Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

OLEH :

NI PANDE KETUT NETY ERNAYANTI

18J10180

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
OTITIS MEDIA AKUT

A. Definisi
Otitis media adalah peradangan telinga tengah, atau infeksi telinga
tengah. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustacheus, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (Mediastore, 2009).
Otitis media berdasarkan durasi penyakit dibagi atas akut (<3 minggu),
sub akut( 3-12 minggu) dan kronis (>12 minggu). Sedangkan menurut gejala
klinisnya otitis media terbagi otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa,
otitis media efusi). Masing- masing golongan mempunyai bentuk akut dan
kronis yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = oma) dan otitis
media supuratif kronis (omsk). Begitu pula otitis media serosa terbagi
menjadi otitis media serosa akut (barotraumas = aerotitis) dan otitis media
spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika, otitis
media yang laen ialah otitis media adhesive (Djaafar, 2007).

B. Patofisiologi
Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae,
diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu
diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri,
hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan
karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga
bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan
bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.
Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus).
Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan
pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu
telinga juga akan terasa nyeri.1 Dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskop : pemeriksaan ini dengan cara memasukkan spekulun ke telinga,
dan memancarkan cahaya kedalamnya kemudian pemeriksa dapat melihat
kondisi membran timpani melalu lensa pembesar otoskop. Biasanya,
gendang telinga terihat kemerahan dan terlihat bangunan seperti lubang
pada selaput gendang telinga
2. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya
penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga
3. Timpanogram : tes ini dilakukan untuk mengukur kesesuaian dan
kekakuan membrane timpani
4. Timpanosentesis dan Kultur : Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui
membrane timpani untuk menentukan mikrobiologi, Untuk mengetahui
organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap cairan yang
keluar dari telinga.
5. Tes audiometric : Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui
sensitivitas (mampu mendengar suara) dan perbedaan kata-kata
(kemampuan membedakan bunyi kata-kata), dilaksanakan dengan bantuan
audiometric
6. Tes Rinne : Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Caranya : garputala
digetarkan dan tangkainya diletakkan diprosesus mastoid, setelah tidak
terdengar garputala dipegang didepan telinga kira-kira 2 ½ cm. normalnya
masih terdengar.
7. Tes Weber : Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kanan dan telinga kiri. Caranya : garputala digetarkan dan tangkai
diletakkan di garis tengah kepala. Normalnya bunyi garputala terdengar di
kedua telinga dan tidak dapat dibedakan kearah mana bunyi terdengar
lebih keras.
8. Tes Schwabach : Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Caranya : garputala
digetarkan dan tangkai nya diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi, kemudian diletakkan pada telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal dan begitu sebaliknya. Normalnya pendengaran
hasilnya sama dengan pemeriksa.

D. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme
(Fairbank, 1981).

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga) :


- Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan
dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Pembersihan liang
telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
- Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan
nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke
bagian lain dan kemastoid (Beasles, 1979).
- Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.
Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan
polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan.

2. Penatalaksanaan medis
a. Pemberian antibiotik topical
- Polimiksin B atau polimiksin E
- Neomisin
- Kloramfenikol
b. Pemberian antibiotik sistemik: Pemilihan antibiotik sistemik juga
sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab.
c. Pembedahan
- Mastoidektomi : Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang
mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi.
- Miringoplasti : Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran
timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya
infeksi telinga tengah pada OMK dengan perforasi yang menetap
- Timpanoplasti : Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit
serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran.

E. Komplikasi
Menurut Adam dkk, komplikasi OMSK diklasaifikasikan sebagai berikut :
Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
Komplikasi di telinga dalam :
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf
Komplikasi di ekstrasdural :
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
Komplikasi ke susunan saraf pusat :
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis

F. Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
5. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko otitis media.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
OTITIS MEDIA AKUT
A. Pengkajian
Pengumpulan data
1. Bio-psiko-sosial-spiritual
a. Bernafas
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
b. Makan dan minum
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
c. Eliminasi
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
d. Gerak dan aktivitas
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
e. Istirahat dan tidur
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
f. Kebersihan diri
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
g. Pengaturan suhu tubuh
 Px mengatakan badanya panas, kulit pasien teraba hangat.
h. Rasa nyaman
 Px mengatakan nyeri pada bagian telinganya, nyeri dirasakan
secara tiba-tiba, nyeri seperti tertusuk-tusuk, dan menyebar. Pasien
tampak tidak nyaman, px tampak meringis, px tampak memegang
bagian tubuhnya yang sakit.
i. Rasa aman
 Px mengatakan cemas akan penyakitnya, px tampak gelisah
j. Data social
 Px mengatakan ketajaman pendengarannya menurun, px
mengatakan suarany bergema, px mengatakan ada bunyi letupan
saat dia menguap dan menelan, px mengeluh sulit mendengar suara
dengan jelas, keluarga px mengatakan px sulit mendengar
perkataan orang lain, keluarga px mengatakan px sulit
berkomunikasi dengan orang lain. Px tampak tidak mendengar saat
diajak bicara, px tampak salah mempersepsikan rangsangan, px
tampak kesulitan mendengar, px tampak sulit berkomunikasi,
pasien tampak sulit beradaptasi. Px tidak mau memegang
telinganya, px tampak menarik diri
k. Prestasi dan produktif
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
l. Rekreasi
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
m. Belajar
 Px mengatakan kurang paham akan penyakitnya, px mengatakan
tidak tahu dengan prosedur pengobatan. Px tampak bertanya Tanya
tentang penyakitnya dan pengobatan yang akan diberikan.
n. Ibadah
 Sebelum dan saat pengkajian px mengatakan tidak ada masalah
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran
2) Bangun tubuh
3) Postur tubuh
4) Cara berjalan
5) Gerak motorik
6) Keadaan kulit
7) Gejala cardinal : TD >120/80mmHg
N >100X/mnt
S > 37,5 C
RR > 24X/mnt
b. Kepala
 Tidak ada masalah
c. Mata
 Tidak ada masalah
d. Hidung
 Tidak ada masalah
e. Telinga
 Keluar nanah dari telinga pasien, terdapat tanda tanda infeksi (
kolor,dolor, rubor, tumor, fungsilesia) pada telinga.
f. Mulut
 Tidak ada masalah
g. Leher
 Tidak ada masalah
h. Thorax
 Tidak ada masalah
i. Abdomen
 Tidak ada masalah
j. Genetelia
 Tidak ada masalah
k. Anus
 Tidak ada masalah
l. Ekstremitas
 Tidak ada masalah
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Jumlah WBC > 10000 ul

B. Diagnosa
1. Gangguan persepsi sensori (auditorius) b/d penurunan fungsi pendengaran
d/d pasien mengatakan ketajaman pendengarannya menurun, suaranya
bergema, pasien mengatakan ada bunyi ‘letupan’ saat dia menguap atau
menelan, pasien tampak tidak mendengar saat diajak berbicara, pasien
tampak bingung, pasien tampak salah mempersepsikan rangsangan yang
ada.
2. Resiko tinggi cedera b/d penurunan persepsi sensori (auditorius) dan
keseimbangan tubuh terganggu d/d faktor resiko pasien mengeluh sulit
mendengar suara dengan jelas, pasien mengatakan kepalanya pusing,
pasien tampak kesulitan mendengar, keseimbangan tubuh pasien tampak
terganggu
3. Nyeri akut b/d proses inflamasi pada jaringan telinga tengah d/d pasien
mengatakan nyeri pada bagian telinga tengah, nyeri dirasakan secara tiba-
tiba, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, pasien tampak
meringis, pasien tampak memegang bagian yang sakit, pasien tampak
tidak nyaman, skala nyeri pasien > 3, TTV : TD > 120/80 mmHg, N >
100 X/menit, S > 37,5ºC, RR > 24 x/menit.
4. Hipertermi b/d terganggunya thermostat di hypothalamus d/d pasien
mengatakan badannya panas, suhu tubuh pasien >37,5OC, kulit pasien
teraba hangat.
5. Gangguan komunikasi verbal b/d ketajaman pendengaran menurun d/d
Pasien mengatakan sulit mendengar dengan jelas, pasien mengatakan tidak
bisa mengobrol dengan orang lain karena pendengarannya terganggu ,
pasien tampak sulit bekomunikasi dengan orang lain, karena sulit
mendengar bunyi/suara dengan jelas.
6. Kerusakan interaksi sosial b/d menurunnya fungsi pendengaran d/d
keluarga pasien mengatakan pasien sulit mendengar pembicaraan orang
lain, keluarga pasien mengatakan pasien sulit berkomunikasi dengan orang
lain, pasien tampak susah berkomunikasi dengan orang lain, pasien
tampak tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, pasien
tampak menarik diri dari lingkungan sosial.
7. Gangguan citra tubuh b/d kesulitan berkomunikasi dengan orang lain d/d
pasien mengatakan malu dengan keadaan bagian tubuhnya yang
mengeluarkan nanah, pasien tampak malu, tidak mau memegang daerah
telinga yang mengeluarkan nanah, pasien tampak tidak mau melihat
telinga yang mengeluarkan nanah.
8. Resiko penyebaran infeksi b/d akumulasi bakteri dengan factor resiko
Keluar nanah dari telinga pasien, terdapat tanda-tanda infeksi (kolor,
dolor, rubor, tumor, fungsio lesia) pada telinga, jumlah WBC > 10.000 µl,
suhu> 37,50
9. Ansietas b/d prognosis penyakit d/d pasien mengatakan cemas akan
penyakitnya, pasien tampak gelisah, pasien tampak cemas.
10. Kurang pengetahuan b/d prosedur pengobatan dan pencegahan
kekambuhan d/d pasien mengatakan kurang paham akan penyakitnya,
pasien mengatakan tidak tahu dengan prosedur pengobatannya, pasien
tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya dan pengobatan yang akan
diberikan.

C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi:
- Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
- Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
- Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema).
- Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotic.
Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan.


Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
- Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk
mengantisipasi perluasan lebih lanjut.
- Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi
pertumbuhan mikroorganisme.
- Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk
menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
- Kolaborasi pemberian antibiotic.
Evaluasi: infeksi tidak terjadi

3. Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori.


Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan.
Intervensi :
- Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ;
meminimalkan anak agar tidak jatuh.
- Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak
jatuh.
- Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
- Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka.
Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan.

D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan
ke dalam intervensi. Tindakan keperawatan mencakup kolaborasi dan
independen. Tindakan independen / mandiri adalah aktivitas perawat yang
didasarkan pada kesimpulan sendiri bukan merupakan petunjuk / perintah dari
petugas kesehatan yang lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan oleh hasil keputusan antara doktert, perawat, dan petugas
kesehatan yang lain.
E. Evaluasi
1. Gangguan persepsi sensori (auditorius)teratasi
2. Nyeri pasien terkontrol/hilang
3. Suhu tubuh pasien kembali normal dalam rentang 36-37,5oC
4. Gangguan komunikasi teratasi
5. Kerusakan interaksi sosial teratasi
6. Citra tubuh pasien teratasi
7. Tidak terjadi cedera
8. Gangguan komunikasi teratasi
9. Ansietas pasien teratasi
10. Pengetahuan pasien meningkat

DAFTAR PUSTAKA
Efiaty, A.S. & Nurbaiti, I. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sjamsuhidajat, R & Wim de jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai