Anda di halaman 1dari 8

1.

Retina
a. Anatomi
b. Fisiologi
c. Histologi
2. Vaskularisasi mata
3. Retinopati diabetik
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi
d. Faktor resiko
Faktor risiko retinopati diabetik:
1) Lamanya pasien menderita diabetes. Setelah 10 tahun, 60% pasien mengalami
retinopati, dan setelah 15 tahun, 80% pasien mengalami retinopati.
2) Beratnya hiperglikemia. Pasien DM tipe 1 lebih banyak mendapat keuntungan
dari pasien DM tipe 2 dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Peningkatan
HbA1c merupakan faktor risiko kejadian penyakit proliferative.
3) Peningkatan kadar lipid serum
4) Kehamilan
5) Hipertensi
6) Nefropati
7) Lain-lain (merokok, usia, jenis diabetes, inaktivitas fisik, dan penggunaan ACE
inhibitor)

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E.A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014.

e. Klasifikasi
f. Manifestasi klinis
g. Patofisiologi
h. Diagnosis
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM.
1) Orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam
waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan.
2) Penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.
3) Pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap
tahun oleh dokter spesialis mata.
4) Frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan
tanda retinopati progresif.
5) Perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak
trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko
terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima
penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes; 2009.

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui


pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh
American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography.
Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat
dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan
primer. Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography
(OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang
aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan
menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography
bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous
atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula
dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien
diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan
diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa
ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma
akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan
funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan
sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya
pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan
ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada
jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid.
Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh
darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat
cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda
dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta
melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir,
pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai
makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. Diabetes Care.
2010;33(Suppl1):S11-61.

i. Tatalaksana
j. Komplikasi
k. Prognosis
4. Katarak
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Diagnosis
e. Tatalaksana
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat
menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang
menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya
sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin,
agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
 Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. Oftalmologi umum. Bab.20 lensa hal
401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta; 2000.
 Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Tajam penglihatan, kelainan refraksi dan
penglihatan warna hal 72-75. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta; 2007.
 Lang, Gerhard K. Opthalnology, A short Textbook, Penerbit Thieme
Stuttgart, New York, 2000, hal 173-185.
 Kohnen, T. Cataract and Refractive Surgery, Penerbit Springer, Germany,
2005, hal 19.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang
kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL
yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra
capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini
akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak
yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, phacoemulsifikasi.
a. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya
dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal
superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya
pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang
sangat lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi
pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis,
dan perdarahan 2,3,11.
 Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. Oftalmologi umum. Bab.20 lensa
hal 401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta; 2000.
 Titcomb, Lucy C. Understanding Cataract Extraxtion, last update 22
November 2010
 Ocampo, Vicente Victor D, Senile Cataract, 2009, available at
www.emedicine.com/ last update 22 November 2010.
b. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata
dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca
bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang
dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder. 2,3,11
 Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. Oftalmologi umum. Bab.20 lensa
hal 401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta; 2000.
 Titcomb, Lucy C. Understanding Cataract Extraxtion, last update 22
November 2010
 Ocampo, Vicente Victor D, Senile Cataract, 2009, available at
www.emedicine.com/ last update 22 November 2010.
c. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan
digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik,
dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada
katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak
kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun
sekarang lebih sering lensa intra okular fleksibel yang dapat
dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
 Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. Oftalmologi umum. Bab.20 lensa
hal 401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta; 2000.
 Titcomb, Lucy C. Understanding Cataract Extraxtion, last update 22
November 2010
 Ocampo, Vicente Victor D, Senile Cataract, 2009, available at
www.emedicine.com/ last update 22 November 2010.
d. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah ³.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka
penderita memerlukan lensa penggant untuk memfokuskan
penglihatannya dengan cara sebagai berikut:
 kacamata afakia yang tebal lensanya
 lensa kontak
 lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di
dalam mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa
mata asli yang telah diangkat
 Titcomb, Lucy C. Understanding Cataract
Extraxtion, last update 22 November 2010

5. Gangguan refraksi
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Diagnosis

e. Tatalaksana
6. Retinopati hipertensif
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinis
d. Diagnosis
e. Tatalaksana
7. Glaukoma
a. Definisi
b. Etiologi
Pada glaukoma sudut terbuka penyebabnya ialah karena adanya gangguan aliran
keluar aquoues humor akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior dan untuk
galukkoma sudut tertutup disebabkan oleh adanya gangguan akses aqueous humor ke
sistem drainase.
Vaughan & Asbury. Neovascular Glaucoma In General Opthalmology, 17Ed, 2016: 212 -
227.

c. Manifestasi klinis
d. Diagnosis
e. Tatalaksana
8. Hubungan usia dengan gangguan penglihatan

9. Patofisiologi bintik hitam yang bergerak-gerak


10. Apakah terdapat hubungan katarak dengan keluhan pasien?
11. Komplikasi diabetes dan hipertensi pada mata
Diabetes dapat menyebabkan kerusakan pada mata, seperti katarak, penurunan status
refraksi, dan bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Di Amerika, DM menjadi penyebab
kebutaan pada usia antara 20-74 tahun. Kebutaan ini merupakan progress dari retinopati
diabetik dan macular edema. Sedangkan hipertensi dapat menyebabkan retinopati
hipertensi.

Isselbacher. dkk. 2012. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih BahasaAsdie Ahmad
H Edisi, 13. Jakarta : EGC. p 223
Bradford, Cynthia. Basic Ophthalmology : Ocular Manifestations of Systemic Disease. 7th edition.
United State of America : American Academy of Ophthalmology; 2011. p.129-143

12. Interpretasi hasil data tambahan

Anda mungkin juga menyukai