Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pekerja Rumah Sakit mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja


industri lain untuk terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK), karena Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Kemenkes RI, 2010).

Burtanto (2015) mengatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang


terjadi akibat hubungan kerja, penyakit akibat kerja maupun kecelakaan yang terjadi
menuju tempat bekerja. Sedangkan penyakit akibat kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja yang akan berakibat cacat sebagian
maupun cacat total.

Callifornia State Departement Of Industrial Relations menuliskan rata-rata


kecelakaan di rumah sakit menyebabkan 17 hari kerja yang hilang per 100 karyawan
karena kecelakaan. Karyawan yang sering mengalami cedera diantaranya adalah
perawat, karyawan dapur, pemeliharaan alat, cleaning service dan teknisi. Penyakit
yang ditimbulkan antara lain hipertensi, varises, anemia, dermatitis, gangguan
pernapasan dan gangguan pencernaan. (Hasyim,2015)

Rumah Sakit di Indonesia sendiri tidak luput dari kejadian KAK mapupun
PAK. Rumah Sakit Daerah dr. H. Soemarno Sosroatmodjo merupakan salah satu
rumah sakit milik pemerintah yang berlokasi di Kabupaten Bulungan Provinsi
Kalimamtan Utara. Berdasarkan survei pendahuluan di instalasi gawat darurat, dalam

1
kurun waktu 2013-2015 terjadi kasus kegawatdaruratan yang telah ditangani
sebanyak 19.826 kasus dengan tenaga perawat sebanyak 18 orang. Beberapa kasus
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang sering dialami perawat di bagian ini
adalah sakit pinggang, tertusuk jarum suntik, dan tergores pecahan botol .

Tidak hanya Rumah Sakit Daerah dr. H. Soemarno Sosroatmodjo, data


laporan KAK yang tercatat di RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau, Bengkulu,
selama tahun 2016 diketahui 1 kasus kecelakaan kerja terjadi pada bulan Januari, 2
kasus terjadi pada bulan Mei, dan 5 kasus terjadi pada bulan Agustus. 2 kasus
diantaranya dialami oleh perawat. Pada akhir bulan Mei 2017 tercatat 5 kasus
kecelakaan kerja dari bulan Januari hingga Mei.

Sedangkan di Aceh sendiri, berdasarkan hasil wawancara dan pengambilan


data awal bersama ketua Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada Februari 2016 dinyatakan bahwa
saat ini pihak rumah sakit sudah mulai menerapkan Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) sesuai dengan keputusan menteri kesehatan
Republik Indonesia nomor 1087 tahun 2010 namun pelaksanannya belum begitu
optimal.

Pada tahun 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh telah terjadi 19 kasus kecelakan kerja. Rincian kasus yang didapatkan dimana
18 kasus terjadi pada perawat yaitu 13 orang perawat tertusuk jarum, 2 orang terpapar
cairan tubuh, 1 orang terpapar cairan B3 (obat kemoterapi), dan 2 orang terpeleset
sedangkan 1 kasus lainnya terjadi pada petugas pemeliharaan sarana yang terluka
akibat terlepasnya penutup tabung oksigen. Ketua Komite Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) juga meyakini masih banyak kasus-kasus
kecelakaan kerja lainnya yang tidak dilaporkan kepada pihak rumah sakit.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, peneliti merumuskan dua


pokok permasalahan yaitu penyakit akibat kerja pada perawat baik penyakit menular
dan tidak menular, cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat, serta upaya
pencegahan penyakit akibat kerja pada perawat.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pembagian


penyakit akibat kerja, kecelakaaan akibat kerja serta upaya pencegahan penyakit
akibat kerja pada perawat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Penyakit ini artifisial karena timbulnya disebabkan oleh adanya
pekerjaan. Penyakit akibat kerja (Occupational Disease) juga sering disebut penyakit
buatan manusia (man made disease).
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
atau lingkungan kerja termasuk penyakit terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau
lingkungan kerja memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya. PAK
dapat dibedakan kedalam lima golongan utama diantaranya adalah golongan fisika,
golongan kimia, golongan biologi, golongan ergonomi, dan golongan psikososial
(Permenkes, 2016).

1. Penyakit menular dan tidak menular

Dalam menjalankan tugas sebagai perawat, potensi kecelakaan yang sering


terjadi di Rumah Sakit yang dilakukan oleh perawat adalah ketika memasang infus
dan menjahit luka. Biasanya saat pemasangan infus, perawat tertusuk jarum infus dan
terpapar dengan darah pasien yang terjadi karena ketika jarum ditusukkan ke vena,
pasien bergerak dan mengenai jari perawat atau yang melakukan pembendungan pada
pembuluh darah yang akan diinfus.

Oleh sebab itu ketika perawat telah terpapar dengan cairan tubuh pasien
seperti darah dikarenakan perawat tidak melakukan prosedur sesuai dengan SOP yang
sudah ditetapkan dan juga tidak menggunakan APD maka akan adanya kemungkinan
perawat akan terinfeksi penyakit-penyakit menular dari pasien itu sendiri seperti
Hepatitis maupun HIV/AIDS.

4
Penyakit penular yang terjadi karena kerja perawat yaitu :

Media Penularan Penyakit Menular


Cairan darah Hepatitis C, Hepatitis B, HIV/AIDS
Udara Flu menular, TB, SARS
Kontak tubuh Penyakit kulit biasa, radang infeksi
kulit
Mulut (berkontak dengan penularan Radang infeksi perut, Hepatitis A
melalui cairan urine dan kotoran
manusia)

2. Identifikasi Tindakan Perawat yang Menyebabkan Penyakit Akibat Kerja


Perawat

NO Tindakan Potensi Bahaya Pengendalian yang Ada


1. Memasang  Jarum infus (Abocath),  SOP pasang infus
infus  Terpapar darah pasien,  APD : Masker dan
 Tempat tidur rendah Sarung Tangan
 Kontrol tempat tidur  Penggunaan kursi
rusak tempat duduk.
 Perawat tidak
menggunakan APD
2. Menjahit  Gunting,  SOP jahit luka
Luka  Obat Anastesi,  APD : Masker dan
 Jarum Jahit, Sarung Tangan
 Meja tindakan statis  Penggunaan kursi
(tidak bisa dikontrol), tempat duduk.
 Menggunakan tangan

5
untuk menahan tepi luka.
3. Mengambil  Jarum suntik,  APD : Masker dan
Sampel  Tempat tidur rendah, Sarung Tangan
Darah  Perawat tidak pakai
APD.
4. Mengangkat  Tempat tidur rendah,  Meminta bantuan
dan  Posisi waktu petugas Partner.
memindahkan mengangkat janggal.
pasien
5. Melakukan  Cairan tubuh pasien,  SOP Suctioning
Suctioning droplet dari pasien,  APD : Masker dan
 Posisi kerja. Sarung Tangan.
6. Memasang  Cairan tubuh pasien,  SOP pasang kateter
Kateter urine pasien  APD : Sarung Tangan
7. Memberikan  Jarum suntik, terpapar  SOP tindakan
Obat injeksi darah, tidak pakai APD.  APD : Sarung Tangan
8. Melakukan  Pekerjaan cepat dan  SOP bantuan hidup
Resusitasi berulang, dasar (BHD)
Paru  Tempat tindakan tidak  APD : Sarung
punya matras resusitasi, Tangan
 Posisi kerja
membungkung,
 Keluarga pasien ada di
dalam . ruangan
9. Merawat  Darah Pasien,  SOP merawat luka
Luka  Meja tindakan rendah.  APD : Sarung
Tangan, celemek

6
10. Memberi  Memakai jarum suntik,  SOP injeksi
injeksi tidak pakai APD  APD : Sarung
Tangan.
11. Memberikan  Feses  SOP tindakan
obat melalui  APD : Sarung
rectal Tangan.
(Ramdan & Rahman, 2017).

3. Cedera Akibat Kecelakaan Pada Perawat

Adanya resiko ergonomi yang berupa postur janggal yang disebabkan oleh faktor
sarana kerja. Diantaranya tempat tidur pasien yang tidak layak sehingga tidak bisa
diatur tinggi rendahnya tempat tidur sehingga perawat harus membungkuk ketika
melakukan tindakan seperti memasang infus, menjahit luka, injeksi dan lain
sebagainya sehingga menyebabkan musculoskeletal disorder (MSDS), seperti nyeri
otot dan low back pain (LBP).

B. Upaya pencegahan penyakit aibat kerja dalam keperawatan

Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan salah satu penyakit yang


menyebabkan masalah pada kesehatan berkaitan dengan pekerjaan seseorang dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko di sekitarnya (Hasugian, 2017).

Undang-Undang No. 23/1992 pasal 23 menyatakan bahwa tempat kerja wajib


menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki
risiko bahaya pada kesehatan, yaitu dengan menerapkan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit untuk meciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi serta bebas dari
kecelakaan kerja dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktifitas kerja.

7
Semua bentuk intervenis dalam keperawatan kesehatan kerja berdasarkan
konsep pencegahan (Travers &Doughall, 2000, dalam Nies & Swansoms,2000).
Ada 3 level strategi dalam melaksanakan praktek keperawatan kesehatan kerja
(Stanhope & Lancaster,2004).

Tiga level strategi ini dibagi dalam bentuk, yaitu pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier.

1. Pencegahan primer

Pada level pencegahan primer, perawat kesehatan kerja melakukan health


promotion dan pencegahan penyakit (Nies & Swansons, 2004). Melalui pencegahan
primer, bentuk intervensi yang dilakukan perawat adalah melakukan promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit. Perawat kesehatan kerja menggunakan berbagai
metode “ one and one interaction” sebagai strategi mengevaluasi tibulnya risiko
masalah kesehatan dari perilaku pekerja (Roger 2000, daam Nies & Ewen 2001).
Strategi ini dilakukan karena perawat kesehatan kerja setiap hari berinteraksi dengan
pekerja karena berbagai alasan, misalnya saat melakukan pengakajian, pelayanan
terhadapekerja yang sakit, mengalami kecelakaan, serta melakukan surveillence.

2. Pencegahan sekunder

Upaya pencegahan sekunder yang dilakukan OHN diberikan melalui berbagai


strategi yaitu pelayanan keperawatan langsung (direct care) untuk kasus penyakit akut
dan kecelakaan serta upaya untuk menemukan penyakit sejak awwal, dan intervensi
lebih dini untuk mengurangi risiko timbulnya kecacatan bagi pekerja.

Bentuk intervensi yang dilakukan leh perawat kesehatan kerja adalah skreening
kesehatan, pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan kesehatan secara berkala, dengan
cara yang relatif mudah dan biaya yang minimal. Skrening kesehatan berupa
pemeriksaan kesehatan mata, deteksi dini penyakit kanker, tekanan darah tinggi, serta
pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi timbulnya oenyakit diabetes mellitus.

8
Pencegahan sekunder yang diberikan perawat kesehatan kerja juga bberupa
penempatan ulang atau evaluasi dan rotasi kerja terhadap pekerja dari satu unit kerja
ke unit lain, sehingga pekerja memperoleh situassi yang baru, tidak merassa
kejenuhan dengan situasi kerja yang lama (Nies & Ewen, 2011)

a. Pengendalian melului perundang-undangan


1. UU No. 14 tahun 1996 tentang ketentuan-tentuan pokok petugas
kesehatan dan non kesehatan.
2. UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
3. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
4. Peraturan menteri kesehatan tentang hygiene dan sinitasi lingkungan
dalam peraturan menteri kesehatan nomor 1906 tahun 2011.
5. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam peraturan
pemerintah republik indonesia nomor 74 tahun 2001 .
6. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dalam peraturan
pemerintah republik indonesia nomor 101 tahun 2014.

b. Pengendalian melalui administrasi/organisasi (Adminitrative control)


1. Penerimaan tenaga medis yang memenuhi syarat antara lain, yaitu para
medis dan tenaga non medis meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat
kesehatan.
2. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift.
3. Menyusun prosedur kerja tetap (standard operating procedure) untuk
masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan erhadap
pelaksanaanya.
4. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedure) terutama
untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan
(boiler, alat-alat radiologi,dll) dan melakukan pengawasan agara
prosedur tersebut dilaksanakan.

9
5. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan
kerja dan mengupayakan pencegahannya.

c. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control)


1. Substitusi dari bahan kimia,alat kerja atau proses kerja.
2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas
kesehatan dan non kesehatan (pengguna alat pelindung).
3. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain.

d. Pengendalian Melalui Jalur Kesehatan ( Medical Control)

Merupakan suatu upaya untuk menemukan gangguan di tempat kerja secara


dini dengan mengenal kecelakaan dan penyakit akibat kerja di setiap unit pelayanan
kesehatan.Pengendalian ini juga untuk mencegah meluasnya gangguan yang sudah
terjadi, baik bagi tenaga kesehatan maupun orang yang ada disekitarnya.

3. Pencegahan tersier

Pada level pencegahan tersier, OHN berperan dalam upaya rehabilitasi status
kesehatan pekerja setelah mengalami sakit yang berat atau masalah kesehatan serius
lainnya. Bentuk intervensinya mengevaluasi status kesehatan pekerja yang baru saja
dirawat di rumah sakit karena mmenderita penyakit tertentu atau mengalami
kecelakaan kerja.

Perawat memonitor status kesehatan pekerja (paska dirawat di RS) saat


pekerja tersebut kembali bekerja.Termasuk mengidentifikasi kebutuhan khusus
pekerja tersebut.Sebagai contoh pekerja yang baru saja dirawati di RS karena
myocardial infraction membutuhkan observasi tekanan darah secara teratus serta
menghindari aktifitass kerja berat seperti mengangkat beban dan mendorong.

10
a. Pemeriksaan Awal

Pemeriksaan awal merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan tepat


sebelum petugas kesehatan dan non kesehatan mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan awal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status kesehatan calon
pekerja dan untuk mengetahui apakah dengan status kesehatan tersebut ia sesuai
dengan posisi jabatan yang akan ditempati.

Pemeriksaan kesehatan awal ini meliputi anamnase umum, anamnase


pekerjaan, penyakit yang pernah diderita, alergi, imunisasi yang pernah didapat,
pemeriksaan badan, pemeriksaan laboratorium rutin, serta pemeriksaan tertentu (
Tuberkulin test dan Psiko test).

b. Pemeriksaan Berkala

Pemeriksaan Berkala merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara


berkala sesuai dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko
kerja, makin singkat jarak waktu yang akan dilakukan untuk pemeriksaan berkala ini.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti


pada pemeriksaan awal dan terkadang juga ditambah dengan pemeriksaan lainnya
sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

c. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan Khusus merupakan pemeriksaan yang dilakukan diluar pemeriksaan


berkala, yaitu pada keadaan diduga terdapat kondisi yang mengganggu kesehatan
para pekerja.Sebagai unit di sektor kesehatan, pengembangan K3 tidak hanya untuk
intern laboratorium kesehatan, tetapi juga memberikan panutan pada masyarakat
pekerja disekitarnya, seperti pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak bagi pekerja dan masyarakat
disekitarnya.

11

Anda mungkin juga menyukai