LAPORAN KASUS
TUBERKULOSIS PARU
Oleh:
dr. Jasmine Ariesta Dwi Pratiwi
Pendamping:
dr. Ramdlani Yuliarti Abbas
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 57 tahun
Alamat : Loang Sawah
Suku : Sasak
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
No. RM : 00 51 67
Tanggal MRS : 5 Mei 2017
Tanggal pemeriksaan : 9 Mei 2017
II. SUBJEKTIF
Keluhan Utama
Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Praya dengan keluhan batuk darah sejak 2 hari sebelum
MRS. Pasien mengatakan batuk darah berupa bercak-bercak berwarna merah segar yang
bercampur dengan dahak, disertai dengan rasa panas di tenggorokan. Sebelumnya, pasien
mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu, dengan dahak berwarna putih
kental. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada dan sesak napas yang terjadi bersamaan jika
pasien batuk. Nyeri dada yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk pada dada kiri dan kanan.
Pasien mengatakan sesak napas yang dialami sering hilang timbul dan memberat bila
pasien mulai batuk. Selain itu, pasien saat ini mengeluhkan sakit kepala dan panas di
bagian ulu hati. Riwayat demam hilang timbul, berkeringat pada malam hari, nafsu
makan menurun, dan mengalami penurunan berat badan juga dialami oleh pasien.
Buang air kecil normal dengan frekuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih, tidak ada
riwayat kencing batu, nyeri saat BAK, dan darah pada air kencing. Buang air besar
1
normal dengan frekuensi 1x/hari, konsistensi lunak, berwarna coklat, tidak ada darah, dan
nyeri saat BAB.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan kadang-kadang bekerja sebagai petani di
sawah. Pasien masih menggunakan kayu bakar untuk memasak sehari-hari. Pasien
menyangkal ada anggota keluarga maupun orang-orang di sekitar rumah yang mengalami
batuk lama.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke puskesmas, praktek dokter, atau rumah sakit
sebelumnya.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.
2
III. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik (9 Mei 2017)
Status Generalis
• Keadaan umum : Sedang
• Kesadaran : Compos mentis
• Gizi : (BB: 50 kg,TB: 155 cm), IMT= 20,8 (normoweight)
• Tekanan darah : 100/60 mmHg
• Nadi : 98 x/ menit, teratur
• Pernapasan : 22 x/ menit
• Temperatur : 36,9º Celcius
Status Lokalis
Kepala:
• Ekspresi wajah : normal
• Bentuk dan ukuran : normal
• Rambut : tersebar merata, rontok (-)
• Edema : (-)
• Malar rash : (-)
• Parese N. VII : (-)
• Nyeri tekan kepala : (-)
• Massa : (-)
Mata:
• Simetris
• Alis: normal
• Exopthalmus (-/-)
• Ptosis (-/-)
• Edema palpebra (-/-)
• Konjungtiva: anemis (-/-), hiperemia (-/-)
• Sklera: ikterus (-/-)
• Pupil: isokor, bulat, refleks pupil (+/+)
• Kornea: normal
3
• Lensa: katarak (-/-)
• Pergerakan bola mata ke segala arah: normal
• Nyeri tekan retroorbita (-)
Telinga:
• Bentuk: normal simetris antara kiri dan kanan
• Lubang telinga: normal, sekret (-/-)
• Nyeri tekan tragus (-/-)
• Peradangan pada telinga (-)
• Pendengaran: kesan normal
Hidung:
• Simetris, deviasi septum (-/-)
• Napas cuping hidung (-/-)
• Perdarahan (-/-), sekret (-/-)
• Penghidu normal
Mulut:
• Simetris
• Bibir: sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-), kering (+)
• Gusi: hiperemia (-), perdarahan (-)
• Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), oral kandidiasis (-), tremor (-)
• Gigi: dalam batas normal
• Mukosa: normal
Leher:
• Simetris
• Kaku kuduk (-)
• Pembesaran KGB (-)
• JVP: 5 + 2 (tidak meningkat)
• Pembesaran kelenjar tiroid (-)
4
Thoraks:
Inspeksi
• Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-)
• Pergerakan dinding dada: simetris
• Permukaan dada: ikterik (-), papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-),
spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-)
• Penggunaan otot bantu nafas: (-)
• Iga dan sela iga: simetris, pelebaran ICS (-)
• Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan
• Fossa jugularis: tidak tampak deviasi
• Tipe pernapasan: torakoabdominal
• Ictus cordis : tidak terlihat
Palpasi:
• Posisi mediastinum: deviasi trakea (-)
• Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
• Pergerakan dinding dada simetris, gerakan tertinggal (-)
• Vocal fremitus:
Depan:
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
Belakang:
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
• Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula line sinistra, thrill (-).
5
Perkusi
Depan:
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Belakang
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
• Batas paru-hepar:
• Inspirasi : ICS VI
• Ekspirasi : ICS IV
4. Auskultasi:
• Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
• Pulmo :
Vesikuler:
+ +
+ +
+ +
Rhonki:
+ +
+ +
+ +
Wheezing:
- -
- -
- -
6
Abdomen:
Inspeksi
• Distensi (-)
• Umbilikus: masuk merata
• Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput medusae
(-), spider naevi (-), scar (-), striae (-), ruam (-)
Auskultasi
• Bising usus (+) normal, frekuensi 7 x/menit
• Metallic sound (-)
• Bising aorta (-)
Perkusi
• Orientasi : normal
• Organomegali : (-)
• Nyeri ketok : (-)
• Shifting dullness : (-)
• Chestboard phenomenon : (-)
Palpasi
• Nyeri tekan ringan (-) di semua regio, massa (-), defans muskular (-)
• Hepar, ren, dan lien: normal, tidak terdapat pembesaran.
• Nyeri kontralateral (-), nyeri tekan lepas (-)
Ekstremitas:
Akral hangat : + + Sianosis : - -
+ + - -
Deformitas : - - Ikterik : - -
- - - -
7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum BTA S-P-S (08/05/2017)
Pemeriksaan Hasil
Sputum BTA I +1
Sputum BTA II +2
Sputum BTA III +1
8
IV. RESUME
Pasien perempuan 57 tahun dengan keluhan batuk darah berupa bercak-bercak
berwarna merah segar yang bercampur dengan dahak, disertai dengan rasa panas di
tenggorokan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu,
dengan dahak putih kental; nyeri dada yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk pada dada
kiri dan kanan dan sesak napas hilang timbul yang memberat bila batuk. Riwayat demam
hilang timbul, berkeringat pada malam hari, nafsu makan menurun, dan mengalami
penurunan berat badan dialami oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki
pada kedua lapang paru. Pasien ini dapat memenuhi kriteria TB paru klinis karena
ditemukan gejala respiratorik yaitu batuk lebih dari tiga minggu, berdahak, batuk darah,
nyeri dada, sesak nafas, serta gejala sistemik yaitu demam, keringat malam, nafsu makan
menurun, dan berat badan menurun. Selain itu pada riwayat penyakit dahulu, pasien
menyangkal pernah mengalami keluhan serupa, didiagnosa TB sebelumnya, atau
mengkonsumsi obat selama 6 bulan, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa keluhan saat
ini merupakan keluhan yang pertama kali dialami oleh pasien.
9
Selain itu, pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan peningkatan jumlah
leukosit (WBC) yang menunjukkan adanya proses infeksi pada pasien, sehingga perlu
diberikan antibiotik spektrum luas yaitu injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam.
V. ASSESSMENT
Tuberkulosis Paru
VI. PLANNING
Diagnostik:
Rontgen thoraks PA
Terapi:
Non farmakologi
• Bed rest
• Edukasi tentang etika batuk
Farmakologi
• IVFD RL 16 tpm
• OAT KDT kategori I (3 tab – 0 – 0)
o Rifampicin 450 mg
o Isoniazid 300 mg
o Pyrazinamide 500 mg
o Ethambutol 250 mg
• Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
• Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam IV
• Ambroxol tab 30 mg 3 x 1 PO
VII. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad malam
10
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS PARU
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB). Apabila tidak ditangani dengan baik dalam
waktu 5 tahun maka 50-65% akibatnya akan menjadi fatal. Transmisi biasanya
melalui udara oleh droplet yang dihasilkan oleh pasien dengan tuberkulosis yang
infeksius (Fauci et al, 2005). Selain M. tuberculosis, terkadang disebabkan oleh M.
bovis dan africanum (Brooks, et al, 2008).
B. Etiologi
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh M. tuberculosis merupakan bakteri berbentuk
batang non motil dengan ukuran 0,2-0,6 x 1-10µm (Brooks et al, 2010). Sifat dari
bakteri ini adalah aerob, sehingga lebih senang hidup pada jaringan yang memiliki
kandungan oksigen tinggi seperti apeks paru (Sudoyo, 2009).
Bakteri ini lebih dikenal dengan sebutan Basil Taham Asam (BTA), hal ini
dikarenakan komponen dinding sel bakteri ini sebagian besar terdiri atas asam lemak
(lipid) yang memberi karakteristik pertumbuhan yang lambat, sebagai antigen,
resisten terhadap detergen serta resisten terhadap beberapa antibiotik (Brooks et al,
2010).
BTA ini juga tahan terhadap rangsangan kimia maupun fisik, dan dapat bertahan
hidup pada udara kering maupun keadaan dorman yakni keadaan dingin selama
bertahun-tahun dan dapat menjadi aktif kembali (Sudoyo, 2009).
C. Epidemiologi
Tuberkulosis saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang bersifat
global di seluruh dunia. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga,
kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
11
persalinan dan nifas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Pada tahun
2010, terdapat estimasi sekita 8,8 juta kasus tuberkulosis baru yaitu sekitar 128 kasus
per 100.000 populasi penduduk. Sebagian besar kasus tersebut pada tahun 2011
terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%), sedangkan proporsi yang lebih kecil terjadi di
Mediterian Timur (7%), Eropa (5%), dan Amerika (3%). Dari estimasi jumlah kasus
tuberkulosis baru tersebut, 59% terjadi di benua Asia. Indonesia merupakan negara
dengan insidensi kasus tuberkulosis baru terbesar keempat di dunia pada tahun 2010
setelah India, China dan Afrika Selatan. Tercatat sekitar 450.000 kasus tuberkulosis
baru dan 64.000 kasus kematian akibat tuberkulosis di Indonesia (WHO, 2012).
Berdasarkan WHO report mengenai Global Tuberculosis Control (2011),
estimated epidemiological burden TB rate populasi pada tahun 2010 telah meningkat
secara signifikan apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tahun 2010, estimasi
mortalitas tuberkulosis sekitar 64 per 100.000 populasi, angka pravalensi tuberkulosis
sekitar 690 per 100.000 populasi, dan angka insidensi sekitar 450 per 100.000
populasi.
D. Patofisiologi
Menurut perjalanan penyakitnya, TB dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni
TB Paru Primer dan TB paru post-primer.
TB primer.
Dimulai dengan masuknya kuman M. tuberculosis secara aerogen kedalam
alveoli yang mempunyai tekanan oksigen tinggi atau melalui traktus
digestivus.Kuman yang masuk alveoli tidak selalu berada di apex, tapi bisa dimana
saja, baik paru kiri atau kanan.
Reaksi pertama atas adanya kuman dalam alveoli menurut Gohn adalah
pembentukan eksudat intraalveolar, suatu konsolidasi alveolar lokal yang berukuran
sebesar kacang sampai sebesar biji kenari. Eksudat lokal pertama disebut Kuess
sebagai fokus primer. Kuman ini kemudian akan menyebar melalui pembuluh limfe,
menyebabkan limfangitis dan kelainan-kelainan pada kelenjar limfe bronkial maupun
regional. Gambaran perubahan primer pada paru dan dalam saluran limfe serta
12
kelenjar limfe ini disebut kompleks primer TB (kompeks Ranke). Jadi kompleks
primer terdiri dari (Ghazali, 2007):
1. Kompeks gohn: merupakan bintik-bintik keci di suprahiler dan di sekelilingnya
ada infiltrar, sering tidak tampak kecuali bila ada kalsifikasi.
2. Limfangitis: cabang-cabang limfe keluar dari kompleks Gohn dan berjalan
sepanjang hilus
3. Limfadenitis: terjadi pembesaran limfonodi, sering terjadi di Lnn. Hilus seperti
gambaran perpadatan hilus, Lnn parabronkial, Lnn paratrakeal, tampak sebagai
gambaran cerobong asap
Pleura dapat terkena walaupun sedikit frekuensinya dan dapat menimbulkan
efusi ringan sampai berat.Pada umumnya lesi pleura ini fibrinous. Menurut Gohn,
pleuritis ini berasal dari kelenjar limfe atau fokus primer. Jika fokus primer ini
mengalami pengapuran, maka disebut epituberkulose.Kita dapat memanfaatkan
adanya perkapuran ini untuk menentukan lebih tepat lagi letak fokus primer tersebut
pada segmen yang bersangkutan dengan foto rontgen (Ghazali, 2007).
Fokus primer yang mengapur paling sering adalah pada lobus kanan atas
terutama pada subsegmen aksiler, kemudian disusul segmen 3.Pada paru kiri
sebaliknya, segmen 3 yang terbanyak, baru kemudian disusul subsegmen aksiler.
Pada lobus tengah kanan, segmen 4 dan 5 frekuensinya sama. Pada lobus tengah kiri,
segmen 4 lebih banyak dari segmen 5 (Ghazali, 2007).
Tuberkulosis post-primer.
Terjadi setelah periode laten setelah infeksi primer. Dapat terjadi reaktivasi
atau reinfeksi.Reaktivasi terjadi akibat kuman dorman yang berada pada jaringan
selama beberapa bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi.Hal ini
dapat terjadi akibat daya tahan tubuh yang lemah.Reinfeksi diartikan adanya infeksi
ulang pada seseorang yang sebelumnya pernah mengalami infeksi primer. TB post
primer umumnya menyerang paru, tetapi dapat pula di tempat lain di seluruh tubuh.
Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan paru yang luas dengan kavitas,
hapusan dahak BTA positif, pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati
intratoraks.
13
Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen
apokal lobus superior atau inferior. Awanya berbentuk sarang pneumonik
kecil.Bentuk tuberkulosis post-primer dapat sebagai tuberkulosis paru dan
ekstraparu.Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil
respon imun seluler dan sebagai hasil reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap
antigen kuman tuberkulosis.
E. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
14
baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa sputum
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimulkan pleuritis. Terjadi gesekan antara
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksi tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Periksaan Laboraturium
BTA sputum
Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan dalam menegakkan diagnosis.
Spesimen umumnya berupa dahak untuk menemukan BTA. Pemeriksaan ini
dilakukan tiga kali dengan minimal satu kali spesimen yang diambil pada pagi hari.
Hasil biakan diberi pewarnaan Ziel-Nielson atau kinyon Gabbet. Interpretasi
pembacaan hasil perwarnaan berdasarkan skala IUATLD (Alsagaff, Hood, et al.
2010).
Skala IU ATLD (International UnionAgaints Tuberculosis and Lung Diseases)
merupakan skala yang biasanya digunakan dalam menginterpretasikan hasil biakan
BTA dengan pewarnaan Ziel-Nielson.
15
Tabel 2. Skala IUALTD
Pembacaan dibawah mikroskop Pelaporan hasil
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang Negatif
1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Sejumlah BTA yang ditemukan
10-99 BTA dalam 100 lapang pandang 1 (+)
1-10 BTA dalam 1 lapang pandang 2 (+)
>10 BTA dalam 1 lapang pandang 3 (+)
16
sebaiknya dicantumkan status bakteriologis, status radiologis, dan status kemoterapi.
WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis sebagai berikut :
17
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu cara yang praktis yang dapat
membantu menemukan lesi TB. Selain itu, gambaran radiologis ini juga berperan
untuk membantu penegakan diagnosis, terutama jika hanya dijumpai satu spesimen
BTA (+), dan berguna mengetahui adanya komplikasi (Hasan, 2010).
o TB Primer
TB primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi) oleh M.
tuberculosis, biasanya pada anak-anak. Kelainan Rontgen akibat penyakit ini dapat
berlokasi dimana saja dalam paru-paru. Dapat terlihat Ghon focus, limfadenopati
hilus, serta terbentuknya kompleks primer (Hasan, 2010; Rasad, 2005).
18
Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis, karena perluasan
infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah
atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar dalam bronkus. Baik
pleuritis maupun atelektasis tuberkulosis pada anak-anak mungkin sedemikian luas
sehingga sarang primer tersembunyi di belakang (Rasad, 2005). Selain itu dapat pula
terjadi efusi pleura.
19
o TB sekunder (re-infeksi, dewasa)
TB yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Sarang-sarang yang
terlihat pada foto Roentgen biasanya berkedudukan dilapangan atas dan
segmen apikal lobi bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi di
lapangan bawah, yang biasanya disertai dengan pleuritis. Pembesaran kelenjar
limfe pada tuberkulosis sekunder jarang ditemukan.
20
21
F. Penatalaksanaan
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2014), pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanyapasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
22
Tabel 3. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
23
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori 2 diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang): pasien kambuh, pasien gagal pada pengobatan dengan panduan
OAT kategori 1 sebelumnya, dan pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
(lost to follow-up).
24
G. Prognosis
a. Penyembuhan
Penyembuhan tanpa bekas
Penyebuhan tanpa bekas sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis
primer), bahkan sering penderita tidak menyadari sama sekali bahwa ia
pernah diserang penyakit tuberkulosis. Pada orang dewasa (tuberkulosis
sekunder) penyembuhan tanpa bekaspun mungkin terjadi apabila
diberikan pengobatan yang baik (Rasad, 2005).
Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1-2 mm, atau
sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru.
Pada foto toraks, tuberkulosis miliar ini dapat menyerupai gambaran badai
kabut (snow storm appeareance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi
ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak, dan sebagainya.
25
Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius).
26
a. Evaluasi klinis
Poin evaluasi klinis yang penting untuk dinilai adalah:
- Pasien dievaluasi secara periodik.
- Evaluasi terhadap respon pengobatan dan efek samping yang muncul serta
komplikasi dari penyakit.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.
Evaluasi klinis yang perlu dilakukan meliputi keluhan, berat badan, dan
pemeriksaan fisik. Evaluasi bakteriologis sputum (BTA) bertujuan untuk mendeteksi
ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan BTA ini dilakukan pada 3 waktu yaitu,
padai akhir bulan ke tiga, pada satu bulan sebelum pengobatan berakhir dan pada
akhir pengobatan. Jika pada akhir bulan kedua fase intensif belum ada konversi
dahak, maka diberikan fase sisipan selama 1 bulan pemberian RHZE.
Evaluasi efek samping obat juga penting dilakukan selama pasien menjalani
pengobatan. Hal ini disebabkan obat-obat yang termasuk dalam OAT memiliki
banyak efek samping. Apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati,
fungsi ginjal dan darah lengkap sejak awal pengobatan agar dapat digunakan sebagai
data dasar untuk melihat penyakit penyerta dan efek samping pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat. Bila efek samping ringan
dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
Efek samping ringan yang sering dikeluhkan adalah rasa terbakar dan nyeri otot
pada pemakaian isoniazid, yang dapat dikurangi dengan pemberian vitamin B
kompleks, sindrom flu, sindrom pada abdomen, serta sindrom pada kulit akibat
pemakaian rifampisin, serta nyeri sendi pada pemberian pirazinamid. Efek samping
berat yang sering terjadi adalah penurunan fungsi hati diakibatkan pirazinamid atau
isonoazid dan penurunan visus diakibatkan etambutol. Pasien juga harus
diberitahukan bahwa rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,
keringat, air mata, dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan pada pasien agar
mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
27
Tabel 5. Efek Samping Minor OAT
Evaluasi yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum/tidaknya obat tersebut. Ketidakteraturan dalam pengobatan akan
menyebabkan timbulnya resistensi. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan
atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan obat. Penyuluhan atau
pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkunganya.
Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas
Minum Obat (PMO). Syarat-syarat PMO antara lain:
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
28
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat,
Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya.
PMO merupakan kunci dari keberhasilan DOTS tersebut. PMO memiliki
beberapa tugas penting yaitu:
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan (6 bulan)
Memberi dorongan dan semangat kepada pasien berupa nasehat – nasehat
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan ataupun bila terdapat indikasi lain
Memberi penyuluhan kepada pasien & keluarga pasien mengenai penyakit TB
dan mengawasi keluarga pasien yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan
TB agar melakukan pemeriksaan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya:
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke pelayanan kesehatan.
b. Evaluasi bakteriologi
Poin evaluasi bakteriologi yang yang penting untuk dinilai adalah:
- Dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya konversi dahak.
- Dilakukan pada saat:
o Sebelum pengobatan dimulai.
o Setelah 2 bulan pengobatan
29
o Pada akhir pengobatan
- Lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan jika terdapat fasilitasnya.
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis
lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.Untuk memantau kemajuan pengobatan
dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu
spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut
dinyatakan positif.
c. Evaluasi radiologi
Poin evaluasi radiologis dilakukan pada saat:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (pada kasus kecurigaan keganasan dilakukan setelah 1
bulan.
- Pada akhir pengobatan.
30
d. Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama masa
kesembuhan, guna mengetahui kekambuhan. Dievaluasi melalui pemeriksaan
mikroskopis BTA dahak dan foto toraks.
Tabel 8. Definisi istilah yang digunakan dalam evaluasi dan monitor penyakit TB
Hasil Definisi
Sembuh - Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif
pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemerksaan sputum
sebelumnya negatif.
- Foto toraks atau gambaran radiologi serial menunjukkan perbaikan.
- Hasil biakan negatif (bila terdapat fasilitas biakan).
Pengobatan Pasien telah menyelesaikan pengobatan namun tidak atau belum
lengkap memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir
pengobatan.
Gagal Hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima atau lebih dalam
pengobatan masa pengobatan.
Meninggal Pasien yang meninggal denan apapun penyebabnya selama
pengobatan.
Lalai berobat Pengobatan terputus dalam waktu dua bulan berturut – turut atau lebih.
Pindah Pasien pindah ke unit berbeda dan hasil akhir pengobatan belum
diketahui.
Pengobatan Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.
sukses /
berhasil
31
DAFTAR PUSTAKA
32