DEFINISI
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada
anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperporata adalah
malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang ke luar
(Wong,2004).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. tahun 2002). Atresia
ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus (Donna L. Wong, : 2004).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum (Purwanto, 2001).
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal
secara congenital (Dorland, 1998).
2. KLASIFIKASI
3. EPIDEMIOLOGI
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara
umum atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada
bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan
jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan adalah atresia ani diikuti
fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K et al,2005). Angka
kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000
kelahiran ( Grosfeld J, 2006)
4. FAKTOR RESIKO
Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa
kasus, atresia ani kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama
masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas (Bobak, 2005).
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di
sebabkan oleh :
5. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada
laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula
menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla, 2009).
6. MANIFESTASI KLINIS
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
a. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
b. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
c. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada
fistula).
d. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
e. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
f. Perut kembung. (Betz. 2002)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal:
a. Sinar x terhadap abdomen dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rectum dan sfingternya
b. Ultrasound terhadap abdomen, digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor
c. CT Scan digunakan untuk menentukan lesi
d. Pyelografi inta vena digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter
e. Pemeriksaan fisik rectum, kepatenan rectal dapat dilakukan colok
dubur dengan menggunakan selang atau jari
f. Rontgenogram abdomen dan pelvis juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius (Ngastiyah, 2005)
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Hidayat Aziz Alimul
( 2006 ), Purwanto Fitri( 2001 ) adalah sebagai berikut :
A. Penatalaksanaan Medis
- Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa
hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur
penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan
menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal,
fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan
hemostat atau scalpel.
- Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
- Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah
infeksi pada pasca operasi.
- Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
- Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output )
dan ukur TTV tiap 3 jam.
- Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit,
bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
- Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi,
jaga kulit tetap kering.
- Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
- Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy
dengan cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian
keringkan dan daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag
diganti segera setiap ada produksi.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
(Ngastiyah, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily. 2002. Buku saku keperawatan pediatric edisi 3: Jakarta: EGC
Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan
maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC
Grosfeld JL, O’Neill JA., Fonkalsrud EW. Pediatric Surgery 6th ed. New York:
Mosby Elsevier; 2006
Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa
Sjabana
Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi
1. Jakarta: Agung Setia.