Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) NEUROBLASTOMA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan
prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di tempat
terdapatnya jaringan saraf simpatis. Meninfestasi klinis neuroblastoma berkaitan dengan lokasi
timbulnya tumor dan metastasisnya. Kebanyakan pasien saat datang sudah stadium lanjut. Penyakit ini
memiliki kekhasan dapat remisi spontan dan transformasi ke tumor jinak, terutama pada anak dalam
usia 1 tahun. Terapi meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis. Survival 5 tahun untuk
stadium I dan II pasca terapi kombinasi adalah 90% lebih, stadium III kira-kira 40%-50%, stadium IV
berprognosis buruk yaitu hanya 15%-20%.

Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari
seluruh kanker masa kanak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2 tahun,
90% terdiagnosis sebelum 5 tahun. Insiden tahunan 8,7 perjuta anak, atau 500-600 kasus baru tiap tahun
di Amerika Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada laki-laki dan pada kulit putih. Ada kasus-kasus
keluarga dan neuroblastoma telah didiagnosis pada penderita dengan neurofibrogematosis,
nesidioblastosis dan penyakit Hischrung.

Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit neuroblastoma yang berstadium rendah melebihi 90% dan
bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih.
Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak
tergantung umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya.
Meskipun dengan terapi konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit
untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20%.

Mengingat penyakit neuroblastoma adalah penyakit yang perlu diwaspadai dan dapat dicegah
kemunculannya, maka sebagai calon perawat sangat penting untuk mengetahui tentang apakah
neuroblastoma dan bagaimana kita melakukan asuhan keperawatan yang baik dan benar pada anak
dengan neuroblastoma.

Oleh karena itu, kami menyusun makalah neuroblastoma ini sebagai bahan acuan pembelajaran bidang
neurologi pada anak. Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat membantu proses belajar
mahasiswa dan akhirnya mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan bauk dan benar
pada anak dengan gangguan neuroblastoma.

1.2 Tujuan

Menjelaskan definisi neuroblastoma

Menjelaskan etiologi neuroblastoma

Menjelaskan patofisiologi neuroblastoma

Menjelaskan manifestasi klinis neuroblastoma

Menjelaskan stadium dari neuroblastoma

Menjelaskan pemeriksaan diagnostik neuroblastoma

Menjelaskan penatalaksanaan neuroblastoma

Menjelaskan komplikasi neuroblastoma

Menjelaskan prognosis neuroblastoma

Menjelaskan WOC neuroblastoma

1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan calon perawat tentang neuroblastoma untuk memudahkan mereka ketika
praktik di rumah sakit.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Neuroblastoma adalah tumor embrional dari system saraf otonom yang mana sel tidak berkembang
sempurna. Neuroblastoma umumnya terjadi bayi usia rata-rata 17 bulan. Tumor ini berkembang dalam
jaringan sistem saraf simpatik, biasanya dalam medula adrenal atau ganglia paraspinal, sehingga
menyebabkan adanya sebagai lesi massa di leher, dada, perut, atau panggul. Insiden neuroblastoma
adalah 10,2 kasus per juta anak di bawah 15 tahun. Yang paling umum kanker didiagnosis ketika tahun
pertama kehidupan (Jhon, 2010).

Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan
prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di tempat
terdapatnya jaringan saraf simpatis. Tempat tumor primer yang umum adalah abdomen, kelenjar adrenal
atau ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati dan seringkali
bergeseran dengan jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda, 2002)

Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari
seluruh kanker masa knak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2 tahun, 90%
terdiagnosis sebelum 5 tahun.Neuroblastoma berasal dari sel krista neuralis sistem saraf simpatis dan
karena itu dapat timbul di manapun dari fossa kranialis posterior sampai koksik. Sekitar 70% tumor
tersebut timbul di abdomen, 50% dari jumlah itu di kelenjar adrenal. Dua pulu persen lainnta timbul di
toraks, biasanya di mediastinum posterior. Tumor itu paling sering meluas ke jaringan sekitar dengan
invasi lokal dan ke kelenjar limfe regional melalui nodus limfe. Penyebaran hematogen ke sumsum
tulang, kerangka, dan hati sering terjadi. Dengan teknik imunologik sel tumor dapat dideteksi dalam
darah tepi pada lebih dari 50% anak pada waktu diagnosis atau relaps. Penyebaran ke otak dan paru
pada kasus jarang (Nelson, 2000).
Neuroblastoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel Krista neurak embronik, dapat timbul disetiap
lokasi system saraf simpatis, merupakan tumor padat ganas paling sering dijumpai pada anak. Insiden
menempati 8% dari tumor ganas anak, atau di posisi ke-4. Umumnya ditemukan pada anak balita,
puncak insiden pada usia 2 tahun. Lokasi predeileksi di kelenjar adrenal retroperitoneal, mediastrinum,
pelvis dan daerah kepala-leher. Tingkat keganasan neuroblastoma tinggi, sering metastasis ke sumsum
tulang, tulang, hati, kelenjar limfe, dll (Willie, 2008).

Tumor ini biasanya tidak memungkiri asalnya, dengan mengeluarkan hormon katekolamin. Tekanan
darah tinggi yang merupakan akibat tumor ini jarang menimbulkan keluhan, tetapi dapat berfungsi
sebagai zat penanda tumor: di dalam air kemih dapat dilihat hormon yang dikeluarkan, sehingga
diagnosis tumor menjadi jelas. Dengan dapat dipastikan, apakah tumornya neuroblastoma atau
nefroblastoma (Wim De Jong, 2005)

2.2 Etiologi

Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan yang menyebutkan bahwa
timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-anak) berkaitan dengan orang tua atau selama hamil
terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll. (Willie , 2008).

Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus, meliputi penghapusan
(delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17, dan ampifilatik genomik dari
oncogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk (Nelson, 2000).

2.3 Manifestasi Klinis

Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu:

Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal.

Massa abdomen tidak teratur,tidak nyeri tekan, keras, yang melintasi garis tengah.

Perubahan fungsi usus dan kandung kemih


Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah

Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah

Defisit sensoris

Hilangnya kendali sfingter

Gejala-gejala yang berhubunngan dengan masa leher atau toraks.

Limfadenopati servikal dan suprakavikular

Kongesti dan edema pada wajah

Disfungsi pernafasan

Sakit kepala

Proptosis orbital ekimotik

Miosis

Ptosis

Eksoftalmos

Anhidrosis

Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari lokasi
metastasenya:

Neuroblastoma retroperitoneal

Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan menemukan masa
abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati
garis tengah. Pasien stadium lanjut sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema
dinding abdomen.

Neurobalstoma mediastinal

Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum superior daripada


inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar dapat menekan dan timbul batuk kering,
infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul
parastesia dan nyeri lengan.

Neuroblastoma leher

Mudah ditemukan, namun mudah disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau limfoma maligna. Sering
karena menekan ganglion servikotorakal hingga timbul syndrome paralisis saraf simpatis leher(Syndrom
horner), timbiul miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.

Neuroblastoma pelvis

Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya sehingga menimbulkan
gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.

Neuroblastoma berbentuk barbell

yaitu neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam canalis vertebral di
ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak, kelainan sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi
hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan paralisis.

2.4 Stadium

Beberapa system penentuan stadium staging, system kelompok evans dan kelompok Onkologi Pediatrik
(Pediatrik Oncology Group POG ). System klasifikasi stadium neuroblastoma terutama memakai system
klasifikasi stadium klinis neuroblastoma internasional (INSS).

Klasifikasi stadium INSS :

Stadium I

Tumor terbatas pada organ primer, secara makroskopik reseksi utuh, dengan atau tanpa residif
mikroskopik. Kelenjar limfe regional ipsilateral negative.
Stadium IIA

Operasi tumor terbatas tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral negative.

Stadium IIB

Operasi tumor terbatas dapat ataupun tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral
positif.

Stadium III

Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi melewati garis tengah, dengan atau tanpa kelenjar limfe regional ipsi
atau tanpa kelenjar limfe regional ipsilateral positif.

Stadium IV :

Tumor primer menyebar hingga kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum tulang, hati, kulit atau organ lainnya.

Stadium IVS

Usia <1 tahun, tumor metastasis ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi tanpa metastasis tulang(Willie, 2008).

System Pediatric Oncologic group (POG) membagi stadium neuroblastoma menjadi :

Stadium A

Tumor yang direseksi sacara kasar.

Stadium B

Tumor local tidak direseksi.

Stadium C
Metastasis ke kelenjar limfe intraktivita yang tidak berdekatan

Stadium D

Metastasis di luar kelenjar limfe

Stadium Ds

Bayi dengan adrenal kecil terutama dengan penyakit metastasis terbatas pada kulit, hati dan sumsum
tulang

Stadium D Neonatus

Telah diketahui dengan mengalami remisi spontan. Keterlibatan sumsum tulang pada stadium ini
merupakan factor prognosis yang buruk (Nelson, 2000).

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita (2006), antara lain :

a) Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis menggeser ginjal, tetapi
biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada urogram intravena atau pemeriksaan ultrasonografi.

b) Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi diagnosis pada 90% kasus
dan juga merupakan indicator rekuensi yang sensitive. Kadang-kadang timbul metastasis tulang (Thomas,
1994)

c) CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan abdomen.
d) Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.

e) Analisa urine untuk mengetahui adanya Vanillymandelic acid (VMA) homovillic acid (HVA),
dopamine, norepinephrine.

f) Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.

g) Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).

2.6 Penatalaksanaan

Menurut Cecily (2002), International Staging System untuk neuroblastoma menetapkan definisi standar
untuk diagnosis, pertahapan, dan pengobatan serta mengelompokkkan pasien berdasarkan temuan-
temuan radiografik dan bedah, ditambah keadaan sumsum tulang.

Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor primer dan status
limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi menjadi tahap IV dan IV (S untuk
spesial ), tergantung dari adanya keterlibatan tulang kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang
dan gambaran tumor primer.

Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan minimal, atau
banyak reseksi. Reseksi dengan tumor tahap I. Untuk tahap II pembedahan saja mungkin sudah cukup,
tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan radioterpi lokal.
Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi spontan yang tinggi, dan penatalaksanaannya
mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat.

Neuroblastoma tahap II dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi,
pembedahan, transplantasi sumsum tulang autokolog atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang,
metaiodobenzilquainid (MIBG), dan imunoterapi dengan antibody monklonal yang spesifik terhadap
neuroblastoma.
Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi multiagens secara simultan atau bergantian.

Siklofosfamid – menghambat replikasi DNA.

Doksorubisin – mengganggu sintesis asam nukleat dan memblokir transkripsi DNA.

VP-16 – menghentikan metaphase dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat.

Jenis terapi :

a) Neuroblastoma berisiko rendah

Perawatan untuk pasien neuroblastoma beresiko rendah meliputi:

a) Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang diawasi dengan ketat).

b) Watchful waiting sendirian untuk bayi-bayi tertentu.

c) Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang dikeluarkan atau jika
gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan operasi.

d) Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan serius dan tidak
merespon secara cepat pada kemoterapi.

e) Kemoterapi dosis rendah.

b) Neuroblastoma beresiko sedang


Perawatan untuk pasien neuroblastoma berisiko sedang mungkin meliputi :

a) Kemoterapi.

b) Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi.

c) Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan yang serius dan
tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.

c) Neuroblastoma beresiko tinggi

a) Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan sebanyak mungkin tumor.

b) Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagian-bagian lain tubuh dengan
kanker.

c) Transplantasi sel induk (Stem cell transplant).

d) Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.

e) Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi.

f) Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum stem cell transplant.

g) Percobaan klinik dari stem cell transplant yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.
2.7 Komplikasi

Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke berbagai organ secara
limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-sum tulang, tulang, hati, otak, paru,
dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini
sering menimbulkan nyeri ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang
menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008)

2.8 Prognosis

Kelangsungan hidup 5 tahun 60%. Kadang-kadang dilaporkan pemulihan spontan(Thomas, 1994).

Identifikasi factor prognosis spesifik adalah penting untuk perencanaan terapi. Prediktor paling menonjol
bagi keberhasilan adalah umur dan stadium penyakit. Anak yang berusia kurang dari satu tahun agak
lebih baik daripada anak berumur lebih tua dengan stadium penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup
bayi dengan penyakit berstadium rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai
angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah
umumnya mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur penderita
dan makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau
CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut
jarang melebihi 20% (Nelson, 2000)

Factor yang terpenting dalam prognosis neuroblastoma adalah ada tidaknya ampilifikasi oncogen N-
myc.

ampilifikasi oncogen N-myc di atas 10 kopi menunjukkan prognosis buruk dan terapi perlu diperkuat.

Pasien stadium III tanpa ampilifikasi oncogen N-myc digunakan terapi kombinasi agresif dan survival
dapat mencapai 50%

Pasien stadium I/II dan IVS tanpa ampilifikasi oncogen N-myc dapat memiliki survival mencapai 90%
lebih (Willie, 2008)

2.9 WOC
Download : WOC NEUROBLASTOMA

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Study Kasus

Anak I umur 2 tahun di bawa ke RS pada tanggal 9 April 2010 oleh Ny. F karena badannya demam. Dua
bulan yang lalu, timbul benjolan pada leher seperti uci-uci kemudian membesar dan menyebar ke bagian
belakang kepala. An. I tampak pucat dan berat badannya turun dari 13 kg menjadi 11 kg.

1. Anamnesa

a. Biodata

Data bayi

Nama : An. NK

Umur : 2 th
Jenis kelamin : perempuan

Tanggal Lahir : 27 Februari 2008

Tanggal MRS : 9 April 2010

Dx medis : Neuroblastoma

Alamat : Graha Indah Blok Q1 RT 48 No 9 Balikpapan

Utara

b. Keluhan Utama

An. I demam

c. Riwayat penyakit sekarang

Terdapat benjolan di kepala bagian belakang An.I, dua bulan yang lalu terdapat uci-uci di lehernya. An. I
pucat dan berat badannya turun 2 Kg.

d. Riwayat penyakit masa lalu

-
e. Riwayat penyakit keluarga

Nenek menderita ca cerviks stadium akhir, Ibu sel BRCA (+)

f. Riwayat alergi

Tidak ada

1. Pemeriksaan Fisik

B1 : RR 40x/menit (normal), tak ada penggunaan otot bantu napas,

B2 : Hipertermi suhu badannya 390C, conjungtiva anemis, CRT > 3

Detik, pucat, BP: 80/60 (bradicardy), nadi 200x/menit

B3 : tuli sensorineural dengan tes Rhyne (+) tes Weber lateralisasi pada sisi yang sehat

B4 : normal, terpasang kateter, produksi urine normal 0,5 cc kgBB/jam, warna urin normal

B5 : BB menurun, pemeriksaan serum albumin 2,0 dL , pemeriksaan Hb 8,5 g/dl (anemi), anak tampak
lemas dan porsi makan menurun, tidak mengalami gangguan buang air besar

B6 : nyeri di punggung, sulit tidur akibat massa di kepala

Tanda-tanda Vital
T: 39 C P: 200x/menit R: 40x/menit BP:80/60

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan diagnostic

PA : Neuroblastoma dengan metastase ke sum-sum tulang belakang

CT Scan : Menunjukkan tumor telah metastase ke sum-sum tulang belakang

b. Pemeriksaan laboratorium

Hb : 8,5 g/dl PH : 7,34

Leukosit : 3100 x 10 u/l PCO2 : 39

Trombosit : 100.000 PO2 : 75%

Eritrosit : 2,8 juta/uL (mm3) HCO3 : 27

Albumin : 2,0 /dL

3. Terapi
Paracetamol 100 mg

Injeksi novalgin 100 mg

Injeksi ampicilin subaktan 4 x 225 mg

Transfuse PRC (Pocket Red Cell) 2 x 100 cc

3.2 Analisa Data

No

Data

Etiologi

Masalah Keperawatan

Ds: Ibu mengatakan An. I demam

Do:
Suhu An. I 390C

Leukosit: 3100x 10 u/L

Nadi: 200x/menit

CT scan: metastase ke sum-sum tulang

massa di occipital lobe

Metastase ke sum-sum tulang

Gangguan proses hemopoitik

Leukosit ↓

Infeksi

hiperthermi

Hipertermi

Ds: An. I tampak pucat

Do:

Hb: 8,5 g/dl

Eritrosit: 2,8 juta/mm3

PO2: 75%

Tumor di oksipital

Metastase ke sum-sum tulang belakang

Gangguan pembentukan sel-sel darah

Anemia

Pk anemia

Ds: An. I tampak kurus

Do:

Berat badan turun dari 13 kg menjadi 11 kg

Albumin: 2,0 d/L

Hb: 8,5 g/dl


Eritrosit : 2,8 Juta/mm3

PO2: 75%

Tumor di oksipital

Metastase ke sum-sum tulang

Proses hemopoitik terganggu

Anemi

Kelemahan dan malaise


Anorexia

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Ds: Ibu mengatakan An I sering tidak mendengar jelas apa yang disampaikannya

Do: An. I terbiasa berbicara dengan suara keras

Tumor di oksipital

Menekan pusat pendengaran

Gangguan persepsi sensori (auditori)

Gangguan persepsi sensori (auditori)


3.3 Diagnosa

Hipertermi berhubungan dengan leukositopenia karena metastase ke sum-sum tulang

Pk Anemia berhubungan dengan metastase ke sum-sum tulang

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

Gangguan persepsi sensori (auditori) berhubungan dengan penekanan pusat pendengaran

3.4 Intervensi

No

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

1.

Hipertermi Berhubungan dengan leukositopenia karena metastase ke sum-sum tulang


Tujuan: pasien akan menunjukkan termoregulasi

KH: Suhu tubuh kembali normal

Suhu : 370 C

Nadi : 140 denyut per menit

Tekanan darah : 90/60 mmHg

d. RR : 40 kali per menit

Mandiri:

Kompres dengan air biasa


Kolaborasi: pemberian paracetamol 100mg dan injeksi ampicilin subaktan 4x225 mg

HE:

Anjurkan pasien untuk minum sedikit-sedikit tapi sering


Pantau tekanan darah, nadi, pernafasan dalam batas normal

Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu

Untuk menurunkan panas, air biasa mampu menetralkan suhu tubuh yang meningkat terutama
laksanakan pengompresan pad area-area dengan arteri besar spt arteri di axilla

Paracetamol untuk menurunkan panas dan inj ampisilin membantu mencegah terjadinya infeksi sebagai
akibat dari menurunya jmlah leukosit dalam darah

Peningkatan suhu tubuh 1 C setara dengan kebutuhan penambahan cairan sebanyak 12% cairan basal
tubuh, diperlukan air yang cukup unuk mengembalikan kehilangan 12% cairan tersebut

Untuk mengontrol kemajuan pasien dan menjadi evaluasi untuk tindakan pengobatan dan keperawatan
lanjut

Untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia

2.

Pk Anemia berhubungan dengan metastase ke sum-sum tulang


Tujuan: anemia berkujrang darfi keadaan sebelumnya

KH:

Hb 11-16 g/dL

Eritrosit 4juta/mm3

Kolaborasi: pemberian PRC 2x100cc

Mandiri:

Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh

HE:

Berikan informasi yang berhubungan dengan strategi untuk mencegah cedera

Pantau jumlah sel darah merah tetap dalam batas normal secara berkala

Untuk menambah sel darah merah sehingga tidak terjadi kematian sel maupun jaringan

Untuk meminimalkan terjadinya jatuh dan dapat melukai pasien


Agar bisa mencegah jatuh secara mandiri oleh anggota keluarga

Dengan pemantauan sel darah merah berkala, dapat membantu mencegah terjadinya nekrosis jaringan
perifer

3.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

Tujuan: Pasien menunjukkan nutrisi yang adekuat

KH:

A: BB meningkat

B: Albumin: 3,5-5,5/dL

Hb: 11-16 g/dL

C: malaise berkurang

D: porsi makan habis

mempertahankan massa tubuh dan BB dalam batas normal


nilai lab normal

Mandiri

Berikan makanan yang disukai kecuali ada kontra indikasi

Berikan makanan yang bervariasi

Ukur BB pasien 2 hari 1x

Pantau nilai lab: Albumin dalam rentang normal

Kolaborasi

Menentukan makanan bersama ahli gizi

HE

Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalammenghabiskan porsi makan


1. pemberian makanan yang disukai diharapkan akan meningkatkan nafsu makan pasien

2. Menghindari kebosanan

3. Untuk mengetahui perubahan BB dan menjadi data evaluasi dalam pengobatan maupun perawatan
lebih lanjut

4. Mengetahui kadar albumin dalam darah sebagai evaluasi apakah program intervensi yang
dilaksanakan sudah tepat

5. Mengetahui kebutuhan nutrisi pasien dengan tepat dan benar

6. Dengan memberikan anjuran yang baik diharap pasien mampu bekerjasama dalam proses
penyembuhannya

4.

Gangguan persepsi sensori (auditori) berubungan dengan penekanan pusat pendengaran


Tujuan:

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ketajaman pendengaran pasien meningkat

KH:

Pasien akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan

Mandiri:

berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau

bersihkan bagian telinga yang kotor

observasi ketajaman pendengaran, catat apakah kedua telinga terlibat

kolaborasi:
pemasangan alat bantu pendengaran

HE:

Ajarkan pasien bahasa isyarat sebagai bahasa pengganti

anjurkan pasien dan keluarganya untuk mematuhi program terapi yang diberikan

membantu untuk menghindari masukan sensori yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas tenang

telinga yang bersih dapat membantu dalam proses pendengaran yang lebih baik

mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk evaluasi dan menentukan intervensi
selanjutnya
diharapkan dengan pemasangan alat bantu dengar pasien dapat mendengar dengan lebih baik

Bahasa isyarat dapat menjadi pilihan pengajaran bahasa bagi klien anak yang sudah tidak mampu
mendengar, juga membantu anak mendpatkan kualitas hidup yang lebih baik

mematuhi program terapi akan mempercepat proses penyembuhan

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan
prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di tempat
terdapatnya jaringan saraf simpatis.cvfev Tempat tumor primer yang umum adalah abdomen, kelenjar
adrenal atau ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati dan
seringkali bergeseran dengan jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda, 2002). Kebanyakan
etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Adapun manifestasi klinis dari neuroblastoma yaitu
tergantung lokasinya, di retroperitoneal, mediastinal leher, pelvis, dan lain-lain. Sedangkan
penatalaksanaannya tergantung stadium dari neuroblastoma itu sendiri

DAFTAR PUSTAKA

Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.

De Jong,Wim. 2005. Kanker, Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan Keluarga. Jakarta:
ARCAN.
Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.

Maris, Jhon. 2010. Recent Advances in Neuroblastoma. Disitasi dari http://www.nejm.org/ pada 5
November 2010.

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Jilid 3. Jakarta: EGC.

Suriadi & Yulianni,Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV. SAGUNG SETO.

Thomas,R. 1994. Atlas bantu Pedriatri. Jakarta: Hipokrates.

Wilkinson,Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai