Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat
berfungsi sebagai media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat
berfungsi sebagai pengendali berbagai sistem organ lain yang berjalan relatif
cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena komunikasi berjalan
melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf. Berdasarkan
struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar dapat dibagi dalam
sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan sistem
saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat terjadi berbagai proses analisis
informasi yang masuk serta proses sintesis dan mengintegrasikannya. 1
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam pembagiannya
digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus dan
hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan serebelum. Bagian ini
dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu duramater,
arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak .2
Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu sekitar
100 miliar tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut berbeda –
beda. Orang dewasa yang mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa
di dalam darah arterinya hanya membentuk sekitar 2% atau 1,4 kg koneksi
neuron dari berat tubuh total.3
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah
ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang

28
29

kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak


disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior
membentuk suatu sirkulus willisi.4

Gambar 2.1. Pembuluh Darah di Otak

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-


fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.4
30

Gambar 2.2. Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan


kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke .4

2.2 Definisi Stroke


Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi
klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang
berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian
tanpa ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular.5 Secara
umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD)
dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan
stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak. Stroke atau
gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack),
merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).6
31

2.3 Epidemiologi Stroke


Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari
penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas
permanen. Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak
tahun 2001 hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini
disebabkan usaha-usaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan
merokok. Akan tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi disebabkan
populasi usia yang semakin meningkat usianya.7
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa kebas
pada sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke. Hanya
38% yang menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan pertama.8
Telah diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam waktu 3
jam sejak gejala pertama cenderung untuk mempunyai lebih sedikit disabilitas
dalam 3 bulan daripada yang menerima pertolongan lebih lambat.9
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk
(tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).10 Prevalensi stroke pada
pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok
tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰).

2.4 Faktor Risiko Stroke


1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan
pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi,
apabila diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk
diidentifikasinya pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan
terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.11
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit
stroke. Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke
meningkat dua kali pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25
lebih banyak pada pria.11,12
32

Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena


beberapa hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan
atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan
bahwa riwayat dari ayah dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke.8 Risiko stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu
mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun
(laki-laki) atau 65 tahun (wanita).12
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient
ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang
tidak memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga
memiliki risiko yang sama.12

2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu
ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi. Pada
kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi. Risiko
ICH diketahui meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah
sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan
stroke hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.11
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga
merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup
kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-
obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga
meningkatkan risiko stroke.Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol,
diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per hari dapat
menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat merusak
miokardium.12
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya
kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga
33

terjadi pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor risiko


tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko
stroke dan PJK sebanyak 50%.12

2.5 Klasifikasi stroke


A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak :
1. Stroke Hemoragik :
• Perdarahan intraserebral
• Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Yang dibagi atas subtipe :
• Trombosis serebri
• Emboli serebri
• Hipoperfusi sistemik

Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan


proses patologik (kausal).

a. Berdasarkan Manifestasi Klinik1


- Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
- Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic
Neurological Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
- Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
- Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
34

b. Berdasarkan Kausal
• Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah
yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah
besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini
terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
• Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.

B. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya


1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau
gejala neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.
4. Stroke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit
neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
35

2.6 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik5, 13


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa
jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.

Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari


asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi
air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan
mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran
36

sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.

2.6 Diagnosis Stroke Non Hemoragik


1.Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan
stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual
muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi
pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke
meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat
muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan
waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
 Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
37

 Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari


pertolongan.
 Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
 Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.14
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher
untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan
juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.14
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan
neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun
harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.14, 15
38

Tabel 2.1 Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat: 16
Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit
kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia
A.Serebri media (bagian Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer
atas) (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan),
kontralateral. hemianopsia, disfagia
A.Serebri media (bagian Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer
bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan
ringan) alvi
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total) Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia
39

chorea pada tangan,


hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.17
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan
ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati
pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya
hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan
hasil yang buruk dari stroke.17
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke
non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
40

anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain


yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).17

Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan
pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya
perberdaan gray-white matter.17
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah
penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah
perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran
hipodense.17
41

b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak
kegunaan untuk pada stroke akut.17

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan
dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi
anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA,
arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG
(ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non
hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal
ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu,
modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium
kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung
adalah EKG dan foto thoraks.17
42

Rumus Siriraj Stroke Score


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
1. Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
2. Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
 Derajat kesadaran: sadar = 0
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
 Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala= 1
 Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1

2.7 Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:5

1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak
boleh diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki
diabetes mellitus kronis
43

 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma


balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme
otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk
mengatasi stroke iskemik akut:5
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi
plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang
sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.18
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis
dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
44

terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral


karena pemberian heparin tersebut.18
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise
ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.18
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat
ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran
platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin
maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
45

iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen)


dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3
bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.18
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.5
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.5
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-
faktor resiko stroke seperti:
 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur 5

Anda mungkin juga menyukai