Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanggal 1 Juni 1945 disebut sebagai tanggal lahirnya Pancasila. Hal tersebut
berasal dari pidato Ir.Soekarno di hadapan para anggota Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lima dasar/sila yang beliau
ajukan beliau namakan sebagai filosofische grondslag. Pancasila yang disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan dasar filsafat Negara Republik
Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yaitu : Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan. Dalam kenyataannya secara
objektif Pancasila telah dimilki oleh Bangsa Indonesia melalui suatu proses sejarah
yang cukup panjang yaitu sejak zaman kerajan-kerajaan pada abad ke IV, ke V
kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII,
yaitu ketika munculnya kerajaan Kutai di Kalimantan, Sriwijaya di Palembang,
kerajaan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Dalam konteks relevansi Pancasila di masa sekarang ini, harus dibedakan antara
Pancasila sebagai pandangan hidup (falsafah) bangsa, Pancasila sebagai ideologi,
maupun Pancasila sebagai dasar negara. Kerancuan dan perbedaan persepsi yang
berkembang di masyarakat tidak terlepas dari perbedaan pemahaman tentang tatanan
nilai dalam kehidupan bernegara yang belum berjalan secara sinergis, yaitu antara
nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
Berdasarkan pemahaman tersebut, jika sebagian masyarakat bingung dan
mempertanyakan apakah masih relevan membicarakan Pancasila, maka yang perlu
dikaji adalah dua nilai terakhir tersebut, karena Pancasila bisa berubah bentuk
aktualisasi maupun implementasinya oleh pemerintah yang berkuasa. Sedangkan
perenungan tentang falsafah adalah final, artinya nilai dasar yang terkandung dalam
Pansasila adalah sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan lagi, karena Pancasila
merupakan tujuan keseluruhan yang diinginkan dan diupayakan bangsa Indonesia.
Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi dan
menghilangkan, dengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus, krisis
yang berkepanjangan di segala bidang kehidupan, serta menata kembali ke arah
kondisi yang lebih baik atas sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang telah
hancur, menuju Indonesia baru. Namun, arah tujuan reformasi kini tidak jelas
untungnya. Meskipun secara birokratis rezim Orde Baru telah tumbang, tetapi
mentalitas Orde Baru masih nampak di sana-sini. Sebagai sebuah ideologi, Pancasila
bisa bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan
ditinggalkan oleh pendukungnya bergantung pada daya tahan ideologi tersebut.
Makna serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan, sehingga
gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan
reformasi juga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu sendiri. Hal tersebut
terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat yang mengatasnamakan gerakan
reformasi, tetapi justru melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna
reformasi itu sendiri, misalnya pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu
instansi atau lembaga (baik negeri maupun swasta), memaksa untuk mengganti
pejabat dalam suatu instansi, melakukan perusakan, bahkan yang paling
memprihatinkan adalah melakukan pengerahan massa dengan merusak dan
membakar toko-toko, pusat-pusat kegiatan ekonomi, kantor instansi pemerintah,
fasilitas umum, kantor pos, dan kantor bank yang disertai dengan penjarahan dan
penganiayaan. Oleh karena itu, makna reformasi itu harus benar-benar diletakkan
dalam pengertian yang sebenarnya, sehingga agenda reformasi itu benar-benar sesuai
dengan tujuannya.
B. Rumusan Masalah
Orde Baru secara harfiah merupakan masa baru yang menggantikan masa
kekuasaan Orde Lama. Namun secara politis, Orde Baru merupakan masa
untuk mengembangkan negara Republik Indonesia ke dalam sebuah tatanan
yang sesuai dengan haluan negara sebagaimana yang terdapat dalam Undang-
Undang Dasar 1945 serta falsafah negara (Pancasila) secara murni dan
konsekuen. Pada awal masa ini, muncul harapan besar akan dimulainya suatu
proses demokratisasi. Orde Baru mencoba membangun antitesa terhadap
paradigma Orde Lama, dengan mengurangi keterlibatan politik rakyat, atau
yang disebut dengan depolitisasi.
Orde Baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul
berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah
menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan.
Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa
yang terjadi pada masa Orde Lama, yaitu Pancasila tetap dijadikan sebagai alat
pembenar rezim otoritarian baru di bawah kepemimpinan presiden.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru selalu
didasarkan pada alasan pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebenarnya terjadi hanyalah upaya untuk mempertahankan kekuasaan Presiden
Soeharto dan kroni-kroninya. Hal tersebut mengandung arti bahwa demokrasi
yang dijalankan pemerintahan Orde Baru bukanlah demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Kekuasaan sentralistik yang
digunakan oleh pemerintah menunjukkan berbagai akibat di akhir
pemerintahan Orde Baru.
Pemerintahan Orde Baru memang merupakan pemerintahan yang
berjalan di atas hukum. Hukum yang dimaksudkan adalah hukum yang
dijadikan pemerintah untuk melakukan apa yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan. Hukum yang dijadikan sebagai alat untuk mengontrol sebuah
pemerintahan yang dilakukan oleh rakyatnya. Namun, hal itu tidak sepenuhnya
diberlakukan, karena masa ini kekuatan militer sangatlah tinggi. Sehingga
hukum pada masa ini hanya dijadikan sebagai legitimasi untuk memperlama
kekuaaan rezim Orde Baru. Hasilnya, rakyat seakan-akan merasa sangat takut
untuk berurusan dengan aparat penegak hukum, karena apabila mereka
berurusan dengan penegak hukum dapat dipastikan bahwa mereka berada di
pihak yang bersalah. Hal ini dikarenakan pada masa Orde Baru, sesuatu hal
yang tidak sependapat dengan pemerintah, maka dianggap salah dan harus
berhadapaan dengan para aparat penegak hukum pada masa itu.
Seperti rezim otoriter pada umumnya, ideologi sangat diperlukan Orde
Baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara.
Sehingga Pancasila kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga
membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu,
Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri
masyarakat Indonesia untuk memberikan legitimasi atas segala tindakan
pemerintah yang berkuasa. Adapun dalam pelaksanaannya, upaya
indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari
pengkulturan Pancasila sampai dengan Penataran P4.
Upaya pengkulturan terhadap Pancasila dilakukan pemerintah Orde Baru
guna memperoleh kontrol sepenuhnya atas Pancasila dan UUD 1945.
Pemerintah Orde Baru menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu
yang keramat sehingga tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran
dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka, serta UUD 1945 sebagai
landasan konstitusi hanya berada di tangan negara. Pengkulturan Pancasila juga
tercermin dari penetapan Hari Kesaktian Pancasila pada tanggal 1 Oktober
sebagai peringatan atas kegagalan G 30 S/PKI dalam upayanya menggantikan
Pancasila dengan ideologi komunis.
Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa
Indonesia yang sangat plural kemudian diseragamkan.Uniformitas menjadi
hasil konkrit dari kebijakan politik pembangunan yang unilateral. Gagasan
mengenai pluralisme tidak mendapatkan tempat untuk didiskusikan secara
intensif. Sebagai puncaknya, pada tahun 1985 seluruh organisasi sosial politik
digiring oleh hukum untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar
filosofis sebagai asas tunggal, dan setiap warga negara yang mengabaikan
Pancasila atau setiap organisasi sosial yang menolak Pancasila sebagai asas
tunggal akan dicap sebagai penghasut atau pengkhianat negara. Dengan
demikian, jelaslah bahwa Orde Baru tidak hanya memonopoli kekuasaan, tetapi
juga memonopoli kebenaran. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda
pendapat dengan negara dalam prakteknya diperlakukan sebagai pelaku tindak
kriminal..
Selain melakukan pengkulturan Pancasila, pemerintah secara formal juga
mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR NO II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di sekolah dan
di masyarakat. Siswa, mahasiswa, organisasi sosial, dan lembaga-lembaga
negara diwajibkan untuk melaksanakan penataran P4. Tujuan dari penataran
P4 antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi
Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan
kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut
maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap
pemerintah Orde Baru. Selain sosialisasi nilai Pancasila dan menerapkan nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran juga
disampaikan pemahaman terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan penataran P4 sendiri menjadi
tanggung jawab dari Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7).
Akan tetapi cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi
generasi muda, akan berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur,
setelah dikemas dalam penataran P4, justru mematikan hati nurani generasi
muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama
disebabkan oleh adanya pendidikan yang doktriner yang tidak disertai dengan
keteladanan yang benar. Setiap hari para pemimpin berpidato dengan selalu
mengucapkan kata-kata Pancasila dan UUD 1945, tetapi dalam kenyataannya
masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan.
Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin
serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara, karena
masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat)
tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin. Atau dengan kata lain
Pancasila hanya digunakan sebagai slogan yang menunjukkan kesetiaan semu
terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.
Kecenderungan Orde Baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin
yang komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai
dan norma. Oleh karena itu, harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara
terpusat. Pada akhirnya, pandangan tersebut bermuara pada keadaan yang
disebut dengan perfeksionisme negara. Negara perfeksionis adalah negara yang
merasa tahu apa yang benar dan apa yang salah bagi masyarakatnya, dan
kemudian melakukan usaha-usaha sistematis agar ‘kebenaran’ yang dipahami
negara itu dapat diberlakukan dalam masyarakatnya. Sehingga muncul
formulasi kebenaran yang menyebutkan bahwa segala sesuatu dianggap
benar apabila hal tersebut sesuai dengan keinginan penguasa. Begitupun
sebaliknya, sesuatu akan dianggap salah apabila bertentangan dengan kehendak
penguasa.
2.5 PANCASILA DALAM PERSPEKTIF REFORMASI
Pada zaman ini, masyarakat sudah mulai maju dan pintar. Dalam
kehidupan mereka sudah diatur oleh norma-norma kerajaan, dan
mereka sudah mulai menerapkan apa yang berlaku di dalam kerajaan
tersebut. Pada zaman ini nilai-nilai Pancasila sudah diterapkan
masyarakat kerajaan terutama Kerajaan Kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial
politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan.
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Berdasarkan apa yang telah di bahas,kita dapat menyadari bahwa Pancasila dapat
terumuskan melalui proses yang tidak mudah. Perjalanan Pancasila dari masa ke masa
membutuhkan perjuangan yang patut kita hargai dan kita jadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari. Pada masa sekarang,kita harus lebih meyakini atau mempercayai,
menghormati, menghargai,menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah
dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila
adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://berlianarblog.wordpress.com/2016/09/27/perkembangan-pancasila-dari-masa-ke-
masa/ Diakses pada 28 Oktober 2018
http://catatantugaskuliah31.blogspot.com/2017/11/makalah-pancasila-dalam-
perjalanan.html Diakses pada 28 Oktober 2018
http://akucintaindonesia-zaylen91.blogspot.com/2011/06/perjalanan-sejarah-pancasila-
dari-lahir.html Diakses pada 28 Oktober 2018
http://fendyi.blogspot.com/2014/04/implementasi-pemikiran-demokrasi-pada.html
http://taufiqurrohim97.blogspot.com/2015/12/makalah-pancasila-pada-masa-orde-
lama.html Diakses tanggal 30 Oktober 2018
https://dindhut.wordpress.com/2014/03/07/sejarah-pemikiran-dan-perkembangan-
pancasila-di-masa-orde-lama-orde-baru-dan-reformasi/ Diakses tanggal 30 Oktober 2018