Anda di halaman 1dari 7

Etiologi

Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau toksin
melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan atau minuman yang
terkontaminasi kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat melalui
jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi. Mikroorganisme penyebab diare
akut karena infeksi seperti dibawah ini.

Tabel 2. Kuman penyebab diare akut karena infeksi


VIRUS BAKTERI PROTOZOA
Rotavirus Shigella Giardia Lamblia
Norwalk virus Salmonella Entamoeba
Enteric adenovirus Campylobacter Histolytica
Calicivirus Eschersia Cryptosporidium
Astrovirus Yersinina
Small round Clostridium
virusses difficile
Coronavirus Staphylococcus
cytomegalovirus aureus
Bacillus cereus
Vibrio cholerae

Sumber: Depkes RI, 2005

Penyebab diare juga dapat bermacam macam tidak selalu karena infeksi dapat
dikarenakan faktor malabsorbsi seperti malabsorbsi karbohidrat, disakarida
(inteloransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) monosakarida (inteloransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa), Karena faktor makanan basi, beracun, alergi karena
makanan, dan diare karena faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Vila J et al.,
2000).
Etiologi diare akut pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan
tetapi sekarang lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Terdapat 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare. Penyebab utama oleh virus
adalah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus norwalk,
astrovirus, calcivirus, coronavirs, minirotavirus, dan virus bulat kecil (Depkes RI,
2005).

Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa hari (3- 4
hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (selft limiting disease). Penderita akan
sembuh kembali setelah enetrosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru
dan normal serta sudah matang, sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan
serta makanan dengan baik (Depkes RI, 2005).

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah bakteri non
invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam golongan bakteri noninfasif adalah:
Vibrio cholerae, E.colli patogen (EPEC, ETEC, EIEC), sedangkan golongan
bakteri invasif adalah Salmonella sp (Vila J et al., 2000). Diare karena bakteri
invasif dan noninvasif terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut ini: cAMP (cyclic
Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin Monophosphate), Ca
dependet dan pengaturan ulang sitoskeleton (Depkes RI, 2005).
Tabel 3 Kuman penyebab diare akut di RSUP DR kariadi tahun 2000
Kuman %
Enteropathogenic E. Coli 33 %
V. Cholera Ogawa 23%
Shigella flexneri 9%
Staphylococcus sp. 9%
Shigella dysentriae 3%
Tak ada pertumbuhan patogen 23%
Total 100%
(Depkes RI, 2005).

Klasifikasi Diare (1,3,9,10)

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen
biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi
cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik
terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam
lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin
yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu,
asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal
seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri
atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel
disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu


tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan
perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi


penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer
fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel.
Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor
antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC)

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli


(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan
perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah
membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi
EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada
jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di
dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel
sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi
serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator
seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan
gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella
dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin
adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang
secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera
terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas
adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi
inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida
dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor


neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus
mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.

Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen
kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1
VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT,
neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat
antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.
Daftar Pustaka Etiologi

1. Depkes RI, Direktorat Jendral PPM & PL th 2005, Keputusan Menkes RI no


1216/MENKES/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit
Diare, edisi 4.

2. Vila J, Vargas M, Ruiz J, Corachan M, De Anta MTJ, Gascon J: Quinolon


Resisten in Enterotoxigenic E.colli causing Diarrhea in Travelers to India in
Comparison with other Geographycal Areas. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy June 2000.

Daftar Pustaka Klasifikasi Diare

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
nd
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 edition.
New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious


Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit
Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit
Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.

10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and
Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan
Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.

Anda mungkin juga menyukai