Anda di halaman 1dari 22

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN KASUS
BRONKOPNEUMONIA

Oleh:

dr. Jasmine Ariesta Dwi Pratiwi

Pendamping:

dr. Ramdlani Yuliarti Abbas

RSUD PRAYA, LOMBOK TENGAH

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2017
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. R Tn. T Ny. S
Umur 5 tahun 1 bulan 30 tahun 28 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Jelantik
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Sasak
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Wiraswasta IRT
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
Kandung
Tanggal Masuk 02 Juni 2017
RS

II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara alloanamnesis kepada ibu dan ayah pasien.
a. Keluhan Utama :
Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b. Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, demam, lemas
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak
dirasakan makin memberat, tidak ada bunyi mengi saat sesak. Ibu pasien juga
mengeluh pasien batuk berdahak, namun dahak sulit dikeluarkan. Pasien sulit
untuk mengeluarkan dahak. Awalnya pasien mengalami demam sejak 2 hari
SMRS, diikuti dengan penurunan nafsu makan dan tubuhnya merasa lemas.
Semenjak sakit pasien tidak sekolah. Sudah berobat ke puskesmas hanya
2
diberikan obat penurun panas dan obat batuk, namun tidak ada perbaikan.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Riwayat kontak penderita TB disangkal, penurunan BB tidak
diketahui.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Bronkopneumoni -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicella + Tuberkulosis -
Parotis - Asma - Morbili -

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti pasien.

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa ke bidan 1 kali tiap
bulan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi 39 minggu
BBL : 2800 gram
Keadaan bayi PB : 48 CM
Langsung menangis, merah
Apgar score tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
Kesan : Riwayat kehamilan dan riwayat Kelahiran pasien baik

3
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : Usia 9 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Kesan : Riwayat
Tengkurap : Usia 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
pertumbuhan
Duduk : Usia 6 bulan (normal: 6 bulan)
dan
Berdiri : Usia 10 bulan (normal: 9-12 bulan)
perkembangan
Bicara : Usia 11 bulan (normal: 9-12 bulan)
pasien baik
Berjalan : usia 12 bulan (normal: 13 bulan)

h. Riwayat Makanan
Umur ASI/Susu Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
(bulan) Formula
0-2 +/-
2-4 +/-
4-6 +/-
6-7 +/- + + +
8-10 +/+ - - -
10-12 +/+ - - -
Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 12 bulan dan minum susu formula
mulai usia 8 bulan, pasien mulai makan makanan buah atau biskuit sejak berumur
6 bulan.
i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln

Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap

4
J. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. T Ny. S
Perkawinan ke 1 1
Umur 30 28
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dalam keadaan baik

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tampak sesak nafas ringan


b. Tanda Vital
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah :-
- Frekuensi nadi : 120 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 40x/menit
- Suhu tubuh : 39,2o C
c. Data antropometri (CDC 2000)
- Berat badan : 17,3 kg
- Tinggi badan : 105 cm
o BB/TB : 17,3/17 x 100% = 101% (gizi baik)
o BB/U : 17,3/19 x 100% = 91% (gizi baik)
o TB/U : 105/109 x 100% = 96% (tinggi normal)
o
d. Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat
isokor, RCL+/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, nafas cuping hidung -/-
Mulut : Bibir kering (-) , lidah kotor (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-), sianosis (-)
5
Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
e. Thorax
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor pada kedua paru
- Auskultasi : ronki +/+, wheezing -/-
Cor BJ I & II normal, murmur(-), Gallop (-)
f. Abdomen
- Inspeksi : Perut datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), nyeri ketok (-)
g. Kulit : Ikterik (-)
h. Ekstremitas : akral hangat (+), oedem (-), CRT < 2 detik

 Refleks Fisiologis
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +

 Refleks Patologis
Pemeriksaan Kanan Kiri
Sup dan Inf
Hoffman Trommer - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus patella - -

6
Klonus achilles - -

 Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Kernig :-
Laseq :-

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG (03 Juni 2017)


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 11,3 10,8-12,8
Hematokrit 33,1 35-43
Leukosit 12,44 5-10
Trombosit 252 150-440
Basofil 0 0-1
Eosinofil 0 1-3
Neutrofil batang 0 2-6
Neutrofil segmen 72 50-70
Limfosit 25 20-40
Monosit 3 2-8
Glukosa darah sewaktu 70 33-111

IV. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 5 tahun 1 dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari
SMRS. Sesak dirasakan semakin berat. Pasien juga mengeluh pasien batuk berdahak,
demam dan tubuhnya lemas. Sudah berobat ke Puskesmas tidak ada perbaikan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan
sesak ringan, kesadaran compos mentis, nadi 120x/menit, RR 40x/menit, suhu 39,2ºC,
ronkhi (+/+). Pemeriksaan lab leukositosis 12,44 ribu.

7
V. DIAGNOSIS KERJA
Bronchopneumonia

VI. PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
 Oksigen nasal kanul 2 liter/menit
 Rawat di ruangan, observasi bila sesak nafas berat
 Edukasi orangtua mengenai penyakit yang diderita
 Tirah baring
 Diet biasa

Medika Mentosa
 IVFD D51/4NS 14 tpm makro
 Inj. Ampicillin 4x425mg
 Inj. Gentamicin 1x42,5mg
 Inj. Paracetamol 3x300mg
 Inj. Dexamethasone 3x1/2 amp

VII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad fungsionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA

A. PNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar


disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme perlu dipertanyakan apakah penyebab dari pneumonia
(bakteri/virus?). Pneumonia sering kali diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit dibedakan antara
pneumonia bakteri dan viral, demikian pula [ada pemeriksaan radiologis dan
laboratorium. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial
awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahannya nyata pada pemeriksaan radiologis.1

Gambar 1. Bronkopneumonia

EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)
atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 1

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang
9
per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris.2,3

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan


tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :

a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.

10
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Klebsiella sp Gambar 4. Pseudomonas sp

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari
data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Etiologi Pneumonia

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 minggu – 3 Bakteri Bakteri


bulan
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus Haemophillus influenza


pneumonia tipe B

Virus Moraxella catharalis

11
Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 Bakteri Bakteri


tahun
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B

Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis

Streptococcus Staphylococcus aureus


pneumonia

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza

Parainfluenza

5 tahun – Bakteri Bakteri


remaja
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumonia Legionella sp

Streptococcus Staphylococcus aureus


pneumonia

Virus

12
Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza

Parainfluenza

PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan


mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 2

1. Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin.3 Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
13
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)


Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)


Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti. 1

4. Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)


Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia

14
GEJALA KLINIS

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk
dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini
sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan
laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

 Suhu tubuh ≥ 38,5o C


 Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
 Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit

 Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.


 Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
 Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi.
Dan kadang terdengar juga suara bronkial.

15
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas


normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000
– 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah
perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri
secara pasti.

2. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan


antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan
untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.4

3. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin


dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.

4. Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara
fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia
pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak
bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.

16
5. Pemeriksaan Rontgen

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis


utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa
takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,


peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut
sebagai round pneumonia
 Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang.

17
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga
dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang
normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.3,4,5

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman
diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :

 Bronkopneumonia sangat berat :


Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.

 Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

 Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

 Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung


2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
18
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :5
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan) 3,4,5

PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan antibiotika

Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

 Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-
90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari
 Pneumonia berat
- Amoksisilin 50-100 mg/kgBB IV atau IM setiap 8 jam, diobserasi dalam
72 jam pertama. Bila respon baik diteruskan selama 5 hari  dilanjutkan
per oral 15mg/kgBB/kali dibagi 3 dosis selama 5 hari
- Kloramfenikol 25mg/kgBB setiap 8 jam bila pemberian amoksisilin IV
tidak berespon dengan baik
- Seftriakson 80-100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur :

 Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

19
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
 Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
 Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
2. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 >
92%
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal
0,5 x 0,3 x BE x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang AGD setiap 4-6 jam.
Bila AGD tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq
x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi bila suhu ≥ 39 oC.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).6

20
PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat


diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1.Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC,
Jakarta: 2000. hal: 883-889.

2.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta: 2000. hal 465.

3.Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

4.Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru


Indonesia. Bandung: 2005.

5. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

6.Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6,
Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.

7.Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999.
hal: 695-705.

22

Anda mungkin juga menyukai