Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

“SKABIES”

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Dokter Pembimbing :
dr. Rudi Agung Wuryanto, Sp. KK

Disusun oleh:
Fenty Iswaningtyas (20080310087)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD TEMANGGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2013
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada
keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan
yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa
gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut
mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat
tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika
hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun
yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan
produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang menggendong anaknya yang
menderita scabies atau penderita yang bergandengan tangan dengan teman-temannya.
Secara tidak langsung misalnya melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain.
Predileksi dari skabies ialah biasanya pada daerah tubuh yang memiliki lapisan
stratum korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae, sekitar umbilikus,
genital, bokong, pergelangan tangan bagian volair, sela-sela jari tangan, siku flexor,
telapak tangan dan telapak kaki.
Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini populer dikalangan
masyarakat padat. Banyak faktor yang menunjang perkembangan dari penyakit ini, antara
lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.1
Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS).
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : MA
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Temanggung

B. Anamnesis Pasien

Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 26 Februari 2013

1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan gatal di seluruh tubuh dan muncul bentol-bentol
bernanah di beberapa bagian tubuh.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Kardinah diantar oleh
ayahnya dengan keluhan bruntus bruntus yang terasa gatal pada sela jari kedua
tangan, telapak telapak tangan, kaki, perut, dada dan sekitar alat kelamin dan bokong.
Keluhan ini dirasakan sejak 2 minggu sebelum pasien berobat ke poli, awalnya
bruntus kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan
kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke sela jari tangan kiri, punggung ke
kedua tangan, telapak tangan, kaki, dada, perut, sekitar kemaluan dan bokong.
Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan
pasien sering terbangun hampir setiap malam. Rasa gatal yang dirasakan membuat
pasien menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan dan beberapa luka
bernanah.
Pasien sudah sejak 6 bulan yang lalu tinggal di pondok pesantren di daerah
temanggung. Pasien mengaku teman-teman di asrama juga banyak yang menderita
gatal-gatal seperti yang ia derita.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami penyakit serupa.
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
 Riwayat asthma (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga lain (ayah, ibu,saudara) yang menderita penyakit
serupa.

5. Review Sistem
 Cerebrospinal : Compos Mentis
 Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
 Respiratorius : batuk (-), sesak nafas (-)
 Gastrointestinal : makan-minum lancar tidak ada keluhan, BAB lancar tidak
ada keluhan
 Urogenital : BAK lancar tidak ada keluhan
 Mukuloskeletal : gerakan baik dan bebas, kekuatan dan sensitivitas normal

C. Pemeriksaan Fisik

1. Kondisi Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
2. Vital Sign
 Nadi : 96 x/menit, reguler
 Respirasi : 20 x/menit, reguler
 Suhu : Afebris
3. Kepala
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
 Dahi : Dapat mengerutkan dahi simetris kanan dan kiri
 Bibir : Sianosis (-), Kering (-), Mencong (-)
 Mulut : Gigi goyah (-), gigi berlubang (-), massa (-), mukosa mulut dalam
batas normal, lidah mobile, lidah masih dapat mengecap dengan baik.
 Ekstremitas : Simetris, deformitas (-), akral hangat (+), edema (-).

4. Status Dermatologis
 Distribusi : Regional
 Ad Regio : thorakalis anterior, abdomen, ekstremitas superior dan extremitas
inferior bilateral, interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral,
dorsum pedis bilateral, gluteus, penis,
 Lesi : multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran
miliar sampai lentikuler diameter 0,3 – 0,7 cm, menimbul dari permukaan
kulit, kering.
 Efloresensi : papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta

D. Diagnosis Banding

 Skabies dengan infeksi sekunder


 Prurigo : biasanya berupa papula-papula yang gatal, predileksi pada bagian
ekstensor ekstremitas.
 Folikulitis : nyeri, efloresensi berupa pustula miliar dikelilingi daerah yang
eritema.
 Gigitan serangga : biasanya jelas timbul sesudah gigitan serangga, efloresensinya
urtikaria papular.

E. Diagnosis Kerja

Skabies dengan infeksi sekunder

F. Terapi (Penatalaksanaan)

a. Topikal
 Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama
minimal 8 jam, satu kali dalam seminggu.
b. Sistemik
 Anti histamin : Klorfeniramin maleat 2 x 1 tablet
 Antibiotik : Amoxicillin 3 x 500 mg
c. Edukasi pasien
G. PROGNOSIS

 Quo Ad vitam : ad bonam


 Quo Ad functionam : ad bonam
 Quo Ad cosmeticam : ad bonam
 Quo Ad sanationam : ad bonam
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas homini. Skabies disebut juga dengan the itch,
pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yng terjadi tujuh tahunan). Di
Indonesia scabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit
ampera, dan gatal agogo (Djuanda, 2006).

B. Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo


Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi (Handoko, 2010
dan Stone et al, 2003).

Gambar 1. Tungau skabies betina


Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat (Handoko, 2010).
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang
kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu
antara 8–12 hari (Handoko, 2010 dan Stone et al., 2003).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3–4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina membuat liang
di dalam epidermis, dan meletakkan telur-telurnya di dalam liang yang di tinggalkannya,
sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya yaitu
kawin dengan tungau betina setelah melaksanakan tugas mereka masing-masing mereka
akan mati (Graham-Brown dan Burns, 2010).
Gambar 2. Siklus hidup skabies

C. Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera
memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta
adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret
yang dihasilkan terowongan di bawah kulit.
Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel
radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua
ini terkait dengan hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat
berupa urtika, nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun
kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang
diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast. Kemudian apabila lesi
digaruk dapat timbul erosi, eskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Vesikel atau papul
dapat ditemukan di ujung terowongan.
D. Cara Penularan (transmisi)

Pada masa onset inilah pasien dapat menularkan minimal dalam waktu satu bulan
sebelum dia didiagnosis menderita skabies. Hal ini berarti pasien dapat menularkan
kepada siapapun yang mempunyai kontak dengan dia.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Cara penularan/transmisi skabies ada 3, yaitu :
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit), misalnya saat berjabat tangan, tidur bersama
dan hubungan seksual.
2. Kontak tidak langsung (melalui perantara benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, mainan, dan lain-lain.
3. Dikenal juga Sarcoptes scabei var animalis yang kadang-kadang dapat menulari
manusia, terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing.

E. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut
antara lain :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang
tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan
aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies.
Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan
genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan.
Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4–8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang
tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal
pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular
karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies
Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal
membatasi proliferasi tungau dan dapat berkembang biak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada bayi lesi
di muka sering terjadi.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

F. Gambaran Klinis

Ada 4 tanda cardinal (Handoko, 2010) :


1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatanakan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan
hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rata-rata
panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika
timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi
dan lainlain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan
stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal
tersebut.
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu terowongan dan
ruam (Graham-Brown dan Burn, 2005), yaitu:
1. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki bagian samping
jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki
2. Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang
terutama terdapat di aksila, umbilikus, dan paha. Ruam adalah reaksi alergi
dari tubuh terhadap tungau.

G. Diagnosis

Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus nokturna


dan erupsi kulit berupa papul, vesikel, dan pustule di tempat predileksi, distribusi lesi
yang khas, terowongan-terowongan pada predileksi, adanya penyakit yang sama pada
orang-orang sekitar.
Menurut Murtiastutik (2005) diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan
ditemukannya tungau melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapa dilakukan dengan
beberapa cara antara lain:
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak
mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan pembesaran 20X atau
100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang
ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk,
dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel nomor yang 15 dilakukan sejajar
dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi
perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu
ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek dan
ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol,
maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berbelok-belok,
karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan
pada penderita yang non-kooperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan
selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin
akan berpenetrasi ke dalam melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak
dengan penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan
sehingga tungau dapat ditemukan.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat
dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek (enam buah
dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsy berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya
sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara
umum digunakan punch biopsy, tetapi biopsy mencukur epidermis adalah lebih
sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik local pada penderita yang tidak
kooperatif.

H. Diagnosis Banding

Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga “The great
imitator”. Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan
pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular, pioderma,
pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier,
gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena
penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.

I. Terapi

Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan


terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan kemungkinan
peningkatan keparahan gejala.
Beberapa obat skabies yang biasa dipakai antara lain :
1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin),
 Suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia dengan
toksisitas rendah. Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal
dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.
 Obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC untuk
terapi tungau tubuh. Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan
kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau
tubuh.
 Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher ke
bawah dan dibilas setelah 8-14 jam.Bila diperlukan, pengobatan dapat diulang
setelah 5-7 hari kemudian.
 Permethrin memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan
dengan penggunaan ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%.
Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan
sama dengan permethrin.
 Efek samping yang sering timbul adalah rasa terbakar dan yang jarang adalah
dermatitis kontak dengan derajat ringan sampai sedang.
2. Lindane
 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini kedua
rekomendasi CDC.
 Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara
sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak. Sediaan
obat ini biasanya sebanyak 60 mg.
 Cara pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam.
Sama seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1 minggu
setelah terapi pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara
sistemik terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit
yang luas.
 Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat dengan
keluhan utama kejang. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak
dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau menyusui,
penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya.
3. Sulfur
 Diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum. Sulfur dipakai
saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24 jam
terakhir.
 Kekurangannya adalah sulfur berbau, meninggalkan noda dan berminyak,
mengiritasi, membutuhkan pemakaian berulang, namun relatif aman, efektif
dan tepat untuk bayi berumur kurang dari 2 bulan dan selama kehamilan atau
menyusui.
4. Benzil benzoat 25%
 Merupakan produk alamiah, yang disebut juga balsam Peru ini merupakan
skabisid kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual
bebas. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit
diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan yang sama dengan lindane.
5. Krim Krotamiton (Eurax)
 Tidak cukup efektif untuk mengobati skabies. Krim ini memiliki dua efek
yaitu anti scabies dan anti gatal. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan
efektivitasnya setara dengan benzyl benzoat atau sulfur.

J. Edukasi Pasien

a. Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus
segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan.
Pasien juga diberikan pengertian kalau pengobatan scabies ini harus tuntas.
b. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas.
Tungau akan mati pada suhu 130oC.
c. Menghindari pemakaian pakaian, handuk, peralatan tidur secara bersama-sama
karena akan mempermudah penularan (transmisi).
d. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan
perorangan.
e. Pasien hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah diobati
secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan.
f. Seluruh anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan
seksual. Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat
simultan, karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.

K. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat


pengobatan dan menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit
ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik. Oleh karena manusia
merupakan penjamu (hospes) definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna,
Sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh pada manusia.
KESIMPULAN

a) Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan
menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia.
b) Tungau Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dengan siklus
hidup dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Tungau dapat
menular melalui kontak langsung (seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan
seksual) dan kontak tidak langsung (misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk).
c) Sarcoptes scabiei menyebabkan reaksi kulit berupa eritem, papul atau vesikel pada kulit.
Kemudian apabila lesi digaruk dapat timbul erosi, eskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Vesikel atau papul dapat ditemukan di ujung terowongan.
d) Terdapat bentuk skabies lainnya antara lain : skabies nodula (gambaran klinisnya berupa
nodul berpigmen yang terasa gatal), skabies incognito (gambaran klinis kabur, kronis dan
meluas karena penggunaan steroid), skabies pada bayi (dapat menjadi eksema
generalisata), skabies norwegia atau skabies berkrusta (lesi berskuama tebal yang penuh
dengan infestasi tungau) dan skabies pada penderita HIV/AIDS (biasanya skabies
berkrusta dan menyerang wajah, kulit dan kuku).
e) Gejala klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal yaitu :
 Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari.
 Menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga.
 Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi seperti sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mamae pada wanita, umbilikus, bokong, genitalia eksterna pada pria, dan
perut bagian bawah.
 Menemukan tungau.
f) Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis adanya tanda-tanda kardinal.
Diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan
mikroskopis melalui beberapa cara seperti kerokan kulit, mengambil tungau dengan
jarum, epidermal shave biopsy, kuretase terowongan, tes tinta Burowi, tetrasiklin topikal,
apusan kulit dan biopsi plong (punch biopsy).
g) Penatalaksanaan untuk skabies yang sering digunakan antara lain :
 Krim permetrin (elimite, acticin), sediaan krim 1% untuk terapi tungau pada
kepala dan krim 5% untuk terapi tungau tubuh, dioleskan pada area tubuh dan
dibilas setelah 8-14 jam.
 Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), sediaan 60 mg, dioleskan dan
dibiarkan selama 8 jam.
 Sulfur presipitat 6%, dipakai pada malam hari selama 3 malam dan dibersihkan
secara menyeluruh 24 jam terakhir.
 Benzil benzoat 25%. Dipakai setiap malam selama 3 kali.
 Krim krotamiton (eurax). Mulai jarang digunakan karena dianggap tidak cukup
efektif.
h) Lesi-lesi yang memberikan rasa gatal setelah tungau mati memerlukan pemberian
antihistamin, dan jika didapatkan superinfeksi oleh bakteri harus diberikan antibiotik.
i) Untuk menghindari infeksi berulang, pemberian edukasi kepada pasien juga penting
antara lain seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi, seluruh kain, selimut,
handuk dan pakaian harus dicuci dengan air panas. Terapi harus tuntas bagi penderita dan
keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama.
j) Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberikan prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit Dan


Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2010 : 119-122

2. Djuanda, A., Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2010. Penyakit Parasit Hewani. Dalam : Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Cetakan Pertama. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.


1995 : 1-25

4. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya : Airlangga
University Press. 2005 : 202-208

5. Stone, S.P, Scabies and Pedikulosis, in: Freedberg, et al.Fitzpatrick’s Dermatology


InGeneral Medicine 6th edition. Volume 1. McGraw-Hill Professional. 2003

Anda mungkin juga menyukai