Anda di halaman 1dari 22

JURNAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA (STERIL)


OBAT TETES MATA

Disusun Oleh :
Ariza Priawan H 10060316145
Nada Fauziah 10060316146
Muhammad Bilgary U 10060316147
Ayu Setyaningtyas 10060316148
Aisyah 10060316149
Widya Lestari 10060316150

Kelompok 3 / Shift D
Tanggal Praktikum : 20 Desember 2018

Asisten : Rina Rusinur, S. Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M / 1440 H
PERCOBAAN 3
OBAT TETES MATA

I. NAMA SEDIAAN
Obat Tetes Mata Atropin Sulfat

II. KEKUATAN SEDIAAN


Obat Tetes Mata Atropin Sulfat Mengandung Atropin Sulfat 0,5%

III. PREFORMULASI ZAT AKTIF


3.1 Atropin Sulfat
- RM/BM : (C17H23NO3)2.H2SO4.H2O / 694,84 (anh = 676,82)
- Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur, putih,
tidak berbau, mengembang di udara kering, perlahan-
lahan terpengaruh oleh cahaya.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air (1:<1), mudah larut
dalam etanol (1:4), terlebih dalam etanol mendidih,
mudah larut dalam gliserin, sebagian tidak larut
dalam kloroform dan eter.
- pH : Antara 6,4 – 6,8 (tetes mata atropin sulfat 1%) dan
pH 4,5 – 6,2 dalam larutan aqua 2% w/v
- Stabilitas : Atropin sulfat dengan lambat terpengaruh oleh
cahaya. 10 mL alikuot yang mengandung larutan
Atropin Sulfat pada pH 6,5 yang mengandung 200
mikrogram atropin dapat diradiasi sinar UV. 50%
terjadi dekomposisi setelah 30 menit dan
terdekomposisi lebih dari 95% setelah 3 jam. Waktu
paruh atropin sulfat dalam larutan tetes mata adalah 1
jam pada pH 6,8
- Inkompatibilitas : Atropin dan garamnya inkompatibel dengan
bromida, iodida, iodin, alkali, asam tannin, kuinin,
dan garam merkuri. Atropin sulfat inkompatibel
dengan cimetidine dan pentobarbirone sodium ketika
ketiga obat dikombinasi dalam syringe. Atropin sulfat
inkompatibel dengan pengawet hidroksibenzoat
mengakibatkan hilangnya total atropin dalam 2
sampai 3 minggu.
- Sterilisasi : Autoklaf
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
- Kegunaan : Parasimpatolitikum
(Dirjen POM, 2014:183), (Sweetman, 2009:1219), dan (Lund, 1994:748-750).

IV. PENGEMBANGAN FORMULA


4.1 Zat Aktif
Atropin sulfat adalah salah satu obat anti kolinergeik (parasimpikolitik).
Atropin sulfat ini merupakan obat tetes mata yang berguna untuk membuat pupil
mata terbuka lebih lebar dan melemaskan otot-otot mata. Zat aktif ini dapat
mengurangi stimulasi saraf parasimpatik. Pada mata, atropin menginduksi
mydriasis (melebarkan pupil) dengan cara menghalangi kontraksi otot sfingter pupil
(kontraksi otot ini distimulasi oleh pelepasan asetilkolin) sehingga memungkinkan
otot dilator pupil berkontraksi dan melebarkan pupil. Obat ini digunakan dengan
cara meneteskan ke kelopak mata. Zat akif Atropin sulfat ini akan dibuat menjadi
sediaan larutan yang memiliki konsentrasi 0,5% sehingga zat aktif Atropin sulfat
ini harus dilarutkan dalam air sebagai pelarut. Dimana, dalam Farmakope Indonesia
(2014:183) Atropin sulfat ini sangat mudah larut dalam air sehingga digunakan
Atropin sulfat dalam bentuk garamnya untuk meningkatkan kelarutan zat aktif
karena zat aktif dalam bentuk garamnya akan lebih mudah larut dalam air.

4.2 Pembawa/Pelarut
Pelarut yang digunakan adalah aqua atau air karena air adalah pelarut yang
kompatibel dengan tubuh dan bersifat tidak toksik. Air yang digunakan untuk
sediaan ini adalah aqua pro injection (API) alasannya karena aqua p.i ini air
merupakan aqua khusus untuk sediaan parenteral yang sudah disterilkan dan
dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya. Aqua p.i ini dibuat dengan penyulingan atau penyaringan agar
menghilangkan mikroorganisme atau zat asing yang tidak diinginkan karena obat
ini digunakan langsung kontak dengan cairan mata. Konsentrasi aqua pro injection
yang digunakan ad. 10 mL tiap botolnya.

4.3 Eksipien
4.3.1 Pengawet
Sediaan obat tetes mata Atropin sulfat ini dibuat dalam kemasan botol
sehingga digunakan dalam dosis ganda (multiple dose). Sediaan dalam dosis yang
berulang-ulang (multiple dose) sehingga diperlukan penambahan pengawet karena
untuk mengurangi dan mencegah kontaminasi mikroba ketika sediaan disimpan.
Pengawet yang digunakan adalah Benzalkonium klorida karena memiliki aktivitas
bakteriostatik dan antimikroba serta pengawet ini memiliki kelarutan yang baik
dalam air sehingga sediaan yang dihasilkan akan tetap homogen. Konsentrasi
Benzalkonium klorida yang digunakan sebesar 0,01%.

4.3.2 Peningkat Tonisitas


Pada formula sediaan OTM Atropin sulfat ini perlu ditambahkan peningkat
konsistensi, karena pada formula yang terdiri dari zat aktif Atropin sulfat 0,5%,
Benzalkonium klorida 0,01%, Dinatrium EDTA 0,1%, dalam 10 mL kondisi
sediaan ini hipotonis, yaitu tekanan osmotik sediaan larutan lebih rendah dari pada
sedian osmotik cairan tubuh (darah) yaitu hanya 0,295% (kurang dari 0,9%).
Keadaan hipotonis dalam sediaan OTM.
Salah satu cara untuk mencegah hipotonis ini dengan cara menambahkan
zat yang dapat meningkatkan tonisitas, pada formula ini ditambahkan NaCl. NaCl
yang ditambahkan sebanyak 0,605% sehingga sediaan ini menjadi isotonis, yaitu
tekanan osmotik sediaan larutan sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh yaitu
setara dengan 0,9% NaCl.
4.3.3 Pengkhelat
Zat pengkhelat ditambahkan karena ion-ion dan logam berat dapat
menyebabkan peruraian obat dalam larutan. Zat penghelat ini akan mengikat ion
atau logam yang mudah teroksidasi dalam kompleks organik sehingga memberikan
perlindungan. Zat pengkhelat yang digunakan adalah dinatrium EDTA dengan
konsentrasi sebesar 0,05%. Selain digunakan sebagai pengkhelat, Dinatrium EDTA
ini dapat berfungsi sebagai pengawet yang dikombinasikan dengan Benzalkonium
klorida.

4.4 Wadah
Wadah yang digunakan adalah wadah multiple doze berupa botol plastik
dengan volume wadah 10 mL. Tujuannya agar sediaan lebih mudah diteteskan ke
mata dan mudah ditekan ketika diaplikasikan agar sediaan lebih mudah keluar.
Sediaan obat tetes mata Atropin Sulfat dalam bentuk larutan harus disimpan dalam
wadah yang rapat dan kuat.

V. PERHITUNGAN TONISITAS
Kekuatan sediaan :
Atropin sulfat 0,5%
Volume Sediaan 10 mL/ Botol
Tipa 10 mL mengandung :
Atropin sulfat 100 mg
Natrium Klorida 70 mg
Benzalkonium Klorida 2 µl
Dinatrii Edetas 5 mg
Aqua p.i ad 10 mL
(Formularium Nasional, 1978)
5.1 Perhitungan konsentrasi (%) :
0,5
Atropin sulfat = 100 𝑥 10 = 0,05 𝑚𝑔
0,01 𝑔
Benzalkonium Klorida = 10 𝑚𝑙 × 100% = 0,1 mg
0,005𝑔
Dinatrii Edetas = × 100% = 0,05 %
10 𝑚𝑙

a.p.i ad 10 mL

5.2 Perhitungan Ekivalensi :

No. Nama Zat Jumlah % Zat E T=E×W


1 Atropin Sulfat 0,5 % 0,14 0,07 %
Benzalkonium
3 0,01 % 0,18 0,0018 %
Klorida
4 Dinatrii Edetas 0,05 % 0,24 0,012 %
0,0838%
(Hipotonis)

NaCl yang harus ditambahkan agar isotonis :


NaCl (+) = 0,9 % - 0,0838%
= 0,8162%
0,8162
= 𝑥 10 = 0,08162 g/ 10mL
100

= 81,62 mg/ 10 mL

VI. FORMULA AKHIR


Tiap 10 mL mengandung:
Atropin Sulfat 0,5%
NaCl 0,8162%
Benzalkonium Klorida 0,01%
Dinatrii Edetat 0,05%
Aqua Pro Injeksi ad 10 mL
VII. PREFORMULASI EKSIPIEN
7.1 Benzalkonium Klorida
- RM/BM : [C6H5CH2N(CH3)2R]Cl/ 283,88
- Pemerian : Gudir tebal/potongan seperti gelatin, warna putih,
bau aromatik, rasa agak pahit
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam etanol 95%
dan dalam aseton
- Stabilitas : Stabil pada rentang pH dan suhu yang lebar dan
dapat di sterilisasi dengan Autoklaf. Bersifat
higroskopis dan tidak stabil terhadap cahaya, udara,
dan logam. Benzalkonium klorida dapat disterilkan
dengan autoklaf tanpa kehilangan efektifitas. Larutan
dapat disimpan untuk waktu yang lama pada suhu
kamar. Larutan encer yang dapat disimpan dalam
polivinil klorida atau busa polyurethane dapat
kehilangan aktifitas anti mikroba.
- Inkompaktibel : Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan
anoinik, sitrat, hydrogen peroksida, hidroksipropil
metil selulosa, iodide, kaolin, nitrat, surfaktan
nonionic, pada konsentrasi yang tinggi,
permanganate, protein, salisilat, garam perak, sabun,
sulfonamide, tartat, zinc, oksida, zink sulfat, beberapa
campuran karet dan plastik.
- pH : 5-8
- Sterilisasi : Panas Lembab (Autoklaf) atau Panas Kering
(Oven)
- Kegunaan : Pengawet antimikroba
(Dirjen POM, 1979:657) dan (Rowe et al, 2009:57)
7.2 Natrium Edetat
- Pemerian : Serbuk kristal putih tidak berbau dengan sedikit rasa
asam
- pH : 4,3-4,7 dalam larutan 1% air bebas CO2
- Kelarutan : Larut dalam air (1:11), Praktis tidak larut dalam
kloroform dan eter, larut dalam etanol (95%)
- Stabilitas : Sangat higroskopis dan harus dilindungi dari
kelembaban
- Inkompatibilitas : dengan pengoksidasi kuat, dan ion logam polifalen
seperti tembaga, nikel, Na EDTA merupakan asam
lemah dan bereaksi dengan logam membentuk
hidrogen.
- Sterilisasi : autoklaf
- Penyimpanan : harus disimpan diwadah bebas alkali, tertutup rapat
dan ditempat sejuk dan kering.
- Kegunaan : sebagai chelating agent (0,005-0,1% w/w)
(Rowe et al, 2009:178)

7.3 Natrium Klorida


- Pemerian : Serbuk Kristal, tidak berwarna, asin tidak berbau
- Bobot jenis : 2.17 g/cm3; 1.20 g/cm3 dalam larutan
- Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit lembih mudah larut
dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut
dalam etanol.
- Stabilitas : Stabil tetapi dapat menyebabkan pemisahan partikel
kaca dari jenis tertentu wadah kaca. Larutan air dapat
disterilkan dengan autoklaf atau filtrasi.
- Inkompatibilitas : Merusak besi, bereaksi membentuk endapan dengan
garam perak, timbal, dan merkuri. Kelarutan
methylparaben sebagai pengawet antimikroba
menurun dalam larutan natrium klorida berair.
- Penyimpanan : Bahan padat stabil dan harus disimpan di sebuah
sumur tertutup microbial, di tempat yang sejuk dan
kering.
- Kegunaan : Peningkat tonisitas
(Dirjen POM, 1979:584) dan (Rowe et al, 2009:637)

7.4 Aqua Pro Injeksi


- Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau
- Endotoksin : Tidak lebih dari 0,25 unit endotoksin FI per ml.
- Stabilitas : Stabil pada tempat yang kering. Dapat stabil dalam
semua keadaan fisika (es, cair dan uap). Air dari hasil
sistem pemurnian secara farmasi harus disimpan
secara spesifik. Rancangan dan operasi dari sistem
distribusi penyimpanan adalah untuk menjaga air dari
kelebihan batas bisa diijinkan selama penyimpanan.
Khususnya, penyimpanan dan distribusi sistem harus
memastikan bahwa air dilindungi dari pencemaran
organik dan bersifat ion,yang akan mendorong kearah
suatu peningkatan didalam daya konduksi dan total
karbon organik, secara berturut-turut. Sistem harus
pula dilindungi dari phisik masuknya jasad renik dan
partikel asing sehingga dapat mencegah pertumbuhan
mikrobial.
- Inkompatibilitas : Dalam formulasi dapat bereaksi dnegan obat dan
bahan tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis
dalam lingkungan pada temperatur tinggi.
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, jika disimpan dalam
bertutup kapas berlemak maka harus digunakan
dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
- Kegunaan : Pelarut untuk sediaan injeksi
(Dirjen POM, 1995:112) dan (Rowe et al, 2009:766)

VIII. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Perhitungan Untuk 10 mL Untuk 10
No Zat Konsentrasi
(Untuk 1 Botol) Botol
0,5
1 Atropin Sulfat 0,5% 𝑥 10 𝑚𝐿 = 0,05 𝑔 0,5 Gram
100
Natrium 0,8162
2 0,8162% 𝑥 10 𝑚𝐿 = 0,08162 𝑔 0,8162 Gram
Klorida 100

Benzalkonium 0,01
3 0,01% 𝑥 10 𝑚𝐿 = 0,001 𝑔 0,01 Gram
Klorida 100
Dinatrium
0,05
4 Edetas 0,05% 𝑥 10 𝑚𝐿 = 0,005 𝑔 0,05 Gram
100
Aqua Pro
6 Injection ad 10 mL ad 10 mL 100 mL

IX. PENENTUAN METODE STERILISASI


9.1 Zat dan Alat
Meskipun dilakukan sterilisasi akhir, zat aktif, zat eksipien, dan alat
sebaiknya disterilisasi awal dengan tujuan mengurangi jumlah kontaminasi yang
teradapat dalam bahan dan alat sehingga pada proses sterlisasi akhir jumlah
kontaminan tidak terlalu meruah. Adapun dengan cara:
Zat Metode Sterilisasi Alasan
1. Atropin Sulfat Panas Kering (oven) Digunakannya metode sterilisasi
panas kering menggunakan Oven
karena Atropin Sulfat stabil pada
rentang pH dan tahan terhadap
suhu yang tinggi sehingga dapat
di sterilisasi dengan Oven.
2. NaCl Panas Kering (Oven) Digunkan metode ini karena
NaCl tahan terhadap panas
sehingga bisa disterilisasi dengan
oven dan dalam bentuk larutan
air dapat disterilisasi dengan
filtrasi.
3. Benzalkonium Panas Kering (Oven) Digunakannya metode sterilisasi
Klorida panas kering menggunakan Oven
karena Benzalkonium Klorida
stabil pada rentang pH dan suhu
yang lebar sehingga dapat di
sterilisasi dengan Oven.
4. Dinatrii Edetat Panas Lembab Digunakannya metode sterilisasi
(Autoklaf) panas lembab menggunakan
autoklaf karena Dinatrii Asetat
stabil pada suhu yang cukup
tinggi sehingga dapat di
sterilisasi dengan Autoklaf.
5. Aqua p.i Panas Lembab Digunakannya motode sterilisasi
(Autoklaf) panas lembab dengan autoklaf
karena sifatnya yang stabil pada
semua keadaan fisika baik pada
es, cair, dan uap.

Alat Metode Sterilisasi Alasan Penggunaan Metode


Sterilisasi
1. Batang Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
pengaduk
panas kering dengan
menggunakan oven karena
batang pengaduk bukan
termasuk alat presisi yang mana
ukurannya tidak boleh berubah
jika terkena suhu tinggi dengan
waktu yang cukup lama.
2. Corong kaca Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
panas kering dengan
menggunakan oven karena
corong kaca bukan termasuk alat
presisi yang mana ukurannya
tidak boleh berubah jika terkena
suhu tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
3. Erlenmeyer Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
panas kering dengan
menggunakan oven karena
erlenmeyer bukan termasuk alat
presisi yang mana ukurannya
tidak boleh berubah jika terkena
suhu tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
4. Gelas kimia Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
100 mL
panas kering dengan
menggunakan oven karena gelas
kimia bukan termasuk alat
presisi yang mana ukurannya
tidak boleh berubah jika terkena
suhu tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
5. Gelas ukur 10, Panas Lembab Dipilihnya metode sterilisasi
50 mL (Autoklaf) panas lembab dengan
menggunakan autoklaf karena
menghindari terjadinya perubaha
bentuk yang di akibatkan suhu
yang terlalu tinggi pada oven.
6. Kaca arloji Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
panas kering dengan
menggunakan oven karena kaca
arloji bukan termasuk alat presisi
yang mana ukurannya tidak
boleh berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
7. Pipet volume Panas Lembab Dipilihnya metode sterilisasi
10 mL (Autoklaf) panas lembab dengan
menggunakan autoklaf karena
menghindari terjadinya perubaha
bentuk yang di akibatkan suhu
yang terlalu tinggi pada oven.
8. Pipet Tetes Panas Lembab Dipilihnya metode sterilisasi
(Autoklaf) panas lembab dengan
menggunakan autoklaf karena
menghindari terjadinya perubaha
bentuk yang di akibatkan suhu
yang terlalu tinggi pada oven,
dan pada pipet tetes terdapatnya
tutup karet yang dapat meleleh
karena tidak tahan panas.
9. Botol Tetes Panas Lembab Digunakannya metode sterilisasi
Mata (Autoklaf) panas lembab dengan autoklaf
karena ampul tidak tahan
terhadap panas dengan waktu
yang cukup lama.

9.2 Sediaan
Sediaan obat tetes mata mengandung zat aktif Atropin Sulfat, dalam
CODEX (2009:749) bahwa Atropin Sulfat dapat disterilisasi akhir dengan metode
panas lembab dengan alat autoklaf karena aktif ini bersifat termostabil (tahan
terhadap panas), eksipien bersifat termostabil juga, dan sediaan obat tetes mata ini
berbentuk larutan sehingga kompatibel dengan uap air panas. Proses pembuatan
sediaan ini dilakukan di ruang steril C atau D karena pada akhir dilakukan proses
sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 121˚C selama 15 menit.

X. PROSEDUR PEMBUATAN
Semua alat, bahan, dan wadah disterilisasi dengan caranya masing-masing

Atropine sulfat, NaCl, benzalkonium clorida, dan dinatrium edetas ditimbang


menggunakan kaca arloji pada neraca analitik

Kemudian semua bahan dimasukkan ke dalam gelas kimia steril yang telah
dikalibrasi

Sejumlah aqua pro injeksi dituangkan kedalamnya untuk melarutkan zat aktif
tersebut sampai larut semuanya.
Ditambahkan aqua pro injeksi hingga tanda kalibrasi tercapai.

Kertas saring lipat rangkap 2 dibasahi dengan aqua pro injeksi

Kertas saring dan corong dipindahkan ke dalam Erlenmeyer

Larutan disaring ke dalam Erlenmeyer

Larutan dari Erlenmeyer dipindahkan ke dalam gelas ukur dan diukur


volumenya

Kekurangan volume di ad dengan aqua pro injeksi, yang sebelumnya sudah


dilakukan penyaringan

larutan dimasukan ke dalam masing-masing botol tetes mata yang telah


disiapkan.

Botol tetes mata ditutup dengan penutup yang steril.

Sediaan infus yang telah jadi dilakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf pada
suhu 121oC selama 15 menit

Sediaan yang telah jadi diberi etiket


Sediaan Tetes dilakukan evaluasi

XI. EVALUASI
11.1 Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang
telah di kalibrasi
Prosedur : Digunakan alat potensiometer (pH meter) yang dikalibrasi
Pengukuran : Dilakukan pada suhu 25o ± 2o, kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi. Skala pH ditetapkan
dengan persamaan berikut :
(𝐸−𝐸₅)
𝑝𝐻 = 𝑝𝐻𝑠 + 𝑘

Penafsiran hasil : Harga pH dilihat dari yang tertera pada potensiometer


(Dirjen POM,1995:1039-1040)

11.2 Uji Kejernihan Larutan


Tujuan : Untuk mengetahui kejernihan dari sediaan infus yang
dibuat
Prinsip : Mengevaluasi kejernihan dari sediaan
Prosedur : Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar
dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap
refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan
putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi
memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang
dapat dilihat dengan mata.
Penafsiran : Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan.
(Dirjem POM, 1995:998)

11.3 Bahan Partikulat


Tujuan : Memastikan larutan infus, termasuk larutan yang
dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan
parenteral, bebas dari partikel yang dapat diamati secara
pemeriksaan visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji di filtrasi menggunakan
membran, lalu membran tersebut diamati dibawah
mikroskop dengan pembesaran 100x. Jumlah partiel dengan
dimensi linier selektif 10 𝜇𝑚 atau lebih dan sama atau lebih
besar dari 25 𝜇𝑚 dihitung.
Prosedur : Larutan disaring dengan penyaring membrane lalu diamati
dibawah mikroskop micrometer dan hitung partikel pada
penyaring untuk melihat jumlah partikel dengan ukuran
lebih dari 10.000/wadah
(Dirjen POM,1995:981-985)

11.4 Volume Terpindahkan


Tujuan : Sebagai jaminan bahwa larutan oral yang dikemas dalam
wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera di etiket
tidak lebih dari 250 ml, jika dipindahkan dari wadah asli akan
memberikan volume sediaan seperti tertera di etiket.
Prinsip : Mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis
pada etiket jika dipindahkan dari wadah asli
Penafsiran hasil:
 Volume rata-rata campuran larutan atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100%, dan
 Tidak satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket.
 Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada
etiket akan tetapi tidak satu wadah pun volumenya kurang dari 95% atau B
adalah tidak lebih dari 1 wadah, volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang
dari 90% volume tertera pada etiket  dilakukan uji tambahan terhadap 20
wadah tambahan.
Persyaratan: Volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30
wadah tidak kurang dari 100% dari yang tertera di etiket, dan
tidak lebih dari 1 dari 30 wadah volume kurang dari 95%
tetapi tidak kurang dari 90% dari yang tertera di etiket.
(Dirjen POM, 1995:1089)

11.5 Uji Sterilitas


Tujuan : Untuk menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus
steril memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan uji
sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi,
Prosedur
- Uji Fertilitas : Tetapkan sterilisasi setiap lot media dengan menginkubasi
sejumlah wadah yang mewakili pada suhu dan selama waktu yang tertera
pada uji.
- Uji Sterilisasi : Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung kedalam
media uji dan teknik penyaringan membran.
(Dirjen POM, 1995:855)

11.6 Uji Efektifitas Pengawet Antimikroba


Tujuan : Menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan
dasar atau bahan pembawa berair seperti produk parenteral
yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.
Prinsip : Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam
sediaan yang mengandung pengawet dalam selang waktu
tertentu dapat digunakan sebagai parameter efektifitas
pengawet dalam sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan
dengan cara menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida
Albicans, Aspergillus Niger, Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus) yang berisi sampel dari inokula pada
suhu 20-25C dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
Syarat/penafsiran hasil:
Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji, jika:
A. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga tidak lebih
dari 0,1% dari jumlah awal.
B. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal.
C. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.
(Dirjen POM,1995:854)

11.7 Uji Viskositas


Tujuan : Untuk mengetahui tingkat kekentalan atau nilai tahanan
dari suatu cairan untuk mengalir.
Prosedur : Uji viskositas dilakukan dengan cara sebanyak 100 mL gel
dimasukkan ke dalam wadah berbentuk tabung lalu dipasang
spindle 64. Spindle harus terendam dalam sediaan uji.
Viskometer dinyalakan dan dipastikan rotor dapat berputar
pada kecepatan 60 rpm. Diamati jarum penunjuk dari
viskometer yang mengarah ke angkan pada skala viskositas
lalu dicatat dan dikalikan faktor 100 (Martin, 1993).
XII. WADAH DAN KEMASAN
12.1 Kemasan Primer
Botol plastik @10 mL sebanyak 10 buah
12.2 Kemasan Sekunder
1 dus kertas untuk 1 botol sebanyak 10 buah
12.3 Brosur

ATROPIN SULFAT
Komposisi:
Atropin Sulfat 0,5%.
Indikasi:
- Membuat pupil mata terbuka lebih lebar
- Melemaskan otot-otot mata
Dosis:
Pada pasien dewasa adalah satu sampai dua tetes pada tiap
bola mata.
Peringatan dan Perhatian:
- Wanita yang sedang merencanakan kehamilan, sedang
hamil, atau menyusui, dianjurkan berkonsultasi dengan
dokter sebelum menggunakan atropin.
- Harap berhati-hati bagi yang sedang menderita
glaukoma, sindrom down, kerusakan otak, atau paralisis
spastik.
- Disarankan tidak mengemudikan kendaraan atau
mengoperasikan alat berat, karena atropin bisa
mengganggu indera penglihatan.
Efek Samping:
- Kesulitan memfokuskan pandangan.
- Detak jantung lebih cepat.
- Pandangan kabur.
- Iritasi mata.
- Mulut dan kulit kering.
- Sembelit.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER


Diproduksi Oleh:
PT. Farma Syariah
Bandung-Indonesia
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional. Edisi 2. Jakarta: Depkes
RI.
Dirjen, POM. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Martin, C., James, S., dan Arthur, C .1993. Farmasi Fisika Dasar-Dasar Kimia
Fisika dalam Ilmu Farmasetik. Edisi ketiga. 1077. UI Press:Jakarta
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, and Quinn M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press
Sweetman, S.C. (2009). Martindale 36 The Complete Drug Reference. London: The
Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai