PRESENTASI KASUS Skabies - Fhe
PRESENTASI KASUS Skabies - Fhe
“SKABIES”
Dokter Pembimbing :
dr. Rudi Agung Wuryanto, Sp. KK
Disusun oleh:
Fenty Iswaningtyas (20080310087)
RSUD TEMANGGUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada
keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan
yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa
gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut
mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk istirahat
tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika
hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun
yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
pada lapisan epidermis superficial terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan
produknya. Penyakit kulit yang sangat mudah menular baik secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung misalnya ibu yang menggendong anaknya yang
menderita scabies atau penderita yang bergandengan tangan dengan teman-temannya.
Secara tidak langsung misalnya melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain.
Predileksi dari skabies ialah biasanya pada daerah tubuh yang memiliki lapisan
stratum korneum yang tipis, seperti misalnya: axilla, areola mammae, sekitar umbilikus,
genital, bokong, pergelangan tangan bagian volair, sela-sela jari tangan, siku flexor,
telapak tangan dan telapak kaki.
Karena sifatnya yang sangat menular, maka skabies ini populer dikalangan
masyarakat padat. Banyak faktor yang menunjang perkembangan dari penyakit ini, antara
lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik.1
Penyakit ini juga dapat digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS).
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : MA
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Temanggung
B. Anamnesis Pasien
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan gatal di seluruh tubuh dan muncul bentol-bentol
bernanah di beberapa bagian tubuh.
5. Review Sistem
Cerebrospinal : Compos Mentis
Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
Respiratorius : batuk (-), sesak nafas (-)
Gastrointestinal : makan-minum lancar tidak ada keluhan, BAB lancar tidak
ada keluhan
Urogenital : BAK lancar tidak ada keluhan
Mukuloskeletal : gerakan baik dan bebas, kekuatan dan sensitivitas normal
C. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : Cukup
2. Vital Sign
Nadi : 96 x/menit, reguler
Respirasi : 20 x/menit, reguler
Suhu : Afebris
3. Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Dahi : Dapat mengerutkan dahi simetris kanan dan kiri
Bibir : Sianosis (-), Kering (-), Mencong (-)
Mulut : Gigi goyah (-), gigi berlubang (-), massa (-), mukosa mulut dalam
batas normal, lidah mobile, lidah masih dapat mengecap dengan baik.
Ekstremitas : Simetris, deformitas (-), akral hangat (+), edema (-).
4. Status Dermatologis
Distribusi : Regional
Ad Regio : thorakalis anterior, abdomen, ekstremitas superior dan extremitas
inferior bilateral, interdigitalis bilateral, palmar dan dorsum manus bilateral,
dorsum pedis bilateral, gluteus, penis,
Lesi : multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran
miliar sampai lentikuler diameter 0,3 – 0,7 cm, menimbul dari permukaan
kulit, kering.
Efloresensi : papul eritematosa, pustul, ekskoriasi, krusta
D. Diagnosis Banding
E. Diagnosis Kerja
F. Terapi (Penatalaksanaan)
a. Topikal
Permetrin 5 % krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama
minimal 8 jam, satu kali dalam seminggu.
b. Sistemik
Anti histamin : Klorfeniramin maleat 2 x 1 tablet
Antibiotik : Amoxicillin 3 x 500 mg
c. Edukasi pasien
G. PROGNOSIS
PEMBAHASAN
A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas homini. Skabies disebut juga dengan the itch,
pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yng terjadi tujuh tahunan). Di
Indonesia scabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit
ampera, dan gatal agogo (Djuanda, 2006).
B. Etiologi
C. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera
memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta
adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap tungau maupun sekret
yang dihasilkan terowongan di bawah kulit.
Tungau skabies menginduksi antibodi IgE dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe cepat. Lesi-lesi di sekitar terowongan terinfiltrasi oleh sel-sel
radang. Lesi biasanya berupa eksim atau urtika, dengan pruritus yang intens, dan semua
ini terkait dengan hipersensitivitas tipe cepat. Pada kasus skabies yang lain, lesi dapat
berupa urtika, nodul atau papul, dan ini dapat berhubungan dengan respons imun
kompleks berupa sensitisasi sel mast dengan antibodi IgE dan respons seluler yang
diinduksi oleh pelepasan sitokin dari sel Th2 dan/atau sel mast. Kemudian apabila lesi
digaruk dapat timbul erosi, eskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Vesikel atau papul
dapat ditemukan di ujung terowongan.
D. Cara Penularan (transmisi)
Pada masa onset inilah pasien dapat menularkan minimal dalam waktu satu bulan
sebelum dia didiagnosis menderita skabies. Hal ini berarti pasien dapat menularkan
kepada siapapun yang mempunyai kontak dengan dia.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Cara penularan/transmisi skabies ada 3, yaitu :
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit), misalnya saat berjabat tangan, tidur bersama
dan hubungan seksual.
2. Kontak tidak langsung (melalui perantara benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, mainan, dan lain-lain.
3. Dikenal juga Sarcoptes scabei var animalis yang kadang-kadang dapat menulari
manusia, terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing.
E. Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut
antara lain :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang
tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan
aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies.
Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus
mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan
genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan.
Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat
sementara (4–8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang
tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal
pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular
karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies
Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal
membatasi proliferasi tungau dan dapat berkembang biak dengan mudah.
6. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada bayi lesi
di muka sering terjadi.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
F. Gambaran Klinis
G. Diagnosis
H. Diagnosis Banding
Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga “The great
imitator”. Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan keluhan
pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular, pioderma,
pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus, penyakit Darier,
gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid infeksiosa, pruritis karena
penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis dan vaskulitis.
I. Terapi
J. Edukasi Pasien
a. Skabisid topikal sebaiknya dipakai di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus
segera dibersihkan secara menyeluruh setelah periode waktu yang dianjurkan.
Pasien juga diberikan pengertian kalau pengobatan scabies ini harus tuntas.
b. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan handuk dicuci menggunakan air panas.
Tungau akan mati pada suhu 130oC.
c. Menghindari pemakaian pakaian, handuk, peralatan tidur secara bersama-sama
karena akan mempermudah penularan (transmisi).
d. Pasien dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan
perorangan.
e. Pasien hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah diobati
secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan.
f. Seluruh anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan
seksual. Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat
simultan, karena angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.
K. Prognosis
a) Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan
menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia.
b) Tungau Sarcoptes scabiei membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit dengan siklus
hidup dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. Tungau dapat
menular melalui kontak langsung (seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan
seksual) dan kontak tidak langsung (misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk).
c) Sarcoptes scabiei menyebabkan reaksi kulit berupa eritem, papul atau vesikel pada kulit.
Kemudian apabila lesi digaruk dapat timbul erosi, eskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Vesikel atau papul dapat ditemukan di ujung terowongan.
d) Terdapat bentuk skabies lainnya antara lain : skabies nodula (gambaran klinisnya berupa
nodul berpigmen yang terasa gatal), skabies incognito (gambaran klinis kabur, kronis dan
meluas karena penggunaan steroid), skabies pada bayi (dapat menjadi eksema
generalisata), skabies norwegia atau skabies berkrusta (lesi berskuama tebal yang penuh
dengan infestasi tungau) dan skabies pada penderita HIV/AIDS (biasanya skabies
berkrusta dan menyerang wajah, kulit dan kuku).
e) Gejala klinis skabies meliputi 4 tanda kardinal yaitu :
Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari.
Menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga.
Adanya terowongan pada tempat-tempat predileksi seperti sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mamae pada wanita, umbilikus, bokong, genitalia eksterna pada pria, dan
perut bagian bawah.
Menemukan tungau.
f) Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis adanya tanda-tanda kardinal.
Diagnosis pasti ditegakan dengan ditemukannya tungau melalui pemeriksaan
mikroskopis melalui beberapa cara seperti kerokan kulit, mengambil tungau dengan
jarum, epidermal shave biopsy, kuretase terowongan, tes tinta Burowi, tetrasiklin topikal,
apusan kulit dan biopsi plong (punch biopsy).
g) Penatalaksanaan untuk skabies yang sering digunakan antara lain :
Krim permetrin (elimite, acticin), sediaan krim 1% untuk terapi tungau pada
kepala dan krim 5% untuk terapi tungau tubuh, dioleskan pada area tubuh dan
dibilas setelah 8-14 jam.
Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), sediaan 60 mg, dioleskan dan
dibiarkan selama 8 jam.
Sulfur presipitat 6%, dipakai pada malam hari selama 3 malam dan dibersihkan
secara menyeluruh 24 jam terakhir.
Benzil benzoat 25%. Dipakai setiap malam selama 3 kali.
Krim krotamiton (eurax). Mulai jarang digunakan karena dianggap tidak cukup
efektif.
h) Lesi-lesi yang memberikan rasa gatal setelah tungau mati memerlukan pemberian
antihistamin, dan jika didapatkan superinfeksi oleh bakteri harus diberikan antibiotik.
i) Untuk menghindari infeksi berulang, pemberian edukasi kepada pasien juga penting
antara lain seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi, seluruh kain, selimut,
handuk dan pakaian harus dicuci dengan air panas. Terapi harus tuntas bagi penderita dan
keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama.
j) Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberikan prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
2. Djuanda, A., Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2010. Penyakit Parasit Hewani. Dalam : Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Cetakan Pertama. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya : Airlangga
University Press. 2005 : 202-208