Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014

“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

MINERALISASI HIDROTERMAL
PADA KOMPLEK BATUAN PRA TERSIER
DI KEBUTUHJURANG, BANJARNEGARA, JAWA TENGAH
Anita Yuliyanti 1, Sudarsono1, Lina Nur Listyowati1, dan Iwan Setiawan1
1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
Email: anita_yuliyanti@yahoo.com

ABSTRAK
Batuan malihan di daerah Kebutuhjurang, Banjarnegara merupakan komplek batuan tektonit
berumur pra Tersier. Batuan tersebut terindikasi mengandung cebakan emas hasil mineralisasi
hidrotermal. Fenomena cebakan emas yang terjadi pada batuan malihan dianggap tidak lazim
karena di Indonesia pada umumnya proses mineralisasi berkaitan dengan aktivitas magmatisme dan
volkanisme. Permasalahannya adalah bagaimana korelasi antara proses mineralisasi dengan
pembentukan batuan malihan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah
proses mineralisasi terbentuk sebelum atau sesudah metamorfisme. Metoda penelitian yang
digunakan bersifat deskriptif berupa analisis petrografi untuk mengetahui gejala struktur mikro dan
korelasinya dengan terjadinya deformasi dan metamorfisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
gejala deformasi pada mineral sekunder, deposit mineral logam serta urat-urat hidrotermal sangat
minim dijumpai, ditunjukkan oleh urat dan retakan halus yang berpotongan tanpa disertai gejala
deformasi akibat metamorfisme. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa mineralisasi terjadi
setelah batuan malihan terbentuk. Batuan malihan berumur pra Tersier berperan sebagai media
migrasi atau hostrock dalam proses mineralisasi hidrotermal.
Kata kunci: mineralisasi, hidrotermal, batuan pra tersier, Banjarnegara

ABSTRACT
Kebutuhjurang metamorphic rocks in Banjarnegara is a pre-Tertiary tektonite complex. The rock
indicated contain gold deposit as hydrothermal mineralization product. The phenomena of gold
deposit in metamorphic rocks considered unusual case because in Indonesia mineralization
commonly associated with magmatism and volcanic activity. The problem is the correlation
between mineralization process and metamorphism. The purpose of this study is to prove whether
the process of mineralization formed before or after metamorphism. The research method is
descriptive using petrographic analysis to know the microstructure in correlation with deformation
and metamorphism. The symptoms of deformation in the secondary mineral, metallic mineral
deposits and hydrothermal veins encountered was minimal, demonstrated by cross cutting vein and
fine cracks without significant deformation structure due to metamorphism. The condition indicates
that the mineralization occurs after metamorphic process. Pre-Tertiary aged metamorphic rocks
roled as migration media or hostrock in hydrothermal mineralization process.
Keywords: mineralization, hydrothermal, Pre Tertiery hostrock, Banjarnegara.

PENDAHULUAN
Fenomena keberadaan emas pada komplek batuan pra Tersier sempat mengemuka beberapa waktu
yang lalu dan antara lain dapat dijumpai di daerah Bombana, Kupang, Monterado dan Pulau Buru.
Batuan pra Tersier pada umumnya dijumpai sebagai komplek batuan malihan. Di Bombana batuan
tersebut disusun oleh (garnet) (glaukofan) amfibol sekis, peridotit, serpentinit, meta batupasir, meta
batugamping, meta andesit dan batuan ubahan. Mineralisasi di daerah Kupang, menunjukkan

275
ISBN: 978-979-8636-23-3

mineralisasi emas yang terjadi berasosiasi dengan batuan-batuan malihan seperti serpentinit, meta
basalt dan meta batugamping (Setiawan dkk, 2010; 2011)
Mineralisasi hidrotermal pada batuan pra Tersier menjadi menarik karena keterdapatan cebakan
emas pada batuan malihan adalah sesuatu yang tidak lazim. Pembentukkan cebakan mineral logam
selama ini diyakini selalu berhubungan dengan aktifitas volkanik yang membawa mineralisasi.
Proses mineralisasi pada batuan malihan secara teoritis dapat dipahami dalam dua skenario berikut:
1). Mineralisasi emas terjadi setelah proses malihan regional sebagai hasil aktivitas magmatik
termasuk volkanisme; 2). Mineralisasi emas terjadi sebelum berlangsungnya proses malihan
regional. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa cebakan emas yang berhubungan dengan batuan
malihan adalah mineralisasi tipe orogenik yang berhubungan dengan tubuh intrusi (gra nitoid)
(sillitoe, 1991; Sillitoe and Thompson, 1998; Thompson and Newberry, 2000; Lang et al., 2000
dalam Grooves et al., 2003).

Di Pulau Jawa, laporan hasil eksplorasi mineral logam di jalur busur magmatik Sunda-Banda
mengindikasikan bahwa terjadinya mineralisasi hidrotermal juga ditemukan pada komplek batuan
malihan yang berumur pra Tersier. Diantaranya di daerah Kebutuhjurang, Banjarnegara ditemukan
berupa anomali kuat Au - Sb - As - Pb di dalam kelompok batuan termalihkan, sekis dan ultrabasa
(Kompleks Lok Ulo) (Soeharto, 2000).

Lokasi
Penelitian
Gambar 1. Peta lokasi penelitian (sumber id.wikipedia.org)

Permasalahannya adalah bagaimana korelasi antara proses mineralisasi dengan pembentukan


batuan malihan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah proses
mineralisasi terbentuk sebelum atau sesudah metamorfisme. Metoda penelitian yang digunakan

276
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

bersifat deskriptif berupa analisis petrografi untuk mengetahui gejala struktur mikro dan
korelasinya dengan terjadinya deformasi dan metamorfisme.

Lokasi penelitian berada di daerah Kebutuhjurang, Banjarnegara, Jawa Tengah yang berada didekat
perbatasan dengan daerah Karangsambung, Kebumen (Gambar 1).

METODOLOGI
Daerah Kebutuhjurang, Banjarnegara Selatan menurut Condon, 1996, secara geologi disusun oleh
satuan batuan tektonit, yang secara tidak selaras ditutupi oleh batuan sedimen dan volkanik tersier-
Kuarter dan aluvial. Satuan batuan Tektonit yaitu batuan batuan yang terbentuk dan terletakkan
oleh proses tektonik. Batuan tektonit ini mempunyai karakter khas yaitu berupa percampuran dari
keratan atau bongkah berbagai jenis batuan, terbreksikan, termalihkan dan atau tergeruskan.
Satuan batuan tektonit yang tersingkap di daerah Banjarnegara selatan adalah satuan batatuan
terkersikkan (KTm), satuan batuan Grewake (KTs) dan satuan batuan melange Luk Ulo (KTl).
Batuan terobosan yang berada disekitar lokasi penelitian meliputi: Batuan Intrusi (Tm): batuan
bersusunan diorit, meliputi variasi tak teruraikan (Tmi), karsanit (Tmk), diorit atau diorit porfir
(Tmd), gabro atau gabro porfir (Tmpi) dan spesartit (Tmsi) dan Diorit (Tpd): tersusun atas diorit
(Gambar 2).

Lokasi
Penelitian
Gambar 2. Peta Geologi daerah penelitian (modifikasi dari Condon dkk., 1996).

Menurut Sudarsono, dkk, (2012), mineralisasi di Daerah Banjarnegara dibagi ke dalam tiga zona,
yaitu zona selatan hostrock komplek mélange berumur pra Tersier, zona tengah hostrock sedimen
kalstika halus gampingan dan zona utara hostrock batuan volkanik. Gejala alterasi di ketiga zona
adalah klorit, propilit dan argilik. Mineralisasi sulfida logam di ketiga zona mempunyai kemiripan

277
ISBN: 978-979-8636-23-3

yaitu sistem zona urat asosiasi kuarsa +kalsit ± sulfida ± emas, terbentuk pada sistem epitermal
sulfidasi rendah.
Struktur bukaan yang berpotensi membentuk zona urat berarah timurlaut - baratdaya (pola
Meratus) di zona selatan, dan barat baratlaut – timur tenggara (pola sumatra – Jawa) di zona tengah
dan zona utara. Khususnya di zona tengah, selain dikontrol oleh bukaan struktur, migrasi fluida
hidrotermal juga dikontrol oleh porositas, permeabilitas dan solubilitas batuan samping (hostrock),
sehingga distribusi mineralisasinya relatif lebih dikontrol oleh sifat batuan samping. Hasil analisis
geokimia, menunjukkan sumber panas fluida tidak dari satu sumber magma, karena memiliki
kisaran komposisi yang lebar, walaupun bisa saja mereka diendapkan dari satu proses letusan atau
erupsi yang sama. Kandungan unsur jejak dan unsur tanah jarang (REE) merepresentasikan
magmatisme berasal dari lingkungan tepian benua aktif atau active continental margin.
Proses mineralisasi menghasilkan mineral sekunder, deposit mineral logam serta urat-urat
hidrotermal. Proses deformasi regional yang terjadi menyebabkan batuan mengalami
metamorfisme selain ditunjukkan dari struktur geologi regionalnya, tentunya proses deformasi
tersebut juga akan tercermin juga dalam skala yang lebih kecil pada mineral sekunder, deposit
mineral logam serta urat-urat hidrotermal yaitu dalam bentuk struktur mikro yang teramati dengan
baik sayatan tipis batuan. Analisa petrografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro pada
sayatan tipis batuan yang mengindikasikan ada tidaknya bukti-bukti deformasi dana metamorfisme
pada tubuh cebakan dan pada mineralogi batuan dimaksud.

HASIL DAN DISKUSI


Daerah Kebutuhjurang dilewati oleh 3 aliran sungai utama meliputi Kali Bermali, Kali Lokidang
dan Kali Wadungan. Litologinya tersusun oleh keratan batuan malihan sekis hijau asal basaltis,
sekis mika garnet, dunit, ultrabasa terbreksikan, breksi polimik terubah, meta batugamping,
amfibolit dan meta konglomerat (Gambar 3).
Mineralisasi yang dijumpai di daerah Kebutuhjurang umumnya alterasi propilit (epidot klorit
karbonat kuarsa) di Kali Lokidang dan alterasi propilit dan argilit di Kali Bermali. Mineralisasi
terdapat sebagai sistem urat halus stockwork berkomposisi kalsit kuarsa mengandung galena, pirit,
kalkopirit, stibnite. Keberadaan zona urat berarah Timurlaut - Baratdaya miring ke Selatan (Kali
Wadungan). Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel seperti ditunjukkan Gambar 4.

278
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Gambar 3. Singkapan batuan tektonit di Kali Bermali

Gambar 4. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel.

Hasil analisa petrografi dari sampel yang diambil dari daerah Kebutuhjurang antara lain berjenis
sekis mika kuarsa fespar garnet dan meta sedimen. Urat-urat kuarsa-karbonat tampak memotong
struktur batuan (Gambar 5). Mineragrafi batuan menunjukkan kandungan sulfida logam berupa
pirit, kalkopirit, galena (Gambar 6).

279
ISBN: 978-979-8636-23-3

Veinlet kuarsa+kalsit ± sulfida Batuan sekis mika kuarsa felspar Mikrografi batuan meta sedimen
memotong zona ubahan propilit di garnet (BN 2B) , dari satuan batuan diterobos urat halus kuarsa
Kali Wadungan tektonit yang tersingkap di Kali karbonat, sampel BN 10A, Kali
Bermali Bermali.

Gambar 5 : Foto mikroskopis sampel batuan kristalin dari daerah Kebutuhjurang Banjarnegara

Mikrografi urat kalsit kuarsa Mikrografi urat kalsit kuarsa Mikrografi urat kalsit kuarsa
mengandung pirit, kalkopirit dan mengandung pirit, kalkopirit dan mengandung pirit, kalkopirit dan
galena, sampel BN 1E, Bolder galena, sampel BN 1E, Bolder galena, sampel BN 5, dari Kali
dari Kali Bermali. dari Kali Bermali Wadungan

Gambar 6 : Foto mikroskopis mineral sulfida dari daerah Kebutuhjurang, Banjarnegara

Daerah sekitar desa Kebutuhjurang (Kali Bermali, Kali Lokidang, Kali Wadungan), tersusun oleh
litologi berupa keratan –keratan batuan kristalin dan metamorf yang sebagiannya terbreksikan,
terdiri dari sekis mika garnet, ultrabasa, meta batugamping, amfibolit, meta konglomerat.
Keratan-keratan aneka batuan di daerah ini termasuk dalam kelompok Melange atau Tektonit
berumur Pra Tersier (Condon, et.al. 1996). Indikasi mineralisasi hidrotermal di Daerah
Kebutuhjurang ini ditunjukkan oleh ubahan propilit dan argilit serta urat-urat halus kalsit kuarsa
yang kadang mengandung bijih sulfida.
Mineralisasi sulfida logam yang terbentuk adalah pirit, kalkopirit galena sfalerit dan stibnite.
Kadang dijumpai kelompok sulfida sekunder hasil pengendapan supergen seperti kovelit dan
digenit. Keterdapatan mineral sulfida logam dasar temperatur tinggi seperti Pb (galena) dan Zn
(sfalerit) yang berasosiasi mineral sulfida rendah seperti stibnite mengindikasikan bahwa proses
pembentukan mineralisasi berlangsung dalam kesetimbangan kisaran temperatur yang cukup lebar.
Gejala deformasi seperti potong memotong urat dan retakan halus kadang dijumpai pada mineral
sulfida namun tidak dijumpai adanya gejala metamorfisme, diduga mineralisasi berlangsung setelah

280
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

proses metamorfisme batuan kristalin. Setelah proses mineralisasi terbentuk, aktifitas deformasi
tetap berlangsung sehingga dalam tubuh mineralisasi sulfida terdapat gejala deformasi seperti
potong memotong urat dan retakan halus, dan selanjutnya terjadi proses sekunder yang mengubah
sebagian sulfida primer menjadi sulfida sekunder.

KESIMPULAN
Gejala struktur mikro pada batuan malihan di daerah Kebutuhjurang tidak menunjukkan gejala
deformasi akibat proses metamorfisme. Karena itu proses mineralisasi pada batuan malihan di
daerah Kebutuhjurang terjadi setelah proses metamorfisme. Batuan malihan berperan sebagai
media migrasi atau hostrock.

DAFTAR PUSTAKA
Condon, W.H., Pardyanto, L., Ketner, K.B., Amin, T.C., Gafoer, S., dan Samodra, H., 1996 , Peta
Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa Tengah, skala 1 : 100.000, edisi
ke 2, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Groves, D.I., Richard, J.G., Francois, R., and Craig, J.R.H., 2003, Gold Deposits in Metamorphic
Belts: Overview of Current Understanding, Outstanding Problems, Future Research, and
Exploration Significance, Economic Geology, January 2003, v.98, no.1, p.1-29

Setiawan, I, Zulkarnain, I., Indarto, S., Ismayanto, A.F. dan Sudarsono, 2010, Potensi Mineralisasi
Batuan Pra Tersier di Indonesia : Mineralisasi Emas dan Logam Dasar Pada Batuan
Metamorf di Indonesia Pada Kasus Daerah Bombana, Laporan Kegiatan Penelitian
DIPA 2010, tidak diterbitkan.

Setiawan, I, Zulkarnain, I., Indarto, S., Yuliyanti, A. dan Al Kautsar, A. 2011, Potensi Mineralisasi
Batuan Pra Tersier Di Indonesia : Mineralisasi Emas Pada Batuan Malihan Di Indonesia
Pada Kasus Daerah Kupang, Laporan Kegiatan Penelitian DIPA 2011, tidak diterbitkan.

Soeharto, R.S., 2000, Hasil Ekplorasi Mineral Logam di Jalur Busur Magmatik Sunda-Banda,
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan DSM – 2000, didownload dari
http://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202000/logam.pdf
Sudarsono, Setiawan I, Ismayanto A.F., Listyowati L.N, Yuliyanti, A., dan Kuswandi, 2011, Model
Mineralisasi Hidrotermal Daerah Banjarnegara dan Sekitarnya, Jawa Tengah, Prosiding
Pemaparan hasil Litang Puslit Geoteknologi LIPI Bandung.

281

Anda mungkin juga menyukai