Anda di halaman 1dari 17

PENILAIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Hadist Manajemen Pendidikan

Dosen Pengampu:
Dr. Moh. Sulhan, M.Ag.
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Pada Semester Ganjil Tahun Akademik 2018/2019

KELOMPOK 11

Oleh:
RIYAN DWI CAHYA
2170060061

SOBARUL HAKIM
20170060066

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2018 M/1440 H
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam pendidikan, evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting.
Karena evaluasi merupakan cara untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta
didik berkembang dalam sebuah pembelajaran. Kita tidak akan mengetahui
kecerdasan dan perkembangan belajar pada peserta didik jika tidak melalui tes
atau evaluasi. Maka dari itu evaluasi merupakan hal yang perlu diadakan dalam
pembelajaran.
Evaluasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Karena evaluasi
merupakan cara untuk mengetahui sampai sejauh mana peserta didik berkembang
dalam sebuah pembelajaran. Kita tidak akan mengetahui kecerdasan dan
perkembangan belajar pada peserta didik jika tidak melalui tes atau evaluasi.
Maka dari itu evaluasi merupakan hal yang perlu diadakan dalam pembelajaran.
Begitu pula dalam ajaran Islam, evaluasi merupakan pemahaman yang tidak asing
lagi, artinya evaluasi merupakan suatu ajaran yang seharusnya dilakukan oleh
umat Islam baik individu maupun kelompok. Dalam ajaran Islam, landasan
evaluasi menggunakan yaitu berupa Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.
Banyak hadits-hadits yang membahas tentang evaluasi dalam pendidikan,
baik hadits tentang evaluasi pada ranah kognitif, afektif , maupun psikomotorik,
serta hadits tentang kualitas ujian sesuai dengan tingkat keberagaman. Beberapa
ranah yang disebut kan diatas merupakan bagian-bagian dari evaluasi yang saling
berkaitan antara yang satu dengan yang lain nya. Jadi seorang pendidik harus bisa
mengevaluasi peserta didik dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Evaluasi Pendidikan, yang
bekenaan dengan pengertian evaluasi, pengertian evaluasi ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik, kemudian kualitas ujian sesuai dengan tingkat keberagamaan,
serta fungsi dan tujuan evaluasi dalam pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang sudah dibahas sebelumnya, makalah ini
membatasi pembahasan dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Konsep Dasar Evalusasi dalam Pendidikan ?
2. Bagaimanakah Konsep Evaluasi dalam Pendidikan Islam
3. Bagamanakah Penilaian dalam melakukan evalusi dalam bidang
Pendidikan ?
4. Bagamianakah Prinsip-Prinsip dalam melakukan evaluasi dalam
bidang pendidkan ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menemukan hal
hal berikut ini:
1. Menganalisis konsep dasar Konsep Dasar Evalusasi dalam Pendidikan
2. Menganalisis konsep dasar Konsep Dasar Evalusasi dalam Pendidikan
Pendidikan Islam
3. Mendefinisikan bagaimana Penilaian dalam melakukan evalusi dalam
bidang Pendidikan
4. Mengidentifikasi beberapa Prinsip-Prinsip dalam melakukan evaluasi
dalam bidang pendidkan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Evaluasi Pendidikan


Evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti tindakan atau
proses untuk menemukan nilai sesuatu, atau dapat diartikan sebagai tindakan atau
proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya. Dalam
bahasa Arab, evaluasi dikenal dengan istilah imtihan yang berarti ujian. Dikenal
juga dengan istilah Khataman, sebagai cara menilai hasil akhir dari proses
pendidikan (Abuddin Nata, 1997:131).
Evaluasi pendidikan merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan
proses pendidikan. Selain itu, evaluasi juga dijadikan untuk mengambil berbagai
langkah menuju perbaikan proses pendidikan. Dalam islam, evaluasi ini memiliki
peran penting dalam mengontrol dan melakukan perbaikan dalam setiap proses
kehidupan manusia.
Keterangan terkait dengan evaluasi ini adalah sebagaimana perkataan
Umar bin Khatab Ra.: “Hisablah dirimu sebelum dihisab , dan timbanglah
sebelum ia ditimbang, bila itu lebih mudah bagi kalian di hari hisab kelak untuk
menghisab dirimu di hari ini. Dan berhiaslah kalian untuk pertemuan akbar, pada
saat amalan dipamerkan dan tidak sedikitpun yang dapat tersembunyi dari kalian.”
Berdasarkan keterangan tersebut, kita diharapkan untuk selalu mengukur
dan mengevaluasi semua perbuatan kita, sebelum pada waktunya akan dievaluasi
oleh Allah di hari kemudian. Karena evaluasi di sisi Allah sangat rumit dan rinci.
Siapa yang tidak mampu mempertanggungjawabkan amalnya dengan baik maka
kecelakaan baginya. Oleh karena itu, hendaknya sebelum dievaluasi, kita terlebih
dahulu mengevaluasi semua amal kita, sehingga amal mana yang tidak
memebrikan manfaat maka harus kita tinggalkan.
Terkait dengan evaluasi pendidikan, keterangan tersebut menjelaskan
bahwa evaluasi pendidikan memiliki kedudukan penting untuk mengukur
keberhasilan peserta didik dalam mencari ilmu, mengukur keberhasilan
pendidikan dalam menyampaikan ilmu dan keberhasilan pemimpin pendidikan
dalam manajemen semua sumber daya pendidikan. Kemudian hasil evaluasi itu
digunakan untuk memperbaiki proses bagi peserta didik, pendidik, dan pengelola
pendidikan.

B. Evaluasi Dalam Pendidikan Islam


Jamin S. Bloom dan kawan-kawannya berpendapat bahwa otonomi
(pengelompokan) tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis
domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu (1)
ranah proses berpikir )kognitive domain), (2) ranah nilai atau sikap (affective
domain), (3) ranah keterampilan (psychomotor domain). Dalam konteks sesuai
hasil belajar, ketiga domain itu harus dijadikan sasaran setiap kegiatan evaluasi
hasil belajar. Adapun sasaran tersebut, sebagai berikut:
1. Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua materi pelajaran yang
telah diberikan kepada mereka?
2. Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
3. Apakah materi pelajaran yang elah diberikan sudah dapat diamalkan secara
konkret dalam kehidupan sehari-hari?1

1. Evaluasi Ranah Kognitif ( An-Bahiyah Al-Fikriyah)


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk kedalam
ranah ini. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari
jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi. Keenam jenjang dimaksud adalah
(1) pengetahuan, penghafalan, ingatan (Knowledge); (2)pemahaman
(Comprehension); (3) Penerapan (application), (4) analisis ( analysis); (5) sintesis
(Synthesis); (6) penilaian (evaluation).
Sehubungan dengan evaluasi ranah kognitif ini, ditemukan hadis berikut:
‫ث ُمعَاذًا إِلَى ْاليَ َم ِن قَا َل‬َ َ‫ لَ َّما أ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْبع‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْن ُمعَا ِذ ب ِْن َجبَ ٍل أ َ َّن َر‬
َّ ‫سو َل‬ َ
‫ قَا َل‬. ِ‫َّللا‬
َّ ‫ب‬ ِ ‫ قَا َل فَإ ِ ْن لَ ْم ت َِج ْد فِى ِكت َا‬.ِ‫َّللا‬
َّ ‫ب‬ ِ ‫ قَا َل أ َ ْق‬. ‫ضا ٌء‬
ِ ‫ضى بِ ِكت َا‬ َ ‫ض لَكَ َق‬ َ ‫ع َر‬ َ ‫ضى إِذَا‬ ِ ‫ْف ت َ ْق‬
َ ‫َكي‬
َّ ‫سو ِل‬
‫صلى هللا عليه‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل فَإ ِ ْن لَ ْم ت َِج ْد فِى‬.-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬
ُ ‫سنَّ ِة َر‬ ُ ‫سنَّ ِة َر‬
َّ ‫سو ِل‬ ُ ِ‫فَب‬

1 Anas Sudijono, Pengantar evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 49.
َّ ‫سو ُل‬
-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫ب َر‬ َ َ‫ ف‬.‫ قَا َل أَجْ ت َ ِهدُ َرأْيِى َوالَ آلُو‬. ِ‫َّللا‬
َ ‫ض َر‬ َّ ‫ب‬ ِ ‫ َوالَ فِى ِكت َا‬-‫وسلم‬
َّ ‫سو َل‬
.ِ‫َّللا‬ ُ ‫ضى َر‬ َّ ‫سو ِل‬
ِ ‫َّللاِ ِل َما ي ُْر‬ ُ ‫صد َْرهُ َوقَا َل ْال َح ْمدُ ِ َّّلِلِ الَّذِى َوفَّقَ َر‬
ُ ‫سو َل َر‬ َ
Mu’az (bin Jabal )meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. ketika akan mengutus
Mu’az ke Yaman, beliau bertanya (kepada Mu’az), Bagaimana Engkau mengadili
perkara, jika dihadapkan kepadamu suatu perkara pengadilan? Mu’az
menjawab: 'Saya mengadili (perkara itu) dengan Kitab Allah (A1-
Qur'an).(Rasulullah bertanya lagi, “Maka bagaimana jika kamu tidak menjumpai
(petunjuk) dalam Kitab Allah (A1-Qur'an? Mu’az menjawab, ‘Maka (saya
mengadili) dengan sunnah Rasulullah saw.” Rasulullah bertanya lagi,
(bagaimnaa bila) kamu tidak menjumpai (petunjuk dalam sunnah Rasulullah
S.a.w. dan (tidak menjumpainya) dalam Kitab Allah (Al-Qur'an?” (Mu’az)
menjawab), ‘Saya berijtihad sekuat akal pikiran saya. Maka Rasulullah SAW.
menepuk dadaku sambil bersabda: Segala puji milik Allah yang telah memberi
petunjuk kepada utusan Rasalullah terhadap apa yang Rasulullah berkenan
terhadapnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ad-Darimi).
Di antara informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah: (1).
Rasulullah SAW. bermaksud akan mengutus Mu'az ke Yaman (untuk memimpin
umat), (2). Rasulullah SAW. bertanya kepada Mu'az tentang dasar yang
digunakan dalam memutuskan perkara peradilan, (3). Mu'az menjawab dengan
urutan: pertama dengan Kitab Allah, Kedua dengan Sunnah
Rasulullah, ketiga dengan ijitihad, (4). Setelah selesai jawaban Mu'az, Rasulullah
SAW. menepuk dada Mu'az karena senang, dan memuji Allah SWT.
Dalam hadis di atas terlihat bahwa Rasulullah SAW. menguji kemampuan
dan pengetahuan seorang sahabat sebelum memberikan tugas kepadanya. Setelah
sahabat berhasil menjawab secara benar sesuai dengan keininginan Rasulullah
SAW. , beliau memperlihatkan rasa senangnya dengan memberikan ganjaran yang
menyenangkan dan memuji Allah SWT. Pujian kepada-Nya di sini dapat diartikan
sebagai rasa syukur atas keberhasilan dalam mendidik sahabat.
Ujian yang diberikan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis di atas berkaitan
dengan tugas yang akan diemban oleh Mu'az. Rasulullah SAW. baru akan
menyerahkan suatu tugas kepada sahabat bila sahabat tersebut menguasai
(memiliki ilmu) tentang persoalan tugas yang akan diembannya.
2. Evaluasi Ranah Afektif (An-Nahiyah Al-Mauqifiyah)
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya apabila seseorang tersebut telah memiliki penguasaan kognitif
tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran agama Islam,
kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah, motivasinya yang
tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama yang diterimanya, dan
penghargaan atas rasa hormatnya terhadap guru agama.
Sehubungan dengan ranah ini, ditemukan hadis sebagaimana yang tertera
sebagai berikut:
‫سقَ ِم‬ َ ‫ع َّز َو َج َّل يَ ْبت َ ِلى‬
َّ ‫ع ْبدَ هُ بِا ل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ َ‫سل َم اِنَ هللا‬ َ ُ‫صلَى هللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ع ْن ُج َب ْير قَا َل‬
َ ُ‫س ْو ُل هللا‬ َ
َ ‫َحت َّى يُ َكفَّ َر‬
.‫ع ْنهُ ُك َّل ذَ ْن ِب ِه‬
Jubair berkata, “ Rasululloh Saw bersabda, ‘ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
menguji seorang hamba-Nya dengan suatu penyakit hingga Dia mengampuni
semua dosanya,” (HR. Ath-Thabrani)
َ‫ب َوال‬ َ ‫ب َو َال َو‬
ٍ ‫ص‬ َ َ‫ب ْال ُم ْس ِل َم ِم ْن ن‬
ٍ ‫ص‬ ِ ُ‫ َما ي‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
ُ ‫ص ْي‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫ع ِن النَّبِي‬ َ ‫ا َبِي ُه َر‬
َ َ ‫يرة‬
َ ‫تى الش َْو َك ِة يُشا َ ُك َها اِ الَّ َكفَ َر ا َّلِلَ بِ َها َخ‬
.ُ‫طا يَا ه‬ َ َ‫ه ٍَم َو َال ُخ ْز ٍن َو َال ا َذًى َوال‬
َ ‫غ َّم َح‬
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw, beliau bersabda, “ setiap musibah yang
menimpa seorang muslim yang berupa kelelahan, penyakit kronis, kegalauan
pikiran, kegelisahan hati, sampai kena duri; akan dihapus Allah kesalahannya.”
(HR. Al-Bukhari)
Semua materi ujian dalam hadis ini berada di wilayah domain afektif,
yaitu kesabaran. Apabila seorang muslim mampu menerima sebagian tersebut
dengan penuh kesabaran, maka Allah SWT akan menghapus kesalahan-kesalahan
yang telah dilakukannya. Ini merupakan hadiah dari Allah untuk hamba-Nya yang
lulus.
Dalam hadis ini disebutkan bahwa manusia akan diuji oleh Allah dengan
penyakit. Sasarannya adalah kesabaran yang termasuk domain afektif. Selain itu,
dalam hadis ini disebut ganjaran yang akan diberikan oleh Allah kepada manusia
yang lulus dalam ujian kesabaran menghadapi penyakit yang dideritanya.

3. Evaluasi Ranah Psikomotor (An-Nahiyah Al-Barakah)


Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang
menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dan hasil belajar kognitif (memahami sesuatu)
dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-
kecenderungan untuk berperilaku).2
Sehubungan dengan ini ditemukan hadis berikut:
‫صلَّى ا‬
َ ِ ‫سلَّ َم َعلَى النَّبِي‬ َ َ‫سلَّ َم دَ َخ َل ْال َمس ِْجد فَد َ َخ َل َر ُج ٌل ف‬
َ َ‫صلَّى ف‬ َ ‫ص َّل ا َّّلِلُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫َع ْن أَبِى ه َُري َْرة َ أ َ َّن َر‬
َ ِ‫سو َل ا َّّلِل‬
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫علَى النَّبِي‬ َ ‫سلَّ َم‬َ َ‫صلَّى ث ُ َّم َجا َءف‬
َ ‫صلَّي ك ََم‬ َ ُ ‫صلَّى فَ ِأنَّكَ لَ ْم ت‬
َ ُ‫ص َّل فَ َر َج َع ي‬ َ َ‫ار ِج ُع ف‬ ْ ‫سلَّ َم فَ َردَّ َوقَا َل‬
َ ‫ّلِلُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ‫ق َما أُحْ ِسنُ َغي َْرهُ فَ َع َّل ْمنِي فَقَا َل أِذَا قُ ْمت‬ ِ ‫ب ال َح‬ِ َ‫ص َّل ث َ ََلثا ً فَقَ َل َوا َّلذِي بَ ْعثَك‬
َ ُ ‫ص َّل فَ ِانَّكَ لَ ْم ت‬ ْ ‫سلَّ َم فَقَ َل‬
َ َ‫ار ِج ْع ف‬ َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
ْ ‫ار َك ْع َحتَّ ت َْط َمئِ َّن َرا ِك ًعا ث ُ َّم‬
‫ارفَ ْع َحتَّى ت َ ْع ِد َل قَا ِئ ًما ث ُ َّم‬ ِ ‫ص ََل ِة فَك َِب ْر ث ُ َّم ا ْق َرأ ُ َما ت َ َيس ََّر َم َعكَ ِمنَ القُ ْر‬
ْ ‫آن ث ُ َّم‬ َّ ‫أِلَى ال‬
.‫ص ََل تِكَ ُك َّل َها‬ َ ‫سا َوا ْف َع ْل ذلِكَ فِي‬ ْ َ ‫ارفَ ْع َحتَّ ت‬
ً ‫ط َم ِئ َّن َجا ِل‬ ْ ‫اجدًا ث ُ َّم‬
ِ ‫س‬َ ‫ا ْس ُجدْ َحتَّى ت َْط َم ِئ َّن‬
Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasululloh saw masuk masjid lalu masuk pula
seorang laki-laki yang kemudian shalat dan memberi salam kepada Nabi saw.
Beliau menjawab salam dan berkata, “Ulangi shalatmu karena sesungguhnya
kamu belum shalat.” Laki-laki itu mengulangi shalatnya seperti shalatnya tadi.
Kemudian ia datang dan mengucapkan salam kepada Nabi saw. Beliau berkata
lagi, “Ulangi shalatmu karena kamu belum shalat,” Laki-laki itu kembali shalat
seperti shalatnya tadi. Setelah itu, ia kembal dan mengucapkan salam kepada
Nabi. Kemudian Nabi berkata lagi, “Ulangi shalatmu karena sesungguhnya kamu
belum shalat.” Begitulah sampai tiga kali. Lalu laki-laki tersebut berkata, “Demi
Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku tidak dapat berbuat
yang lebih baik lagi daripada itu. Oleh karena itu, ajarilah aku.” Lalu Nabi
bersabda, “ Apabila kamu berdiri untuk shalat, maka takbirlah. Lalu bacalah
ayat yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah hingga tuma’ninah. Kemudian

2 Ibid., hlm. 57.


bangkitlah sehingga I’tidal dalam keadann berdiri, kemudian sujudlah hingga
tuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah hingga tuma’ninah
dalam keadaan duduk, Kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan
sujud. Kemudian berbuatlah yang demikian itu dalam semua shalatmu.”(HR. Al-
Bukhari)
Dalam hadis ini , Rasululloh saw menguji sahabat dalam mendirikan
shalat. Ini berada di wilayah psikomotor. Teknik yang digunakan observasi.
Beliau mengamati shalat yang dilakukan oleh sahabat. Setelah melihat adanya
kekeiruan, beliau langsung menyuruhnya untuk mengulangi. Jadi, segera ada
perbaikan setelah terjadinya kesalahan.
Dari hadis di atas juga dapat diambil pelajaran bahwa Rasululloh telah
menggunakan observasi sebagai teknik tes kemampuan ranah psikomotor dalam
bentuk yang sederhana, kendatipun belum menggunakan perencanaan tertulis dan
pencatatan lapangan. Pada zaman modern ini, observasi digunakan sebagai
instrument pengukuran kemampuan kerja seorang dan dilengkapi dengan catatan-
catatan yang diperlukan.
Menurut Anas Sudijono, secara umum, pengertian observasi adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan cara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak
digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
3
situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dalam proses
belajar, misalnya tingkah laku peserta didik ketika guru agama menyampaikan
pelajaran di kelas; tingkah laku peserta didik ketika istirahat atau pada saat
terjadinya kekosongan pelajaran; dan perilaku peserta didik pada saat shalat
berjamaah di mushola sekolah, ceramah-ceramah keagamaan, upacara bendera,
serta ibadah shalat tarawih.

C. Kualitas Ujian Sesuai Dengan Tingkat Ke-Beragamaan


Berkaitan dengan ini ditemukan hadis sebagai berikut:

3 Ibid., hlm. 76.


‫الر ُج ُل َعلَى‬ َ ‫ش ُل فَاأل َ ْم‬
َّ ‫ش ُل فَيُ ْبتَلَى‬ ُ ‫شدُّ بَ ََل ًء قَا َل األ َ ْنبِيَا ُء‬
َ ‫ش َّم اآلَ ْم‬ َ ‫ى النَّا ِس أ‬ ُ ‫س ْع ٍد قَا َل قُ ْلتُ يَا َر‬
ُّ ‫سو َل ا ّلِلِ أ‬ َ ‫َع ْن‬
‫ب ِد ْينِ ِه فَ َما يَب َْر ُح ْالبَ ََل ُء بِا ْلعَ ْب ِد‬ َ ‫ص ْلبًا ا ْشتَدَّبَ ََل ُؤهُ َوا ِْن كاَنَ في ِ ِد ْينِ ِه ِرقَّةُ ا ْبت ُ ِلى َعلَى َح‬
ِ ‫س‬ ُ ُ‫ب ِد ْينِ ِه فَأ ِْن َكانَ ِد ْينُه‬
ِ ‫س‬
َ ‫َح‬
ٌ‫َط ْيئ َة‬
ِ ‫ض َما َعلَ ْي ِه خ‬ ِ ‫َحتَّى يَتْ ُر َكهُ َي ْمشِى َعلَى األ َ ْر‬

Sa’ad meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Siapa manusia yang


mendapat ujian yang paling kuat?’ Beliau menjawab, ‘para nabi, kemudian yang
sepertinya , dan kemudian yang sepertinya. Seseorang diuji sesuai dengan tingkat
agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujian untuknya kuat pla. Sebaliknya, jika
agamnya lemah, maka ujiannya akan lemah pula. Ujian itu senantiasa diberikan
kepada manusia sampai ia tidak berbuat kesalahan lagi.’” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam Tuhfah Al-Ahwazi4 dijelaskan bahwa manusia yang paling banyak
dan sulit ujian dan cobaannya adalah para nabi. Mereka banyak diuji karena
mereka senang dengan ujian itu bagaimana orang lain senang dengan nikmat.
Apabila tidak diuji, mereka meragukan kecintaan Tuhan dan Kesabarannya lemah
dalam menghadapi umat. Semakin kuat ujiannya, mereka semakin Tawadhu dan
berharap kepada Allah swt.
Al-Amstal adalah orang-orang paling utama, paling tinggi kedudukan dan
posisinya. Mereka paling dekat dengan Allah dan diberi ujian yang berat supaya
mendapat pahala yang banyak.
Seseorang diuji sesuai dengan tingkat (ukuran) agamanya. Artinya, sesuai
dengan kelemahan,kekuatan, kekurangan, dan kesepurnaan agamanya. Jika ia kuat
dalam beragama, maka imannya kuat pula. Sebaliknya, jika agamanya lemah,
maka ujiannyapun lemah pula. Ujian itu senantiasa diberikan kepada manusia
sampai ia tidak berbuat kesalahan lagi.
Menurut M. Arifin, sistem evaluasi dalam sunnah Nabi yang bersifat
makro adalah untuk mengetahui kemajuan belajar manusia, termasuk Nabi
sendiri. Hal ini sebagaimana kisah kedatangan Malaikat Jibril. Peristiwa lainnya,
yaitu Malaikat Jibril yang mendatangi Nabi untuk menguji sejauh mana hafalan
ayat-ayat Al-Quran, juga konsistensi, dan validitas ingatan beliau.
Dalam melaksanakan kegiatan dakwah dan pengajaran, Nabi sering sekali
mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar para sahabatnya dengan sistem tanya-

4 Abu Al-Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri, Tuhfah Al-Ahwaz, juz VI, hlm. 188 dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah.
jawab dan musyawarah. Tujuannya adalah mengetahui mana di antara para
sahabat yang cerdas, patuh, shaleh, atau mana yang kreatif dan aktif-responsif
terhadap pemecahan problem-prblem yang dihadapi bersama Nabi dalam
pembelaan mendesak.5
Dari hadis dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah telah
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran para sahabat. Evaluasi yang beliau
lakukan mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor walaupun dalam bentuk
pelaksanaan yang masih sederhana sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu.
Dengan demikian, syogianya pendidik dalam lembaga pendidikan Islam ini
mengembangkan sistem evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh. Jangan
berpuas diri dengan hasil evaluasi ranah kognitif. Ranah yang lainnya juga harus
diperhatikan dan diutamakan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.

D. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Persfektif Islam


Dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam perlu dipegang prinsip-prinsip
sebagai berikut: Pertama, evaluasi mengacu kepada tujuan. Setiap aktifitas
manusia sudah barang tentu mempunyai tujuan tertentu, karena aktifitas yang
tidak mempunyai tujuan berarti merupakan aktifitas atau pekerjaan sia-sia. Nabi
Muhammad SAW menganjurkan kepada umatnya agar meninggalkan aktifitas
yang sia-sia tersebut. Hal ini dapat dipahami dari hadits Nabi SAW :
‫)يغنيه ماال تركه المرء إسالم حسن من‬.‫(الترمذى رواه‬
Artinya : “Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah dia akan
meninggalkan segala aktifitas yang tidak berguna baginya (sia-sia)”. (H.R.
Turmudzi).6
Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka
evaluasi juga perlu mengacu pada tujuan. Tujuan sebagai acuan ini dirumuskan
lebih dahulu, sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak dicapai.
Kedua, evaluasi dilaksanakan secara obyektif, dalam arti bahwa evaluasi
itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada

5 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 243.
6
Hussein Bahreisj, Hadits shahih. Al-Jamius Shahih. Bukhori-Muslim, (Surabaya: CV. Karya
Utama, t.t). Hlm.30
tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektifitas dari evaluator (penilai). Dalam
Al-Qur’an dijelaskan:
ْ َ‫ﻫَ َ ك ا ذَ لَ ﻚِ َ م نِ ﻜْ ﻢُ ْ التـﱠﻘ ﻮْ َ ى يـ نَ هُالَ ُ و ََل نِﻜَ ْ م ا َؤ ﻫُ َ ا د ِ و َ ﳊ ال ﻬُﻮمُ َ الﻠﱠه ا َ يـ نَ ا َل َ ل ن‬
‫ال مْ سْﺤُ نِ َِﲔ َ و ﺑَ َ ﺸﱢر ِ ﻫ ﺪَ اكَ ﻢُ ْ م َ ﻋ ا ﻠَ َ الﻠﱠه ﻰ َ ل تِ ﻜُ ﱢر ﺒـ َ وا ُ ل ﻜَ ﻢُ ْ س َ ﺨﱠر‬
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-Hajj: 37).7 Allah
SWT. memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan
karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S.
AlMaidah: 8)
Obyektifitas dalam evaluasi itu antara lain ditjuakan dalam sikap-sikap evaluator
yang menerapakan sifat-sifat Rasulullah SAW sebagai berikut : 1) Sikap Ash-
Shidiq, yakni berlaku benar dan jujur dalam mengadakan evaluasi. Sebaliknya
tidak bersikap dusta dan curang, 2) Sikap Amanah yakni suatu sikap pribadi
yang setia, tulus hati dan jujur dalam menjalankan sesuatu yang dipercayakan
kepadanya, 3) tabligh yakni menyampaikan, dan 4) Fatonah yaitu pintar. Sikap
Rasulullah SAW ini harus dimiliki oleh evaluator.
Ketiga, evaluasi itu harus dilakkan secara Komprehensif. Hal ini berarti
bahwa evaluasi itu harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi berbagai aspek
kehidupan peserta didik, baik yang menyangkut iman, ilmu maupun amalnya. Ini
dilakukan karena umat Islam memang diperintahkan untuk mempelajari,
memahami serta mengamalkan Islam secara menyeluruh. Dengan demikian
evaluasi pendidikan agama Islam pun harus dilakukan secara menyeluruh pula,
yang mencakup berbagai aspek dunia pendidikan.
Keempat, evaluasi itu harus dilakukan secara kontinue (terusmenerus).
Bila aktifitas pendidikan agama Islam dipandang sebagai suatu proses untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus

7
Departemen Agama RI,op.cit.,Hlm.108.
dilakukan secara kontinue (terus-menerus), dengan tetap memperhatikan prinsip
(obyektifitas) dan prinsip (harus dilakukan secara komprehensif).8
Prinsip keempat ini selaras dengan ajaran istiqomah dalam Islam, yakni
bahwa setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah, yang
diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengenalkannya serta tetap
membela tegaknya agama Islam. Sungguh pun terdapat berbagai tantangan dan
rintangan yang senantiasa dihadapinya.
Mengingat ajaran Islam harus dilakukan secara istiqomah (kontinue), maka
evaluasi pendidikan agama Islam pun harus dilakukan secara kontinu pula,
sehingga tujuan pendidikan agama Islam dapat dicapai secara optimal.
Melaksanakan evaluasi pendidikan harus dalandaskan berdasarkan prinsip-
pernsip evaluasi pendidikan dalam hal ini yaitu prinsip-prinsip evaluasi
pendidikan perspektif Islam dengan sebuah harapan mampu menghasilkan hasil
sebuah evaluasi yang lebih baik

E. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan Persfektif Islam


Tujuan dan fungsi evaluasi dalam pendidikan Islam mengacu pada sistem
evaluasi yang digariskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan dijabarkan dalam
Sunnah, yang dilakukan Rasulullah Saw. dalam proses pembinaan risalah
Islamiyah. Secara umum tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan Islam sebagai
berikut:
Pertama, untuk menguji. Hal ini digambarkan dalam ayat AlQur’an
tentang menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam
problema kehidupan yang dihadapi
ْ ‫ﱠ و ْﻔاﻷﻧـ َ ﺲُ ِ ْﻮاﻷم ا َل ِ م نِ َ و ﻧـ َ ﻘَ َْﺺ ٍ و ََﻮع َُْاﳉ ِ َﻮ َْاﳋ‬
ْ ُ‫ف ِ م نِ َ ﺑ ﻲَﺸِ ْء ٍ و لَ نَ ﺒـ َ ﻠْ ﻮُ ﻧَ ﱠﻜ ﻢ‬
َ‫الﺼﱠاﺑ رِ ينِ َ و ﺑَ َ ﺸﱢر ِ م رَ اتَ ِ و الﺜ‬
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (Q.S. Al-Baqarah: 155).42 Kedua,
untuk mengetahui, Hal ini digambarkan dalam ayat AlQur’an tentang sejauhmana

8
41 M. Habib Toh.a, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996). Hlm.
20.
atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah
SAW. kepada umatnya9
َ ‫َ إ لِ يَ َْﻚ َ يـ رَ تْ ﺪَ ﱠ أ نَ ْ ﻗـ ﺒَ ﻞْ َ ﺑ هِ ِ آتَِيﻚ َ أ ﻧَ َ ا ْل ﻜ ا تِ ا‬
ََ ‫ب ِ ن َ م ِ ﻋ ﻠِ ﻢْ ٌ ﻋ نِ ﺪْ هَ ُ ال ﱠذ ِ ي ﻗ ا َل‬
ُ‫ﻓـ ﻠَ مَ ﻃ َﱠ ر ا ﻓْ ﻚ‬

ُ َ‫ْ أ كَ ﻔْ رُ ُ أ َم ْ أ أ َ ﺷَ ﻜْ رُ ُ ل يِ ﺒـ َ ﻠْ ﻮُ ََﰊ ِ ر ََﻓ ﱢ ﰊ ﻞْﻀَ ِ م نِ ْ ﻫ ذَ َ ا ﻗ ا َل َ ﻋ نِ ﺪْ هَ ُ م سُ تْ ﻘَ رِ ا ر آه‬

َ‫ﳕ ﺷ ا ﻜَ رَ َ و مَ ن‬
َ ‫ي ﻜْﺸَ رُ ُ ﻓ ﺈَ َِﱠ‬

ِ ِ‫رَ َِﱘ ٌ ﻏ ََﲏ ﱞِ ر ََﻓ ﱢ ﰊ ﺈَ ِن ك ﱠ ﻔَ رَ َ و مَ نَ ْ ل نـ ِ ﻔَ سْ ه‬

Artinya : Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala
Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini
termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmatNya). Dan barang siapa yang bersyukur maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa
yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (Q.S.
Al-Naml: 40).10
Ketiga, untuk menentukan klasifikasi atau tingkat, hal ini digambarkan
dalam ayat Al-Qur’an tentang klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau
keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah SWT. terhadap Nabi Ibrahim
as. yang menyembelih Ismail as. putra yang dicintainya
‫ﺻ ﱠﻗ ﺪ ا ﺖْ َ ﻗ ﺪَ ْ إ ﺑـ ِ رْ اﻫَ يﻢِ ُ ي َ ا أ نَ ْ ه ُ و ﻧَ يـ َادَ نْ َ ل ا ﻠِ ﺠْ ﺒَ َِﲔ ِ و تـ َ ﻠَ ﱠه ُ أ سَ ﻠْ مَ َ ا ﻓـ ﻠَ مَ ﱠا‬
َ َ
ْ‫ﺢْ ٍ و ﻓَ ﺪَ يـ َ نْ اهَ ُ ْمال ﺒُ َِﲔ ُ ْﺒال ال َء ُ ﳍ ََُ ﻮ َ ﻫ ذَ َ ا إ ِن ْمال ﱠ سْﺤُ نِ َِﲔ َ ﳒ ﺰَْ ي ِ ك ذَ لَ ﻚِ َ إ ﻧِ الر ا ﱠ ﱡؤ ي‬
‫ﻋ َﻈ ِﻢي ٍَ ﺑ ِذ ِﺑ‬
Artinya: Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah
dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu",
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Q.S. Al-Shaffat: 103107).11

9
Departemen Agama RI,op.cit.,Hlm.24.
10
Ibid., Hlm.380
11
Ibid., Hlm. 140.
Keepat, untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran
yang telah diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam as.
tentang asma` yang diajarkan Allah Swt. kepadanya di hadapan para malaikat

َ ‫ا َء َْ ِ أ ﻧَ َْﺒ ﺌِ َُﻮﰊ ِ ﻓـ ﻘَ ا َل َ ْمال ﻜِالﺋَ ََﺔ ِ ﻋ ﻠَ َ ﻬ ﻰ ﻢُ ْ ﻋ رَ ﺿَ َ ﰒ ﱠُ ك ﻠُ ﱠﻬ َ ا َء َْاﻷﲰ ا َ َمآد َ و ﻋَ ﻠَ ﱠﻢ‬

‫إ ِن ْ ﻫ ﺆَ ال ُء ِ ﺑ ﺄِ ََﲰ‬
ْ ُ‫ﺻ ادَ ﻗِ َِﲔ َ ك نُ تْ ﻢ‬
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah: 31).12
Kelima, memberikan semacam tabsyir (berita gembira)/reward bagi yang
beraktivitas baik, dan memberikan semacam ‘iqab (siksa)/punishment bagi
mereka yang beraktivitas buruk

ْ َ‫رَ ا ذ َر ﱠة ٍ م ﺜـ ِ ﻘْ ا َل َ يـ ﻌَ مْ ﻞَ ْ و مَ نَ ْ يـ رَ هَ ُ ﺧ يـ َ رْ ً ا ذ َر ﱠة ٍ م ﺜـ ِ ﻘْ ا َل َ يـ ﻌَ مْ ﻞَ ْ ﻓ مَ ن‬
‫َر َه َُ ﺷ‬
Artiya: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (Q.S.
Al-Zalzalah: 7-8).13

12
Ibid., Hlm. 6.
13
46 Ibid., Hlm. 599.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Evaluasi pendidikan perespektif Islam yaitu suatu proses dan tindakan
yang terencana berbasis Islam untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan,
pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan),
sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat
keputusan.
Prinsip-prinsip evaluasi pendidikan perspektif Islam sebagai berikut, yaitu
evaluasi mengacu pada tujuan, evaluasi dilaksanakan secara obyektif, evaluasi
bersifat komprehensif atau menyeluruh dan evaluasi dilaksanakan secara terus
menerus atau kontinu (istiqomah). Secara umum tujuan dan fungsi evaluasi
pendidikan perspektif Islam untuk: 1) menguji daya kemampuan manusia beriman
terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi, 2) mengetahui
sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan
Rasulullah SAW. kepada umatnya, 3) menentukan klasifikasi atau tingkat hidup
keislaman atau keimanan seseorang, 4) mengukur daya kognisi, hafalan manusia
dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya, dan 5) memberikan semacam
tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam
‘iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk. Evaluasi bukan sekedar menilai
suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan
untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik, berdasarkan tujuan yang jelas
dan komprehensip.
Dengan evaluasi pendidikan perspektif Islam diharapkan mampu
memperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan dalam
hal ini pendidikan, yang kemudian dapat menentukan alternatif dan keputusan
untuk tindakan berikutnya berpaku pada prinsip-prinsip evaluasi. Serta pada
tujuan akhirnya mampu menggapai tujuan-tujuan pendidikan dan menciptkan
pendidikan yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja


Grafindo,2008.
Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih. Al-Jamius Shahih. Bukhori-Muslim, Surabaya:
CV. Karya Utama, t.t.
Departemen Agama Republik Indonesia . Al-Qur’an dan Terjemnya. Jakarta: PT
Sygma, 2009.
Hamalik, Oemar, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982
Ihsan, Juad,Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta,2010.
M. Chabib, Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan ,Jakarta: PT Raja
Grafindo, 1990.
Masnur, Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, Jakarta : Bumi Aksara, 2011.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,
2010.
Nata Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bina
Aksara.

Astuti, Dina. Sukses Menjalani Wawancara Kerja.


http://juprimalino.blogspot.com/2012/02/tes-pengekuran-ranah-penilaian.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kualitas
http://labcomputer32al.blogspot.co.id/2014/02/resensi-hadis-tarbawi.html

Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama.

Novan Ardy Wiyani. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Poerwanti, dkk. 1999. Evaluasi Pendidikan. Malang: UMM Press. S

udijoono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan Sukardi. 2011.

Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta Timur: PT Bumi


Aksara.

Anda mungkin juga menyukai