Anda di halaman 1dari 13

1.

Proses Pengambilan Keputusan


Dalam organisasi pengambilan keputusan biasannya didefinisikan sebagai proses
memilih antara berbagai alternatif tindakan yang berdampak pada masa depan. Seperti
banyak aktivitas sosial lainnya, proses pengambilan keputusan dapat dijabarkan dalam
langkah - langkah yang berurutan yaitu :
1) Pengenalan dan pendefinisiasn atas suatu masalah atau suatu peluang
Langkah ini dapat berupa suatu respons terhadap suatu kejadian yang problematis
suatu ancaman, atau suatu peluang. Untuk mengenali dan mendefinisikan masalah
atau peluang, para pengambil keputusan memerlukan informasi mengenali
lingkungan, keuangan, dan operasi. Informasi mengenai kondisi lingkungan
eksternal mungkin mengungkapkan adanya peluang produk atau pasar baru atau
malahan ancaman terhadap status quo.
2) Pencarian tindakan alternatif dan kuantiifikasi atas konsekuensinya
Ketika definisi atas suatu masalah atau peluang telah selesai, pencarian tindakan
alternatif dan kuatifikasi atas kunsekuensinnya dimulai.
3) Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan
Tahap yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah memilih
satu dari beberapa alternatif. Walaupun tahap ini tampaknnya rasional, tetapi
keputusan akhir sering kali didasarkan pada pertimbamgan politik dan psikologi
dibandingkan pada fakta - fakta ekonomi.
4) Penerapan dan tindak lanjut
Kesuksesan atau kegagalan dari keputusan akhir bergantung pada efisiensii dari
penerapnnya. Penerapan tersebut hanya berhasil jika orang-orang yang menguasai
sumber-sumber daya organisasi, benar-benar berkomitmen untuk melaksanakannya.
1.1 Motif Kesadaran
Motif kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena
merupakan sumber dari proses berfikir. Terhadap dua faktor penting dari motif kesadaran
dalam konteks pengambilan keputusan, yaitu 1) keinginan akan kestabilan atau kepastian
serta 2) keinginan akan konpleksitas dan keragaman.
Motif kompleksitas menimbulkan keinginan akan suatu stimulus dan ekslorasi
serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk mencari data baru dari ingatan
atau lingkungan. Selain itu, faktor yang berhubungan erat dengan prediksi adalah

1
perbedaan dalam teori keputusan secara matematis antara kepastian, risiko dan
ketidakpastian. Kepastian didapat ketika semua akibat dari suatu alternatif keputusan
diketahui. Risiko dapat terjadi ketika seseorang menentukan suatu pilihan dari berbagai
alternatif yang ada. Ketidakpastian timbul ketika seseorang tidak dapat menentukan
kemungkinan konsekuensi yang timbul dari tindakan yang dilakukan.
Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk
membuat prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model
keputusan : model keputusan yang diprogram secara sederhana, model keputusan yang
tidak diprogram secara sederhana, model keputusan yang diprogram secara kompleks,
model keputusan yang tidak diprogram secara kompleks, dan model keputusan yang
diprogram secara sederhana ditandai dengan aturan-aturan prediksi yang tidak kompleks,
yang diterapkan oleh orang lain yang bukan si pengambil keputusan.
Pada model keputusan yang tidak diprogram secara sederhana, apapun akan
terlihat baik pada saat itu bagi si pengambil keputusan yang langsung memilih alternatif
tersebut. Model keputusan yang tidak diprogram secara kompleks memiliki ciri khas yaitu
partisipasi yang terus menerus dari semua orang yang terlibat untuk memaksimalkan
perolehan informasi dan koordinasi.
1.2 Jenis - jenis dari Model Proses
Tiga model utama dalam pengambilan keputusan berusaha untuk
mengidentifikasikan motif dari seseorang pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.
Model- model tersebut adalah model ekonomi, model sosial, model kepuasan Simon.
a) Model ekonomi
Model tradisional ini mengasumsikan bahwa keseluruhan kegiatan dan keputusan
manusia adalah rasional sempurna dan bahwa dalam suatu organisasi terdapat konsistensi
anatar beragam motif dan tujauan.
b) Motif Sosial
Model ini adalah kebalikan yang ekstrim dari model ekonomi. Model ini
mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional dan keputusan yang
dihasilkan terutama didasarkan pada interaksi sosial.
c) Model Kepuasan Simon
Model ini adalah model yang lebih berguna dan praktis. Model ini didasarkan paa
konsep Simon tentang manusia administratif yang memandamg manusia sebagai

2
makhluk yang rasional karena mereka mempunyai kemampuan untuk berfikir, mengolah
informasi, membuat pilihan dan belajar.
2. Cara Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi
Berikut merupakan tinjauan atas suatu bukti penting yang akan memberikan
penjelasan yang lebih akurat tentang bagaimana sebenarnya kebanyakan keputusan dalam
organisasi diambil.
a. Rasional Terbatas
Salah satu aspek yang menarik dari konsep rasio al terbatas adalah membuat urutan
pertimbangan bebaaapa alternatif. Pengurutan alternatif tersebut sangat penting dalam
menentukan alternatif yang dipilih. Jika pengambilan keputusan sedang melakukan
optimasi, semua alternatif akhirnya akan dicantumkan dalam hierarki urutan preferensi.
b. Intuisi
Para pakar lagi mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan intuitif merupakan
sesuatu yang tidak rasional atau tidak efektif. Pengambilan keputusan intuitif merupakan
suatu proses tidak sadar yang diciptakan dati pengalaman tersaring. Pengambilan
keputusan intuitif kemungkinan diambil dalam kondisi :1) bila ada ketidakpastian dalam
tingkat yang tinggi, 2) bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, 3) bila variabel- variabel
dapat diramalkan secara ilmiah, 4) bila fakta terbatas, 5) bila fakta tidak dengan jelas
menunjukan jalan untuk diikuti, 6) bila data analitis kurang berguna, 7) bila terdapat
beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk dipilih, dengan argumen yang
baik untuk masing- masing alternatif, 8) bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera
mengambil keputusan yang tepat.
c. Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan terpilih yang lebih
tinggi dibandingkan dengan masalah- masalah yang penting. Pernyataan ini didasarkan
setidaknya pada dua alasan, Pertama, mudah untuk mengenali masalah- masalah yang
tampak (visible). Kedua, perlu diingat bahwa semua orang menaruh perhatian yang besar
terhadap pengambilan keputusan dalam organisasi.
d. Membuat Pilihan
Untuk menghindari ingormasi yang terlalu padat, para pengambil keputusan
mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan.
Terdapat dua kategori umum heuristik, yaitu ketersediaan dan keterwakilan. Masing-

3
masing kategori menciptakan bias dalam penilaian. Bias lain yang sering ada pada para
pengambil keputusan adalah kecenderungan untuk mengangkat komitmen ke jalur
tindakan yang gagal.
e. Perbedaan Individual : Gaya Pengambilan Keputusan
Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi sempat pendekatan
individual yang berbeda terhadap pengambilan keputusan. Ada orang yang memang logis
dan rasional. Mereka mengolah informasi secara serial. Sebaliknya, ada orang yang
intuitif dan kreatif. Mereka memahami secara keseluruhan.
Tipe direksi mengambil keputusan secara cepat dan berorientasi pada jangka pendek.
Tipe analitis memiliki toleransi yamg jauh lebih besar terhadap ambiguitas dibandingkan
dengan pengambilan keputusan yang direktif. Kategori terakhir adalah gaya perilaku
yang dicurikan oleh pengambilan keputusan yang dapat bekerja baik dengan pihak lain.
f. Keterbatasan Organisasi
Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan. Para
manajer, misalnya membentuk keputusan-keputusan untuk mencerminkan sistem
penilaian kinerja dam pemberian imbalan, untuk mematuhi peraturan-peraturan formal,
dan untuk memenuhi batas waktu yang ditetapkan organisasi.
3. Asumsi Keperilakuan Dalam Pengambilan Keputusan Organisasi
3.1 Perusahaan sebagai Unit Pengambilan Keputusan
Suatu perusahaan dapat dianggap sebagai unit pengambilan keputusan yang serupa
dalam banyak hal dengan seorang individu. Untuk mengatasi kelebihan beban dalam
pengambilan keputusan, organisasi mengembangkan “prosedur operasi standar” yang
formal atau tidak formal untuk masalah-masalah yang berulang. Cyber dan March
menggambarkan empat konsep dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan
bisnis:
1) Resolusi Semu dari Konflik.
Suatu organisasi adalah koalisi dari individu-individu dengan tujuan yang berbeda
yang sering kali menimbulkan konflik. Karena pengambilan keputusan melibatkan
pemilihan atas satu alternatif yang sesuai dengan tujuan dan harapan secara
keseluruhan, maka diperlukan suatu prosedur untuk menyelesaikan konflik tujuan.
Teori keputusan klasik mengasumsikan bahwa konflik dapat diselesai-kan dengan

4
menggunakan rasionalitas local, aturan-aturan pengambilan keputusan yang dapat
diterima, dan perhatian secara berurutan pada tujuan.
2) Menghindari Ketidakpastian.
Cyber dan March (1963) menemukan bahwa para pengambil keputu-san dalam
organisasi sering kali menggunakan strategi yang kurang rumit ketika berhadapan
dengan risiko dan ketidakpastian. Schiff dan Lewin (1974)
menambahkan slack organisasi ke alat-alat yang digunakan untuk menghindari
ketidakpastian.
3) Pencarian Masalah.
Menurut Cybert dan March pencarian masalah didefinisikan sebagai proses
menemukan suatu solusi atas suatu masalah tertentu atau sebagai suatu cara untuk
bereaksi terhadap suatu peluang.
4) Pembelajaran organisasional.
Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajaran seperti yang dialami
oleh individu, organisasi memperlihatkan perilaku adaptif dari karyawannya.
3.2 Manusia – Para Pengambil keputusan Organisasional
Penting untuk diingat bahwa manusia, dan bukannya organisasi, yang mengenali
dan mendefinisikan masalah atau peluang dan yang mencari tindakan alternatif.
Manusialah yang memilih kriteria pengambilan keputusan, memilih alternatif yang
optimal, dan menerapkanya. Manusia bergantung pada jenis-jenis pengambilan
keputusan terhadap satu masalah atau peluang yang ditemui.
3.3 Kekuatan dan Kelemahan Individu sebagai pengambil Keputusan
Batasan pengambilan keputusan secara rasional dari individu bervariasi menurut:
a. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengan seluruh alternative yang
mungkin dan konsekuensinya
b. Gaya kognitif mereka (misalnya kemampuan untuk berpikir secara kritis dan analitis,
ketergantungan pada orang lain, kemampuan asosiatif, dan sebagainya), dengan
asumsi bahwa tidak ada satu pun gaya kognitif yang unggul karena dalam situasi
masalah tertentu, lebih dari satu pendekatan dapat mengarah pada hasil yang
diinginkan.
c. Struktur nilai mereka yang berubah

5
d. Tendensi mereka yang lebih cenderung untuk memuaskan daripada untuk
melakukan optimalisasi.
3.4 Peran Kelompok sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah
Komite menyatukan orang-orang dengan karakteristik yang heterogen. Dalam
situasi pengambilan keputusan, komite semacam itu menawarkan keunggulan dari
keragaman dalam pengalaman, pengetahuan, dan keahlian serta luasnya ide dan
dukungan yang menguntungkan.
a. Fenomena Pemikiran Kelompok
Pemikiran kelompok (group think) menggambarakan situasi dimana tekanan untuk
mematuhi mencegah anggota-anggota kelompok individual untuk mempresantasikan ide
atau pandangan yang tidak populer. Pemikiran kelompok adalah kemunduran dalam
efisiensi mental, pengujian realitas, dan pertimbangan moral seseorang sebagai akibat
dari tekanan kelompok. Gejala-gejala dari fenomena ini sebagai berikut:
1) Anggota kelompok perlawanan merasionalisasi setiap resistensi terhadap asumsi
yang telah mereka buat.
2) Para anggota menerapkan tekanan langsung pada mereka yang untuk sekejap
menyatakan keraguan terhadap pandangan bersama kelompok tersebut atau yang
mempertanyakan validitas argumen yang mendukung alternatif dipilih oleh
mayoritas.
3) Para anggota yang memiliki keraguan atau pandangan yang berbeda berusaha untuk
menghindari penyimpang terhadap apa yang tampaknya menjadi konsensus
kelompok dengan cara diam terhadap kekhawatiran tersebut dan bahkan
meminimalkan pentingnya keraguan mereka.
4) Tampaknya terdapat suatu ilusi mengenai kebulatan suara.
b. Fenomena Pergeseran yang Berisiko (Dampak Diskusi Kelompok)
Pergeseran yang berisiko atau dampak diskusi kelompok, merupakan produk
sampingan dari intraksi manusia, ini dicirikan oleh kelompok yang lebih memilih
alternatif yang lebih agresif dan berisiko dibandingkan dengan apa yang mungkin
dilakukan oleh individu-individu jika mereka bertindak sendiri.
c. Kesatuan Kelompok
Kesatuan Kelompok didefenisikan sebagai tingkat dimana anggota-anggota
kelompok tertarik satu sama lain dan memiliki tujuan kelompok yang sama. Kelompok

6
dengan tingkat kesatuan yang kuat pada umumnya lebih efektif dalam situasi
pengambilan keputusan dibandingkan dengan kelompok dimana terdapat banyak konflik
internal dan kurangnya semangat kerja sama diantara para anggotanya.
3.5 Pengambil Keputusan dengan Konsensus versus Aturan Mayoritas
Topik lainnya yang kontroversial adalah apakah keputusan itu sebaiknya didasarkan
pada consensus atau aturan mayoritas. Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan
didefinisikan oleh Holder (1972) sebagai “kesepakatan semua anggota kelompok dalam
pilihan keputusan.” Dalam kebanyakan situasi, konsensus hanya bisa dicapai setelah
pertimbangan yang matang serta evaluasi yang kritis atas lebih atau kurangnya.
Pengambilan keputusan dengan konsensus membutuhkan lebih banyak waktu
dibandingkan dengan penambilan keputusan dengan pengaturan mayoritas. Oleh karena
itu, consensus adalah kurang sesuai untuk diterapkan jika waktu adalah kritis.
3.6 Kontroversi yang Disebabkan oleh Hubungan Atasan dan Bawahan
Ketika kelompok pengambilan keputusan terdiri atas atasan dan bawahan,
kontroversi tidak bisa dihindarkan. Menurut Vroom dan Yetton (1973), atasan sebagai
pemimpin memiliki pilihan-pilihan keperilakuan sebagai berikut:
a. Menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan
informasi yang tersedia pada saat itu.
b. Memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian menggunakannya
untuk memutuskan suatu solusi bagi masalah tersebut.
c. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi,
memperoleh ide-ide dan saran-saran mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai
satu kelompok.
d. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahannya sebagai suatu kelompok,
memperoleh ide-ide dan saran-saran mereka.
e. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahan sebagai suatu kelompok,
mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang ada serta mencoba untuk mencapai
suatu kesepakatan (baik dengan consensus atau aturan mayoritas) atas suatu solusi.
3.7 Pengaruh Dasar Kekuasaan
Dalam pengambilan keputusan, seseorang dapat memengaruhi hasil keputusan karena
wewenang atau kekuasaan yang diberikan oleh organisasi. Elemen kekuasaan yang paling

7
sering disebutkan adalah kekuasaan posisi, kekuasaan keahlian, kekuasaan sumber daya,
atau kekuasaan politik.
3.8 Dampak dari Tekanan Waktu
Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih sering setuju
guna mencapai kesepakatanbersama.Seseorang lebih membatasi partisipasi dalam proses
pengambilan keputusan hanya pada relatif sedikit anggota dan lebih menyukai aturan
mayoritas. Tekanan waktu juga mendorong perilaku pengambilan keputusan yang
otokratis.
4. Pengambilan Keputusan oleh Pendatang Baru Versus oleh Pakar
Bouwman (1984) mengungkapkan sejumlah perbedaan yang menarik dalam strategi
dan pendekatan yang digunakan serta data spesifik yang dipilih oleh pakar dan pendatang
baru ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi atau informasi
keuangan lainnya. Studi atas sikap pengambilan keputusan secara keseluruhan
menunjukkan bahwa pendatang baru mengumpulkan data tanpa melakukan diskriminasi
dan menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi. Sebaliknya, para pakar
mengumpulkan data secara diskriminatif guna menindaklanjuti observasi tertentu,
mereka secara teratur meringkas data tersebut dan memformulasikan hipotesis. Untuk
menggambarkan perbedaan dalam penggunaan data, peneliti membagi tugas analisis
keuangan tersebut ke dalam tiga komponen, yaitu :
1) Pengujian Informasi. Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis
informasi yang disajikan dan menyeleksi untuk dipertimbangkan lebih lanjut, hanya
informasi yang terlihat sangat relevan dengan tugas keputusan itu yang harus
dilaksanakan. Studi menunjukkan bahwa baik para pakar, maupun para pendatang
baru menerjemahkan informasi keuangan ke dalam istilah-istilah kualitatif dan
menggunakan metode-metode yang serupa.
2) Integrasi Pengamatan dan Temuan. Integrasi melibatkan pengelompokan atas
pengamatan, baik berdasarkan hubungan sebab akibat atau berdasarkan komponen
fungsional dari perusahaan. Ketika mengintegrasikan pengamatan dan temuan, para
pendatang baru menghubungkan pengamatan dan temuan yang menjelaskan satu
sama lain dan mengabaikan yang tidak. Sebaliknya, para pakar menempatkan
penekanan khusus pada kontradiksi yang potensial dalam pengamatan dan temuan
sebagai alat untuk mendeteksi masalah yang mendasari.

8
3) Pertimbangan. Pertimbangan yang digunakan di sepanjang proses pengambilan
keputusan tampak lebih jelas dalam formulasi hipotesis, pengembangan petunjuk
dalam formulasi keputusan akhir, dan dalam penyusunan ringkasan temuan. Para
pendatang baru tampaknya menyertakan pertimbangan dengan memutuskan kapan
waktu yang tepat untuk memilih mana fakta yang diamati yang merupakan masalah
utama.
5. Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif dalam Pengambilan Keputusan
Perbedaan psikologis individu dapat dibagi menjadi dua kategori: kepribadian dan
gaya kognitif. Kepribadian mengacu pada sikap atau keyakina individu, sementara gaya
kognitif mengacu pada cara atau metode dengan mana seseorang menerima, menyimpan,
memproses, serta meneruskan informasi.Individu-individu dengan jenis kepribadian yang
sama dapat memiliki gaya kognitif yang berbeda dan menggunakan metode yang sama
sekali berbeda ketika menerima, menyimpan, dan memproses informasi. Dalam situasi
pengambilan keputusan, kepribadian dan gaya kognitif saling berinteraksi dan
mempengaruhi (menambah atau mengurangi) dampak dari informasi akuntansi. Toleransi
terhadap ambiguitas mengukur tingkat sampai mana individu merasa terancam oleh
ambiguitas dalam situasi pengambilan keputusan dan bagaimana ambiguitas
memengaruhi keyakinan mereka dalam keputusan-keputusan tersebut. Kebebasan
wilayah adalah kemampuan seorang individu untuk sampai pada persepsi yang benar
dengan mengabaikan konteks-konteks yang mengintervensi. Ketergantungan wilayah
adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengesampingkan informasi yang tidak relevan
dan menyesatkan ketika berusaha untuk membentuk suatu pendapat.
6. Peran Informasi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan
Secara definisi, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan masa
depan, sedangkan informasi akuntansi memfokuskan pada peristiwa-peristiwa di masa
lalu tidak dengan sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya kecuali jika hal
itu dilakukan melalui proses pengambilan keputusan dengan mana kejadian masa depan
beserta konsekuensinya ditentukan. Karena pengambilan keputusan dan informasi
mengenai hasil kinerja akuntansi fokus pada periode waktu yang berbeda, maka keduanya
hanya dihubungkan oleh fakta bahwa proses pengambilan keputusan menggunakan data
akuntansi tertentu yang dimodifikasi selain informasi nonkeuangan.

9
6.1 Data Akuntansi sebagai Stimuli dalam Pengenalan Masalah
Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan masalah melalui
pelaporan deviasi kinerja aktual dari sasaran standar atau anggaran atau
melalui pemberian informasi kepada manajer bahwa mereka gagal untuk mencapai target
output atau laba yang ditentukan sebelumnya. Ketika informasi akuntansi digunakan
sebagai alat pengenalan masalah, informasi tersebut juga digunakan sebagai dasar untuk
menentukan konsekuensi yang dapat dikuantifikasi atas tindakan alternatif yang perlu
dipertimbangkan lebih lanjut.
6.2 Dampak Data Akuntansi dalam Pilihan Keputusan
Informasi akuntansi memainkan peran yang lebih penting dalam keputusan jangka
pendek dibandingkan dalam keputusan yang melibatkan konsekuensi jangka panjang,
karena informasi akuntansi hanya mencerminkan biaya dan pendapatan yang berkaitan
dengan operasi sekarang. Dan kelihatannya para pengambil keputusan lebih memilih
informasi eksternal jika informasi tersebut langsung tersedia dan tidak begitu mahal
dibandingkan dengan data akuntansi yang dikembangkan secara internal. Lebih lanjut
lagi, para pengambil keputusan kelihatannya lebih memilih informasi eksternal ketika
informasi tersebut langsung tersedia dan tidak begitu mahal dibandingkan dengan data
akuntansi yang dikembangkan secara internal. Fakta lain yang mengurangi dampak
informasi akuntansi adalah ketidakmampuannya untuk mengukur biaya kesempatan
(opportunity cost). Akuntansi melaporkan biaya masa lalu, sementara biaya kesempatan
adalah pengorbanan. Data akuntansi dapat menyediakan titik awal untuk
mengestimasikan biaya kesempatan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa dalam
situasi di mana biaya kesempatan sangat penting, informasi akuntansi akan memainkan
peran minor dalam pilihan keputusan akhir.
6.3 Hipotesis Keperilakuan dari Dampak Data Akuntansi
Informasi akuntansi adalah salah satu input dalam model pengambilan keputusan.
Input tersebut dapat bersifat keuangan, nonkeuangan, atau bahkan tidak dapat
dikuantifikasi. Bruns (1981) mengelompokkan pengambil keputusan ke dalam tiga
kelompok :
1. Para pembuat keputusan dalam perusahaan yang mengambil keputusan mengenai
operasi dan sistem akuntansi digunakan untuk menyusun laporan (manajemen
puncak).

10
2. Para pengambil keputusan dalam perusahaan yang hanya dapat membuat
keputusan mengenai operasi saja (manajer operasi).
3. Mereka yang berada di luar perusahaan yang membuat keputusan mengenai
perusahaan tersebut yang dapat memengaruhi lingkungan dan operasinya, tetapi
yang tidak memiliki kendali langsung atas operasi perusahaan atau aktivitas
apapun yang dilakukannya.
Perbedaan antara manajemen puncak yang dapat memengaruhi informassi akuntansi
dan pengambil keputusan internal lainnya yang tidak dapat melakukan hal tersebut adalah
paling penting ketika informasi akuntansi dipandang sebagai tujuan. Fungsi pengambilan
keputusan untuk manajemen puncak dapat mengharuskan dibuatnya pilihan penting
antara keputusan operasi dan keputusan untuk mengubah metode dengan mana informasi
akuntansi disusun. Kebutuhan akan audit independen dan sertifikasi atas konsistensi
dalam metode yang digunakan dari periode ke periode agak mengurangi signifikansi dari
kedua tingkatan manajemen tersebut.
Bruns merangkum beragam hipotesis yang disusunnya dalam model dampak sebagai
berikut :
1. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan atau memengaruhi keputusan
mengenai sistem akuntansi, jika :
a. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai tujuan, dan
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang mengendalikan
seleksi dan operasi dari sistem akuntansi
2. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan jika :
a. Informasi akuntansi itu relevan untuk keputusan tersebut
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai tujuan
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang tidak dapat
mengendalikan seleksi dan operasi sistem akuntansi
d. Pengambil keputusan adalah orang-orang di luar perusahaan
e. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang
sempurna, dan
f. Informasi non akuntansi tidak relevan untuk keputusan tersebut

11
3. Informasi akuntansi mungkin memengaruhi keputusan jika :
a. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang
sempurna
c. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu
d. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang tidak
sempurna, dan
e. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu
4. Informasi akuntansi tidak akan memengaruhi keputusan jika :
a. Informasi akuntansi tidak relevan untuk keputusan itu
b. Informasi akuntansi relevan untuk keputusan itu, tetapi pengambil
keputusan memandang informasi akuntansi sebagai ukuran yang tidak
sempurna, dan
c. Informasi non akuntansi relevan untuk keputusan itu
Para peneliti lain mempelajari pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana para
pengambil keputu-san menyesuaikan terhadap perubahan dalam metode dan terminologi
akuntansi. Mereka menemukan bahwa ada dua faktor yang menentukan tingkat
penyesuaian, yaitu : umpan balik dan fiksasi fungsional.
a. Umpan Balik
Untuk memahami perubahan dalam metode atau istilah akuntansi dan untuk
menyesuaikan aturan pengambilan keputusan sesuai dengan itu, maka pengambil
keputusan harus menerima informasi me-ngenai perubahan tersebut atau memiliki
umpan balik tidak langsung mengenai perubahan tersebut. Jika seseorang
mengabaikan dampak jangka pendek yang mungkin akibat selang waktu antara
perubahan dan indikasinya, maka kecil kemungkinannya bahwa tidak terdapat
umpan balik sama sekali.
b. Fiksasi Fungsional
Sebagai suatu atribut dari pengambilan keputusan, fiksasi fungsional bervariasi
tingkatnya dari situasi yang satu ke situasi yang lain namun tidak pernah tidak ada
sama sekali.

12
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arfan Ikhsan. 2010. Akuntansi Keperilakuan Edisi 2. Salemba Empat,


Jakarta
Siegel, Gary, Helena Ramanauskas Marconi. 1989. Behavioral Accounting, South
Western Publishing Co. USA
Suartana, I Wayan. 2010. Akuntansi Keperilakuan. ANDI. Yogyakarta

13

Anda mungkin juga menyukai