PENDAHULUAN
Anastesi umum akan mengubah kondisi umum dari fisiologi tubuh. Dimana
keadaan tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian. Pemberian obat anastesi
dapat diberikan secara inhalasi, intravena, atau kombinasi keduanya. Pemilihan
teknik anastesi dan pemberian obat anastesi harus bertujuan utama pada keselamatan
pasien dan menghindari komplikasi intra atau pasca bedah. Penggunaan obat dalam
anastesi perlu diketahui farmakologi obat, interaksinya, dan efek sampingnya.
Hipertermia ganas (MH) atau hiperpireksia ganas [1] adalah kondisi yang
mengancam jiwa langka yang biasanya dipicu oleh paparan obat tertentu yang
digunakan untuk anestesi umum, khususnya agen anestesi volatil dan agen
memblokir neuromuskuler, succinylcholine. Pada individu yang rentan, obat ini dapat
menyebabkan peningkatan drastis dan tidak terkendali dalam metabolisme otot
rangka oksidatif, yang menguasai kapasitas tubuh untuk memasok oksigen,
menghilangkan karbon dioksida, dan mengatur suhu tubuh, akhirnya mengarah ke
peredaran darah dan kematian jika tidak diobati dengan cepat
1|Page
BAB II
HIPERTERMIA MALIGNA
Definisi
2|Page
Pada pasien dengan keadaan maligna hiperteri penting untuk diberitahukan
kepada dokter yang menangani. Ataupun diinformasikan apabila didapatkan ada
keluarga yang mempunyai riwayat hipertermi maligna. Menggunaka gelang medis
untuk pemantauan lebih baik pada pasien dengan hipertermi maligna. Penggunaan
suksinilkolin dan volatile sebagai agen anastesi sebaiknya dihindari.
Sejarah
Epidemiogi
3|Page
Banyak faktor dapat terlibat dalam memicu maligna hipertermi. Seperti usia,
jenis anestesi, suhu lingkungan, obat-obatan mengurangi diberikan secara bersamaan,
dan tingkat stres. Maligna hipertermi krisis berkembang tidak hanya pada manusia
tetapi pada spesies lain, terutama babi, yang telah menjadi sumber berharga untuk
penelitian. Reaksi juga telah dijelaskan pada kuda, anjing dan hewan lainnya.
Patofisiologi
Pada laboratorium pajanan dari ryanodin pada sel otot skeletal individu
penyandang maligna hipertensi akan menyebabkan hiperkontraktur. Hal ini
disebabkan oleh perlepasan berlebih dari Ca dari retikulum sitoplasmik ke sitosol.
Pelepasan Ca akan dimulai oleh aktivasi suatu reseptor yang berhubungan dengan
system reticulum sitoplasmik. Padas sel hipertermi maligna pajanan denga ryonadin
akan meningkatkan aktivitas dari reseptor ini dengan peningkatan pelepasan Ca.
Pada manusia terdapat tiga reseptor ryonadin. RyR1 terletak pada otot skeletal,
RyR2 pada sel jantung, dan RyR3 pada sel otak. Di setiap sel tesebut RyR akan
meningkatkan pelepasan sel Ca dari reticulum sarkoplasmik ke sitoplasma sel. Ca ini
nantinya akan mencetuskan eksitasi kontraksi sel.
RyR di otot skeletal dalam keadaan normal teraktivsai oleh potensial aksi
yang masuk kedalam sel. Ca yang masuk nantinya akan berikatan dengan aktin dan
myosin dan memulai kontraksi otot. Setelah proses tersebut maka Ca akan dipanggil
pulang kembali ke reticulum sitoplasmik dipanggil oleh Sarcoplasmic Endoplasmic
Retikulum Ca ATPase. Proses tersebut akan mereuptake Ca kembali ke retikulum
setelah proses kontraksi.
4|Page
Etiologi
I.Anastesi Inhalasi
Semua jenis dari anastesi inhalasi dapat memicu hipertermi maligna, keadaan
tersebut tidak bergantung pada dosis dan lama pemberian. Dalam beberapa kasus
dilaporkan ether dan kloroform memicu terjadinya seranga maligna hipertemi intra
anastesi. Bagi penyandang maligna hipertensi dianggap pemberian obat anastesi
intravena cenderung lebih aman demikian pula dengan obat – obatan anastesi lokal.
II.Suksinilkolin
5|Page
Pada orang dengan penyandang maligna hipertensi bukanlah kelemahan yang
didapat melainkan justru rigiditas. Pelumpuh otot non depol lainya dinilai cenderung
lebih aman pada penyandang maligna hipertermi, kecuali tubokurarin. Hal ini
dikarenakan pada beberapa percobaan invitro tubokurarin mencetuskan depolarisasi
pada serabut otot.
III.Kafein
IV.Fenotiazin
6|Page
V.Obat Anastesi Intravena
Saat ini sudah ada pengalaman yang luas dari penggunaan secara aman dan
lebih umum dengan obat anestesi intravena pada pasien yang diketahui rentan
terhadap hipertermi maligna. Ini termasuk tiga agen yang paling umum digunakan
dalam praktek klinis saat ini yaitu, thiopental, etomidate dan propofol.
Manifestasi
- Rigiditas otot
- CO2 yang meningkat cepat dan progresif
- Suhu yang meningkat dengan cepat dan progresif
- Myoglobinuria
- Kreatinin fosfat serum akan meningkat dengan cepat dan progresif
7|Page
Tanda – tanda tidak khas :
Gejala klinis pertama dapat terdeteksi beberapa menit setelah terpajan zat
anastetik inhalasi. Namun keadaan tersebut dapat pula muncul setelah beberapa menit
hingga beberapa jam. Bahkan pada beberapa kasus dilaporkan serangan hipertemi
maligna setelah pasien di ekstubasi dan setelah pasien berada di ruang pemulihan.
Hiperkontraktur dari sel – sel otot skelet dapat menjalar keseluruh tubuh.
Namun diketahui yang pertama kali terdeteksi adalaha kekakuan pada otot – otot
maseter, yang selanjutnya akan diikuti dengan kekakuan dari otot – otot skelet yang
lainnya. Pasien kemudian akan tampak kaku seperti kayu. Keadaan tersebut kita sebut
pasie dalam keadaan rigid.
Otot – otot maseter yang pertama kali mengalami rigid dikarenakan banyak
mengandung miofilamen tipe 1. Miofilamen tipe 1 mempunyai afinitas terhadap Ca
daripada tipe II.
8|Page
karena pada keadaan hipertermi maligna maka Co2absorber akan cepat habisnya
disertai cepat panas pada dinding kanisternya.
9|Page
homeostatis Ca dalam individu. Dipertimbangkan bersama dengan rangkaian lengkap
durasi prosedur bedah.
Variabilitas ini dalam waktu onset dan laju perkembangan maligna hipertermi
menyatakan bahwa prosedur dapat menyimpulkan sebelum gejala maligna hipertermi
menjadi jelas. Dalam situasi ini, reaksi akan berlangsung sementara konsentrasi obat
pemicu dalam otot tetap berada di atas nilai ambang batas. Ada kemungkinan bahwa
konsentrasi yang lebih rendah dari obat pemicu dibutuhkan untuk menjaga reaksi
daripada memulainya. Hal ini dikarenakan peningkatan konsentrasi Ca2 intraseluler
akan merangsang retikulum sarkoplasma Ca2 rilis melalui mekanisme yang dikenal
sebagai Ca2 + -induced Ca2 + release. Demikian pula, jika Ca2 intraseluler sangat
tinggi, Ca2 + yang diinduksi Ca2 + pembebasan dapat mempertahankan reaksi
hipertermi maligna bahkan ketika obat pemicu telah dieliminasi. Terutama jika
penyerapan Ca2 + terganggu oleh berkurangnya kemampuan untuk memproduksi
ATP.
Diagnosa
Diagnosa klinis serangan dari hipertermi maligna berupa gejala – gejala yang
telah disebutkan. Diagnosis secara pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
fisiologin in vitro dan pemeriksaan kromosom.
Gold standard untuk diagnosis maligna hipertermi saat in vitro contracture test
( IVCT ) , yang didasarkan pada kontarktur dari serat otot dengan paparan halotan
atau kafein . Dua bentuk tes ini telah dikembangkan, pertama oleh European
Malignant Hyperthermia Group ( EMHG ) dan yang lainnya oleh North American
10 | P a g e
Malignant Hyperthermia Group ( NAMHG ). Tampak adanya perbedaan yang
signifikan antara dua pengembangan tersebut.
Namun IVCT dinilai mahal dan terbatas pada pusat-pusat pengujian khusus ,
memerlukan prosedur pembedahan dan dapat menghasilkan hasil positif dan negatif
palsu. Modifikasi protokol EMHG termasuk penggunaan ryanodine (yang mengikat
secara selektif dengan saluran pelepasan kalsium ) atau 4 - kloro - m- kresol namun
sampai saat ini agen ini belum termasuk dalam protokol standar. Pasokan masa depan
halotan mungkin terbatas. Seorang agen penguji alternatif yang mungkin adalah eter
fluorinated dan sevofluran.
11 | P a g e
satu gen. Skrining lengkap seluruh daerah pengkode RYR1, mengungkapkan bahwa
mutasi terjadi di hampir seluruh wilayah gen.
Berbagai tes diagnostik invasif minimal dalam pembangunan saat ini . Satu
menggunakan spektroskopi resonansi magnetik nuklir untuk mengevaluasi deplesi
ATP selama latihan bergradasi in vivo. Pasien maligna hipertermi memiliki gangguan
yang lebih besar pada ATP dan kreatin fosfat, serta peningkatan kandungan asam.
Tes memerlukan peralatan yang mahal dan canggih dan tim fasih dalam menafsirkan
penelusuran resultan dari puncak ATP dan fosfat anorganik. Pemasangan kateter
microdialysis ke otot dengan injeksi sejumlah kecil kafein akan menimbulkan sebuah
pelepasan yang disempurnakan karbon dioksida dari jaringan otot. Penilaian dapat
diukur dengan capnography.
Tatalaksana
12 | P a g e
- Rekomendasikan pasien dan keluarga untuk menjalani tes kontraktur dan /
atau dengan pemeriksaan kromosom
Dantrolen
Mekanisme Kerja
Dosis Pemberian
Dosis inisial ketika timbul hipertermi maligna adalah 2,5 mg / Kg. Pemberian
secara bolus cepat intravena. Dosis berikutnya diberikan secara titrasi bergantung
13 | P a g e
pada kadar CO2 darah. Dosis maksimal 10 mg / Kg, namun jika diperlukan dapat
lebih dari ini.
Farmakokinetik
Absorpsi oral lebih dari 70 %, dan kadar puncak akan dicapai setelah 1 – 4
jam. Metabolit utamanya berupa 5 – hidroksidantrolen. Aktif namun lemah
disbanding dantrolen sendiri. Waktu paruh dantrolen 6 – 9 jam sedangkan waktu
paruhnya 5 – hidroksidantrolen 15,5 jam. Kadarnya meningkat dengan peningkatan
dosis sampai 200 mg / hari. Tetapi tidak dengan 400 mg sehari. Tidak tampak adanya
hubungan yang berarti antara banyaknya obat di dalam darah dengan perbaikan
klinik.
Pemberian dantrolen dawat melewati sawar darah plasenta. Pada wanita hamil
yang akan melahirkan kelemahan otot bayi saat dilahirkan harus sudah dapat
diantisipasi. Obat ini jangan diberikan pada wanita yang menyusui.
14 | P a g e
Keamanan penggunaan dantrolen jangka panjang memang belum jelas benar.
Pada hewan percobaan pemberian jangka panjang hingga 18 bulan meningkatkan
insiden tumor payudara. Sedangkan pada dosis yang lebih besar terjadi insidensi
limfangioma hepatik dan angiosarkoma hepatik.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelemahan otot, hal ini
karena dapat memperburuk keadaan tersebut. Efek samping lainya yang paling sering
muncul berupa kelemahan otot, mengantuk, pusing, malaise, dan diare.
Pencegahan
Diagnosa Banding
15 | P a g e
penyandang hipertermi maligna tidak ditemukan bukti mutasi genetiknya. Hal serupa
juga dijumpai pada keadaan heat sroke.
Walaupu menunjukkan gejala yang mirip namun dapat dibedakan dari gejala
dan kriteria yang tidak lengkap. Kondisi tersebut seringkali dikatakan sebagai
malignant hyperthermia like syndrome.
III.Serotonin Syndrome
Merupakan suatu akibat dari peningkatan serotonin. Hal ini dapat disebabkan
overdosis obat atau interaksi antar obat yang berifat sinergis. Keadaan ini sering pula
disebut sebagai toksisitas serotonin.
- Agonis 5HT
- Antidepresan
- Opioid
- Stimulan otak
16 | P a g e
- Halusinogen
- Obat – obat herbal
- Obat kolinergik
- Antagonis 5HT
Gejala yang muncul mirip dengan malignant hipertermi maligna yaitu agitasi /
keringat berlebih, peningkatan tonus simpatis, hipermetabolisme dengan segala
akibatnya. Berbeda dengan maligna hipertermi yang menimbulkan rigiditas otot pada
serotonin terjadi tremor, hiperflexia, atau myoklonus.
IV.Thyroid Storm
Krisis tirotoksik ini seringkali terjadi pada pasien hipertiroid tanpa terapi
optimal yang mengalami stress fisiologik. Keadaan yang kerap kali menyebabkan
krisis adalah pembedahan terutama pembedahan tehadap kelenjar tirod tersebut. Oleh
karena itu karena terjadi pada intra operaatif maka kerap kali dikira sebagai malignant
hipertermi
17 | P a g e