Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi


Status gizi merupakan kondisi tubuh yang dipengaruhi oleh diet, tingkat asupan

nutrisi, dan kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme secara normal.

Pada orang dewasa, status gizi yang umum dinilai dari pengukuran berat dan tinggi

badan yang hasilnya dinyatakan dalam indeks masa tubuh, yaitu perbandingan antara

berat dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Lemak tubuh juga

dapat ditaksirkan melalui pengukuran ketebalan lipatan kulit dan diameter otot.(12)

Kebutuhan nutrisi invidu bervariasi sesuai dengan perbedaan genetik dan

metabolik. Namun, untuk bayi dan anak, tujuan dasar adalah pertumbuhan yang

memuaskan dan mencegah penyakit akut dan kronis dan mengembangkan kemampuan

fisik dan mental; nutrisi juga harus memberikan cadangan untuk stres. Beberapa

kebutuhan nutrisi diantaranya: air, energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan

vitamin.(13)

Pada anak-anak, berat dan tinggi badan dibandingkan dengan nilai rujukan

standar anak-anak sehat pada umumnya. Peningkatan panjang lingkar kepala dan

perkembangan tulang juga mungkin dapat diperhitungkan untuk menentukan status

gizinya.(12) Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital yang

memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur menggunakan alat ukur

panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB/PB anak balita disajikan

dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB.(12,14)

Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan

setiap anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Z-score) menggunakan baku

antropometri anak balita WHO 2005.(14)

Gangguan gizi (Almatsier,2003) disebabkan oleh faktor primer dan sekunder.


Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau
kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi
pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya.
Faktor sekunder meliputi semua factor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di
sel-sel tubuh setelah makan dikonsumsi. Misalnya faktor-faktor yang menyebabkan
terganggunya pencernaan seperti gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran
cerna dan kekurangan enzim. Faktor-faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi
adalah adanya parasit, penggunaan laksan (obat cuci perut), dan sebagainya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat-zat
gizi adalah banyak kencing (polyuria), banyak keringat dan penggunaan obat-obat.

2.2 Klasifikasi Status Gizi menurut Antropometri


Antropometri berarti pengukuran badan. Antropometri bisa sangat luas
terapannya, tergantung pada pemahaman teoritis ilmuan untuk mengaplikasikannya.
Pemahaman ini mencakup bidang ilmu kedokteran, kesehatan, biologi, pertumbuhan,
gizi, dan patologi. Pengukuran antropometri minimal pada anak umumnya meliputi
berat badan, panjang badan, tinggi badan, dan lingkar kepala (dari lahir sampai umur 3
tahun). Pengukuran ini dilakukan berulang secara berkala untuk mengkaji pertumbuhan
jangka pendek, jangka panjang, dan status nutrisi.(15)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2005, kategori dan
ambang batas status gizi anak adalah sebagai berikut :(15,16)
Tabel Kategori status gizi anak menurut Kemenkes RI 2005(15,16)

Kategori
Indeks Ambang Batas (Z-Score)
Status Gizi

Gizi Buruk < 3 SD

Berat Badan Menurut Umur -3 SD sampai dengan <-2


Gizi Kurang
(BB/U) SD

Anak Umur 0-60 Bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi Lebih > 2 SD

Panjang Badan Menurut Sangat Pendek < -3 SD

Umur (PB/U) atau Tinggi -3 SD sampai dengan < -2


Pendek
Badan Menurut Umur SD

(TB/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD


Anak Umur 0-60 Bulan Tinggi > 2 SD

Berat Badan Menurut Sangat Kurus < -3 SD

Panjang Badan (BB/PB) -3 SD sampai dengan < -2


Kurus
atau Berat Badan Menurut SD

Tinggi Badan (BB/TB) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Anak Umur 0-60 Bulan Gemuk > 2 SD

Sangat Kurus < -3 SD

Indeks Massa Tubuh -3 SD sampai dengan < -2


Kurus
Menurut Umur (IMT/U) SD

Anak Umur 0-60 Bulan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gemuk > 2 SD

Sangat Kurus < -3 SD

-3 SD sampai dengan < -2


Indeks Massa Tubuh Kurus
SD
Menurut Umur (IMT/U)
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Anak Umur 5-18 Tahun
Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas > 2 SD

2.3 Epidemiologi Status Gizi


Berdasarkan data dari Deskripsi Presentase Status Gizi Nasional pada tahun
2017, masih terdapat banyak masalah gizi yang belum tertangani. Pada anak usia
sekolah, deskripsi status gizi dipaparkan menurut usia 5-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-
18 tahun dengan klasifikasi sesuai pengukuran antropometri.

Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 5-12 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017
Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 5-12 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 8,3% anak berstatus sangat
pendek dan 19,4% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada
anak sekolah dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi NTT dengan presentase
sangat pendek sebesar 16,8% dan presentase pendek sebesar 24,4%. Sedangkan untuk
provinsi Jawa Timur, presentase sangat pendek sebanyak 3,5% dan presentase pendek
sebanyak 17,1%.

Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 5-12 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017

Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 5-12 tahun berdasarkan
indeks IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 3,4% anak berstatus sangat
kurus dan 7,5% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak
sekolah dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi NTT dengan presentase sangat
kurus sebesar 7,8% dan presentase kurus sebesar 12,1%. Sedangkan untuk provinsi
Jawa Timur, presentase sangat kurus sebanyak 1,9% dan presentase kurus sebanyak
6,0%.

Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 13-15 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017

Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 13-15 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 12,3% anak berstatus sangat
pendek dan 24,5% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada
anak sekolah dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Kalimantan Tengah dengan
presentase sangat pendek sebesar 18,4% dan presentase pendek sebesar 37,5%.
Sedangkan untuk provinsi Jawa Timur, presentase sangat pendek sebanyak 6,4% dan
presentase pendek sebanyak 18,5%.

Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 13-15 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017
Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 13-15 tahun berdasarkan
indeks IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 2,6% anak berstatus sangat
kurus dan 6,7% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak
sekolah dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Kepulauan Riau dengan
presentase sangat kurus sebesar 2,4% dan presentase kurus sebesar 17,1%. Sedangkan
untuk provinsi Jawa Timur, presentase sangat kurus sebanyak 2,0% dan presentase
kurus sebanyak 6,7%.

Gambar Presentase Sangat Pendek dan Pendek Anak Sekolah dan Remaja Umur 16-18 Tahun
Berdasarkan Indeks TB/U Menurut Provinsi, 2017

Pada presentase sangat pendek dan pendek anak usia 16-18 tahun berdasarkan
indeks TB/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 6,6% anak berstatus sangat
pendek dan 30,4% anak berstatus pendek. Presentase sangat pendek dan pendek pada
anak sekolah dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Gorontalo dengan presentase
sangat pendek sebesar 11,5% dan presentase pendek sebesar 36,5%. Sedangkan untuk
provinsi Jawa Timur, presentase sangat pendek sebanyak 4,8% dan presentase pendek
sebanyak 32,3%.

Gambar Presentase Sangat Kurus dan Kurus Anak Sekolah dan Remaja Umur 16-18 Tahun
Berdasarkan Indeks IMT/U Menurut Provinsi, 2017

Pada presentase sangat kurus dan kurus anak usia 16-18 tahun berdasarkan
indeks IMT/U secara nasional, masih tercatat sebanyak 0,9% anak berstatus sangat
kurus dan 3,0% anak berstatus kurus. Presentase sangat kurus dan kurus pada anak
sekolah dan remaja terbanyak terdapat pada provinsi Sumatera Barat dengan presentase
sangat kurus sebesar 2,3% dan presentase kurus sebesar 6,5%. Sedangkan untuk
provinsi Jawa Timur, presentase sangat kurus sebanyak 0,5% dan presentase kurus
sebanyak 1,6%.

Gambar Perkembangan Kasus Gizi Buruk Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2016

Pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di Jawa Timur,
yaitu dari tahun 2012 sebesar 8.410 kasus meningkat menjadi 11.056 kasus, sedangkan
dari tahun 2013 hingga tahun 2016 terus mengalami penurunan yakni sebesar
5.663kasus. Ada beberapa kemungkinan terjadinya penurunan jumlah kasus tersebut,
antara lain semakin gencarnya petugas gizi di masyarakat untuk menemukan secara dini
kasus gizi buruk di lapangan. Kegiatan pelatihan pemantauan gizi Puskesmas,
peningkatan surveilans dan kegiatan bulan timbang serentak merupakan upaya
penemuan kasus gizi buruk secara dini yang cukup efektif.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor yang mempengaruhi status gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah
digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya
kurang gizi pada anak, baik penyebab langsung dan tidak langsung.
2.4.1 Penyebab Langsung
2.4.1.1 Makanan (Yuyun boleh minta bantuan untuk makanannya)
Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras dan seimbang. Serasi
artinya sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai dengan
kondisi ekonomi sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan seimbang
artinya nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia dan jenis
bahan makanan seperti kabohidrat, protein dan lemak. Pemberian makan yang baik
harus sesuai dengan jumlah, jenis dan Jadwal. Pada umur anak tertentu ketiga hal
tersebut harus terpenuhi sesuai usia anak secara keseluruhan.c
Anak usia sekolah memerlukan makanan dengan porsi yang lebih besar karena

kebutuhan yang lebih banyak mengingat bertambahnya berat badan dan aktivitasnya.

Kebutuhan gizi yang diperlukan dengan banyak aktivitas yang dilakukan oleh anak

usia sekolah sangat mempengaruhi, untuk itu ada beberapa fungsi dan sumber gizi

yang perlu diketahui agar dapat tercukupi kebutuhannya yaitu

a. Karbohidrat.

Karbohidrat merupakan salah satu sumber utama energi. Dari tiga sumber utama

energi yaitu karbohidrat, lemak, protein. Karbohidrat juga merupakan bagian dari strukur

sel, dalam bentuk glykoprotein.(32) Karbohidrat juga merupakan sumber energi yang

tersedia dengan mudah, antiketogenik, struktur sel, antibodi, sumber kalori tersimpan,

(glikogen dan lemak) resintesis asam amino, bagian makanan yang kasar. Sumber-

sumber karbohidrat dapat ditemukan di susu, padi, buah-buahan, sukrose, sirup, tepung

sayuran.(33)
Karbohidrat yang tidak mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan protein

untuk memenuhi kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi, maka protein akan

tetap berfungsi sebagai zat pembangun.(2)

b. Protein

Protein merupakan faktor utama berbagai jaringan tubuh. Protein membangun,

memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh seperti otot dan organ tubuh. Ketika anak-

anak tumbuh dan berkembang protein merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk

menyediakan pertumbuhan yang optimal. Rekomendasi terbaru menyatakan asupan

protein harus memenuhi sekitar 10-20% asupan energi harian anak.(18)

c. Lemak

Lemak merupakan sumber kaya energi; pelindung fisik pembuluh darah, saraf, organ, isolasi

terhadap perubahan suhu; membran sel dan nukleus; sarana untuk penyerapan vitamin (A,D,E dan K)

asam lemak esensial, membantu nafsu makan, membantu rasa kenyang (penundaan waktu

pengosongan lambung). Sumber makanan yang mengandung lemak adalah susu, mentega, kuning telur,

daging, ikan, keju, kacang minyak sayur.(33) Lemak relatif lebih lama dalam sistem pencernaan

tubuh manusia. Jika seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan, maka akan

mengurangi konsumsi

d. Mineral

Kalsium merupakan mineral utama yang diperlukan oleh tubuh untuk proses mineralisasi tulang.

Anak-anak mengalami peningkatan kebutuhan kalsium untuk mendukung pertumbuhan tulang dn

perkembangan rangka yang cepat, yang terjadi selama tahun-tahun awal kehidupan.(18)

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju, serealia, kacang-

kacangan dan hasil kacang-kacangan seperti tahu dan tempe.(16)

Besi berfungsi sebagai cadangan untuk memproduksi hemoglobin. Kekurangan besi dapat

menurunkan kekebalan tubuh sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Penelitian di

indonesia menunjukkan peningkatan prestasi belajar pada anak-anak sekolah dasar bila diberi suplemen
besi. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, teritama terhadap fungsi sistem

neurotransmitter. Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Angka kecukupan besi untuk

anak sekolah adalah 10 mg. sumber besi adalah makanan hewani seperti daging, ayam dan ikam.

Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis

buah.(16)

Yodium berfungsi sebagai bagian dari tiroksin dan senyawa kain yang disintesis oleh

kelenjar tiroid. Tubuh mengandung sekitar 25 mg yodium. Kebutuhan yodium sehari-

hari sekitar 1-2 g/kg berat badan. Widyakarya pangan dan gizi (1998) menganjurkan

angka kecukupan gizi yodium untuk anak sekolah 70-120 g. Sumber yodium utama yaitu

makanan kaut berupa ikan, udang, dan kerang serta ganggang laut.

e. Vitamin

Vitamin D tersedia pada manusia melalui aksi fotokimia sinar matahari atau sinar

ultraviolet pada 7-40dehidrokolesterol dalam kulit dan melalui sumber diet seperti

minyak ikan, ikan berlemak, dan makanan kemasan yang di fortifikasi vitamin D,

termasuk susu sapi dan susu formula bayi atau suplemen formula. Asupan vitamin

D yang adekuat penting untuk absorpsi kalsium yang optimal. Produk makanan

seperti yoghurt dan jus jeruk sekarang diperkaya dengan vitamin D.

Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh manusia. Energi merupakan


asupan utama yang sangan diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi
dapat menyebabkan protein, vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk
beberapa fungsi metabolisme tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BMR (Basa Metabolic
Rate), kecepatan pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik. (23) Energi yang diperlukan
oleh tubuh berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi
diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4 kkal/gram, lemak
9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/ gram.(24)
Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak makanan
yang dikonsumsi seseorang. Sebagian besar remaja melewatkan satu atau lebih
waktu makan, yaitu sarapan. Sarapan adalah waktu makan yang paling banyak
dilewatkan, disusul oleh makan siang.(19) Ada beberapa alasan yang menyebabkan
seseorang malas untuk sarapan, antara lain mereka sedang dalam keadaan terburu-
buru, menghemat waktu, tidak lapar, menjaga berat badan dan tidak tersedianya
makanan yang akan dimakan. Melewatkan waktu makan dapat menyebabkan
penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi lain.(20)

Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari lebih banyak

orang yang gemuk dibandingkan bangsa dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali

dalam sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit

lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam jumlah yang banyak. (21)

c. Judarwanto, W. Perilaku Makan Anak Sekolah. [Internet]. Jakarta Klinik Khusus Kesulitan Makan pada
Anak: 2005. [About 4 screen] diunduh dari http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-
makan-anak-sekolah.pdf

2.4.1.2 Penyakit Infeksi


Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang
tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup
baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita
gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya
tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang
penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi
kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara
konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang
saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang
gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang
ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri.
Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang
gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,
Tuberkulosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa
menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia.
Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih,
pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak
yang tidak memadai (Soekirman, 2000).
Menurut data dari Puskesmas Panceng tahun 2018, daftar
penyakit yang memiliki angka kunjungan terbanyak adalah beberapa
jenis penyakit ISPA seperti influenza virus, nasofaringitis akut dan jenis
penyakit gastrointestinal seperti diare akut, hingga gastroenteritis. (Data
dari Puskesmas Panceng)

2.4.2 Penyebab Tidak Langsung


2.4.2.1 Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Menurut Engel pada Ukhuwani and Suchindra (2003)8 dalam
penelitiannya pada daerah urban di Guatemala menemukan bahwa
penghasilan ibu mempunyai efek yang positif pada status gizi anak.
Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer
maupun sekunder (Soetjiningsih, 2004).9
Begin (1998)10 menemukan bahwa variabel sosial ekonomi
signifikan sebagai prediktor status gizi balita. Mc. Cormick (1993) dan
Waise et al (1995)11 menyatakan bahwa kemiskinan adalah faktor yang
kuat yang mempengaruhi status kesehatan anak, termasuk mortalitas.
Kesulitan memang dapat muncul pada semua tingkat pendapatan, tetapi
mayoritas keluarga yang gagal menjalankan fungsinya adalah keluarga
miskin. Arisman menemukan bahwa sebagian besar populasi yang
kurang gizi selama krisis ekonomi disebabkan oleh ketidakamanan
pangan skala rumah tangga terutama pada masyarakat miskin (Arisman,
2004)12. Orangtua adalah pintu gerbang utama kesehatan anak-anak.
Orangtua membuat pilihan tentang jumlah dan kualitas kesehatan yang
diterima anak-anak mereka, makanan yang mereka makan, jumlah
aktivitas fisik mereka, jumlah dukungan emosional yang mereka
disediakan, dan kualitas lingkungan di sekeliling mereka. Pilihan ini
dikondisikan oleh sumber daya material, pengetahuan tentang kesehatan
serta perilaku kesehatan mereka. Sumber daya orangtua dan perilaku
kesehatan ini dipengaruhi kondisi sosial ekonomi mereka. Anak-anak di
Amerika Serikat yang mempunyai tingkat pencapaian status kesehatan
yang kurang baik mempunyai orangtua orang yang miskin, kurang
berpendidikan atau mempunyai kesehatan yang buruk. Anak-anak
dalam keluarga yang mempunyai status ekonomi rendah ini lebih
mungkin untuk mengembangkan berbagai masalah kesehatan kronis.
Kesenjangan status kesehatan antara anak-anak kaya dan miskin lebih
tinggi pada masa anak-anak dan menurun pada saat memasuki usia
dewasa (Case and Paxson, 2002).13
Berdasarkan data tingkat kesejahteraan warga desa Siwalan
tahun 2018, status ekonomi desa masih tergolong menengah. Dari 92
kepala keluarga yang telah disurvei, terdapat 20,6% warga miskin,
27,2% warga kurang mampu, 40,2% warga menengah, dan 11,9%
warga mampu. (Dari data Desa)
2.4.2.2 Tingkat Pengetahuan Orang Tua (Yuyun)

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

melalui panca indera yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)

(Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan

dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi

meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari

dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk

fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan makanan

berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status

gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang

dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami


kekurangan satu atau lebih zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih

terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan,

sehingga menimbulkan efek yang membahayakan (Almatsir, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan ibu diklasifikasikan


menjadi 2 bagian yaitu kurang (< 75%) dan baik (≥ 75%). Berdasarkan
pengetahuan ibu, 59,6% ibu memiliki pengetahuan tentang gizi yang baik
dan 40,4% ibu memiliki pengetahuan tentang gizi yang kurang.
Perilaku ibu ditentukan oleh pengetahuannya mengenai suatu hal.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki
pengetahuan baik dengan status gizi normal dan sebagian besar ibu dengan
status gizi tidak normal memiliki pengetahuan yang kurang16. Tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi yang tinggi dapat mempengaruhi pola makan
balita dan akhirnya akan mempengaruhi status gizi balita. Jika pengetahuan
ibu baik, maka ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi anak baik
dari segi kualitas maupun kuantitas yang dapat memenuhi angka kecukupan
gizi yang dibutuhkan oleh anak sehingga dapat mempengaruhi status gizi
anak tersebut.
2.4.2.3 Sanitasi Lingkungan (Tunggu Data dari PKM)

2.5 Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Pengetahuan (Yuyun)


Peran orang tua sangat berpengaruh terutama pada ibu, karena seorang ibu berperan
dalam pengelolaan rumah tangga dan berperan dalam mementukan jenis makanan
yang akan dikonsumsi keluarganya. Menurut Williams (1993), masalah yang
menyebabkan malnutrisi adalah tidak cukupnya pengetahuan gizi dan kurangnya
pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dari
makanan, tergantung dari jumlah zat gizi yang dokonsumsi dan gangguan pemanfaatan
zat gizi dalam tubuh. Munurut Atmatsier (2010) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh, yaitu faktor primer dan sekunder.
Salah satu faktor primer yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang rendah tentang
pentingnya zat gizi mempengaruhi ketersediaan makanan keluarga, walaupun
keluarga mempunyai keuangan yang cukup, tetapi kerena ketidaktahuannya tidak
dimanfaatkan untuk penyediaan makanan yang cukup.a

Pengetahuan tentang makanan seaht dan bergizi dalam memenuhi konsumsi


makanan sehari hari khususnya bagi setiap individu sangat penting, karena
pendidikan gizi sulit berhasil bila tidak disertai dengan peningkatan
pengetahuan mengenai sikap, kepercayaan dan nilai-nilai-nilai dari masyarakat
dan nilai-nilai-nilai dari masyarakat ang akan dijadikan sasaran dasan cara
mereka menerapakan kepada anak-anak mereka.b
Kurangnya gizi pada balita dapat disebabkan sikap atau perilaku ibu yang
menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan
makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan keanekaragaman
makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan dan
gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan
terutama untuk anak.

Dapus
a. Thamaria Netty. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. 2017. Hal 6
b. Adriani Merryana. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana.
2012. Hal 252

2.6 Dampak Status Gizi yang tidak seimbang


Tanpa nutrisi yang adekuat, sistem imun akan kehilangan komponen yang

dibutuhkan untuk menghasilkan respons imun yang efektif. Untuk menciptakan hal
tersebut, rupanya lipid berperan penting sebagai substansi yang memiliki efek yang

besar untuk modulasi sistem imun. Sedangkan asam lemak dalam limfosit dan sel imun

lainnya lebih dipengaruhi oleh kadar asam lemak dalam diet.(17)

Anak dengan status gizi yang buruk dapat menderita infeksi pencernaan oleh

bakteri dan infeksi saluran pernapasan dalam proporsi yang lebih besar. Respon imun

utama dalam pertahanan terhadap jenis infeksi adalah respon imun bawaan , terutama

barrier pada epitel dan mukosa. PCM secara signifikan berkompromi dengan barier

epitel mukosa di saluran pencernaan, pernapasan dan urogenital saluran. Misalnya,

defisiensi vitamin A menginduksi hilangnya sel penghasil lendir. Hal ini dapat

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oleh patogen yang biasanya akan terjebak

dalam lendir dan tersapu oleh aliran pembersihan lendir keluar dari tubuh. Kerusakan

membran mukosa sangat penting dalam patogenesis infeksi saluran pernafasan dan

pencernaan.(17,18)

Gambar Interactions between malnutrition and infection(19)


Interactions between malnutrition and infection.

Peter Katona, and Judit Katona-Apte Clin Infect Dis.


2008;46:1582-1588

© 2008 Infectious Diseases Society of America

Menurut Peter Katona dan Judit Katona malnutrisi adalah penyebab utama dari

imunodefisiensi di seluruh dunia, dengan bayi, anak, remaja, dan orang tua yang paling

terpengaruh . Ada hubungan kuat antara malnutrisi dan infeksi dan kematian bayi,

karena gizi buruk menyebabkan anak-anak kekurangan berat badan, lemah, dan rentan

terhadap infeksi, terutama karena integritas epitel dan peradangan.(19)

Obesitas juga berkorelasi dengan konsentrasi tinggi leptin, yang sering

dikaitkan dengan resistensi leptin. Pasien dengan obesitas mengalami peningkatan

produksi TNF-α, peningkatan rasio T-cell subset, penurunan respon sel T, dan insiden

penyakit menular menjadi lebih tinggi. Obesitas yang diturunkan dan diet yang dipicu

pada tikus menyebabkan penurunan sel NK dan sel T serta meningkatkan sekresi TNF-

α. Produksi sitokin terinduksi leptin proinflamasi oleh makrofag menyebabkan

aktivasi neutrofil dan TH1 yang menurunkan sekresi IFN-γ. Obesitas fenotipe dalam
tikus dengan defisiensi leptin ini juga terkait dengan penurunan sel T yang beredar,

penurunan respons sel T, dan atrofi limfoid. Selain itu, pada tikus percobaan juga

ditemukan penurunan fungsi fagositosis dari makrofag.(20)

Ada bukti bahwa kerentanan anak-anak kurang gizi terhadap infeksi saluran

pernapasan yang disebabkan oleh bakteri berkapsul adalah karena kecacatan dalam

produksi antibodi IgG. Namun, kekurangan gizi menyebabkan penurunan kemampuan

sistem imun yang diperantarai sel, sedangkan kompetensi humoral diduga kurang

terpengaruh. Sebaliknya, dalam sebuah studi baru-baru ini diteliti efek dari gizi pada

profil imun humoral pada anak-anak usia kurang dari 60 bulan dengan pneumonia.

Pneumonia sedang hingga berat pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit rupanya

berkaitan dengan hipoalbuminemia dan penurunan fungsi sistem imun humoral.(20)

Kadar imunoglobulin anak kurang gizi telah dilaporkan oleh berbagai peneliti

sebanding dengan anak bergizi baik. Namun, tingkat IgA menurun pada anak

malnutrisi. Selain itu, laporan sebelumnya menunjukkan bahwa persentase rata-rata

IL-4 yang diproduksi T-sel meningkat pada anak-anak kurang gizi dibandingkan

dengan anak-anak bergizi baik. Selain itu, tingginya tingkat serum IL-4 telah

ditemukan pada anak-anak yang kekurangan gizi. Tingginya tingkat IL-4 bisa

memberikan kontribusi pada peningkatan kadar imunoglobulin serum dilaporkan pada

anak-anak yang kekurangan gizi. IgA sekretorik adalah komponen utama dari respon

imun mukosa yang melindungi saluran pernapasan atas terhadap infeksi dengan

organisme patogen; Oleh karena itu, tingkat IgA yang berkurang diamati pada anak-

anak yang kekurangan gizi mungkin bertanggung jawab untuk respon kekebalan tubuh

berkurang terhadap infeksi pernapasan.(18,20)


2.7 Dasar Teori dan Kerangka Konseptual

Penyebab Penyebab Tidak


Anak Usia 5-18
Langsung Langsung
Tahun

Ekonomi

Makanan

Pengetahuan

Infeksi

Sanitasi
Lingkungan

Gizi Tidak
Seimbang
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

2.8 Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi anak
H1: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi anak

Anda mungkin juga menyukai