Sifat-Sifat Surfaktan
Sifat-Sifat Surfaktan
Nim : 100405038
Kelompok : V (Lima)
SIFAT-SIFAT SURFAKTAN
2. Emulsifikasi
Jika campuran minyak dan air di kocok dnegan keras, maka akan terbenuk dispersi droplet air
dalam minyak dan dispersi droplet minyak dalam air. Jika pengocokan dihentikan, maka fase air
dan minyak akan terpisah kembali, akhirnya emulsi minyak-air akan terhenti. Penambahan
surfaktan pada kedua campuran tersebut akan merubah sistem pencampuran, dimana salah saru
cairan (minyak atau air) akan menjadi fase kontinyu dan yang lainnya terdispersi.
Emulsifikasi merupakan proses dispersi suatu cairan yang tidak bercampur dengan cairan lain
dalam bentuk droplet-droplet cairan. Emulsifikasi dapat terjadi dengan cara menurunkan
tegangan antar muka dua cairan yang saling tidak bercampur yang diikuti dengan meningkatnya
energi bebas antar muka sebagai akibat dari meningkatnya luas permukaan.
Surfaktan membantu pembentukan emulsi dnegan dua cara yaitu dengan menurunkan
tegangan permukaan salah satu zat cair, dan mencegah penggabungan droplet-droplet zat cair
lainnya. Zat cair dengan tegangan permukaan lebih kecil akan cepat menyebat dan menjadi fase
kontinyu. Pada saat yang sama, molekul surfaktan akan mengumpul di batas antar muka cairan
untuk mencegah penggabungan kembali fase terdispersi.
Surfaktan non ionik membantu meningkatkan stabilitas emulsi dnegan memproduksi lapisan
antar muka yang memiliki elastisitas yang sangat tinggi. Elastisitas antar muka yang tinggi dari
suatu sistem emulsi memungkinkan tidak terjadinya penggabungan droplet-droplet sebagai
akibat tubrukan antar droplet emulsi.
3. Pembentukan Busa
Busa merupakan dispersi gas dalam cairan atau padatan. Pembentukan busa terjadi pada saat
surfaktan yang berada pada antar muka air-udara, dengan gugus hidropobik memanjang pada
bagian fase gas. Pada saat fase gas terbagi, maka busa akan terbentuk. Pada keadaan ini udara
merupakan media nonpolar.
Dalam kaitannya dengan keterlibatan energi, busa mirip dengan emulsi. Mekanisme
inkorporasi udara dalam sistem busa sama dengan pada sistem emulsi. Begitu juga dengan faktor
yang mempengaruhi stabilitas busa sama dengan faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi.
Volume fraksi gas dalam busa lebh besar dari volume fraksi gas pada emulsi.
Pembentukan busa dari sistem emulsi melalui jalur Ostwald ripening. Ostwald ripening
merupakan sebuah fenomena dimana droplet besar terbentuk dari tetesan yang sangat kecil.
Proses ini dimediasi oleh kelarutan parsial fase terdispersi dalam fase kontinyu yang
memungkinkan terjadinya difusi molekuler dari droplet kecil kepada droplet yang lebih besar.
Efek pembusaan pada surfaktan non-ionik dapat dihilangkan memlui dua cara yaitu:
1. Mempengaruhi karakter difusi yaitu dnegan merusak elastisitas lapisan film permukaan.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengganti rantai lurus gugus hidrofobik dengan rantai
bercabang, atau menempatkan gugus hidrofilik di rantai tengah gugus hidrofibik.
2. Meningkatkan luas molekul, yaitu dnegan cara memadatkan lapisan film. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan gugus hidrofibik yang sangat besar baik rantai lurus maupun
bercabang.
4. Pelarutan
Pelarutan adalah penggabungan spontan suatu zat melalui interaksi dapat balik, dengan
surfaktan dalam suatu larutan untuk membentuk larutan stabil. Pelarutan dalam media cairan
merupakan hal sangat penting antara lain dalam proses pembersihan dan penghilangan pengotor
lemak, serta polimerisasi emulsi. Pelarutan suatu surfaktan terhadap pengotor lemak dimulai
dengan larutnya gugus hidrofobik pada pengotor lemak tersebut. Secara berangsur bercak
pengotor lemak akan terlepas dari serat bahan (kain) dan terperangkap dalam kapsul misel-misel
surfaktan yang menangkap sedikit demi seidikit butir pengotor lemak tersebut. Hal ini
mengemulsikan pengotor lemak tersebut dalam suatu suspensi sehingga dapat dicuci dengan air.
Pelarutan dengan menggunakan surfaktan nonionik polyoxyethylene (rantai karbon panjang)
diduga bahwa molekul polar kotoran terlarutkan pada bagian luar ekor polyoxyethylene. Daya
larut suatu surfaktan, ditinjau dari struktur surfaktan, dipengaruhi oleh sifat zat yang dilarutkan
dengan memperhatikan mekanisme larutan. Dalam larutan cair, pelarutan surfaktan dengan
gugus hidrofobik rantai hidrokarbon alifatik akan meningkat dengan meningkatnya panjang
rantai karbon serta dengan adanya peningkatan jumlah agregat misel surfaktan akan
meningkatkan peluang terlarutnya solubisate di dalam inti misel. Surfaktan nonionik
polyoxyethylene sangan efisien dalam menghilangkan pengotor lemak dari substrat hidrofobik
dan mampu mencegah pengotor balik kembali.