Anda di halaman 1dari 8

61

BAB IV

PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM
Puskesmas Keling I Jepara adalah sebuah organisasi pelayanan

kesehatan yang berada di Kecamatan Keling Kabupaten Jepara.Sejarah

berdirinya Puskesmas Keling dimulai dari berdirinya BKIA Kelet dan BKIA

Keling pada tahun 1968. Selanjutnya pada tahun 1973 BKIA Kelet dan BKIA

Keling bersatu menjadi Puskesmas Keling. Kemudian pada tahun 1986 seiring

dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas

Keling, maka Puskesmas Keling dibagi menjadi 2 yaitu Puskesmas Keling I

dan Puskesmas Keling II.

Saat ini UPT Puskesmas Keling I memiliki fasilitas Unit Gawat

Darurat 24 jam, Unit Rawat Inap dengan fasilitas 34 ruang rawat inap mulai

dari kelas III sampai VIP serta pelayanan PONED 24 jam. UPT Puskesmas

Keling I juga memiliki pelayanan penunjang seperti laboratorium, radiologi

serta fisioterapi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.

Di Kabupaten Jepara Pada tahun 2015, terjadi kematian ibu sebanyak

11 orang dari 21.116 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu tahun 2015

adalah: 3 kasus (27,27%) karena hipertensi dalam kehamilan seperti

preeklamsi dan eklamsi, 3 kasus (27,27%) faktor lain, 2 kasus (18,18%)

karena perdarahan dan 2 kasus (18,18%) karena infeksi dan 1 kasus (9,09)

karena jantung.(Laporan Kesga Gizi DKK Jepara tahun 2015).

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi

waktu setengah jam. Keadaan ini dapat di ikuti perdarahan yang banyak,

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung

luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan.

Puskesmas Keling I pada bulang oktober – Mei 2018, terdapat 8 kasus

perdarahan post partum, antara lain 3 kasus retensioplasenta, 2 kasus karena

retensio sisa plasenta, 2 kasus karena laserasi jalan lahir dan 1 kasus karena

atonia uteri .( Laporan PONED Puskesmas Keling I Jepara tahun 2017 ).


B. PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang kesenjangan –


kesenjangan yang terjadi antara praktek yang dilakukan di lahan dengan teori
yang ada. Pembahasan ini dimaksudkan agar dapat diambil suatu kesimpulan
dan pemecahan masalah dari kesenjangan – kesenjangan yang terjadi sehingga
dapat digunakan sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan kebidanan
yang efektif dan efisien khusunya pada pasien ibu bersalinkala III dengan
perdarahan karena retensio plasenta.
1. Pengkajian

Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan


semua data yang di butuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang
akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien
(Ambarwati, dkk, 2009). Dari pengkajian didapatkan data subyektif
pernyataan ibu tentang jumlah persalinan, apakah pernah abortus atau
tidak, keterangan ibu tentang umur, keterangan ibu tentang keluhannya
Pada kasus retensio plasenta hasil data subyektif ibu mengeluh lemah,
limbung, dan berkeringat dingin (Saifudin, dalam Christanti, 2006).Data
subyektif di dapatkan keadaan umum ibu dengan retensio plasenta yaitu
sedang, kesadaran compo smentis (Rukiyah, dalam Permani, 2013).
Pemeriksaan fisik meliputi tanda–tanda vital, suhu, respirasi, nadi
(Ambarwati, dkk, 2009).
Pada kasus ibu bersalin dengan retensio plasenta didapatkan data
subyektif keluhan utama yaitu ibu mengatakan baru saja melahirkan
bayinya pukul 08.37 WIB, dan ibu mengatakan badannya terasa lemas
dan keluar keringat dingin, sedangkan pada data obyektif didapatkan data
keadaanumumsedang, kesadaran compos mentis. TTV : TD : 110 / 60
mmHg , N : 87 x / mnt , S : 36,80 C , R : 23 x / mnt , TB : 159 cm , BB
sebelumhamil : 38 kg , BB sekarang : 49, 5 kg , LILA : 23 cm. Pada
langkah pengkajian ini penulis tidak menemukan kesenjangan antar ateori
dan praktik yang ada dilahan
2. InterpretasiData
Mengidentifikasi diagnose kebidanan dan masalah berdasarkan
interpretasi yang benar benar atas data–data yang telah
dikumpulkan.Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di
interpretasikan menjadi diagnose kebidanan danm asalah. Keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti
diagnose tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam
rencana asuhan terhadap pasien (Ambarwati, dkk, 2009). Masalah adalah
permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien, masalah yang
muncul pada kasus dengan retensio plasenta adalah pasien merasa cemas
dengan adanya perdarahan (Rustam, dalam Christanti, 2006). Kebutuhan
adalahhal–hal yang dibutuhkan pasien dan belum teridentifikasi dalam
diagnosa dan masalah
Yang didapatkan dengan melakukan analisa data (Varney, 2007).
Pada kasus perdarahan post partum kebutuhan yang muncul (Varney,
dalam Christanti, 2006) antaralain, informasi tentang keadaan ibu,
informasi tentang tindakan yang akan dilakukan bidan, dorongan moril
dari keluarga dan tenaga kesehatan
Sedangkan pada kasus didapatkan diagnose kebidanan Ny. S P1A0
umur 18 tahun inpartukala III dengan retensio plasenta.Masalah yang
muncul adalah ibu mengatakan cemas karena ari–ari belum lahir dan
perdarahan banyak, dan kebutuhan yang diberikan adalah informasi
tentang keadaanya dan dukungan moril pada ibu. Pada langkah ini penulis
tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus yang ada
dilahan praktik.
3. Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnose atau masalah yang mungkin akan
terjadi. Pada langkah ini diidentifikasi masalah atau diagnose potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhk
anantisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menuggu mengamati dan
bersiap–siap apabila hal tersebut benar–benar terjadi (Wulandari, 2011).
Kegawatan yang sering terjadi pada kasus retensio plasenta adalah
syokhemoragie dikarenakan perdarahan pasca persalinan dan pada
tindakan plasenta manual adalah infeksi puerpurium (Mochtar,dalam
Christanti,2006) pada langkah ini diagnosa potensial yang ditetapkan
pada kasus di lapangan sesuaidengan teori yaitu syokhipovolemik
4. Antisipasi
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen
kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh
bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggotatim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien
(Wulandari, 2011). Pada kasus retensio plasenta antisipasi yang
dilakukan adalah pemberian oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan 40 tpm pemberian antibiotic profilaksis (ampicilin 2 gram
IV/ oral + metronidazol 1 gram per oral) serta dilakukan manual plasenta
(Rohanidkk, dalam Nurmayanti2012).
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen
kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh
bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisipasien
(Wulandari, 2011). Pada kasus retensio plasenta antisipasi yang di
lakukan adalah pemberian oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan
tetesan 40 tpm pemberian antibiotic profilaksis (ampicilin 2 gram IV/ oral
+ metronidazol 1 gram per oral) serta dilakukan manual plasenta
(Rohanidkk, dalam Nurmayanti2012).

5. Rencana Tindakan
Langkah–langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah di
identifikasikan atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap
masalah yang berkaitan ,tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman
antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya.
Penyuluhan, konseling dan rujukan untukmasalah–masalahsosial,
ekonomi atau masalah psikososial (Wulandari, 2011). Rencana tindakan
pada kasus retensioplasenta menurut (Rohanidkk, dalam Nurmayanti
2012):
a. Penilaian keadaan umum, kesadaran, tanda – tanda vital, kontraksi
uterus dan perdarahan (Manuaba, dalam Nurmayanti2012).
b. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan yaitu dilakukan
manual plasenta untuk melepaskan plasenta secara manual
(menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan
kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri
(Rohani dkk, dalam Nurmayanti2012).
c. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akandiambil.
d. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk meneran. Bila ekspulsi
tidak terjadi, coba traksi terkontrol talipusat.
e. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tpm.
Bila perlu, kombinasi dengan misopostrol 400 mg rektal (sebaiknya
tidak menggunakan ergomentrin karena kontraksi tonik yang timbul
dapat mengakibatkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri).
f. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta dengan cara:
1) Pastikan kandung kemih dalam keadaankosong
2) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5 – 10 cm dari vulva,
tegangkan dengan satu tangan sejajarlantai.
3) Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina menyusuri sisi bawah
talipusat.
4) Setelah mencapai permukaan servik, minta seorang asisten /
penolong untuk memegang klem tali pusat kemudian pindahkan
tangan luar untuk menahan fundusuteri.
5) Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam sampai kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasiplasenta.
6) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi
salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari – jari lain saling
merapat).
7) Tentukan implantasi plasenta. Temukan tepi plasenta yang
palingbawah.
8) Pastikan kandung kemih dalam keadaankosong
9) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5 – 10 cm dari vulva,
tegangkan dengan satu tangan sejajarlantai.
10) Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina menyusuri sisi bawah
talipusat.
11) Setelah mencapai permukaan servik, minta seorang asisten /
penolong untuk memegang klem tali pusat kemudian pindahkan
tangan luar untuk menahan fundusuteri.
12) Sambil menahan fundus, masukkan tangan dalam sampai kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasiplasenta.
13) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi
salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari – jari lain saling
merapat).
14) Tentukan implantasi plasenta. Temukan tepi plasenta yang
palingbawah.
a) Restorasi cairan untuk mengatasihipovolemia.
b) Lakukan transfusi darah biladiperlukan.
c) Berikan antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gram IV/ oral +
metronidazol 1 gram peroral).
d) Segara atasi bila terjadi komplikasi perdrahan hebat, infeksi,
dan syokneurogenik
Pada kasus dengan retensio plasenta rencana tindakan yang
dilakukan pada pasien adalah melaksanakan observasi KU dan TTV ibu
tiap 1 jam, observasi perdarahan tiap 30 menit, memasang infus drip
oksitosin 20 unit dalam 500 cc RL 40 tpm. Pada langkah ini penulis tidak
menemukan kesenjangan

6. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyulu hanpa
daklien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksan akan rencana asuhan
secaraefisien dan aman (Wulandari, 2011). Pada langkah ini pelaksanaan
dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah dibuat seperti
diatas..Pada langkah ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara
teori dan kasus yang ada dilahan.
7. Evaluasi

Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa


yang telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang
diberikan, ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap
setiap aspek asuhan yang sudah dilaksan akan tapi belum efektif atau
merencanakan kembali yang belum terlaksana (Wulandari, 2011). Dalam
evaluasi diharapkan memperoleh hasil : KU ibu baik, Tanda–tanda vital
kembali normal, Plasenta dapat dikeluarkan dengan lengkap, Perdarahan
dapat teratasi, Syokhemorhagie tidakterjadi, Kontraksi uterus kuat, Ibu
merasanyaman.

Pada kasus ibu bersalin dengan retensio plasenta di dapat kanhasil


KU : baik, kesadaran : composmentis, TTV : TD : 110 / 70 mmhg, N : 81
x / mnt, R : 22 x / mnt, S : 36, 4 0 cc, perdarahan ± 100 cc, plasenta lahir
secara manual plasenta, utuhberat 500 gram, panjang tali 50 cm,
kotiledon lengkap, eksplorasi ditemukan selaput ketuban, perineum
rupture derajat 2 dan dilakukan heacting, terapiobatsu dahdiberikan, ibu
sudah tenang dengan keadaannya. Padalangkah ini penulis tidak
menemukan kesenjangan antara teori dan kasus di lahan.

Anda mungkin juga menyukai