Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Kotler, 2004 kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorangyang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya (
Menurut Johnson 1981, mendefinisikan komunikasi didasarkan atas
pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit komunikasi
diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih
penerima dengan maksud sadar untuk memengaruhi tingka laku penerima.
Dalam konteks ini, setiap bentuk komunikasi setidaknya ada dua orang atau
lebih yang sering mengirimkan lambang yang memiliki makna tertentu. Lambing
tersebut bias bersipat verbal dalam bentuk kata-kata atau berupa ungkapan
nonverbal seperti ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerakan tubuh.
Sedangkan dalam arti luas komunikasi dideskripsikan sebagai setiap bentuk
tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi orang
lain. Komunikasi tidak hanya sekedar wawancara, namun setiap bentuk tingkah
laku mengandung ungkapan tertentu yang mengisyaratkan makna tertentu dari
proses komunikasi (Arwani, 2016).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal yang
terencana antara perawat dengan klien untuk mendorong proses penyembuhan
klien dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran
dengan maksud untuk mempengaruhi klien. Komunikasi merupakan upaya
individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi
dengan orang lain. Komunikasi adalah kegiatan yang melibatkan dua orang atau
lebih, dalam bentuk pembagian ide, pikiran dengan menggunakan lambang,
memiliki tujuan terjadi perubahan pada orang lain (Pery Vol 3,2018).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Al-Ihsan provinsi jawa
barat rata-rata tingkat kepuasan klien anak selama di lakukan pelayanan
kesehatan dan keperawatan anak pada tahun 2010 adalah 80-85%. Walaupun
demikian masi sering di jumpai adanya keluhan dari keluarga tentang pelayanan
keperawatan yang di anggap kurang. Angka kunjungan klien keruang rawat inap
anak pada periode 2011 cukup tinggi yaitu sebanyak 2.929 kunjungan (77,66%)
untukruang perawatan anak dan 1.690 (88,53%) kunjungan untuk ruang
perinatologi. Selain itu, angka klien yang pulang dengan keinginan sendiri di
ruang rawat inap anak dan perinatologi sebesar 13,74%. Angka klien pulang
dengan keinginan ini sebagian besar terjadi di ruangan perinatologi sebesar
26,77%, sedangkan ruang rawat inap anak 6,22%. Penyebab klien plang dengan
keinginan sendiri adalah karena ketidak tahuan klien dan keluarga terhadap
kondisi perkembangan klien, sehingga menyebabkan mereka lebih banyak
meminta di pulangkan. Selain itu penyebab lainnya adalah kondisi terminal klien,
pertimbangan social ekonomi serta pertimbangan keterbatasan sarana dan
prasarana penunjangan yang menyebabkan klien dan keluarga meminta ahli
rawat. Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi dan kerja sama antar perawat
dan keluarga belum terjalin dengan baik sehingga memungkinkan adanya
perbedaan persepsi tentang pelayanan keperawatan yang diberikan di RSUD Al
Ihsan Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan uraian diatas, dikota palopo penelitian ini belum perna di teliti
sebelumnya maka peneliti ingin mengetahui ”Hubungan Komunikasi Perawat
Dengan Tingkat Kepuasan Anak di Ruang Rawat Inap RSUD Sawerigading
Palopo”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini “Apakah ada Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat
Kepuasan Anak di Ruang Rawat Inap RSUD Sawerigading Palopo tahun 2018 ?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui hubungan komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan
anak di ruang rawat inap RSUD Sawerigading Palopo tahun 2018.
2. Tujuan Khusu :
a. Mengetahui gambaran komunikasi perawat di ruang rawat inap RSUD
Sawerigading Palopo.
b. Mengetahui tingkat kepuasan anak yang berhubungan dengan
komunikasi perawat di ruang rawat inap RSUD Sawerigading Palopo.
c. Mengetahui hubungan antara komunikasi perawat terhadap tingkat
kepuasan anak
D. Manfaat Peneliti
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi dan
bahan baca bagi mahasiswa khususnya di bidang keperawatan tentang
pentingnya komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan anak.
2. Manfaat pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya
terkait komunikasi perawat dengan tingkat kepuasan anak.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan
pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian khususnya komunikasi
perawat dengan tingkat kepuasan anak.
4. Manfaat bagi masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya
komunikasi sebagai salah satu upaya yang harus terus menerus
dilaksanakan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien atau
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kepuasan


1. Pengertian kepuasan
Menurut Kotler, 2004 kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorangyang muncul setelah membandingkan antara persepsi
atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-
harapannya (Nurasisah, 2014).
Menurut Pohan 2006 kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan
pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang
diperoleh setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkan.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari sikap
dan perilaku dalam berkomunikasi dengan pasien yang dapat mempengaruhi
kepuasan pasien (Rohan, 2013).
Kepuasan pasien atau istilahnya public satisfaction merupakan
sebuah upaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, memenuhi atau
melebihi criteria yang di tentukan oleh masyarakat (Yuli, 2016).
Depkes RI tahun 2005 Mengemukakan kepuasan pasien
berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan mengetahui
tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan
peningkatan mutu pelayanan. Persetase pasienyang menyatakan puas
terhadap pelayanan berdasarkan hasil surve dengan instrument yang baku
(Hajriani, 2013).
Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi
sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai
apabila kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa
atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif
berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan
penduduk. Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek
diantaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian layanan,
prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu
sendiri (Ika 2013).
Menurut Anas Tamsuri 2015, dimensi kepuasan dapat dibedakan
menjadi dua (Hajriani, 2013).
a. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Kepuasan pemakai jasa kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian
dengan standar serta kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan
disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan
standar dan kode etik dapat memuaskan pasien. Ukuran-ukuran yang
dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien
mengenai:
1) Hubungan dokter pasien
Terbinanya hubungan dokter atau perawat-pasien yang baik
adalah salah satu dari kewajiban etik. Sangat diharapkan apabila
perawat dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup
kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan
segala keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang
sejelasjelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui oleh pasien.
2) Kenyamanan pelayanan
Kenyamanan yang dimaksud disini tidak hanya menyangkut
fasilitas yang disediakan, tetapi terpenting lagi menyangkut sikap
serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
3) Kebebasan melakukan pilihan
Suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu bila kebebasan
memilih ini dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan
oleh setiap penyelenggara pelayanan kesehatan.
4) Pengetahuan dan kompetensi teknis
Suatu pelayanan kesehatan disebut semakin tinggi tingkat
pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut maka semakin tinggi
pula mutu pelayanan kesehatan.
5) Efektifitas pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutu
pelayanan kesehatan.
6) Keamanan tindakan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, aspek keamanan tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan
kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang
baik dan karena itu tidaklah boleh dilakukan.
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kesehatan.
1) Ketersediaan pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehaan dikatakan bermutu bila pelayanan
kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
2) Kewajaran pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu bila pelayanan
kesehatan bersifat wajar dalam arti dapat mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi.
3) Kesinambungan pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu bila pelayanan
kesehatan tersebut bersifat berkesinambungan dalam arti tersedia
setiap saat baik menurut waktu ataupu kebutuhan pelayanan
kesehatan.
4) Penerimaan pelayanan kesehatan
Untuk dapat menjamin munculnya kepuasan yang terkait
dengan mutu pelayanan, maka pelayanan kesehatan tersebut harus
dapa diupayakan sehingga diterima oleh pemakai jasa pelayanan.
5) Ketercapaian pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah
tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai. Apabila keadaan ini sampai
terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien, maka disebut suatu
pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat
dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.
6) Keterjangkauan pelayanan kesehatan
Keterjangkauan pelayanan kesehatan erat hubungannya
dengan kepuasan pasien dan kepuasan pasien berhubungan dengan
mutu pelayanan maka suatu pelayanan disebut bermutu apabila
pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan
kesehatan.
7) Efisiensi pelayanan kesehatan
Puas atau tidaknya pemakai jasa pelayanan mempunyai
kaitan yang erat dengan baik atau tidaknya mutu pelayanan maka
suatu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan
tersebut diselenggarakan secara efisien.
8) Mutu pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksud disini adalah yang
menunjukkan pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan,
yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien,
maka mutu pelayanan kesehatan disebut bermutu apabila pelayanan
tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan
aman.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
Menurut Budiastuti mengemukakan bahwa pasien dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap terhadap jasa pelayanan yang diterimah
mengacu pada beberapa factor, yaitu (Nurasisah, 2014).
a. Kualitas produk atau jasa
Pasien merasa puas bila hasil evaluasi meraka menunjukkan
bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen
terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu
kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi
perusahaan terutama pelayanan dirumah sakit aspek klinik, perawat dan
terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang di jual.
b. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peran penting dalam industry jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan
pasien dapat bersumber dari faktor relative sefesifik, seperti pelayanan
rumah sakit, petugas kesehatan atau pelayanan penduduk.
c. Faktor emosional
Pasien merasa bangga dan yakni bahwa orang lain kagum
terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang
sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga
berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan
kesehatan.
d. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harga yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama
tetapi berharga murah, memberi nilai yang tinggi pada pasien.
e. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas dengan jasa pelayanan
tersebut.
3. Faktor yang Menyebabkan Ketidakpuasan Pasien
Menurut Yazid 2004, ada enam faktor yang menyebabkan timbulnya
rasa tidak puas pelanggan terhadap suatu produk yaitu (Hajriani, 2013).
a. Tidak sesuai harapan dan kenyataan;
b. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan;
c. Perilaku personel kurang memuaskan;
d. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan
harga tidak sesuai;
e. Promosi/iklan tidak sesuai dengan kenyataan.
4. Pengukuran tingkat kepuasan
Pengukuran tingkat kepuasan merupakan elemen penting dalam
penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efesien. Apabila pelanggan
merasa tidak puasa terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka
pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efesien. Kepuasan
pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam
pengembangan suatu system penyedian pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan
dampak pelayanan terhadap populasi dan sasaran (Nurasisah, 2014).
B. Tinjauan Umum Komunikasi
1. Pengertian komunikasi
Tappen (1995) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu pertukaran
pikiran, perasaan, pendapat, dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua
orang atau lebih yang bekerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu
seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara
yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Suarli
dan Yanyan, 2011).
Roger dan D.Lawrence Kincaid (1981) menjelaskan komunikasi
sebagai suatu proses dimana dua atau lebih membentuk atau melakukan
pertukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya akan
tiba pada saling pengertian yang mendalam (Abdul & dkk, 2014).
Menurut Johnson (1981), mendefinisikan komunikasi didasarkan atas
pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit
komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu
atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk memengaruhi tingka laku
penerima. Dalam konteks ini, setiap bentuk komunikasi setidaknya ada dua
orang atau lebih yang sering mengirimkan lambang yang memiliki makna
tertentu. Lambing tersebut bias bersipat verbal dalam bentuk kata-kata atau
berupa ungkapan nonverbal seperti ekspresi atau ungkapan tertentu dan
gerakan tubuh. Sedangkan dalam arti luas komunikasi dideskripsikan
sebagai setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal
yang ditanggapi orang lain. Komunikasi tidak hanya sekedar wawancara,
namun setiap bentuk tingkah laku mengandung ungkapan tertentu yang
mengisyaratkan makna tertentu dari proses komunikasi (Arwani, 2016).
2. Komponen Komunikasi
Terdapat enam komponen komunikasi sebagai berikut (Suarli dan
Yanyan, 2011).
a. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan/mengirim pesan
b. Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan
c. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada seseorang
yang dituju (penerima) dengan maksud dan tujuan tertentu. Pesan yang
disampaikan dapat berupa verbal, tertulis, atau pun nonverbal
d. Lingkungan, yaitu tempat dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan
ini dapat berupa lingkungan internal maupun lingkungan eksternal.
Lingkungan internal meliputi nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan
tingkat stress pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan
lingkungan eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu, factor kekuasaan,
dan waktu.
e. Media pesan, yaitu alat atau sarana perantara yang digunakan oleh
pengiriman pesan dengan tujuan agar pesan bias sampai kepada
penerima. Misalnya pendengaran, penglihatan, sentuhan, media cetak,
ataupun media elektronik.
f. Tingkat pesan, yaitu tingkat pentingnnya pesan, yang dapat berbentuk
informasi, kata, atau symbol lain.
3. Model komunikasi
Terdapat beberapa model yang dapat menjelaskan bagian mana
organisasi dan orang berkomunikasi. Komunikasi dalam hal ini dalah sesuatu
yang kompleks. Model-model komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut
(Suarli dan Yanyan, 2011).
a. Komunikasi tertulis
Komunikasi tertulis adalah bagian yang terpenting dalam
organisasi. Dalam mencapai kebutuhan individu/staf, seperti organisasi
telah mengembangkan model penulisan dalam mengomunikasikan
pelaksanaan dan pengelolaan misalnya publikasi perusahaan, surat-
menyurat ke staf, pembayaran, dan jurnal. Manajer harus terlibat dalam
komunikasi tertulis khususnya pada stafnya.
Asosiasi pendidikan kesehatan di amerika (1988), menyarankan
untuk memerhatikan hal-hal berikut dalam komunikasi tertulis dan memo
pada suatu organisasi.
1) Mengetahui apa yang ingin disampaikan sebelum memulaimenulis.
2) Menulis nama orang dalam tulisan perlu dipertimbangkan dampaknya.
3) Gunakan kata aktif, karena anak mempunyai pengaruh yang baik.
4) Gunakan kata yang sederhana, familiar spesifik, dan nyata.
5) Gunakan seminimal mungkin kata-kata yang tidak penting. Temukan
cara yang baik untuk mengambarkan inti tulisan sehingga orang lain
mudah mengerti.
6) Tulislah kalimat dengan kurang dari 20 kata dan masukkan satu ide
dalam setiap kalimat. Lalu tulis kalimat yang penting dan jadikan isu
utama.
7) Berikan pembaca sebuah petunjuk, konsisten penggunaan istilah,
dan pesan.
8) Aturlah isi tulisan secara sistematis.
9) Gunakan perangkat untuk mempermudah pembaca
10) Focus komunikasi harus didefinisikan sacara jelas.
b. Komunikasi secara langsung/verbal
Tujuan komunikasi verbal adalah assertiveness. Perilaku asertif
(assertiveness) adalah suatu cara komunikasi yang memberikan
kesempatan bagi indifidu untuk mengespresikan perasaannya secara
langsung, jujur, dan dengan cara yang sesuai tanpa menyinggung
perasaan lawan bicara (Suarli dan Yanyan, 2011).
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan dalam
bentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal dapat terjadi secara
langsung atau tatap muka dan tidak langsung atau melalui telepon,
telekonferen, tulisan, dan lain-lain. Komunikasi verbal dalam bentuk
tulisan dapat berupa dokumentasi asuhan keperawatan, catatan-catatan,
pengumuman, tugas tertulis, berita-berita di surat kabar (Hajriani, 2013).
c. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal merupakan penyampaian kode nonverbal
yaitu suatu proses pemindahan atau pesan tanpa menggunakan kata-
kata (Abdul & dkk, 2014).
Ada beberapa hal kunci dalam komunikasi nonverbal yang dapat
terjadi tanpa atau dengan komunikasi nonverbal yaitu (Suarli dan Yanyan,
2011).
1) Lingkungan : tempat dimana komunikasi dilaksanakan merupakan
bagian penting pada proses komunikasi.
2) Penampilan : pemakaian pakaian, dan sesuatu yang menarik
merupakan bagian dari komunikasi nonverbal yang perlu diidentifikasi.
3) Kontak mata : kontak mata bermakna kesediaan seseorang untuk
berkomunikas.
4) Postur tubuh dan gerakan (gesture) : bobot suatu pesan bisa
ditingkatkan dengan orang yang menunjukkan telunjuknya, berdiri
atau duduk.
5) Ekspresi wajah : komunikasi yang efektik memerlukan respon wajah
yang setuju terhadap pesan yang disampaikan.
6) Suara, intonasi, isi (volume) dan refleksi : cara tersebut menandakan
bahwa pesan dapat ditransper dengan baik.
C. Kerangka Konsep

Komunikasi Perawat Kepuasan anak

Keterangan :

: Variabel Independen

:Variabel Dependen
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Indepedendence variable)
Variabel bebas atau Indepedendence variable merupakan sebab
yang diperkirakan dari beberapa perubahan dalam variable terkait (Rob-bins,
2009 : 23), biasanya di notasikan dengan symbol X. Dengan kata lain,
variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variable terkait ( Juliansyah, 2017). Dalam
penelitian ini variabel independen adalah komunikasi perawat.
2. Variable Terkait (Dependent Variable)
Variable terkait atau Dependent variable merupakan factor utama
yang ingin di jelaskan dan di prediksikan dan di pengaruhi oleh beberapa
faktor lain (Robbins, 2009 :32), biasa dinotifikasikan dengan Y. Dengan kata
lain, variable terkait inilah yang sebaiknya kita kupas tuntas pada latar
belakang penelitian ( Juliansyah, 2017). Dalam penelitian ini variabel
dependen adalah kepuasan anak.
E. Defenisi Oprasional
1. Variabel Dependen
Kepuasan Pasien adalah ungkapan perasaan senang maupun
kecewa.
Untuk mengetahui Koesioner skala yang digunakan adalah skala
Guttman.
a. Baik : Jika jawaban responden >5
b. Tidak Baik : Jika jawaban responden ≤
2. Variabel Independen
Komunikasi Perwat adalah kemampuan atau keterampilan perawat
untuk menyelesaikan/berkomunikasi masalah pasien.
c. Baik : Jika nilai jawaban responden >5
d. Tidak Baik : Jika nilai jawaban responden ≤
F. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis alternatif (Ha)
Ada hubungan komunikasi perawat dengan kepuasan anak di ruang rawat
inap dahlia RSUD Sawerigading Palopo Tahun 2018.
2. Hipotesis nol (Ho)
Tidak ada hubungan komunikasi perawat dengan kepuasan anak di ruang
rawat inap dahlia RSUD Sawerigading Palopo Tahun 2018.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti
untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya
penelitian. Desain penelitian di tetapkan beberapa tujuan dan hipotesis
penelitian. Jika suatu penelitian bertujuan mengetahui efektifitas atau intervensi
keperawatan terhadap peningkatan derajat, kesehatan pasien, maka desain
yang paling tepat adalah eksperimen (Dharma, 2011).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah RSUD Sawerigading Palopo.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama tahun 2018.
C. Populasi
Populasi adalah semua objek yang menjadi sasaran pengamatan (Astuti,
2015).
Populasi penelitian adalah seluruh subyek yang berada pada obyek atau
lokasi penelitian, yaitu seluruh subyek yang terdiri dari unsur pimpinan dinas
sebanyak 24 orang atau unsur staf dinas sebanyak 200 orang (tesi, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak yang berada pada ruangan
rawat inap RSUD Sawerigading Palopo.
D. Sampel
Sample adalah bagian dari populasi yang di ambil untuk di jadikan objek
pengembangan langsung dan dijadikan dasar dalam penarikan kesimpulan
mengenai populasi (Astuti, 2015). Sampel penelitian ini dipilih sebagai
responden semua anak yang berada di ruang rawat inap dahlia RSUD
Sawerigading Palopo.
E. Instrumen Penelitian
Koesioner adalah suatu bentuk atau dokumen yang berisi beberapa item
pertanyaan atau pertanyaan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator suatu
variable. Koesioner pada dasarnya diberikan untuk mengetahui respon subjek
terhadap setiap item pertanyaan dengan cara meminta subjek menuliskan
responnya terhadap setiap pertanyaan tersebut. Kuesioner selalu dibuat secara
transtruktur berdasarkan indicator-indikator dan dimensi dari variable penelitian.
Respon subjek terhadap item pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dapat
dikuantifikasikan atau dibuat scoring/penelitian. Scoring dalam kuesioner
berbeda-beda sesuai dengan skala yang digunakan peneliti pada kuesioner.
Terdapat beberapa skala kuesioner antara lain skala likert, skala guttman, visual
analog scole (Kelana, 2012).
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner sebagai
alat pengumpulan data. Dengan menggunakan skala Guttman dimana tipe-tipe
jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0.
F. Teknik Pengelolaan Data

Proses pengolahan data meliputi (Maulivitasari, 2013).

1. Editing
Editing adalah memeriksa kembali semua data yang telah
dikumpulkan melalui kuisioner. Hal ini untuk mengecek kembali apakah
semua kuisioner telah diisi dan bila ada ketidakcocokan, meminta
responden yang sama untuk mengisi kembali data yang kosong .
2. Coding
Coding adalah memberikan kode jawaban secara angka atau
kode tertentu sehingga lebih mudah dan sederhana. Responden memilih
jawaban yang disediakan dengan cara memberikan tanda check (  )
pada jawaban yang dipilih.
3. Entry Data
Entry Data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan
kedalam master tabel atau data base komputer, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana.
4. Tabulating
a. Transfering
Memindahkan jawaban atau kode tertentu ke dalam suatu
media misalnya master tabel .
b. Skoring
Setelah data terkumpul, pengolahan data dilakukan dengan
pemberian skor penilaian. Skoring ini dilakukan setelah semua
jawaban terkumpul. Untuk rata-rata jawaban responden dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Notoadmodjo, 2010):

x 
xi
n
Keterangan

x = Rata-rata jawaban responden

 xi = Jumlah bobot jawaban responden

n = Jumlah responden
5. Cleaning Data
Cleaning data yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan
kembali data masuk. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah
ada kesalahan ketika pemasukan data.
G. Analisa Data
1. Analisa univariat
Menganalisis variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan
menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui
karakteristik dari subyek penelitian.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat berfungsi untuk mengetahui hubungan antara variable
depanden dengan independen. Analisis yang digunakan untuk menguji
hipotesis dengan menentukan hubungan variabel bebas dan variabel terikat
melalui Uji Statistik Chi-Square jika memenuhi syarat. Rumus Uji Statistik
Chi-square sebagai berikut :

( fo  fh) 2
X 
2

fh
Keterangan :
2
X : Chi-Square
fo : frekuensi observasi
fh : frekuensi harapan
Proses pengujian Chi – Square adalah dengan membandingkan
frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (eskpektasi).
Untuk melihat kemaknaan perhitungan statistik antara variabel bebas dan
variabel terikat digunakan tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai p yang didapat
lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis alternatif yang diajukan diterima yang
berarti antara dua variabel (bebas dan terikat) yang diteliti mempunyai
hubungan yang bermakna. Sedangkan jika nilai p lebih besar dari 0,05 maka
hipotesis alternatif yang diajukan gagal diterima yang berarti bahwa antara
dua variabel (bebas dan terikat) yang diteliti tidak mempunyai hubungan
yang bermakna (Maulivitasari, 2013).

H. Etika Penelitian
Etika berasal dari bahasa yunani Ethos (tunggal) atau Etha (jamak) yang
artinya adat, kebiasaan, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Dalam bahasa latin etika berasal dari kata mos (tunggal) atau mores (jamak),
yang artinya kebiasaan, adat, norma etis yang berlaku (Soekidjo, 2012).
Di indonesia standar etika penelitian kesehatan yang melibatkan manusia
sebagai subjek didasarkan pada asas perikemanusiaan yang merupakan salah
satu dasar falsafah bangsa indonesia, pancasila. Hal ini kemudian di atur dalam
UU Kesehatan No.23/1992 dan lebih lanjut diatur dalam PP No.39/1995 tentang
penelitian dan pengembangan kesehatan. Dengan demikian, semua penelitian
yang menyangkut manusia harus didasarkan oleh moral dan etika pancasila,
disamping pedoman etika penelitian yang telah disetujui secara internasional
(Arif, 2011).

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik


meliputi:
1. Informed Consent. Sebelum informed consent ditanda tangani oleh semua
partisipan, peneliti menjelaskan : tujuan riset, manfaatnya bagi subjek, sifat
partisipasi (suka rela), kerahasiaan data, apa yang terjadi selama penelitian
berlangsung. Prinsip ini tertuang dalam informed consent yaitu persetujuan
untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan
penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan
pelaksanaan penelitian.
2. Anonimity.Untuk menjamin kerahasiaan subjek penelitian tidak
mencamtumkan nama mereka (Anonimity). Data akan disimpan dengan
nama kode khusus. Nama subjek hanya diketahui oleh peneliti atau masing-
masing subjek bila mereka menginginkannya.
3. Confidentiality. Kepada subjek juga disampaikan bahwa segala informasi
yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya (Confidentiality) hanya akan
diketahui oleh kelompok tertentu saja informasi tersebut akan peneliti sajikan,
utamanya dilaporkan pada hasil riset. Setelah mereka setuju untuk
berpartisipasi dalam riset ini, semua partisipan diberitahu bahwa mereka
tetap dapat saja mengundurkan diri dari penelitian kapan pun mereka
menghendaki. Responden juga diberi tahu jika selama proses pengumpulan
data menyebabkan ketidaknyamanan emosional atau stres, mereka dapat
langsung menghentikan saat itu juga.Tujuan penelitian harus etik, dalam arti
hak responden dan yang lainnya harus dilindungi (Yuliana, 2015).

Anda mungkin juga menyukai