Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

DI RUANG INSTENSIF CARDIO CARE UNIT (ICCU)

DI RS MARGONO SOEKARJO

DISUSUN OLEH :

ADI NURROHMAN MAJID

P1337420216021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE

1. Definisi
Udjianti (2010) menyatakan bahwa gagal jantung merupakan
keadaan dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah
untuk mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen sel–sel tubuh secara
adekuat sehingga mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
yang berfungsi untuk menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan keseluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal.
Sedangkan menurut Kasron (2016) gagal jantung adalah suatu
keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung
gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri. Wijaya dan Putri (2013) menyatakan
bahwa gagal jantung adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai
pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak
cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa CHF adalah
ketidakmampuan jantung yang adekuat untuk memompa darah ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi serta metabolisme jaringan tubuh.
2. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menjadi 4 berdasarkan kapasitas fungsional
(NYHA) yaitu: kelas I, kelas II, kelas III, kelas IV (PERKI, 2015).
a. Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
b. Kelas II
Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
c. Kelas III
Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.
d. Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

3. Etiologi
Kasron (2016) menyatakan terdapat 6 faktor etiologi pada gagal jantung, yaitu:
kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal,
peradangan dan penyakit miokardium deegeneratif, penyakit jantung lain, dan faktor
sistemik.
a. Kelaianan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrophi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlihat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium,
perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia
dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Kasron (2016), tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya
volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, tetapi manifestasi kongesti
dan berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel.
a. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu :
1) Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas. Dapat terjadi ortopneu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada
malam hari yang dinamakaan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).
2) Batuk
3) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuatan sisa hasil
katabolisme juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
4) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
5) Sianosis
b. Gagal jantung kanan
1) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
2) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
4) Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
5) Nokturia
6) Kelemahan
5. Patofisiologi
Wijaya dan Putri (2013), menjelaskan patofisiologi gagal jantung antara lain :

a. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
kardiak output dan meningkatkan volume ventrikel.
Dengan meningkatnya Volume Akhir Diastolik Ventrikel atau End-Diastolic
Volume (EDV) akan terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri atau Left
End-Diastolic Volume (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV, maka terjadi pula
peningkatan tekan atrium atau Left Atrium Pressure (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi
edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
b. Respon kompensatorik
1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik
Menurunnya kardik output akan meningkatkan aktivitas adrenergik simpatik
yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan
meningkat untuk menambah cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi
arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya,
seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan ke otak dapat dipertahankan.
Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang
selanjutnya akan menambah kekuatan kontraksi.
2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA)
Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatnya
volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan
menambah kontrakbilitas miokardium

3) Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi
miokardium akan bertambah tebalnya dinding.
4) Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada akhirnya
dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan
memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung yang dimaksud untuk
meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paru-
paru dan vena sistemik dan edema, fase kontraksi arteri dan redsitribusi aliran
darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena
menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang
dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga menyebabkan
beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban
akhir juga meningkat kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan
kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi
adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika
kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemi
miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal
jantung yang berulang.

6. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2013), komplikasi pada gagal jantung yaitu:
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
b. Syok kardiogenik
Stadium dari gagal jantung kiri, kongestive akibat penurunan curah jantung
dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak)
c. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkuasi dengan
aktivitas trombosit dapat menyumbat pembuluh darah

d. Efusi perikardial dan tamponade jantung


Masuknya cairan ke kantung perikardium, cairan dapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik vena ke
jantung ke tamponade jantung.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Kasron (2016) menjelaskan bahwa pemeriksaan diagnostik pada gagal jantung
dapat dilakukan melalui pemeriksan: elektokardiogram (EKG), tes laboratorium darah,
dan radiologis.
a. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
b. Tes Laboratorium Darah
1) Enzim hepar : Meningkat dalam gagal jantung atau kongesti.
2) Elektrolit : Kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,
penurunan fungsi ginjal.
3) Oksimetri Nadi : Kemungkinan situasi oksigen rendah.
4) AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkstan PCO2.
5) Albumin : Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein.
c. Radiologis
Senogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik perubahan
dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.
1) Scan Jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakkan
dinding.
2) Rontgen dada : Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh
darah atau peningkatan tekanan pulmonal.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gagal jantung berdasarkan kelas NYHA :
a. Kelas 1 : Non Farmakologi, meliputi : diet rendah garam, batasi cairan,
menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktivitas fisik,
manajemen stress.
b. Kelas II, III : Terapi pengobatan, meliputi : diuretik, vasodilator, ace inhibator,
digitalis, dopamineroik, oksigen.
c. Kelas IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ace inhibator, seumur hidup.

Menurut Kasron (2016) Pentalaksanaan CHF meliputi : non farmakologis,


farmakologis dan pendidikan kesehatan.
a. Non Farmakologis
1) CHF Kronik
a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
b) Diet pembatasan natrium (4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
c) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena
efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
d) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari).
e) Olahraga secara teratur.
2) CHF akut
a) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
b) Pembatasan cairan (<1,5/hari).
b. Farmakologis
Tujuan : untuk mengurangi afterload dan preload
1) First line drugs; diuretic
Tujuan : mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi
kongesti pulmonal pada disfungsi diastolik.
Obatnya adalah : thiazide diuretik untuk CHF sedang, loop diuretik, metolazon
(kombinasi dari loop diuretic untuk meingkatkan pengeluaran cairan), Kalium-
Sparing diuretic.
2) Second Line drugs; ACE inhibator
Tujuan : membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.
Obatnya adalah :
a) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi
b) Hidralazin : menurunkan afterload pada disfungsi sistolik
c) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistoli, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik
d) Calcium Channel Blocker : untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian ventrikel (tidak dipakai untuk CHF kronik)
e) Beta blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR,
mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertrofi venrikel kiri.
c. Pendidikan Kesehatan
1) Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit
dan penanganannya
2) Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
3) Diet yang sesuai untuk lansia CHF; pemberian makanan tambahan yang
banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk dan lain-lain.
4) Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan
bantuan terapis.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2009) pengkajian yang dilakukan pada pasien gagal jantung
kongestif antara lain :
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang paling sering pasien rasakan meliputi dispnea, kelemahan fisik
dan edema sistemik.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dengan CHF mengatakan dispnea, ortopnea, dispnea, nokturnal
paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada riwayat nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, diabetes
mellitus dan hiperlipidemia
2. Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen
3. Perencanaan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien


dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang
diinginkan dalam hasil yang diharapkan.

4. Implementasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, A. S. & Putri, Y. M. (2013). KMB 1: Keperawatan medikal bedah:

(Keperawatan dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.

Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler.

Jakarta : Salemba Medika.

Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Trans

Info Media.

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes

Classification (NOC) pengukuran outcomes kesehatan. Edisi kelima

(Edisi Bahasa Indonesia). Terjemahan oleh Nurjannah, I. & Roxsana, D.

T. 2016. Yogyakarta: Mocomedia.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S.(2015). Diagnosa Keperawatan Definisi &

Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Terjemahan oleh Keliat, B. A., Heni, D.

W., Akemat, P., & M. Arsyad S. 2015. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai