Anda di halaman 1dari 17

Tugas:

ARSITEKTUR WAWASAN BUDAYA


(ARSITEKTUR TRADISIONAL)
OLEH:
WINDA FATMALA
E1B117050

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2019
Kata Pengantar

Maksud ditulisnya karangan ilmiah ini di samping untuk memenuhi tugas arsitektur
wawasan budaya juga untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis tentang menulis
makalah serta menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai arsitektur tradisional
nusantara.
Penulis menyadari bahwa telah banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak untuk menyelesaikan karangan ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari penyusunan
makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna
bagi kita bersama.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karangan tulis ini. Oleh
karena itu, penulis berharap agar pembaca dapat memaklumi kesalahan penulis baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Penulis berharap semoga karangan tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
bagi para pembaca.

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................

Daftar Isi .............................................................................................................................

Bab I Pendahuluan
Latar Belakang .....................................................................................................................
Rumusan Masalah.................................................................................................................
Tujuan...................................................................................................................................
Manfaat................................................................................................................................

Bab II Tinjauan Pustaka


Tinjauan Tentang Globalisasi ..............................................................................................
Tinjauan Tentang Arsitektur Tradisional................................................................................

Bab III Pembahasan ..........................................................................................................

Bab IV Simpulan dan Saran


Simpulan..............................................................................................................................
Saran....................................................................................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................................................


BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini semakin maju seiring semakin berkembang
pesatnya teknologi sehingga jarak dan waktu bukan lagi sebagai penghalang transfer informasi.
Hampir semua kejadian di penjuru dunia dapat diketahui oleh semua orang dalam waktu yang
cepat berkat peran teknologi. Tidak ada lagi yang ditutupi, tidak ada lagi batasan, semua
terbuka, dan saling mempengaruhi. Hal ini lah yang disebut globalisasi akibat derasnya arus
informasi.
Globalisasi membawa pengaruh pada semua aspek kehidupan termasuk aspek
kebudayaan. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang tersebar dari ke Timur, dari
Sabang hingga Merauke. Semua budayanya adalah nilai turun temurun warisan nenek moyang,
akan tetapi sekarang mulai tergeser karena hadirnya budaya baru yang dibawa oleh globalisasi.
Globalisasi seakan menuntut seluruh manusia untuk mengkiblatkan diri pada acuan yang sama,
yaitu gaya hidup masa kini. Kehidupan manusia menjadi homogen dan bercermin pada apa
yang sekarang dianggap modern. Sayangnya, modern yang dimaksud bukan berasal dari
budaya sendiri, tapi justru berasal dari negara luar yang jelas memiliki nilai-nilai budaya yang
berbeda dengan milik sendiri.
Contoh yang paling sederhana adalah masyarakat yang telah melupakan budaya
berpakaian. Jawa terkenal dengan batik dan kebaya, tetapi kenyataan sekarang sudah sulit
menemukan masyarakatnya yang masih mau berpakaian batik atau kebaya. Batik dan kebaya
dianggap sudah tidak mengikuti jaman. Alasan lain karena keduanya dianggap rumit, mulai
dari proses pembuatan hingga penggunaannya. Masyarakat modern menuntut kemudahan,
tetapi batik dan kebaya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tersebut.
Begitu pula yang terjadi di dunia arsitektur bangsa ini. Modernisasi dan globalisasi
memang membawa dampak baik, yaitu dalam hal pemakaian teknologi dan bahan bangunan,
akan tetapi ada hal lain yang menjadi perhatian. Bangsa Indonesia kini mulai keluar jauh dari
identitas diri miliknya. Bangunan-bangunan yang berdiri atau bahkan yang masih dalam
rancangan, hampir semuanya berkiblat pada gaya arsitektur global. Gedung pencakar langit,
bentuk-bentuk kotak, dinding kaca, atau ornamen-ornamen rumit yang menghias fasade
bangunan khas kerajaan bangsa Eropa adalah fenomena-fenomena kean yang terjadi di
Indonesia. Sedikit dan nyaris tidak ada sama sekali dijumpai bangunan yang masih
memperlihatkan identitas bangsa.
Perumahan sekarang, terutama real estate, banyak menggunakan istilah-istilah untuk
penamaan cluster dan jalannya. Seperti dalam makalah Hariwardono Soeharno yang berjudul
“Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks Perumahan” (2010), makin banyak
kompleks-kompleks perumahan di Indonesia yang mengambil nama berbau asing. San Diego,
Raffles Garden dan Rich Palace, atau nama lainnya, dianggap prestisius untuk menunjang citra
perumahan kelas menengah ke atas. Nama-nama tersebut seakan memberikan kesan eksklusif
dibanding dengan nama-nama lokal seperti : Sri Kandi, Taman Sari, Majapahit, atau nama lokal
lainnnya yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia.
Indonesia memiliki ribuan pulau beserta penghuninya, yang berarti masyarakat di
setiap pulau memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda. Hal ini juga berlaku untuk dunia
arsitekturnya yang disebut dengan arsitektur Nusantara, arsitektur yang mencerminkan
keragaman budaya asli milik Indonesia. Keanekaragaman ini menjadi sebuah bukti bahwa
bangsa ini kaya, tapi kenyataannya masyarakatnya sendiri tidak mau mengakuinya. Tidak
bangga dengan apa yang dimiliki, tapi justru menyisihkan dan menggantikannya dengan
keseragaman arsitektur .
Sama halnya dengan fashion, arsitektur pun berkembang mengikuti apa yang sedang
menjadi tren. Arsitektur Nusantara dianggap kuno oleh masyarakat karena tidak ada
perkembangannya. Posisinya pun digantikan oleh arsitektur yang identik dengan
kemasakinian. Maka seperti desainer pakaian, para arsitek Indonesia dituntut untuk memiliki
pola pikir yang dapat menggali pengetahuan dan menerapkannya ke dalam bentuk bangunan
sehingga arsitektur Nusantara tidak hanya lestari, namun juga mengalami perkembangan
(Prijotomo, 2008).
Ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan
ornamen-ornamen tradisional tercermin dalam arsitektur Nusantara. Semua hal tadi membuat
arsitektur Nusantara menjadi kaya, serta mungkin yang paling kaya di dunia. Di sisi lain, juga
dapat menjadi sumber eksplorasi untuk perkembangan ke depannya. Oleh karena itu, penulis
mengangkat permasalahan ini menjadi topik pembahasan makalah untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat agar menempatkan kembali arsitektur Nusantara sebagai arah arsitektur
bangsa sehingga selanjutnya, arsitektur Nusantara dapat kembali lagi menjadi identitas diri
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia?
2. Mengapa arsitektur tradisional sulit diterapkan di kehidupan sekarang?
3. Bagaimana arsitektur tradisional dapat kembali dikembangkan sebagai arsitektur
jati diri Indonesia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh globalisasi terhadap arsitektur Indonesia.
2. Untuk mengetahui alasan arsitektur tradisional sulit diterapkan di jaman sekarang.
3. Untuk mengetahui bagaimana agar arsitektur tradisional dapat kembali
dikembangkan sebagai arsitektur jati diri Indonesia.

1.4 Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan kesadaran atas arsitektur
Nusantara sebagai patokan arah gaya arsitektur bangsa sehingga ke depannya dapat
kembali menjadi identitas diri Indonesia.
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Tinjauan Tentang Globalisasi


2.1.1 Definisi Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi
antar masyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti
sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama.
(Selo Soemardjan)

2.1.2 Pengaruh Terhadap Arsitektur Indonesia


Dampak yang pertama dari globalisasi bagi arsitektur adalah
menghilangnya budaya atau tradisi yang ada di masyarakat dan diganti dengan
sesuatu yang umum atau global, kalau para arsitek dan kliennya tidak
memandang tradisi sebagai suatu yang layak dipertahankan. Dan belum tentu
sesuatu yang global itu sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Contoh hal
ini dapat kita lihat pada rumah khas jogja yaitu joglo. Dimana sekarang ini
rumah itu sudah jarang kita jumpai di masyarakat dan diganti dengan rumah-
rumah yang minimalis.
http://stenmannz.blogspot.com/2009/06/globalisme.html.Diunduh: 17 Maret
2012

Pada bidang perumahan juga terjadi akulturasi, dimana banyak rumah-


rumah dalam kompleks perumahan mengambil style Mediteranian, Klasik dan
Minimalis. Sedikit sekali yang menampilkan wajah kelokalan arsitekturnya.
Makin banyak pula kompleks-kompleks perumahan di Indonesia yang
mengambil nama berbau asing seperti : “San Diego”, “Raffles Garden”, “Rich
Palace” dan lain-lain. Bahkan di beberapa tempat ditemukan adanya pemakaian
bentuk-bentuk yang merupakan simbol negara lain seperti “Patung Liberty”,
“Patung Bethoven” dan “Jam Gadang London”, demi memburu predikat
“modernisasi”, masyarakat rela meninggalkan nilai-nilai kelokalannya.
Soeharno.(2010).“Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks
Perumahan”
2.2 Tinjauan Tentang Arsitektur tradisional
2.2.1 Definisi Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi
dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai
karya seni. (Vitruvius)

Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra, yaitu bangunan yang tidak sekedar
fungsi, namun juga mengandung citra, nilai-nilai, status, pesan dan emosi yang
disampaikannya. (Romo Mangun)

Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan


kehadirannya oleh manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan
kehadirannya oleh tempat saat. (Josef Prijotomo)

Arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia


sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur
terdapat perwujudan ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan
tampilan bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya dan
potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya (meliputi
norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri,dan kebudayaannya).
Rahadi, Rosi.2008.“Arsitektur Nusantara adalah Arsitektur Ramah Lingkungan”.
http://iramuakhadah.blogspot.com/2011/01/arsitektur-Nusantara-adalah-
arsitektur.html.Diunduh: 18 Maret 2012

2.2.2 Definisi tradisioanal


Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama
dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya pada
satu negara, kebudayaan, waktu tertentu atau penganut agama.
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya informasi ini, suatu tradisi dapat punah. Dalam pengertian
lain tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang
masih dijalankan di masyarakat. Dalam suatu masyarakat muncul semacam
penilaian bahwa cara-cara atau model ” tindakan ” yang sudah ada merupakan
pilihan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan persoalan.
Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik
selagi belum ada alternatif lain. Dengan informasi semua itu akan jelas bagi
pewaris.

2.2.3 Arsitektur Nusantara dari arsitektur tradisional


Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam yang tersebar di seluruh
wilayahnya yang berupa kepulauan. Sebagai sebuah negara kesatuan, Indonesia
juga belum memiliki identitas arsitektur kenegaraan, yang ada adalah arsitektur
yang beraneka ragam di masing-masing wilayah kepulauannya. Kata Nusantara
terbentuk dari nusa (pulau) dan antara, yang artinya adalah kepulauan, antar
pulau. Karena itulah namanya bukan Arsitektur Indonesia.

Sementara, arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berasal dari tradisi atau
adat istiadat yang berlaku di masing-masing wilayah. Penggunaan istilah
arsitektur tradisional memiliki konsekuensi, yaitu penggunaannya harus sesuai
dengan peraturan tradisi yang berlaku di sebuah wilayah atau suku bangsa. Hal
ini mengakibatkan arsitektur tidak memiliki kesempatan untuk berkembang dan
arsitektur hanya menjadi romantisme masa lalu. Arsitektur tradisional adalah
obyek studi bagi domain sejarah maupun antropologi karena mempelajari
bagaimana manusia-manusia di sebuah wilayah atau suku bangsa berinteraksi
dengan lingkungannya. Sementara dalam domain arsitektur sendiri, yang
dipelajari adalah seni bangunan termasuk dengan dasar-dasar pemikiran,
estetika, juga kemungkinan pengembangan ide di masa depan dengan tetap
berakar pada filosofi awal yang terdalam. Hal inilah yang melahirkan Arsitektur
Nusantara. Arsitektur yang bertuan rumah di wilayah Nusantara, dihidupkan
oleh masyarakat Nusantara dan menghidupi mereka dari waktu ke waktu.
arsitekiki.2008.“ Kenalan sama Arsitektur Nusantara”.
http://arsitekiki.blogspot.com/2008/02/kenalan-sama-arsitektur-
Nusantara.html.Diunduh: 17 Maret 2012

Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan


dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur, dan dengan
demikian segenap pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dan diwarisi dari
antropologi, etnologi dan geografi budaya diletakkan sebgai pengetahuan
sekunder (atau bahkan tersier).
Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan
Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika

Arsitektur Nusantara itu arsitektur pernaungan, bukan arsitektur perlindungan.


Dengan demikian, atap dan geladak menjadi unsur paling utama, pertama atau
primer; dinding tidak lagi primer tetapi sekunder.
Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan
Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika

Arsitektur Nusantara mendasarkan pemahamannya atas arsitektur anak bangsa


Nusantara pada pertama, kenyataan geoklimatik (kepulauan dan tropik lembab)
serta yang kedua adalah kenyataan tradisi tanpa tulisan. Di sini ihwal adat
hingga upacara dan artefak menjadi rekaman-rekaman pengetahuan arsitektur.
Prijotomo, Joseph.2010.“Arsitektur Nusantara-Arsitektur Naungan, Bukan
Lindungan (Sebuah Reorientasi Pengetahuan Arsitektur Tradisional”.
http://www.putumahendra.com/?p=988.Diunduh: 22 Maret 2012

Proses rancang arsitektur Nusantara dilandasi oleh pemikiran rasional dan


spiritual. Masyarakat menghargai arsitek Nusantara sebagai tokoh yang
menempa diri untuk memperdalam ilmu rancang bangun dan memperkayanya
dengan pengalaman spiritual. Arsitek Nusantara adalah orang yang menghargai
karua dan keahlian rekan sesama arsitek serta karya-karya terdahulu dari
leluhurnya dengan melakukan evolusi.

Merancang dengan potensi arsitektur Nusantara berarti mencari karakteristik


arsitektur dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau yang tidak terbatasi oleh
luasnya wilayah suatu negara. Bahkan kegiatan tersebut membawa visi bagi
terciptanya kerja sama yang baik antara berbagai negara dalam bidang
arsitektur. Menetapkan arsitektur Nusantara sebagai sesuatu yang sulit dan
berbeda dengan arsitektur masa kini akan membuatnya semakin ditinggalkan
oleh generasi muda arsitek Nusantara sendiri. Baik asli maupun paduan, baik
diterapkan dalam aspek rinupa maupun tanrinupa, karya arsitektur masa kini
yang sudah berusaha dirancang dengan penggalian adat dan budaya Nusantara
pantas disebut sebagai arsitektur Nusantara. Pada akhirnya tetap diperlukan
penilaian tentang arsitektur Nusantara yang lebih berkualitas atau tidak.
Penyetaraan dengan arsitektur Western hanya perlu dilakukan pada aspek
artifisial yang merupakan kegiatan akhir perancangan sedang aspek esensial
perancangan arsitektur Nusantara adalah hasil eksplorasi dari potensi yang ada
di bumi Nusantara sendiri.
Tribinuka, Tjahja.2010.“Antara Arsitektur Vernakular, Tradisional, Nusantara
dan Indonesia”.http://architect-news.com/index.php/arsitektur-tradisional/69-
tatanan-tradisional/96-antara-arsitektur-vernakular-tradisional-Nusantara-
dan-indonesia.Diunduh: 22 Maret 2012

BAB III
Pembahasan

Globalisasi banyak membawa pengaruh ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia.


Dampak paling umum yang bisa dirasakan adalah terjadinya penyeragaman bentuk.
Masyarakat yang dulunya beragam karena tradisi dan adat istiadat yang berbeda di tiap daerah,
kini menjadi seragam akibat pelepasan diri dari tradisi dan adat istiadat yang mengikat mereka
untuk mengikuti gaya hidup global yang dianggap modern. Hal ini pun terjadi di bidang
arsitektur. Hampir seluruh bangunan yang berdiri di Indonesia telah mengalami perubahan,
yang awalnya selalu menunjukkan identitas lokal dengan mengikuti aturan yang berlaku di
daerahnya, kini terlihat adanya keseragaman bentuk secara global sehingga tidak jelas lagi itu
bangunan apa dan berasal dari mana.
Indonesia memiliki kekayaan arsitektur atau disebut dengan arsitektur Nusantara, yang
tercermin dari ragam bentuk rumah adat tradisionalnya. Namun sekarang, kekayaan ragam
tersebut tidak lagi terlihat dan tergantikan oleh keseragaman bangunan-bangunan bergaya
arsitektur . Masyarakat lebih memilih mendirikan bangunan yang bertemakan kemewahan,
seperti bangunan klasik Eropa yang banyak menampilkan ornamen-ornamen rumit atau
lukisan-lukisan bergambar manusia. Atau sebaliknya, masyarakat akibat pengaruh kehidupan
modern yang menuntut kemudahan dan efisiensi waktu, akhirnya lebih memilih mendirikan
bangunan dengan konsep minimalis. Kedua gaya ini sama sekali tidak mencerminkan identitas
asli bangsa Indonesia.
Gejala perubahan ini juga dialami oleh para perancang bangunan. Sulit menemukan
corak kenusantaraan pada hasil karya arstitek sekarang. Rancangan bangunan yang dibuat, kini
banyak mengadaptasi rancangan tokoh baik dari segi desain maupun pemilihan material
pembangunnya. Tuntutan masyarakat akan kemudahan dan efisiensi waktu membuat arsitek
mau tidak mau harus mengikuti pemikiran tokoh untuk merancang bangunan yang
mengutamakan fungsinya. Konsekuensinya, ornamen pada bangunan dikurangi, beton dipilih
sebagai material utama, dan bentuk bangunan diubah menjadi lebih sederhana, yaitu tidak jauh
dari bentuk kubus. Konsep perancangan ini berbeda dengan konsep asli Indonesia yang identik
dengan ukiran tradisional, bentuk fisik bangunan yang kompleks, dan material lokal seperti
kayu atau batu alam.
Suasana kean juga bisa dirasakan di bidang perumahan. Seperti dalam makalah
Hariwardono Soeharno yang berjudul “Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks
Perumahan” (Soeharno, 2010), makin banyak kompleks perumahan di Indonesia yang
mengambil nama-nama asing seperti San Diego, Raffles Garden, atau Rich Palace. Demi
membentuk citra kelas tinggi, nama-nama asing tersebut digunakan dalam penamaan jalan,
fasilitas perumahan, dan tipe rumah. Nama-nama asli Indonesia cenderung dihindari karena
dirasa kuno dan dinilai tidak bisa membentuk citra kepada siapa perumahan tersebut
dipasarkan. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Indonesia sekarang tidak
bangga dan cenderung malu atas budaya miliknya sendiri, kemudian beralih meniru budaya
yang dianggap lebih maju.
Masyarakat yang telah mengikuti pola hidup modern akan selalu mengedepankan
segala hal yang mudah dan cepat sehingga akan berdampak pula pada keinginan mereka untuk
mendirikan bangunan yang fungsional. Di sisi lain, arsitektur Nusantara adalah arsitektur yang
memiliki makna di setiap bagiannya sehingga arsitektur ini menjadi rumit dan banyak
memakan waktu. Perbedaan mudah dan rumit, serta cepat dan lama inilah yang membuat
eksistensi arsitektur Nusantara semakin tergeser oleh arsitektur .
Dari sudut pandang arsitek, berbagai filosofi, langgam, bahan, struktur, dan konstruksi
terbaru sudah demikian membingungkan. Tatanan dan aturan tradisional dengan berbagai
keunikan cara dan penamaan elemen konstruksi menjadi tambahan permasalahan baru bagi
arsitek masa kini yang ingin mencoba bereksplorasi dengan kenusantaraan. Kerumitan inilah
yang membuat arsitektur Nusantara semakin dijauhi. Oleh karena itu, perlu formula baru untuk
mengurangi kesulitan ilmu arsitektur dan perlu pemahaman baru agar dapat menerapkan
arsitektur Nusantara dengan lebih sederhana.
Arsitektur Nusantara dinilai kuno karena tidak bisa berkembang mengikuti perubahan
jaman. Ibarat pakaian, agar arsitektur Nusantara dapat diterapkan kembali oleh masyarakat,
maka ia harus ditampilkan menjadi sosok yang masa kini. Itu berarti, arsitektur Nusantara harus
dikolaborasikan dengan apa yang menjadi tren sekarang. Seperti saat ini, batik sudah bisa
digunakan dalam acara sehari-hari mulai acara formal hingga informal. Hal ini karena batik
telah mengalami transformasi bentuk, bukan lagi berupa kain yang melilit tubuh bagian bawah
dengan kebaya sebagai atasannya, atau sebagai pakaian acara resmi para orang tua di acara
formal. Batik sekarang telah diaplikasikan ke dalam bentuk yang lebih beragam seperti tas,
gaun, jaket, dan bahkan motif sepatu sehingga kain batik bukan lagi sebagai pakaian untuk
kalangan tertentu saja, tapi dapat digunakan oleh seluruh kalangan.
Arsitektur Nusantara seharusnya juga dapat meniru kain batik yang mampu bangkit
kembali menjadi identitas bangsa. Membangkitkan kembali semangat berarsitektur Nusantara
bukan berarti harus mengikuti segala aturan yang berlaku dalam tradisi atau membangun
bangunan dengan fisik yang mirip sekali dengan rumah-rumah tradisional. Menurut F. Silaban
salah seorang Arsitek besar pada era Soekarno (dalam Yu Sing, 2010), untuk mengadopsi
arsitektur tradisional, bukan bentuknya yang diambil, tetapi dipelajari jiwanya. Barangkali
memang itulah sikap yang tepat untuk mengembangkannya, yaitu dengan melakukan adaptasi,
bukan duplikasi atau replikasi.
Mengadaptasi nilai lokal dapat dilakukan dengan menjadikan ciri-ciri fisik, makna
filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan ornamen-ornamen
tradisional sebagai sumber eksplorasi untuk dikembangkan. Arsitektur Nusantara tidak harus
terlihat tradisional secara fisik, tetapi dengan adanya eksplorasi tadi, maka arsitektur Nusantara
akan dapat lebih luwes diterapkan di masa sekarang dengan tampilan unik seperti halnya batik
dalam wujud pakaian masa kini. Dengan cara seperti itu, arsitektur Nusantara bukan lagi
menjadi sesuatu yang harus ditutupi dan disisihkan, tetapi harus dikembangkan dan
diperkenalkan kepada dunia sebagai arsitektur identitas bangsa.
BAB IV
Simpulan dan Saran

4.1 Simpulan
1. Globalisasi memberi pengaruh ke dalam arsitektur Indonesia, mengubah
perwajahan arsitektur di Indonesia menjadi seragam mengikuti model arsitektur
sehingga tidak lagi menampakkan identitas bangsa.
2. Arsitektur Nusantara sulit diterapkan di kehidupan sekarang karena masyarakat
sudah banyak terjejali pengaruh arsitektur global yang dianggap maju sehingga
mereka menganggap arsitektur Nusantara menjadi hal yang kuno. Masyarakat
hidup dalam dunia modern juga menuntut segala sesuatunya mudah dan cepat,
sementara arsitektur Nusantara memiliki makna di setiap bagiannya sehingga
arsitekur Nusantara ini menjadi rumit dan membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk dapat didirikan.
3. Arsitektur Nusantara dapat kembali dikembangkan dengan membentuk formula
baru yang mengombinasikan arsitektur Nusantara dengan pengetahuan
arsitektur masa kini sehingga dapat mengurangi kompleksitas arsitektur
Nusantara ketika diterapkan. Pola pikir para arsitek juga harus diubah menjadi
lebih kreatif agar dapat menghadirkan corak Nusantara ke dalam karya-
karyanya.

4.2 Saran
4.2.1 Saran untuk Pemerintah
1. Mengadakan berbagai acara pameran kebudayaan yang berkaitan dengan
arsitektur untuk mengingatkan kembali masyarakat bagaimana
sebenarnya arsitektur bangsa kita.
2. Memasukkan unsur keNusantaraan di setiap pembangunan fisik daerah
seperti mendirikan kantor pemerintahan, terminal atau bangunan-
bangunan publik lainnya dengan corak arsitektur daerah setempat.

4.2.2 Saran untuk Institusi Pendidikan Arsitektur


1. Meningkatkan intensitas kuliah formal maupun non formal tentang
arsitektur Nusantara bagi mahasiswa di bidang sipil dan perencanaan
2. Mengadakan penelitian secara rutin untuk mengkaji lebih dalam mengenai
arsitektur Nusantara dan penerapannya di kehidupan modern
3. Mengadakan sayembara desain yang bertemakan Nusantara kepada
mahasiswa

4.2.3 Saran untuk masyarakat


1. Meningkatkan kesadaran diri untuk lebih mengenal dan menganggap
arsitektur Nusantara sebagai arsitektur Indonesia
2. Menggunakan kembali arsitektur Nusantara menjadi konsep dasar
rancangan tempat tinggal
DAFTAR PUSTAKA

Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan


Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika

Widjil Pangarsa, Galih. 2006.Merah Putih Arsitektur Nusantara.Yogyakarta: Andi

Adonara.2009.“Globalisme dan Pengaruhnya Pada Arsitektur”.


http://stenmannz.blogspot.com/2009/06/globalisme.html.Diunduh: 17 Maret 2012

arsitekiki.2008.“ Kenalan sama Arsitektur Nusantara”.


http://arsitekiki.blogspot.com/2008/02/kenalan-sama-arsitektur-Nusantara.html.Diunduh: 17
Maret 2012

Kamus Besar.http://www.kamusbesar.com/27350/Nusantara.18 Maret 2012

Prijotomo, Joseph.2010.“Arsitektur Nusantara-Arsitektur Naungan, Bukan Lindungan


(Sebuah Reorientasi Pengetahuan Arsitektur Tradisiona)l”.
http://www.putumahendra.com/?p=988.Diunduh: 22 Maret 2012

Rahadi,

Tribinuka, Tjahja.2010.“Evolusi Arsitektur Nusantara”. http://architect-


news.com/index.php/arsitektur-tradisional/54-bentuk/91-evolusi-arsitektur-
Nusantara.Diunduh: 6 Maret 2012

Anda mungkin juga menyukai