Anda di halaman 1dari 2

URGENSI PANCASILA

 Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara Republik Indonesia
seperti tercantum dalam alenia ke keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran,
kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang
mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
 Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional
(Sidiknas) Pasal 2 dan Pasal 3 dikatakan bahwa: “Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan
sumber hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar
secara objektif Pancasila merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita
hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak
bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan
diabstraksikan oleh para pendiri negara ini menjadi lima sila yang ditetapkan secara
yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia.
 Hal ini sangat disayangkan padahal Pancasila yang merupakan hasil jerih payah pendiri bangsa
Indonesia dalam membangun bangsa ini dari belenggu penjajahan. Proses perumusan Pancasila
pada saat itupun banyak melibatkan perjuangan kalangan cendekiawan Muslim dalam
membangun konsensus kesadaran nasional sebagai identitas jati diri dan alat pemersatu
bangsa. Adalah menarik untuk menelaah pesan-pesan dari Prof. Kasman Singodimejo, seorang
Intelektual Muslim, tokoh Muhammadiyah, panglima perang mujahid yang kenyang keluar
masuk penjara zaman Belanda dan Orde Lama. Dari ruangan tahanan penjara rezim Orde Lama,
Kasman Singodimejo pernah menuliskan pesan perjuangannya : “Seorang Muslim harus terus
berjuang terus, betapaun keadaannya lebih sulit daripada sebelumnya. Adapun kesulitan-
kesulitan itu tidak membebaskan seorang muslim untuk berjuang terus, bahkan ia harus
berjuang lebih gigih daripada waktu lampau, dengan strategi tertentu, dan taktik yang lebih
tepat dan sesuai. Pengalaman-pengalaman yang telah dialami hendaknya menjadi pelajaran
yang akan memberi hikmah dan manfaat kepadanya. Tidak usah seorang Muslim berkecil hati.
Tidak usah ia merasa perjuangannya yang lampau itu tlah gagal, hanya memang belum sampai
pada maksud dan tujuannya. Perjuangan tengku Umar, Imam Bonjol, Diponegoro, HOS
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan lainnya itupun tidak gagal, hanya belum sampai tujuannya.
Oleh sebab itu, Muslimin yang masih hidup sekarang ini harus meneruskan perjuangan Islam itu,
dengan bertitik tolak kepada keadaan (situasi) dan fakta-fakta yang kini ada, dengan gaya atau
semangat baru, setidak-tidaknya “to make the best of it,” menuju kepada baldatun “tayiba-tun
wa rabbun gafur,” yakni suatu negara yang diampuni dan diridhai Allah : Adil, makmur, aman,
sentausa, tertib, teratur, bahagia, damai.[5]

 Menurut Al-Ghazali, masalah yang paling besar adalah rusaknya pemikiran dan diri kaum Muslim
yang berkaitan tentang aqidah dan kemasyarakatan. Al Ghazali lebih menfokuskan usahanya
untuk membersihkan masyarakat Muslim dari berbagai penyakit yang menggerogotinya dari
dalam dan pentingnya mempersiapakan muslim agar mampu mengemban risalah Islam kembali
sehingga dakwah Islam merambah seluruh pelosok bumi dan pilar-pilar iman dan kedamaian
dapat tegak dan Kokoh.
 Sejak terjadinya gerakan reformasi pada Tahun 1998, Pancasila mengalami ujian
berat khususnya dalam masalah nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Menurut
pandangan Islam bahwa teori dan praktek Demokrasi Pancasila hanya dapat diterima
jika warna pencelupannya sesuai dengan pencelupan Pancasila, yaitu menurut celupan
Allah yang ber-Ke Tuhanan Yang Maha Esa itu. Untuk mengenal celupan dari Allah
SWT, orang bebas mempergunakan ilmu dari Barat-kah atau dari Timur-kah, tetapi
setiap teori tentang masyarakat, bangsa dan Negara, tentang kebudayaan yang
normative, hukum dan kesusilaan, tentang agama dan filsafat, yang coraknya datang
dari jiwa Atheisme, Politheisme, Communisme dan jiwa munafik wajib ditolak
seluruhnya, demikian menurut Prof. Dr. Hazairin SH. Dalam bukunya Demokrasi
Pancasila Th. 1985.
 Nabi Muhammad Rasulullah bersabda : ”antum a’lamu biumuuri dunyakum”, kamu lebih
menget`hui urusan duniamu”. Meskipun urusan dunia yang dianggap lebih tahu adalah
manusia, bukan berarti mutlak dari manusia untuk manusia. Islam memberikan
kesempatan manusia untuk bersikap kritis. Bukan jatuh kepada paham liberalisme,
hidonisme, sekularisme, kapitaisme, atheisme, polytheisme, tetapi harus tetap pada
paham monotheisme, yaitu paham yang menganut kepada Tuhan yang satu, Ketuhanan
Yang Maha Esa sebagaimana sila pertama dalam Pancasila.
 firman Allah ”Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari dua golongan itu berbuat aniaya
terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu
sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah.....Karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (Al
Qur’an surat Al Hujurat 9-10)
 Sebab makiin maju kesejahteraan hidup bangsa Indonesia, makin sejahtera pula
kehidupan umat Islam di Indonesia. Karena umat Islam adalah mayoritas, maka
keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia berarti keberhasilan umat Islam
Indonesia.
 Sila pertama Ke Tuhanan Yang Maha Esa, sangat memberikan pemahaman bagi
bangsa bahwa sila pertama Pancasila merupakan rujukannya adalah dalil naqli dari Al
Qur’an surat Al Ikhlas ayat 1 (satu) ”Qulhuwallahu Ahad”, katakan Muhammad bahwa
dia Allah Tuhan Yang Maha Esa. Dan ini adalah theologi Islam, kebenaran sila pertama
Pancasila sebagai rujukan tersebut tidak terbantahkan oleh pemeluk agama-agama
lain.

Anda mungkin juga menyukai