Anda di halaman 1dari 51

PRESENTASI KASUS

ULKUS KORNEA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Kesowo Pangestu Adji
20174011139

Diajukan Kepada:
dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO PROGRAM PROFESI
DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ULKUS KORNEA

Telah dipresentasikan pada tanggal:


25 Januari 2019

Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Kesowo Pangestu Adji
20174011139

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbilalamin dengan memanjatkan puji dan syukur yang tak


terhingga kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
presentasi kasus ini. Sholawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat pendidikan


profesi Kedokteraan pada Fakultas Kedokteraan dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya
kepada:

1. dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M selaku dosen pendidik klinik


2. Rekan-rekan dokter muda, serta semua pihak yang telah membantu.
Penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang berguna. Semoga untuk selanjutnya tulisan
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Wonosobo, 21 Januari 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS ...................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iv
BAB I. LAPORAN KASUS .............................................................................................. 1
A. Identitas Pasien ..............................................................................................1
B. Anamnesis......................................................................................................1
C. Pemeriksaan Fisik ..........................................................................................2
D. Diagnosis Kerja..............................................................................................3
E. Penatalaksanaan ............................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 5
BAB III. PEMBAHASAN .............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 455

iv
BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. D

Usia : 24 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kepil, Wonosobo

Pekerjaan : Tukang Las

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksan : 15 Januari 2019

B. Anamnesis

 Keluhan utama : mata kanan terasa nyeri.

 Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Wonosobo dengan keluhan

nyeri pada mata kanan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan tersebut bersamaan

dengan mata merah , rasa mengganjal, dan air mata berlebih pada mata

kanan. Keluhan tersebut timbul setelah mata kanan pasien terkena percikan

api saat pasien sedang mengelas. Beberapa hari setelah terkena tanah muncul

bercak putih pada mata kanan yang makin lama makin membesar, mata terasa

semakin mengganjal disertai dengan penglihatan yang menjadi kabur. Pasien

1
sudah memeriksakan diri ke dokter puskesmas dan diberi 2 obat tetes mata

dan 1 obat minum, namun keluhan tidak membaik.

 Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal, riwayat penyakit mata

lainnya disangkal, riwayat pemakaian kacamata disangkal, riwayat alergi obat

dan makanan disangkal, riwayat darah tinggi disangkal, riwayat kencing

manis disangkal.

 Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat keluarga yang menderita keadaan seperti ini disangkal,

riwayat penyakit mata dalam keluarga disangkal, riwayat pemakaian

kacamata dalam keluarga disangkal, riwayat alergi obat dan makanan dalam

keluarga disangkal, riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal, riwayat

kencing manis dalam keluarga disangkal.

 Riwayat personal sosial :

Pasien merupakan seorang tukang las.

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital : TD: 130/85

Pemeriksaan Subyektif :

Pemeriksaan OD OS

Visus Tanpa Kacamata 0,5/60 5/12

2
Pemeriksaan Obyektif :

Pemeriksaan OD OS

Sekitar Mata
Simetris, distribusi merata Simetris, distribusi merata
Supercilia dan cilia

Palpebra Normal Normal

Gerakan Edema (-) Edema (-)

Margo sup dan inf Nyeri (-) Nyeri (-)

Gerakan Bola Mata N N

Konjungtiva

K palpebra sup et inf Hiperemis (+) Hiperemis (-)

K bulbi Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Sklera

Warna Hiperemis Putih

Kornea

Kejernihan Bercak berwarna kelabu Jernih

D. Diagnosis Kerja

OD: Ulkus Kornea

3
E. Penatalaksanaan

 Tab Cefixime 2x100mg

 Tab MPS 3x8mg

 Tab glaucon 3x250mg

 Tab KSR 1x600mg

 Cendo Tobroson md, 12 kali sehari 1 tetes OD

 Chloramphenicol eo, 1 kali sehari oles OD

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukurannya sebanding dengan

kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,

lengkung melingkar pada persambungan disebut sulkus skelaris. Kornea

dewasa ratarata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan

diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai

lima lapisan, yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva

bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel.2

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,

aquous humour dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen

sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh

strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.2

Kornea

Gambar 1. Kornea dan bagian-bagian di sekitar kornea (tampak

samping)

5
Kornea adalah struktur yang luar biasa, sebagai media transparan,

suatu jaringan yang tidak mengandung pembuluh darah, diameter horizontal

11-12 mm dan vertikal 10-11 m. Indeks refraksi 1.376. bersifat asferik,

meskipun radius kurvatura berbentuk konveks sferosilindris, mewakili

permukaan sentral kornea anterior, disebut juga corneal cap.5,14

Radius kurvatura kornea sentral rata-rata adalah 7.8 mm. Kornea

berkontribusi sebanyak 74% atau 43.25 dioptri (D), dari seluruh total 58.60

D daya normal mata manusia. Kornea juga sebagai sumber terbesar

penyumbang kelainan refraksi astigmatisma.5,14

Kornea merupakan salah satu dari bagian tubuh yang memiliki serabut

saraf terbanyak. Sensitivitas kornea 100 kali dibandingkan konjungtiva.

Serabut saraf sensoris dimulai dari long ciliary nerves dan membentuk

pleksus subepitelial. Yang termasuk neurotransmiter kornea diantaranya

asetilkolin, katekolamin, substance P, calcitonin gene-related peptide,

neuropeptida, intestinal peptida, galanin, dan metionin-enkepalin.5,14

Gambar 2. Anatomi Kornea

6
Gambar 3. Struktur mikroskopis lapisan kornea.

Secara histologis, kornea terdiri beberapa lapis yaitu5,14:

1. Epitelium

Epitel kornea tersusun oleh sel epitel skuamous bertingkat,

dan sebagai penyumbang ketebalan kornea 5-10%. Secara optik, sel

epitel dan tear film membentuk suatu permukaan halus. Ikatan erat

diantara sel-sel epitelial superfisial ini berguna untuk mencegah

masuknya cairan air mata ke dalam stroma. Proliferasi sel-sel

epitelial basal di perilimbal secara terus-menerus (limbal stem

cells) memungkinkan lapisan lain untuk berdiferensiasi menjadi sel

superfisial. Sel yang matang terbungkus oleh mikrovili pada

lapisan luarnya dan kemudian terjadi deskuamasi menjadi air mata.

Proses ini berlangsung 7-14 hari. Sel-sel epitelial basal akan terus

7
berproduksi, ketebalan membran basement 50-nm, mengandung

kolagen tipe IV, laminin, dan protein lain. Kejernihan kornea

tergantung pada ikatan antara selsel epitel agar membentuk lapisan

yang mendekati refraksi indeks dan minimal light scattering.5,14

Gambar 4. Epithelium Kornea

2. Membrana bowman

Membrana bowman merupakan suatu lapisan superfisial

bersifat aseluler, terbentuk dari fibril kolagen. Ketebalannya 12

µm. Lapisan ini bukan lapisan membrana elastis sebenarya, tetapi

merupakan bagian dari stroma. Fungsinya sebagai resistensi

infeksi. Sekali rusak, tidak terjadi regenerasi.5,14

8
3. Stroma (subtansia propria)

Sel-sel stroma tersusun teratur dengan ketebalan 0.5 mm

dan berkontribusi sebagai lapisan yang paling tebal, yakni 90% dari

seluruh ketebalan kornea. Kepadatan stroma akan terus menurun

disebabkan pertambahan usia, manipulasi tindakan bedah refraksi

yang melibatkan kornea atau trauma, dan biasanya penyembuhan

akan meninggalkan sisa.5,14

Stroma kornea terdiri dari matriks ekstraseluler yang

berasal dari kolagen dan proteoglikan. Kolagen fibril tipe 1 dan tipe

4 saling berkaitan oleh kolagen filamen tipe IV. Proteoglikan

mayor kornea sentral disebut decorin (ada hubungan dengan

dermatan sulfat)dan lumican (berhubungan dengan keratan sulfat).

Konsentrasi dan rasio proteoglikan dari anterior hingga posterior

sangat bervariasi. Stroma posterior lebih “wetter” daripada anterior

(berat kering 3.85 mg H20/mg versus 3.04). Mengandung protein

water soluble, analog dengan kristalin lensa, disekresikan oleh

keratosit, dan mengandung sel-sel epitel untuk mempertahankan

properti optikal kornea. Lamela anterior stroma pendek, lembar

pembatasnya meluas terjalin antara lapisan, dimana stroma

posterior lebih panjang, tebal, meluas dari limbus ke limbus dengan

ikatan interlamelar longgar. Kornea manusia mempunyai sedikit

elastisitas dan bisa meregang hanya 0.25% pada tekanan intra okuli

normal.5,14

9
Rangkaian lattice fibril kolagen menempel pada matriks

ekstraseluler juga bertanggung jawab untuk transparansi kornea.

Pola ini berperan sebagai difraksi untuk mengurangi scattering

light. Scattering lebih berat pada bagian anterior, menghasilkan

indeks refraksi tinggi yaitu 1.401 dioptri di epitelium, menjadi

1.380 dioptri di stroma, dan 1.373 dioptri pada bagian posterior.

Kornea bersifat transparan dikarenakan elemen lattice lebih kecil

dari panjang gelombang cahaya yang visibel.5,14

Selain itu, transparansi juga tergantung kadar air di dalam

stroma korneasekitar 78%. Hidrasi kornea dipengaruhi oleh lapisan

epitel intak, barier endotel, dan fungsi pompa endotel, berhubungan

dengan sistem transpor ion, dikendalikan oleh enzim-tergantung

suhu seperti Na+ , K+ -ATPase. Sebaliknya, stromal

glikosaminoglikan cenderung bergerak ke luar, menyebabkan

swelling pressure (SP). Tekanan intra okuli (intra ocular

pressure=IOP)menekan kornea, secara keseluruhan tekanan

imbibisi stromal kornea ditetapkan sebagai IOP-SP. Daya osmotik

transedotelial dihitung dengan menambahkan tekanan imbibisi dan

gradien elektrolit oleh kanal transpor epitelial. Hidrasi kornea

bervariasi dari anterior ke posterior, konsentrasi lebih wetter pada

bagian yang mendekati endotelium.5,14

10
4. Membrana desement

Lapisan desement adalah membran basemen dari endotel

kornea. Ketebalannya meningkat dari sejak lahir 3 µm hingga

dewasa 10-12 µm, sebagai hasil dari pemecahan endotel di bagian

posteriornya.5,14

Lapisan ini merupakan lapisan homogen yang paling kuat,

sangat resisten terhadap agen kimia, trauma, dan proses patologis.

Terdiri dari kolagen dan proteoglikan, tetapi membran ini bisa

mengalami regenerasi.5,14

5. Endotelium

Lapisan endotel tersusun oleh ikatan sel-sel yang

membentuk pola mosaik dan sebagian besar berbentuk heksagonal.

Sel endotel manusia tidak berproliferasi secara in vivo, tetapi sel

dapat membelah untuk mempertahankan jumlahnya. Meskipun

beberapa bukti menunjukkan bahwa stem sel endotel kornea

perifer, kepadatannya terus menurun sesuai usia. Sel yang

berkurang menyebabkan sel lain mengalami pembesaran dan

menggantikan posisi sel sekitarnya untuk menutup area defek,

terutama yang disebabkan trauma dan operasi.15,14

Konsentrasi normal kepadatan sel endotel antara 2000-3000

sel/mm2 . Endotel kornea mempertahankan kejernihan kornea

melalui 2 fungsi : berperan sebagai barier akuos humor dan

11
mempertahankan pompa metabolik. Peningkatan permeabilitas dan

insufisiensi pompa terjadi jika kepadatan sel endotel berkurang,

secara klinis kepadatan sel endotel tidak absolut menyebabkan

edema kornea. Perubahan endotel yang bersifat reversibel

contohnya pseudogutata, dan permanen contohnya korneal

gutata.5,14

Limbus merupakan daerah dengan luas 1.5 mm. Batas-batas limbus

dari arah kornea anterior adalah terminasi dari lapisan bowman, dan batas

kornea posterior adalah lapisan desemet. Secara klinis limbus berwarna

kebiru-biruan, sehingga dengan mudah dibedakan dari jaringan sklera

disekitarnya, disebut juga blue zone atau blue line.5,14

B. Definisi Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah diskontinuitas atau hilangnya sebagian

permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan

adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas

jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.1,2,4

C. Etiologi Ulkus Kornea

Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan oleh adanya kolagenase yang

dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.1

1. Infeksi

 Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus

berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret

12
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan

infeksi P aeruginosa. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa

telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah satu penyebab ulkus

kornea. Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri.7,8

 Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus

kornea 40,65% disebabkan oleh jamur.8

 Infeksi Virus: Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering

dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil

dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat

juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian

sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).8

 Acanthamoeba: Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang

terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan

materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi

yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya

bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya

ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau

tanah yang tercemar.8

2. Noninfeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.9

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan

anorganik, organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai

13
mata maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila

konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya

kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Trauma kimia asam adalah

trauma pada kornea dan konjungtiva yang disebabkan karena adanya

kontak dengan bahan kimia asam yang dapat menyebabkan kerusakan

permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen anterior yang cukup

parah serta kerusakan visus permanen baik unilateral maupun bilateral.

Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan penetrasi terbatas

pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam dapat

membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering

dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang

melapisi kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan

terbakarnya epitel kornea. Semua asam cenderung untuk

mengkoagulasi dan mengendapkan protein. Sel-sel terkoagulasi pada

permukaan berfungsi sebagai penghalang relatif pada penetrasi asam

yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek buffer pada asam,

yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar asam.9

Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang

mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan

terjadi penghancuran kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih berat

daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat

yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat mengijinkan mereka secara

cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan,

14
bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan

koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu sawar

perlindungan agar asam tidak penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium

hidroksida dan akustik soda dapat menyebabkan kerusakan yang berat

karena mereka dapat penetrasi secara cepat, dan dilaporkan bahwa

bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam

waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema kornea

karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan

endotel, sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk

kedalam kornea. Selain itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi

berkurang sehingga menyebabkan tidak terjadinya reepitelisai kornea

dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada kornea.9

 Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari

yang akan merusak epitel kornea.9

 Sindrom Sjorgen

Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai

keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata kering

yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau

lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang

menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada

keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada

epitel kornea terpulas dengan flurosein.8

15
 Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena

kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran

cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.8

 Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;

kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan

imunosupresif.8

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.8

 Pajanan (exposure)

Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak

cukup dibasahi dan dilindung oleh palpebra.8

 Neurotropik

Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion

Gaseri. Pada keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek

mengedip hilang. Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan

keluhan selain daripada itu kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan

daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea

sehingga menjadi ulkus kornea.8

16
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

 SLE

SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi

okular di segmen anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca,

episkleritis, ulkus kornea, uveitis, dan vasculitis retina.8

 Rheumathoid arthritis

RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering

melibatkan permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir

dengan ulserasi progresif indolen dari kornea perifer atau pericentral

dengan peradangan minimal yang pada akhirnya dapat mengakibatkan

perforasi kornea.8

D. Epidemiologi Ulkus Kornea

Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya.

Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi

karena trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi dan kadang-kadang tidak di

ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan

pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.

Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan

peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat

imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari

112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas

tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan

17
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,

laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu

juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-

laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki

sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma

kornea.8

E. Klasifikasi Ulkus Kornea

Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu2:

1. Ulkus Kornea Sentral9,10

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus :

Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpiginous). Ulkus bewarna kuning keabu-

abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung.

Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi

kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok

pneumonia.10

Ulkus Stafilokokus :

Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek

epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses

kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.

18
Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu

reaksi radangnya minimal.10

Gambar 5. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Pseudomonas :

Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.

ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam

kornea. Penyebaran ke dalam dapat mengakibatkan perforasi

kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang

berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna

kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.

Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Secara histopatologi, khas pada ulkus ini ditemukan sel neutrofil

yang dominan. 10

19
Gambar 6. Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus :

Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.

Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga

memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen.

Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna

kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering

terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak

kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak

selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang

terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.10

Gambar 7. Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion

20
Ulkus Neisseria Gonorrhoeae

Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae

dan merupakan salah satu dari penyakit menular seksual.

Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang

sangat berarti pada struktur mata yang lebih dalam.10

b. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa

hari sampai beberapa minggu sesudah trauma yang dapat

menimbulkan infeksi jamur ini.15

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna

keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas

irregular, feathery edge, dan terlihat penyebaran seperti bulu

pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal

penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit

disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang

disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong

dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat

rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.15

Gambar 8. Ulkus Kornea Fungi

21
c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster :

Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan

lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala

kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra,

konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat

subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang

bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit

herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang

lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang

berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.11

Ulkus Kornea Herpes simplex11:

Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex

dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai

dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu

dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk

dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea

secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran

kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,

ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan

diujungnya.11

22
Gambar 9. Ulkus Kornea Dendritik

Gambar 10. Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan

temuan kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas

adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat

perineural.11

23
Gambar 11. Ulkus Kornea Acanthamoeba

2. Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk

simpel berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan

terdapat pada infeksi stafilococcus, toksik atau alergi dan

gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok

arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau

multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita

leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.10

Gambar 12. Ulkus Marginal

24
b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer

kornea kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia

lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak

teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas

tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang

satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh

permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang

sehat pada bagian yang sentral.10

25
C

Gambar 13. Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B :

Gambaran lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi

ke tengah)

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea

terdapat ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di

dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul

perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat

menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya

menahun.10

Gambar 14. Ulcer Ring

26
F. Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui

cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,

sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan

cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam

bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan

yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat

menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di

daerah pupil.4

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan

tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak

vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang

terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru

kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan

tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-

sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang

mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna

kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,

kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada

kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan

fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra

(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.

27
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan

fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan

fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh

iris.6

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan

parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.

Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang

timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah

infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran

Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang

akan menyebabkan terjadinya sikatrik.6

G. Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

1. Gejala Subjektif 3

a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

b. Sekret mukopurulen

c. Merasa ada benda asing di mata

d. Pandangan kabur

e. Mata berair

f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

g. Silau

h. Nyeri

28
i. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus

terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan

lapisan epitel kornea.

2. Gejala Objektif 3

a. Injeksi siliar

b. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

c. Hipopion

H. Diagnosis Ulkus Kornea6,9,11

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan

laboratorium.2

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat

diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat

penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus

herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat

pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan

predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes

simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti

diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.3

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya

injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.

Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. 3

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti2:

29
a. Ketajaman penglihatan

b. Tes refraksi

c. Pemeriksaan slit-lamp

d. Keratometri (pengukuran kornea)

e. Respon reflek pupil

f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 15. Ulkus Kornea dengan fluoresensi

g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau

KOH)

h. Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula

kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan

pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi

jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.

Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar

ekstrak maltosa.

30
Gambar 16. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 17. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simpleks

Gambar 18. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster

31
A B

Gambar 19. A : Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan

gram ulkus kornea akantamoeba

I. Penatalaksanaan Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.

Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes

mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan

mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila

mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat

reaksi obat dan perlunya obat sistemik. 12

1. Penatalaksanaan non-medikamentosa:

- Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

- Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering

mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang

bersih

32
- Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat

memperpanjang proses penyembuhan luka. 13

2. Penatalaksanaan medikamentosa

Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan

pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta

hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. Adapun obat-

obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:

 Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman

penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan

sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada

pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata

karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga

dapat menimbulkan erosi kornea kembali. Berikut ini

contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500

unit, Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-

5 mg, Tobramisin 3 mg, Eritromisin 0,5%,

Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3

mg, Polimisin B 10.000 unit.12

 Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat

oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia

33
berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa

dibagi15 :

1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi

penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5

mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin >

10 mg/ml, golongan Imidazole

2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,

thiomerosal, Natamicin, Imidazol


3.
Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin,

Imidazol, Micafungin 0,1% tetes mata15

4. Actinomyces yang bukan jamur sejati:

golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik

 Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat

simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi

gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk

infeksi sekunder, analgetik bila terdapat indikasi. serta

antiviral topika berupa salep asiklovir 3% tiap 4 jam.11

 Anti acanthamoeba

Dapat diberikan poliheksametilen biguanid +

propamidin isetionat atau salep klorheksidin glukonat

0,02%.11

34
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera

dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan

diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati

dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi

atau tempat lain harus segera dihilangkan.12

Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:

 Sulfas atropine sebagai salep atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena

bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :

- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M.

konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M.

siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi

sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan

lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi

midriasis sehinggga sinekia posterior yang

telah ada dapat dilepas dan mencegah

pembentukan sinekia posterior yang baru. 12

35
 Skopolamin sebagai midriatika.

 Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan

tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-

sering.12

Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian

nerve growth factor (NGF) secara topikal menginisiasi aksi

penyembuhan luka pada ulkus kornea yang disebabkan oleh trauma

kimia, fisik dan iatrogenik serta kelainan autoimun tanpa efek

samping. 16

3. Penatalaksanaan bedah:

a. Flap Konjungtiva 21

Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva

sudah dilakukan sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi

dimana terapi medis atau bedah mungkin gagal, kerusakan epitel

berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap

konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk

penyakit permukaan mata persisten.21

Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan

integritas permukaan kornea yang terganggu dan memberikan

metabolisme serta dukungan mekanik untuk penyembuhan

kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis,

36
memberikan pasokan nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat

vaskularnya.21

Indikasi yang paling umum penggunaan flap

konjungtiva adalah dalam pengelolaan ulkus kornea persisten

steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi sensorik kornea

(keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7

mengarah ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes

zoster oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK

kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan kornea

dekat limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama

kornea tidak terlalu menipis.21

b. Keratoplasti

Gambar 20. Keratoplasti

Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas

tidak berhasil. Indikasi keratoplasti18:

1. Dengan pengobatan tidak sembuh;

37
2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu

penglihatan;

3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya

perforasi.

Ada dua jenis keratoplasti yaitu:

A. Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea

seutuhnya. Karena sel endotel sangat cepat mati,

mata hendaknya diambil segera setelah donor

meninggal dan segera dibekukan. Mata donor harus

dimanfaatkan <48 jam. Tudung korneo sklera yang

disimpan dalam media nutrien boleh dipakai sampai

6 hari setelah donor meninggal dan pengawetan

dalam media biakan jaringan dapat tahan sampai 6

minggu.18

Telah dilakukan penelitian tentang pendonoran

jaringan kornea manusia dari sisik ikan (Biocornea).

Penelitian dilakukanpada kelinci dan menunjukkan

hasil bahwa: Biocornea sebagai pengganti yang baik

memiliki biokompatibilitas tinggi dan fungsi

pendukungan setelah evaluasi jangka panjang. 19

B. Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian

dari kornea. Untuk keratoplasti lamelar, kornea

38
dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam

lemari es selama beberapa minggu.18

Selama dekade terakhir, tatalaksana bedah untuk

penyakit endotel telah berkembang dengan cepat ke

arah keratoplasti endotel, atau transplantasi jaringan

selektif. Keratoplasti endotel menawarkan

keuntungan yang berbeda dalam hal hasil visual dan

sayatan lebih kecil. 6,18

Sebuah penelitian terkini menyatakan bahwa

pemberian terapi tambahan berupa fototerapi laser

argon sangat berguna dalam pengobatan ulkus

kornea.20

J. Komplikasi Ulkus Kornea3,13

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat

b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan

panopthalmitis

Gambar 21. Ulkus kornea perforasi (jaringan iris keluar dan menonjol,

infiltrat pada kornea ditepi perforasi)

39
c. Prolaps iris

d. Sikatrik kornea

e. Katarak

f. Glaukoma sekunder

K. Prognosis Ulkus Kornea1,9

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan

ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan

waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.

Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta

timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.

Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan

obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada

penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.1,9

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan

dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua

metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan

pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil

dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus

yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat

membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.1,9

40
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan mata sebelah kanan terasa

nyeri, mata merah, terasa mengganjal, dan air mata berlebih. Keluhan tersebut

timbul setelah mata pasien terkena percikan api saat pasien sedang mengelas.

Beberapa hari setelah terkena percikan api muncul bercak putih pada mata yang

makin lama makin membesar, mata terasa semakin mengganjal, dan disertai

penglihatan yang menjadi kabur. Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri,

kebanyakan lesi kornea, superfisial, maupun dalam (benda asing kornea, abrasi

kornea, phlyctenulae, keratitisinterstisial), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.

Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebrae (terutama palpebrae superior)

pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai

jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak

mengaburkan, terutama apabila letaknya di pusat. Meskipun berair mata dan

fotofobi umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada sekret mata

kecuali pada ulkus bakteri purulen.

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Dikenal dua bentuk pada kornea yaitu sentral dan

marginal atau perifer. Tukak kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit

mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.

Tukak kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel

kornea. Pada kasus ini, pasien mengaku kalau sebelum ada keluhan mata pasien

sebelah kanan terkena percikan api, kemudian terasa perih dan digosok-gosok

41
oleh pasien dengan kedua tangannya. Epitel kornea merupakan sawar yang efisien

terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea

cedera, stroma yang avaskuler dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh

berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur. Penyebab ulkus

kornea adalah bakteri, jamur, amuba dan virus. Bakteri yang sering

mengakibatkan tukak kornea adalah Streptokokus alfahemolitikus, Stafilokokus

aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeroginpasiena, Nocardia

asteroides, Alcaligenes sp, Streptokokus anaerobik, Streptokokus betahemolitik,

Enterobacter hafnae, Proteus sp, Stafilokokus epidermidis, infeksi campuran

aerogen dan Stafilokokus aureus, Moraxella sp dan Stafilokokus aureus,

Streptokokus alfa hemolitik dan Stafilokokus aureus.

Dari pemeriksaan fisik diketahui bahwa ulkus yang terbentuk terletak di

tengah bola mata kanan (sentral), berbentuk bulat irreguler, terdapat infiltrat.

Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi

terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Ulkus kornea akan memberikan

kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi

pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya. Iris sukar dilihat karena

keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea. Biasanya

kokus gram positif, staphilococcus aureus dan streptokokus pneumonia akan

memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong,

berwarna putih abu-abu pada tukak yang supuratif. Bila tukak disebabkan jamur

maka infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi infiltrat halus disekitarnya

(fenomena satelit). Dari gejala dan ciri-ciri klinis yang terlihat diduga ulkus yang

42
terbentuk tersebut disebabkan oleh bakteri. Namun demikian untuk memastikan

diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti kultur dan pemeriksaan

mikroskopik. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus Pengobatan

umumnya untuk tukak kornea adalah siklopegik, antibiotika yang sesuai topikal

dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi.

Secara umum ulkus diobati sebagai berikut: sekret yang terbentuk

dibersihkan 4 kali sehari, diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma

sekunder, diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Tetes mata cendo tobroson

yang mengandung tobramycin dan dexamethasone sodium phospate ini

merupakan antibiotik topikal yang bekerja dengan cara aktifitas bakterisid

terutama terhadap bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa,

Enterobacter aerogenes, Escheria coli, Proteus, dan Klebsiella sp., dengan

cara menghambat sintesis protein sel bakteri tersebut, juga terhadap strain yang

sensitive dari Staphylococci. Selain itu, antibiotik dan kortikosteroid juga

diberikan secara sistemik menggunakan cefixime dan metil prednisolon tablet.

Diberikan juga chloramphenicol salep mata sebagai antibiotik spektrum luas.

Untuk mencegah terjadinya glaukoma sekunder diberikan juga glaucon tablet

yang mengandung acetazolamide sebagai diuretik yang bekerja dengan cara

menghambat kinerja enzim karbonat anhidrase; enzim yang mengatur penyerapan

elektrolit tertentu seperti bikarbonat (HCO3-), Natrium (Na+), serta Klorida (Cl-).

Dengan terhambatnya kerja enzim ini, elektrolit-elektrolit tersebut tidak diserap

oleh tubuh, melainkan dikeluarkan bersama urine. Hal ini menyebabkan

berkurangnya tekanan cairan tubuh, yaitu tekanan darah, tekanan pada mata, dan

43
tekanan antar-tulang tengkorak. Serta diberikan KSR yang mengandung kalium

klorida sebagai tambahan kalium akibat penggunaan obat acetazolamid yang

efeknya membuang banyak kalium.

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin

tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Rajesh, S.K., Patel, D.N, Sinha, M. A Clinical Microbiological Study of

Corneal Ulcer Patients at Western Gujarat, India. Microbiological study of corneal

ulcer. 2013;51(6):399.

2. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih

bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2012: 220

3. Ilyas, S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai penerbit FK UI.

2010.

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam: Ilmu

Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Penerbit Sagung

Seto Jakarta. 2012.

5. American Academy of Ophthalmology.External disease and cornea. In Basic

and Clinical Science Course:sect 12;2016-2017:3-36.

6. Patel, S.V. Graft survival and endothelial outcomes in the new era of

endothelial keratoplasty. J Exer. 2012 Feb;95(1):40-7.

7. Broniek, G., Langwinska-Wosko, E., Szaflik, J., Wroblewska, M. 2014.

Acinetobacter junii as an aetiological agent of corneal ulcer. Infection. 2014 Feb.

42(6):1051-3.

8. Amatya, R., Shrestha, S., Khanal, B., Gurung, R., Poudyal, N., Badu., BP., et

al. Etiological agents of corneal ulcer: five years prospective study in eastern

Nepal. Nepal Med Coll J. 2012 Sep;14(3):219-22.

45
9. Werli, A.A., Ercole, F.F., Herdman, T.H., Chianca, T.C.M. Nursing

interventions for adult intensive care patients with risk for corneal injury: a

systematic review. Int J Nurs Knowl. 2013 Feb;24(1):25-9.

10. Karthikeyan, R.S., Ganesa, R., Lakshmi, J., Sixto, L., Jonida, T., Arne, R., et

al. Host response and bacterial virulence factor expression in Pseudomonas

aeruginosa and Streptococcus pneumoniae corneal ulcers. Pone Journal. 2013

Jun;8(6):867.

11. Hartley, C. Aetiology of corneal ulcers assume FHV-1 unless proven

otherwise. J Feline Med Surg. 2010 Jan;12(1):24-35.

12. Kunwar M, Adhikari, R.K., Karki, D.B. Microbial flora of corneal ulcers and

their drug sensitivity. MSJBH.2013;12(2):14-16.

13. Jetton, J.A., Ding, K., Stone, DU. Effects of tobacco smoking on human

corneal wound healing. Cornea. 2014 May;33(5):453-6.

14. American Academy of Ophthalmology.Fundamental and priciple of

ophthalmology. In Basic and Clinical Science Course:sect 2;2016- 2017:223-227

15. Lalitha, P., Sun, C.Q., Prajna, N.V., Karpagam, R., Geetha, M., O’Brien, K.S.,

et al. In vitro susceptibi-lity of filamentous fungal isolates from a corneal ulcer

clinical trial. Am J Ophtalmol. 2014 Feb;157(2):318- 26.

16. Aloe, L., Tirassa, P., Lambiase, A. The topical application of nerve growth

factor as a pharmacological tool for human corneal and skin ulcers. Pharmacol

Res. 2008 Apr;57(4):253-8.

17. Droutsas, K., Ham, L., Dapena, I., Geerling, G., Oellerich, S., Melles, G.

Visual acuity following Descemet-membrane endothelial keratoplasty (DMEK):

46
first 100 cases operated on for Fuchs endothelial dystrophy. Klin Monatsbl

Augenheilkd. 2010 Jun;227(6):467-77.

18. Yum, H.R., Kim, M.S., Kim, E.C. Retrocorneal membrane after Descemet

endothelial keratoplasty. Cornea. 2013 Sep;32(9):1288- 90.

19. Yuan, F., Wang, L., Lin, C., Chou, C., Li, L A cornea substitute derived from

fish scale: 6- month follow up on rabbit model. J Ophthalmol. 2014

Jun;91(10):40.

20. Khater, M.M., Selima, A.A., El-Shorbagy, M.S. Role of argon laser as an

adjunctive therapy for treatment of resistant infected corneal ulcers. Clin

Ophthalmol. 2014;23(8):1025-30.

21. Edward J. H. Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva and Tear Film 1st

Edition. Elsevier. USA. 2013.

47

Anda mungkin juga menyukai