DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kapita
selekta pendidikan kmia. Selama penyusunan makalah ini diperlukan kesabaran dan
usaha yang keras dengan harapan dapat memberikan sesuatu yang terbaik.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita
selektta. Penulis menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan kemampuan, pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki oleh
penulis.
Pada kesempatan ini dengan rasa syukur dan kerendahan hati,penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah mendukung baik itu secara moril maupun materil hingga makalah ini bisa
selesai tepat pada waktunya.
Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah yang penulis buat. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk semua pihak yang membutuhkannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kurangnya dukungan sistem untuk meningkatkan kualitas keilmuan tenaga
pendidik.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang
mendalam tentang apa dan bagaimana Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning)ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah
proses pembelajaran, sehingga dapat memberi masukan, khususnya kepada para
guru tentang model ini. Dimana, menurut Tan dalam Rusman (2010), merupakan
model pembelajaran yang relevan dengan tuntutan abad ke-21 dan umumnya
kepada para ahli dan prkatisi pendidikan yang memusatkan perhatiannya pada
pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran. Berikut uraian secara rinci dari
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
2
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk
mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran
berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri.
Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan
dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran
tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang
diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya
disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model
pembelajaran vang, melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah. Untuk mencapai hasil pembelajaran
secara optimal, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah perlu
dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan
kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta
didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar
yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman
mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah
jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan
dasar maupun kompleks.
5
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa
sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
b. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik
sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
c. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui
dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk
mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
d. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok kecil.
Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan
yang jelas.
e. Teachers act as facilitators.
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan
mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
6
c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban
siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok
dalam bentuk peer teaching.
2.3.2 Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran
yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
7
2.4 Komponen-Komponen Pembelajaran Berbasis Masalah
Komponen-komponen pembelajaran berbasisi masalah dikemukakan oleh
Arends, diantaranya adalah :
c. Pengamatan autentik. Hal ini dinaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata.
Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan
menarik kesimpulan.
8
menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai
macam solusi untuk situasi itu.
3. Penyelidikan autentik
Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis
dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode
penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
9
dicari pemecahannya oleh siswa/siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari
siswa/siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa/siswa akan
memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa
belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi
pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-
langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa/siswa belajar memecahkan
masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat
memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada
siswa/siswa.
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling
sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu:
1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
10
berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh
sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun
guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan
masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa/siswa melakukan refleksi lebih
dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru/dosen harus berperan
sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan.
Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah
pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam
pemecahan masalah, keterampilan siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak
semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan
bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah
digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL.
Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk
memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta
kedudukan permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.
Fase-fase implementasi PBL dengan merujuk pada tahap-tahapan praktis
yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:
a. Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah, yaitu: menjelaskan tujuan
pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b. Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar, yaitu: membantu siswa membatasi
dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi.
c. Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, yaitu:
mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan.
d. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu: membantu siswa
merencanakan dan menyi-apkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
e. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yaitu:
membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang
digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.
11
Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah.
Langkah-langkah Aktivitas Guru dan Siswa
Fase 1 : Mengamati, mengorientasikan Guru meminta siswa untuk melakukan
siswa terhadap masalah. kegiatan pengamatan terhadap
fenomena tertentu, terkait dengan KD
yang akan dikembangkannya.
Fase 2 : Menanya, memunculkan Guru mendorong siswa untuk
permasalahan merumuskan suatu masalah terkait
dengan fenomena yang diamatinya.
Masalah itu dirumuskan berupa
pertanyaan yang bersifat problematika.
Fase 3 : Menalar, mengumpulkan data. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi (data) dalam
rangka menyelesaikan masalah, baik
secara individu ataupun berkelompok,
dengan membaca berbagai referensi,
pengamatan lapangan, wawancara dan
sebagainya.
Fase 4 : Mengasosiasi, merumuskan Guru meminta siswa untuk melakukan
jawaban analisis data dan merumuskan jawaban
terkait dengan masalah yang mereka
ajukan sebelumnya.
Fase 5 : Mengkomunikasikan Guru memfasilitasi siswa untuk
mempresentasikan jawaban atas
permasalahan yang mereka rumuskan
sebelumnya. Guru juga membantu siswa
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap proses pemecahan masalah
yang dilakukan.
12
TAHAP PBL TINGKAH LAKU GURU/SISWA
(5 menit)
13
(25 menit)
BAB III
PENUTUP
14
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
15
kompetensi dasar yang dipelajari sehingga minat belajar siswa tinggi dan
memperoleh hasil belajar yang maksimal dalam mengembangkan segenap potensi
siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran mata pelajaran rumpun MIPA (sains) adalah pembelajaran berbasis
masalah yang diyakini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.
DAFTAR PUSTAKA
16
Abbas, Nurhayati. 2000. Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Problem Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika
di SMU. UNESA : Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Program Pasca Sarjana.
Liu, Min. 2005. Motivating Student Through Problem-based Learning.
University of Texas : Austin.
Pannen, Paulina., dkk .2001.Kontrutivisme dalam Pembelajaran. Jakarta :
Depdiknas.
Rusman.2010. Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme
Guru Edisi Kedua). Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya :
Kencana.
17