kerusakan saraf kolinergik terjadi terutama pada daerah limbik otak
(terlibat dalam emosi) dan kortek (Memori dan pusat pikiran). Terjadi penurunan jumlah enzim
kolinesterasi di korteks serebral dan hippocampus sehingga terjadi penurunan sintesis asetilkolin
di otak.
Di otaknya juga dijumpai lesi yang disebut senile (amyloid) plaques dan neurofibrillary
tangles, yang terpusat pada daerah yang sama di mana terjadi defisit kolinergik sehingga plak
tersebut berisi deposit protein yang disebut ß-amyloid. Amyloid adalah istilah umum untuk
fragment protein yang diproduksi tubuh secara normal. Beta-amyloid adalah fragment protein
yang terpotong dari suatu protein yang disebut amyloid precursor protein (APP), yang dikatalisis
oleh β-secretase. Pada otak orang sehat, fragmen protein ini akan terdegradasi dan tereliminasi.
6
Gambar 2 Patogenesis alzheimer19
1. Faktor genetik
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga
7
alzheimer dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio
proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada
kromosom 19.
Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom
21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), ssenile plaque dan
adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor
genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%),
2. Faktor infeksi
alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya
antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat
yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-
8
d. Timbulnya gejala mioklonus
3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat
Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan
aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui
4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha
9
inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor
immunitas.
5. Faktor trauma
trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik,
6. Faktor neurotransmiter
a. Asetilkolin
neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita
Adanya defisit presinaptik dan postsynaptic kolinergik ini bersifat simetris pada
scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya
ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit
Alzheimer.
10
b. Noradrenalin
otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang
merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi dengan
Bowen et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
c. Dopamin
region hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada
d. Serotonin
indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer. Penurunan juga
didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan serotonin pada subregio
11
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine. Aktivitas
normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin
dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama dopamin.
frontais sedangkan MAO B meningkat pada daerah temporal dan menurun pada nukleus
yang mempengaruhi fungsi sosialnya, meliputi penurunan ingatan jangka pendek atau
12
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahan - lahan, sehingga pasien
dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat
EEG : normal
CT/MRI : normal
Calculation : acalculation
13
EEG : slow background rhythm
14
2.5 Diagnosa10,17
Menegakkan penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat. Untuk diagnosis klinis
penyakit Alzheimer diterbitkan suatu konsensus oleh the National Institute of Neurological and
Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer’s Disease and Related
a. Anamnesis10
penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang
berlangsung lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita penyakit Alzheimer. Hampir
75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori,tetapi gejala awal juga dapat
pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit ditentukan apakah demensia yang
Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia,maka anamnesis harus diarahkan pula
pada berbagai faktor risiko seperti trauma kepala berulang, infeksi susunan saraf pusat akibat
sifilis, konsumsi alkohol berlebihan, intoksikasi bahan kimia pada pekerja pabrik, serta
penggunaan obat-obat jangka panjang (sedatif dan tranquilizer). Riwayat keluarga juga harus
selalu menjadi bagian dari evaluasi, mengingat bahwa pada penyakit Alzheimer terdapat
kecenderungan familial.
15
b. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis10,19
Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motork kecuali pada
tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus,
atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, Demensia dengan Lewy Body
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif
adalah the mini mental status examination (MMSE), yang dapat pula digunakan untuk memantau
perjalanan penyakit. Pada penyakit Alzheimer defisit yang terlibat berupa memori
kemampuan visuokonstruktif. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodik visual sering
merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang terlihat pada penyakit Alzheimer,dan tugas
yang membutuhkan pasien untuk menyebutkan ulang daftar panjang kata atau gambar setelah
jeda waktu tertentu akan menunjukkan defisit pada sebagian pasien penyakit Alzheimer.
Pengkajian status fungsional harus juga dilakukan. Dokter harus menentukan dampak
16
Tabel 1. Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer
17
Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:
- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan the
tes neuropsikologis
- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan defisit
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah dikonfirmasi secara
neuropatologi
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan atktivitas
slow-wave
- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi oleh
pemeriksaan serial
Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer,setelah
18
- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok
adalah:
psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia,dan adandya variasi pada
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk
demensia
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat gambaran
- Adanya trisomi-21
19
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson
d. Pemeriksaan Penunjang10,11,19
1. Neuropatologi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat
lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937). Kelainan-
berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks,
20
hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang
otak.
NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik,
korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer.
21
Perry (1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
c. Degenerasi neuron
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra.
Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP
, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula.
22
e. Lewy body
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,
temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologik
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif
umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
pengertian berbahasa.
penting karena:
a. Adanya Alzheimer kognisi yang berhubungan dgn demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang
23
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
dari:
5. Constructional praxis
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada Alzheimer
demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal
yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada
24
demensia lainnya seperti multiinfark, Alzheimer, binswanger sehingga kita sukar untuk
beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan
fissura sylvii.
Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari
penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.
25
(d) (e) (f)
Keterangan gambar :
(a) : Potongan coronal, T1-weighted MRI pada pasien dengan penyakit Alzheimer sedang. Gambaran otak
(b) : Potongan aksial, T2-weighted MRI. Gambaran otak menunjukkan perubahan atrofi pada lobus temporal
(c) : Potongan aksial, T2-weighted MRI menunjukkan dilatasi fisura sylvian yang merupakan hasil dari atrofi
(d) : Potongan aksial, T1-weighted MRI menunjukkan dilatasi fisura sylvian yang merupakan hasil dari atrofi
kortikal adjacent
(e) : Potongan aksial, T1-weighted MRI menunjukkan atrofi kortikal bilateral dengan
(f) : Potongan aksial, T1-weighted MRI menunjukkan dilatasi fisura sylvian yang merupakan hasil dari atrofi
kortikal adjacent
4. EEG
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang
non spesifik.
26
5. PET (Positron Emission Tomography)
metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada
regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu
Aktivitas I. 123 terendah pada regio parietal penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan
7. Laboratorium darah
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Fosfor, BSE, fungsi renal dan
27
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara
selektif.
2.6 Penatalaksanaan20,21,22
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan
1. Inhibitor asetilkolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat
ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa
28
peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual
Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x 6
mg
Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2x1,5 mg sampai maksimal 2 x 16
mg
Donepezil
Donepezil bermanfaat dalam terapi penurunan kognisi pada pasien DA, berdasar
pada 13 RCT dan 2 buah review sistematik. Donepezil 10 mg lebih efektif dibandingkan
dengan Donepezil 5 mg dan plasebo dalam hal perubahan dari dasar pada Alzheimer
perubahan dari dasar lebih baik pada Donepezil 10 mg dibandingkan plasebo. Pada RCT
lain, Donepezil memperbaiki skor MMSE 0,8 poin dibandingkan plasebo (95% CI 0.5 to
Rivastigmin
bermanfaat untuk DA pada dosis lebih tinggi (6–12 mg/hari). Meta analisis dari 2 buah
29
rivastigmine patch 17.4 mg (20cm2/24 jam) dan 9.5 mg (10 cm2/24jam) menunjukan
efikasi yang sama dengan kapsul (6 mg dua kali sehari). Meski demikian target dosis
tidak tercapai pada sebagian besar pasien dan perbandingan dosis yang efektif adalah 9
mg/hari (kapsul). Pada studi ini semua grup rivastigmine bila dibandingkan dengan
minggu. Bila dibandingkan dengan kapsul, Patch 9.5 mg hanya menghasilkan efek
samping 2/3 lebih sedikit berupa mual dan muntah. Meski demikian patch 17.4 mg
menunjukkan tolerabilitas yang sama dengan kapsul. Tolerabilitas kulit baik (>90% tidak
Galantamin
manfaat namun hanya sedikit perbaikan. Galantamine (24 mg) dibandingkan dengan
Memantin
(perubahan skor CIBIC-Plus 0.13 poin, 95% CI: 0.01, 0.25, p = 0.030) dan ADAS-Cog
(0.99 poin, 95%CI 0.2 to 1.8, p=0.01) untuk pasien dengan DA ringan – sedang setelah
24 minggu. Tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah pasien yang mengalami efek
memperbaiki fungsi kognitif pada DA ringan - sedang (-1.9 poin, 95%CI, -3.1 to -0.6)
pada ADAS-cog setelah 24 minggu. Memantin terdaftar hanya untuk digunakan pada
30
terapi DA sedang-berat.131 Meski demikian bila pasien tidak dapat mentolerasi AchEI,
Donepezil
kognitif pada AD sedang-berat setelah 52 minggu terapi dengan dosis 10 mg/hari pada
ADAS-Cog. Manfaat bagi pasien dengan dosis 10 mg/hari lebih besar dari 5 mg/hari.
RCT lain melaporkan pasien yang diterapi dengan menggunakan Donepezil mengalami
perbaikan dalam Severe Impairment Battery (SIB) (rata-rata perbedaan Least square [LS]
= 5.5, 95%CI 1.5 - 9.8, p=0.008) dan penurunan yang lebih kecil pada Alzheimers
Disease Cooperative Study–Activities of Daily Living (ADCS-ADL) (LS= 1.7, 95%CI 0.2
- 3.2, p=0.03). Juga didaptkan perbaikan dalam skor MMSE setelah 6 bulan mendapat
terapi dibanding sebelum terapi, jika dibandingkan dengan kontrol (LS=1.4, 95%CI 0.4 -
24, p=0.009). Insidensi efek samping tidak jauh berbeda antara donepezil dengan
plasebo, dan kebanyakan bersifat sementara, dengan derajat ringan atau sedang. Lebih
banyak pasien menghentikan terapi karena efek samping pada grup Donepezil
pada skor had found that donepezil was superior pada perubahan skor SIB (p< 0.0001).
Hal serupa didaptkan pada pemeriksaan CIBIC-Plus (p < 0.0473) dan MMSE (p<
0.0267). Laporan efek samping cukup konsisten dan sesuai dengan efek kolinergik
Donepezil. Profil keamanan Donepezil pada pasien denagn DA berat sama dengan DA
ringan – sedang.
31
Rivastigmin
Ada sedikit keuntungan pada DA sedang-berat (MMSE 10 - 14), dalam hal skor
ADAS-Cog (99%CI -7.5 hingga -2.6) berdasarkan data ITT-LOCF pabrik pembuat dari
percobaan (n=232) selama 24 minggu. Meski demikan tidak ada bukti yang mendukung
Galantamin
99%CI -7.9 hingga -4.3) berdasarkan data ITTLOCF pabrik pembuat melalui percobaan
(n=340) selama 24 minggu. Studi SERAD (Safety and Efficacy of Reminyl in Alzheimers
disease) menemukan galantamine dapat digunakan dengan aman pada lanjut usia dengan
perbaikan dalam aktivitas sehari-hari. Rata-rata total perbaikan skor SIB adalah 1,9 poin
(95%CI –0.1 - 3.9) dengan galantamine, dan menunjukkan perburukan 3,0 poin (95%CI –
Memantin
berdasar pada 2 review sistematik, 13 RCT (n=4200). Dua buah RCT (n=650)
menunjukkan fungsi kognisi lebih sedikit menurun setelah mendapat terapi memantine
dibandingkan dengan plasebo bila diukur dengan SIB. Rata-rata perubahan dari sebelum
terapi dengan analisis LOCF antara memantine dengan placebo adalah –4.0 dan –10.1
secara berurutan (p < 0.001). namun tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada
CIBIC, MMSE dan NPI. Sebuah Cochrane review, menunjukkan bahwa terapi dengan
memantine (20 mg/hari) pada pasien dengan DA sedang – berat memberikan sedikit
32
manfaat pada 2 dari 3 studi dengan durasi 6 bulan. Manfaat terlihat pada fungsi kognisi
dengan menggunakan SIB (2.9 poin, 95%CI 1.7 hingga 4.3, p < 0.00001), ADL (ADCS-
ADLsev) (1.3 poin, 95% CI 0.4 hingga 2.1, p=0.003), mood dan perilaku (NPI) (2.8 poin,
95%CI 0.9 - 4.6, p=0.004), dan CIBIC-Plus (0.28 poin, 95% CI 0.2 - 0.4, p< 0.0001).
33
Terapi Simptomatik
1. Gangguan Perilaku
Depresi :
34
35
Terapi oksigen hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik merupakan terapi medis menggunakan oksigen 100%, pada sebuah
ruangan dengan tekanan 1 ATA. Terapi oksigen hiperbarik telah digunakan di klinik untuk
berbagai kondisi medis. Salah satu mekanisme aksi utama terapi oksigen hiperbarik adalah
peningkatan tekanan parsial oksigen yang lebih efektif dalam darah dan jaringan dibandingkan
subyek yang sehat baik dalam tugas-tugas tunggal motorik dan kognitif atau dalam multitasking
Pada tingkat sel, terapi oksigen hiperbarik dapat memperbaiki mitokondria redoks, menjaga
oksidatif dan meningkatkan kadar neurotropin dan nitrit oksida melalui peningkatan fungsi
Demikian pula, banyak penelitian telah menunjukkan efek neuroprotektif dari terapi oksigen
hiperbarik pada cedera otak iskemik dan cedera otak traumatis. Selain itu, terapi oksigen
hiperbarik telah terbukti secara signifikan meningkatkan fungsi neurologis dan kualitas hidup
pada pasien stroke, bahkan pada tahap akhir kronis, setelah stroke sudah terjadi26. Terapi
oksigen hiperbarik mengurangi beban amyloid pada tikus 3xTg dengan menurunkan jumlah dan
ukuran plak Aβ. Selanjutnya, Terapi oksigen hiperbarik mengurangi protein prekursor amiloid
abnormal (APP), yang mengarah pada pembentukan Aβ42 yang berlebihan dan pembentukan
plak Aβ. Secara khusus, Terapi oksigen hiperbarik mengurangi tingkat β-secretase 1 (BACE1)
36
Pengamatan ini sesuai dengan bukti hipoksia yang memicu pembentukan Aβ dengan
Selain plak amyloid, Terapi oksigen hiperbarik juga mengurangi fosforilasi tau tanpa mengubah
tingkat total protein tau. Penurunan fosforilasi tau dikaitkan dengan peningkatan rasio glikogen
sintase kinase 3β (GSK3β) terfosforilasi di situs Ser9 terhadap total protein GSK3β, terutama
karena penurunan kadar total GSK3β (Gambar 1). Peningkatan kadar GSK3β telah dikaitkan
Hipoksia mengaktifkan mikroglia dan astroglia dan menginduksi sekresi sitokin proinflamasi.
Tikus 3xTg-alzaimer menunjukkan tingkat sitokin dan peradangan saraf yang tinggi .
Menariknya, terapi oksigen hiperbarik mengurangi microgliosis, astrogliosis, dan sekresi sitokin
proinflamasi, seperti interleukin (IL) -1β dan tumor necrosis factor alpha (TNFα), dan
meningkatkan produksi sitokin anti-inflamasi, seperti IL-4 dan IL- 10 dalam 3xTg tikus (Gambar
1). Selain itu, terapi oksigen hiperbarik menginduksi perubahan morfologi dalam mikroglia
dekat plak ke keadaan yang lebih bercabang, dan meningkatkan ekspresi mikroglial reseptor A
1). Modulasi sistem kekebalan oleh terapi oksigen hiperbarik ini konsisten dengan penelitian
sebelumnya yang menyelidiki efek perawatan ini pada kondisi neurologis lainnya, seperti cedera
Hipoksia merupakan penyebab utama untuk pembentukan ROS, peroksidasi lipid membran sel,
pembelahan DNA, oksidasi protein, dan disfungsi mitokondria. Itu sebelumnya menunjukkan
bahwa peningkatan oksigen di otak model tikus dengan penyakit alzaimer dengan terapi oksigen
37
hiperbarik meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan menyebabkan penekanan kerusakan
oksidatif dan penurunan degenerasi neuronal, sehingga berkontribusi terhadap efek perlindungan
Pemahaman yang berkembang tentang pentingnya oksigen dalam fungsi otak di bawah kondisi
normal dan penyakit menandainya sebagai pemain kunci dalam perawatan penyakit alzaimer.
38
Dengan demikian, terapi oksigen hiperbarik muncul sebagai platform yang ditoleransi dengan
baik, aman dan efektif untuk meningkatkan oksigenasi otak. Karena efek neuroprotektifnya,
terapi oksigen hiperbarik digunakan untuk mengobati berbagai kondisi neurologis yang
berhubungan dengan hipoksia (seperti stroke, iskemia, dan cedera otak traumatis).
Namun, ketika penyakit alzaimer didiagnosis secara klinis, pasien sudah mengalami atrofi otak
yang signifikan, yang berarti kehilangan jaringan signifikan yang tidak dapat dipulihkan. Selain
itu, pasien alzaimer memiliki pola patologis dan keparahan yang berbeda. Oleh karena itu, salah
satu tantangan paling penting dalam penerapan terapi oksigen hiperbarik ke pengaturan klinis
adalah untuk mengidentifikasi subpopulasi pasien yang akan mendapat manfaat paling banyak
dari perawatan. Kandidat klasik untuk oksigen hiperbarik akan menjadi pasien pada tahap awal
penyakit alzaimer. Oleh karena itu, biomarker awal untuk penyakit alzaimer harus dicari (darah,
cairan tulang belakang otak, pencitraan, dan indikasi kognitif) dan diukur secara rutin. Ketika
kerusakan pada langkah-langkah ini terdeteksi sebelum penurunan fungsi yang signifikan, terapi
2.7 Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi
prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer mempunyai angka harapan
39
hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi
sekunder.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan gejala - gejala klinik tanpa
PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat
menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi
genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan, hanya dilakukan
secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita atau keluarganya.
Diagnosis dini penyakit alzaimer akan memungkinkan pengobatan ketika kerusakan permanen
masih minim, sehingga memaksimalkan efek terapi oksigen hiperbarik. Secara khusus,
perawatan yang optimal atau ideal harus ditentukan dengan memperhatikan tekanan oksigen,
waktu perawatan, dan kesinambungan perawatan. diharapkan bahwa mirip dengan gangguan
neurologis lainnya, terapi oksigen hiperbarik akan menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997 Hauser,Stephen,L (ed).
2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius
(Michael Gold. Plasma and red blood a cell thiamin defisiency in patiens with dementia
6. Morh Gautier. Guide to clinical neurology 1st ed. New York: Churchill, 1995
Division;2005
penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-4.Jakarta: Pusat Penerbitan
41
10. Anderson HS. Alzheimer Disease. USA. [Online] May 04, 2016 [Cited 24 June 2016].
11. Ramachandran TS. Alzheimer Disease Imaging. USA. [Online] May 15, 2016 [Cited 24
overview
13. Hidayaty DF. Hubungan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia
pada lansia di kelurahan Sukabumi Selatan tahun 2012. (Skripsi). Jakarta : Universitas
14. Primaniar PS. Cholinesterase inhibotors sebagai terapi dementia tipe alzheimer.
15. Pattni KAM. Beta-Amyloid sebagai pathogenesis pada penyakit Alzheimer. Bagian /
SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah / Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
17. Korolev IO. Alzheimer’s disease: A clinical and basic sciene review. Medical Student
2014
42
19. T Susmiarsih. Dinamika mitokondria pada penyakit neurodegenerasi (Alzheimer,
22. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan praktik klinik diagnosis dan
23. Calvert JW, Cahill J, Zhang JH. Hyperbaric oxygen and cerebral physiology. Neurol Res.
2007;29:132–141
enhance brain activity and multitasking performance. Front Integr Neurosci. 2017;11:25
25. Huang L, Obenaus A. Hyperbaric oxygen therapy for traumatic brain injury. Med Gas
Res. 2011;1:21.
2010;223:299–303
29. Frenkel D, Wilkinson K, Zhao L, Hickman SE, Means TK, Puckett L, Farfara D, Kingery
ND, Weiner HL, El Khoury J. Scara1 deficiency impairs clearance of soluble amyloid-
43
30. Tian X, Wang J, Dai J, Yang L, Zhang L, Shen S, Huang P. Hyperbaric oxygen and
Ginkgo Biloba extract inhibit Abeta25-35-induced toxicity and oxidative stress in vivo: a
cognition and reduces hippocampal damage via p38 mitogen-activated protein kinase in a
44