Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan merupakan dasar dari sebuah negara hukum, negara yang

pemerintahannya tunduk pada hukum. Sebagaimana termaktub dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI) Indonesia

adalah negara hukum, tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka.1 Menurut I.C

Van der Vlies, pada awalnya yang termuat dalam pengertian “negara hukum”

hanya keterikatan pemerintah pada Undang-undang.2 Dengan mengikatkan

pemerintah pada undang-undang maka perlakuan yang sama oleh pemerintah

terhadap tiap orang lebih terjamin, dengan demikian ada kepastian hukum. Lebih

lanjut Jimly Asshiddiqie mengungkapkan setiap norma hukum itu haruslah

menghasilkan antara nilai kepastian (certainty, zekerheid), keadilan (equity,

billijkheid), dan keberguanaan (utility).3

Pembentukan hukum dalam arti undang-undang, merupakan aktivitas

penting dalam negara hukum. undang-undang menjadi dasar legalitas bagi seluruh

elemen negara, khususnya bagi penyelenggara negara, dalam menyelenggarakan

dan mengelola negara.4 Untuk itu, idealnya undang-undang merupakan

1
Lihat Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945
2
I.C Van der Vlies, 2005. Buku Pegangan Perancang Peraturan perundang-undangan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI., hlm 1
3
Jimly Asshiddiqie, 2010. Perihal Undang-undang. Jakarta: Rajawali Pers., hlm 3
4
Mahfud MD, Politik Hukum Pembentukan Undang-undang Pasca Amandemen UUD
1945., hlm., XIII. Dalam Kata Pengantar Ketua Mahkamah Konstitusi Pada Sebuah Buku Politik
Hukum Pembentukan Undang-undang Pasca Amandemen UUD 1945, 2012. Pataniari Siahaan.
Jakarta. Konpress.
2

formalisasi atau kristalisasi norma dan kaidah yang dikehendaki atau sesuai

dengan aspirasi masyarakat.

Mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban

melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana,

terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin

pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).5

Pembangunan hukum di Indonesia sudah berlangsung cukup lama, yang mana

sampai saat ini belum dilakukan evaluasi secara mendasar dan menyeluruh

terhadap model hukum yang dibentuk sebagai sarana pembaharuan masyarakat

dan menciptakan keadilan serta kepastian hukum.

Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) tidak

terlepas dari adanya kristalisasi ide-ide demokrasi dari berbagai komponen bangsa

dan refleksi atas perjalanan kehidupan kenegaraan dan kebangsaan selama

beberapa puluh tahun.6 K. C Wheare mengungkapkan, suatu konstitusi diubah

hanya dengan pertimbangan yang matang, dan bukan karena alasan sederhana

atau serampangan.7 Tujuan perubahan UUD 1945 yakni menyempurnakan aturan

dasar penyelenggaraan pemerintahan negara secara demokratis dan modern,

antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan prinsip check

and balance yang ketat dan transparan.

5
Lihat Konsideran menimbang Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pembentukan peraturan perundang-undangan.
6
Agung Djojosoekarto, dalam Pataniari Siahaan, 2012. Politik Hukum Pembentukan
Perundang-undangan Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta: Konpress., hlm. 1
7
K. C. Wheare, 2003. Konstitusi-konstitusi Modern. Surabaya: Pustaka Eureka., hlm
128.
3

Sebagai negara modern, Indonesia merupakan salah satu negara yang

pernah menganut dua model sistem pemerintahan yaitu sistem parlementer, dan

sistem presidensial dalam periode yang berbeda.8 Meskipun pernah menggunakan

sistem pemerintahan yang berbeda, kekuasaan pembentukan peraturan perundang-

undangan dalam pola hampir yang sama, yaitu dilakukan bersama-sama antara

pemerintah (eksekutif) dan DPR (legislatif).9 UUD 1945 (sebelum perubahan)

tidak menjelaskan tentang pembentukan undang-undang dengan lengkap,

melainkan hanya menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk

undang-undang dengan persetujuan DPR10 Mengenai proses pembentukan

undang-undang hanya menyebutkan bahwa rancangan undang-undang yang tidak

mendapat persetujuan DPR tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan

berikutnya.11

Setelah reformasi banyak yang baru dalam tata politik tanah air

mengalami perubahan yang signifikan termasuk diantaranya berkaitan dengan

kewenangan pembuatan undang-undang. Mengapa hal ini perlu dikedepankan

agar kita dapat membaca pikiran dan alur kerja para pembuat undang-undang,

termasuk uji kualitas atas capaian. Kenyataan ini sebagai konsekwensi dari empat

kali perubahan/amandemen UUD NRI 1945. Setidaknya ada hal strategis

berkaitan dengan pembuatan undang-undang yang selama berdirinya republik

8
Saldi Isra, 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi
Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers., hlm. 2.
9
UUD 1945 fungsi legislasi diatur pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1), kemudian
dalam Konstitusi RIS juga diatur kekuasaan pembentuk undang-undang yaitu pada eksekutif
(pemerintah) dan legislatif (DPR) pada Pasal 127 Konstitusi RIS, dan yang terakhir pada UUD
Sementara 1950 kekuasaan pembentuk undang-undang diatur pada Pasal 89.
10
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945.
11
Pasal 20 ayat (2) UUD 1945.
4

menjadi kewenangan dan berada di tangan presiden12 berpindah tangan kepada

DPR13 yang memperjelas begitu berkuasanya DPR saat ini terkait dengan tugas

barunya.

Hasil perubahan UUD NRI 1945 itu menempatkan proses pembentukan

undang-undang pada titik ekstrim berbeda, yaitu kekuasaan eksekutif ke

kekuasaan legislatif.14 Perubahan paradigma fungsi legislasi dilakukan dengan

penguatan peran DPR yang dilampiaskan dengan memangkas fungsi legislasi

yang dimiliki pemerintah. Secara hierarki, posisi undang-undang terletak dibawah

UUD, undang-undang mengatur secara lebih lanjut ketentuan UUD. Pada

dasarnya, materi undang-undang merupakan perintah yang ada dalam konstitusi,

meskipun pada perkembangannya banyak undang-undang yang dibuat untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan negara diluar amanat eksplisit konstitusi

dan juga kebutuhan masyarakat.15

Berkenaan dengan tahapan pembentukan undang-undang, Pasal 1 Ayat

(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011) menegaskan, pembentukan

peraturan perundang-undangan adalah yang mencakup tahap perencanaan,

penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan.16

Artinya, perencanaan merupakan salah satu langkah penting dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik.

12
Lihat Pasal 5 UUD 1945 (sebelum amandemen)
13
Lihat Pasal 20 dan 22A UUD NRI 1945 (setelah amandemen)
14
Kekuasaan pembentukan undang-undang sebelum perubahan UUD 1945 berada di
tangan eksekutif (Presiden) setelah perubahan dan menjadi UUD NRI 1945 maka kekuasaan
pembentukan undang-undang berada di tangan DPR. Lihat Saldi Isra, 2010. Pergeseran Fungsi…
Op. Cit. hlm 73.
15
Mahfud MD. Politik Hukum… Op. Cit., hlm. XIV
16
Lihat Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011.
5

Substansi sebuah undang-undang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara

lain soal kapasitas kelembagaan personal DPR untuk menjalankan fungsi

legislasinya. Faktor lain yang juga penting untuk ditelusuri lebih jauh adalah

keterkaitan antara substansi sebuah undang-undang dengan penyusunannya.

Pembentukan/penyusunan undang-undang di Indonesia setelah reformasi diatur

oleh Undang-undang Nomor. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan (UU No. 10 Tahun 2004) kemudian diubah dengan

Undang-undang Nomor. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan peraturan

perundang-undangan (UU No. 12 Tahun 2011). Proses pembuatan undang-

undang didefinisikan sebagai rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan,

pengusulan, pembahasan dan pengesahan.17

Lahirnya UU No. 10 Tahun 2004 idealnya dalam membentuk suatu

peraturan perundang-undangan menjadi tertib dan menjadi teratur. Namun apabila

dicermati lebih mendalam sebenarnya banyak substansi yang tidak selesai dengan

undang-undang tersebut. Misalnya saja soal perencanaan yang ditandai dengan

suatu program legislasi nasional (proglegnas).18 Prolegnas ternyata tidak bisa

menjadi instrumen perencanaan yang efiktif, yaitu: satu, prolegnas hanya menjadi

sebuah draf saja tanpa ada satu politik hukum yang jelas; dua, perencanaan

ternyata tidak membidik dengan tepat permasalahan yang akan diselesaikan oleh

bangsa, adanya ego sektoral yang tinggi menjadi alasan utamanya; tiga,

17
Lihat Erni Setyowati dkk, 2010. Bagaimana Undang-undang Dibuat. Jakarta: PSHK.,
hlm 70.
18
Undang-undang ini tidak terlalu jelas mengatur konsep prolegnas, apa korelasinya
dengan prolegda dan rencana pembangunan jangka menengah Presiden, yang kemudian
pengaturan pengaturan tentang proses penyusunannya pun akhirnya dilimpahkan ke Peraturan
Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pembentukan Program Legislasi Nasional. Lihat
Erni Setyowati. Ibid.
6

perencanaan legislasi tidak menjadi bagian integral dari sistem perencanaan

pembangunan nasional.19 Berikut realisasi prolegnas tahun 2005-2009 penulis

tampilkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1: Data Realisasi Prolegnas

Tahun Target Realisasi

2005 55 14

2006 76 39

2007 78 40

2008 79 59

2009 76 8

Jumlah 364 160

Sumber: PSHK

Data dengan jumlah 160 undang-undang yang telah dihasilkan dari tahun

2005-2009 pada tabel di atas sesungguhnya tidak berkorelasi langsung dengan

target yang telah ditentukan pada Prolegnas. Sebagian besar Rancangan Undang-

undang (RUU) yang diselesaikan dan telah menjadi undang-undang adalah

tentang Pembentukan Daerah Otonom (pemekaran daerah) sebanyak 56 RUU dan

pembentukan Pengadilan Tinggi Agama sebanyak 4 RUU. Artinya RUU yang

berhasil diselesaikan disusun dan dibahas adalah RUU yang dari segi materi

muatannya bersifat mutatis mutandis.20

Lebih jauh, jika dilihat dari aspek materi hukumnya, masih ditemukan

materi hukum yang saling tumpang tindih (overlapping) dan tidak konsiten, baik
19
Ibid.
20
FX Soekarno, 2009. Arah Kebijakan Penyusunan Prolegnas 2010 – 2014. Makalah
disampaiakan pada Lokakarya Prolegnas Tahun 2009, yang diselenggarakan oleh
BPHN,Departemen Hukum dan HAM, tanggal 10 Juni 2009, di Bandung, Jawa Barat
7

secara vertikal maupun horizontal, belum menunjukan komitmen dan karakter

yang responsif terhadap masalah perlindungan hak asasi manusia, masyarakat

lemah, marjinal, nilai-nilai keadilan jender, serta proses pembentukannya kurang

partisipatif dan aspiratif. Hal ini ditandai dengan banyaknya undang-undang yang

diujimaterikan (judicial riview) ke Mahkamah Konstitusi (MK).21 Berdasarkan

data MK sejak tahun 2005 hingga tahun 2009, terdapat 150 putusan MK atas 73

undang-undang yang di judicial review. Dari putusan tersebut 40 putusan

diantaranya dikabulkan oleh MK. Hal ini mengindikasikan bahwa kemacetan

proses perbaikan suatu undang-undang dalam monitoring dan evaluasi telah

diterobos oleh masyarakat melalui hak mereka untuk mengajukan pengujian

terhadap suatu undang-undang di MK.22

Secara prinsipiil yang disebut sebagai peraturan perundang-undangan

merupakan suatu ketentuan itu berisi norma-norma/kaidah-kaidah yang bersifat

dan berlaku untuk umum. Artinya berisi aturan tingkah laku yang harus

diindahkan dan dipatuhi ataupun dilaksanakan oleh setiap orang/badan tanpa

terkecuali.23 Argumentasi tersebut bersumber dari pandangan Satjipto Raharjo

yang mengemukakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:24

1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan


kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.
2. Bersifat universal. Hukum diciptakan untuk menghadapi peristiwa-
peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh

21
Erni Setyowati dkk, 2010. Bagaimana Undang…. Op. Cit., hlm. 15.
22
Badan Legislasi DPR RI, Kinerja dan Evaluasi Periode 2004 – 2009, diterbitkan tahun
2009., hlm. 20.
23
B. Hestu Cipto Handoyo, 2008. Prinsip-prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah
Akademik. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta., hlm 61
24
Satjipto Raharjo, 1986. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni., 114-115
8

karena itu hukum tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-


peristiwa tertentu saja.

Mengacu pada Undang-undang 12 Tahun 2011, dalam proses

pembentukan undang-undang harus didahului dengan naskah akademik yang

merupakan suatu persyaratan dalam penyusunan peraturan perundang-

undangan.25 Dari beberapa pengertian para ahli naskah akademik merupakan

kumpulan argumentasi yang memenuhi standar-standar akademik. Menurut Jimly

Asshiddiqie seperti yang dikutip oleh Saldi Isra, naskah akademik sebagai suatu

hasil kajian yang bersifat akademik, tentu naskah akademik sesuai dengan

prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yaitu: rasional, kritis, objektif, dan

impersonal.26 Karena itu, pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakanginya

tentulah berisi ide-ide normatif yang mengandung kebenaran ilmiah dan

diharapkan terbebas dari kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi atau

kelompok, kepentingan politik golongan, kepentingan politik kepartaian, dan

sebagainya.

Naskah Akademik bukan merupakan hal baru dalam kerangka

pembentukan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia, hal ini

sebelumnya telah ada Keputusan Presiden (keppres) Nomor 188 Tentang Tata

Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang yang dikeluarkan pada tahun

1998. Dalam keppres tersebut istilah Naskah Akademik disebut “Rancangan

Akademik”.27 Istilah atau terminologi “Naskah Akademik” bukan merupakan hal

25
Lihat Pasal 29 Ayat (3) Undang-undang No. 12 Tahun 2011.
26
Lihat Saldi Isra, 2010. Urgensi Naskah Akademik dalam Penyusunan Peraturan
perundang-undangan. Makalah disampaikan dalam dalam diklat Legal Drafting Lembaga
Administrasi Negara (LAN) di Pusat diklat LAN Jakarta 18 Maret 2009.
27
Lihat Keppres nomor 188 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Undang-
undang.
9

baru dalam kerangka proses pembentukan undang-undang di Indoensia. Pada

tanggal 29 Desember 1994, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),

menerbitkan sebuah petunjuk teknis penyusunan Naskah Akademik, melalui Surat

Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional No.G-159.PR.09.10 Tahun

1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan

Perundang-undangan yang, antara lain, menjelaskan mengenai nama/istilah,

bentuk dan isi, kedudukan serta format dari Naskah Akademik.28

Kemudian dikuatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

(Perpres) Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan

Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,

Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden, disebutkan

bahwa Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggung jawabkan

secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan,

sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau arah arah

pengaturan rancangan undang-undang.29

Naskah akademik dalam proses penyusunan RUU merupakan potret

ataupun peta tentang berbagai hal terkait dengan peraturan perundang-undangan

yang hendak diterbitkan. Dari potret itu dapat ditentukan apakah peraturan

tersebut akan melembagakan apa yang telah ada dan berjalan di masyarakat

28
Lihat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G- 159.PR.09.10
Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-
undangan
29
Lihat pasal 1 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden.
10

(formalizing) atau membuat aturan yang bertentangan sehingga dapat mengubah

masyarakat (law as a tool for social engineering).30

Naskah akademik merupakan salah satu cara meminimalisir

permbentukan peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih.

Naskah akademik yang baik, akan sangat membantu bagi para perancang

peraturan perundang-undangan dalam membuat norma hukum, para pengambil

kebijakan (decision maker), para hakim untuk memutuskan perkara khususnya

yang berkaitan dengan judicial review, karena dapat ditelusuri perdebatannya

sampai kepada suatu norma.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas penulis melihat, demi terwujudnya

suatu peraturan perundang-undangan yang baik, dan untuk memenuhi kebutuhan

akan pengaturan berbagai masalah yang ada, maka diperlukan suatu instrumen

yang dapat menjangkau kebutuhan tersebut. Oleh karena penyusunan naskah

akademik ini tidak dapat dipisahkan dari pembentukan undang-undang, maka

penulis perlu menganalisa dalam sebuah penelitian yang berjudul “Kegunaan

Naskah Akademik dalam Proses Penyusunan Rancangan Undang-undang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka ada tiga masalah

yang dapat dirumuskan yaitu:

1. Bagaimana politik hukum pembentukan undang-undang?

30
Hikmahanto Juwana, Penyusunan Naskah Akademik sebagai Prasyarat dalam
Perencanaan Pembentukan Undang-Undang., dalam Wicipto Setiadi. Naskah Akademik Pasca
diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011., hlm. 556. Jurnal Legislasi Indonesia.
Vol. 8. No. 4 – Desember 2011.
11

2. Bagaimana pengaturan naskah akademik dalam pembentukan undang-

undang?

3. Apa urgensinya naskah akademik dalam pembentukan undang-undang?

C. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum

pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, atau harus dinyatakan dengan tegas

bedanya dengan penelitian yang sudah dilakukan.31 Berdasarkan hasil

penelusuran penulus di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, maupun di media elektronik seperti internet, hinga sampai saat ini

penelitian selesai dilakukan, penulis belum menemukan karya ilmiah dalam

bentuk tesis dengan judul dan rumusan yang sama dengan penelitian ini. Apalagi

permasalahan yang diteliti oleh penulis ini tergolong baru, yakni setelah

berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang Undangan. Namun harus diakui, terdapat beberapa tulisan,

baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian maupun artikel

dengan topik yang hampir sama atau berkaitan dengan penelitian ini antara lain:

a. Disertasi Saldi Isra yang berjudul Pergeseran Fungsi Legislasi dalam

Sistem Pemerintahan Indonesia Setelah Perubahan Undang-undang

Dasar 1945. Pada Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta, Tahun 2009. Disertasi ini mengulas tentang

bergesernya fungsi legislasi di Indonesia yang pada mulanya ada dalam

kekuasaan presiden, beralih pada kekuasaan DPR pasca amandemen.

31
Maria S.W. Sumoharjono, 2001. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian. Jakarta:
Gramedia., hlm 18.
12

Disertasi ini mengambil empat masalah yang dikaji yakni, (1) Bagaimana

fungsi legislasi dalam sistem pemerintahan Indonesia sebelum perubahan

UUD 1945? (2) Bagaimana gagasan pergeseran fungsi legislasi dalam

perubahan UUD 1945? (3) Bagaimana perubahan Pasal 5 Ayat (1) dan

Pasal 20 UUD 1945 jika diletakkan dalam gagasan pemurnian (purifikasi)

sistem presidensial?, dan (4) Faktor apa yang mempengaruhi fungsi

legislasi setelah perubahan UUD 1945?.

b. Tesis Anshori Saleh, yang berjudul Urgensi Prolegnas dalam

Pembangunan Hukum Masional. Pada Program Magister Hukum

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tahun 2009. Yang mengkaji

urgensi program legislasi nasional dalam dalam pembentukan undang-

undang termasuk hambatan-hambatan pelaksanaan program legislasi

nasional. Tesis ini mengambil tiga permasalahan yaitu, (1) Apa urgensi

prolegnas dalam pembangunan hukum nasional? (2) Mengapa seringkali

muncul peraturan perundang-undangan yang tidak konsisten baik secara

vertikal maupun secara horizontal? (3) Faktor pendukung dan penghambat

apa saja yang dapat mempengaruhi efektivitas prolegnas?

c. Tesis Soimin, yang berjudul Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan Negara Indonesia, pada program pasca sarjana Universitas

Muhammadiyah Malang, Tahun 2009. Yang kemudian dibukukan. Yang

mengkaji lembaga negarayang berwenang merumuskan kebijakan dalam

penyunan naskah peraturan perundang-undangan, baik lembaga negara

yang berada pada pemerintah pusat maupun yang berada di pemerintah

daerah. Kemudian analisa pembahasan mengetengahkan kajian politik


13

hukum berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004

tentang Pemebentukan Peraturan perundang-undangan.

d. Disertasi Saifudin, yang berjudul, Proses Pembentukan Undang-undang,

Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan di Era Reformasi. Pada Program Pasca

Sarjana Universitas Indonesia, yang kemudian dibukukan dengan judul

Partisipasi Publik dalam Pemebntukan Peraturan perundang-undangan.

Disertasi ini mengkaji tentang demokrasi partisipatoris dalam proses

pembentukan undang-undang. Perbedaan pokok dengan penelitian yang

penulis lakukan terletak pada fokus penelitian yaitu kegunaan naskah

akademik dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan,

penulis lebih menitik beratkan pada kegunaan sebuah naskah akademik

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Mencermati berbagai hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan

proposal yang penulis susun memiliki karakteristik (keaslian penelitian)

tersendiri. Justifikasi orisinalitas penelitian merupakan bentuk etika keilmuan

penulis untuk menjunjung kejujuran akademis dalam penulisan karya ilmiah

dengan tidak melakukan plagiarism terhadap karya orang lain dengan cara

mencantumkan setiap kutipan atau pemikiran yang penulis tuangkan kembali dala

bahasa penulis sendiri dengan mencantumkan sumber kutipan di catatan kaki.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan maslaah diatas, adapun yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:


14

a) Untuk mengetahui politik hukum pembentukan undang-undang

sebelum perubahan UUD NRI 1945 hingga setelah perubahan UUD

1945 .

b) Untuk mengetahui histori pengaturan naskah akademik dalam

pembentukan undang-undang.

c) Untuk mengetahui urgensi naskah akademik sebagai landasan dalam

proses pembentukan undang-undang.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan penelitian ini adalah:

a. Manfaat akademis

Memenuhi persyaratan dalam meraih gelar “M.H” (Magister Hukum) pada

Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

b. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan

Hukum Tata Negara, khususnya yang berkaitan dengan Kegunaan Naskah

Akademik dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

c. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu referensi perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta;

b. Memberikan informasi sekaligus masukan kepada pemerintah,

pembentuk undang-undang, dan masyarakat mengenai Kegunaan

Naskah Akademik dalam Proses Penyusunan Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai