Dosen Pengampu:
Dr. Moh. Sulhan, M.Ag.
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Pada Semester Ganjil Tahun Akademik 2018/2019
KELOMPOK 11
Oleh:
RIYAN DWI CAHYA
2170060061
SOBARUL HAKIM
20170060066
1 Anas Sudijono, Pengantar evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 49.
َّ سو ُل
-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا ُ ب َر َ َ ف. قَا َل أَجْ ت َ ِهدُ َرأْيِى َوالَ آلُو. َِّللا
َ ض َر َّ ب ِ َوالَ فِى ِكت َا-وسلم
َّ سو َل
.َِّللا ُ ضى َر َّ سو ِل
ِ َّللاِ ِل َما ي ُْر ُ صد َْرهُ َوقَا َل ْال َح ْمدُ ِ َّّلِلِ الَّذِى َوفَّقَ َر
ُ سو َل َر َ
Mu’az (bin Jabal )meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. ketika akan mengutus
Mu’az ke Yaman, beliau bertanya (kepada Mu’az), Bagaimana Engkau mengadili
perkara, jika dihadapkan kepadamu suatu perkara pengadilan? Mu’az
menjawab: 'Saya mengadili (perkara itu) dengan Kitab Allah (A1-
Qur'an).(Rasulullah bertanya lagi, “Maka bagaimana jika kamu tidak menjumpai
(petunjuk) dalam Kitab Allah (A1-Qur'an? Mu’az menjawab, ‘Maka (saya
mengadili) dengan sunnah Rasulullah saw.” Rasulullah bertanya lagi,
(bagaimnaa bila) kamu tidak menjumpai (petunjuk dalam sunnah Rasulullah
S.a.w. dan (tidak menjumpainya) dalam Kitab Allah (Al-Qur'an?” (Mu’az)
menjawab), ‘Saya berijtihad sekuat akal pikiran saya. Maka Rasulullah SAW.
menepuk dadaku sambil bersabda: Segala puji milik Allah yang telah memberi
petunjuk kepada utusan Rasalullah terhadap apa yang Rasulullah berkenan
terhadapnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ad-Darimi).
Di antara informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah: (1).
Rasulullah SAW. bermaksud akan mengutus Mu'az ke Yaman (untuk memimpin
umat), (2). Rasulullah SAW. bertanya kepada Mu'az tentang dasar yang
digunakan dalam memutuskan perkara peradilan, (3). Mu'az menjawab dengan
urutan: pertama dengan Kitab Allah, Kedua dengan Sunnah
Rasulullah, ketiga dengan ijitihad, (4). Setelah selesai jawaban Mu'az, Rasulullah
SAW. menepuk dada Mu'az karena senang, dan memuji Allah SWT.
Dalam hadis di atas terlihat bahwa Rasulullah SAW. menguji kemampuan
dan pengetahuan seorang sahabat sebelum memberikan tugas kepadanya. Setelah
sahabat berhasil menjawab secara benar sesuai dengan keininginan Rasulullah
SAW. , beliau memperlihatkan rasa senangnya dengan memberikan ganjaran yang
menyenangkan dan memuji Allah SWT. Pujian kepada-Nya di sini dapat diartikan
sebagai rasa syukur atas keberhasilan dalam mendidik sahabat.
Ujian yang diberikan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis di atas berkaitan
dengan tugas yang akan diemban oleh Mu'az. Rasulullah SAW. baru akan
menyerahkan suatu tugas kepada sahabat bila sahabat tersebut menguasai
(memiliki ilmu) tentang persoalan tugas yang akan diembannya.
2. Evaluasi Ranah Afektif (An-Nahiyah Al-Mauqifiyah)
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya apabila seseorang tersebut telah memiliki penguasaan kognitif
tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran agama Islam,
kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah, motivasinya yang
tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama yang diterimanya, dan
penghargaan atas rasa hormatnya terhadap guru agama.
Sehubungan dengan ranah ini, ditemukan hadis sebagaimana yang tertera
sebagai berikut:
سقَ ِم َ ع َّز َو َج َّل يَ ْبت َ ِلى
َّ ع ْبدَ هُ بِا ل َ علَ ْي ِه َو
َ َسل َم اِنَ هللا َ ُصلَى هللا ُ قَا َل َر: ع ْن ُج َب ْير قَا َل
َ ُس ْو ُل هللا َ
َ َحت َّى يُ َكفَّ َر
.ع ْنهُ ُك َّل ذَ ْن ِب ِه
Jubair berkata, “ Rasululloh Saw bersabda, ‘ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
menguji seorang hamba-Nya dengan suatu penyakit hingga Dia mengampuni
semua dosanya,” (HR. Ath-Thabrani)
َب َوال َ ب َو َال َو
ٍ ص َ َب ْال ُم ْس ِل َم ِم ْن ن
ٍ ص ِ ُ َما ي:سلَّ َم قَا َل
ُ ص ْي َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ِ ع ِن النَّبِي َ ا َبِي ُه َر
َ َ يرة
َ تى الش َْو َك ِة يُشا َ ُك َها اِ الَّ َكفَ َر ا َّلِلَ بِ َها َخ
.ُطا يَا ه َ َه ٍَم َو َال ُخ ْز ٍن َو َال ا َذًى َوال
َ غ َّم َح
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw, beliau bersabda, “ setiap musibah yang
menimpa seorang muslim yang berupa kelelahan, penyakit kronis, kegalauan
pikiran, kegelisahan hati, sampai kena duri; akan dihapus Allah kesalahannya.”
(HR. Al-Bukhari)
Semua materi ujian dalam hadis ini berada di wilayah domain afektif,
yaitu kesabaran. Apabila seorang muslim mampu menerima sebagian tersebut
dengan penuh kesabaran, maka Allah SWT akan menghapus kesalahan-kesalahan
yang telah dilakukannya. Ini merupakan hadiah dari Allah untuk hamba-Nya yang
lulus.
Dalam hadis ini disebutkan bahwa manusia akan diuji oleh Allah dengan
penyakit. Sasarannya adalah kesabaran yang termasuk domain afektif. Selain itu,
dalam hadis ini disebut ganjaran yang akan diberikan oleh Allah kepada manusia
yang lulus dalam ujian kesabaran menghadapi penyakit yang dideritanya.
4 Abu Al-Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri, Tuhfah Al-Ahwaz, juz VI, hlm. 188 dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah.
jawab dan musyawarah. Tujuannya adalah mengetahui mana di antara para
sahabat yang cerdas, patuh, shaleh, atau mana yang kreatif dan aktif-responsif
terhadap pemecahan problem-prblem yang dihadapi bersama Nabi dalam
pembelaan mendesak.5
Dari hadis dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah telah
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran para sahabat. Evaluasi yang beliau
lakukan mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor walaupun dalam bentuk
pelaksanaan yang masih sederhana sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu.
Dengan demikian, syogianya pendidik dalam lembaga pendidikan Islam ini
mengembangkan sistem evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh. Jangan
berpuas diri dengan hasil evaluasi ranah kognitif. Ranah yang lainnya juga harus
diperhatikan dan diutamakan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
5 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 243.
6
Hussein Bahreisj, Hadits shahih. Al-Jamius Shahih. Bukhori-Muslim, (Surabaya: CV. Karya
Utama, t.t). Hlm.30
tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektifitas dari evaluator (penilai). Dalam
Al-Qur’an dijelaskan:
ْ َﻫَ َ ك ا ذَ لَ ﻚِ َ م نِ ﻜْ ﻢُ ْ التـﱠﻘ ﻮْ َ ى يـ نَ هُالَ ُ و ََل نِﻜَ ْ م ا َؤ ﻫُ َ ا د ِ و َ ﳊ ال ﻬُﻮمُ َ الﻠﱠه ا َ يـ نَ ا َل َ ل ن
ال مْ سْﺤُ نِ َِﲔ َ و ﺑَ َ ﺸﱢر ِ ﻫ ﺪَ اكَ ﻢُ ْ م َ ﻋ ا ﻠَ َ الﻠﱠه ﻰ َ ل تِ ﻜُ ﱢر ﺒـ َ وا ُ ل ﻜَ ﻢُ ْ س َ ﺨﱠر
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-Hajj: 37).7 Allah
SWT. memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan
karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S.
AlMaidah: 8)
Obyektifitas dalam evaluasi itu antara lain ditjuakan dalam sikap-sikap evaluator
yang menerapakan sifat-sifat Rasulullah SAW sebagai berikut : 1) Sikap Ash-
Shidiq, yakni berlaku benar dan jujur dalam mengadakan evaluasi. Sebaliknya
tidak bersikap dusta dan curang, 2) Sikap Amanah yakni suatu sikap pribadi
yang setia, tulus hati dan jujur dalam menjalankan sesuatu yang dipercayakan
kepadanya, 3) tabligh yakni menyampaikan, dan 4) Fatonah yaitu pintar. Sikap
Rasulullah SAW ini harus dimiliki oleh evaluator.
Ketiga, evaluasi itu harus dilakkan secara Komprehensif. Hal ini berarti
bahwa evaluasi itu harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi berbagai aspek
kehidupan peserta didik, baik yang menyangkut iman, ilmu maupun amalnya. Ini
dilakukan karena umat Islam memang diperintahkan untuk mempelajari,
memahami serta mengamalkan Islam secara menyeluruh. Dengan demikian
evaluasi pendidikan agama Islam pun harus dilakukan secara menyeluruh pula,
yang mencakup berbagai aspek dunia pendidikan.
Keempat, evaluasi itu harus dilakukan secara kontinue (terusmenerus).
Bila aktifitas pendidikan agama Islam dipandang sebagai suatu proses untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus
7
Departemen Agama RI,op.cit.,Hlm.108.
dilakukan secara kontinue (terus-menerus), dengan tetap memperhatikan prinsip
(obyektifitas) dan prinsip (harus dilakukan secara komprehensif).8
Prinsip keempat ini selaras dengan ajaran istiqomah dalam Islam, yakni
bahwa setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah, yang
diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengenalkannya serta tetap
membela tegaknya agama Islam. Sungguh pun terdapat berbagai tantangan dan
rintangan yang senantiasa dihadapinya.
Mengingat ajaran Islam harus dilakukan secara istiqomah (kontinue), maka
evaluasi pendidikan agama Islam pun harus dilakukan secara kontinu pula,
sehingga tujuan pendidikan agama Islam dapat dicapai secara optimal.
Melaksanakan evaluasi pendidikan harus dalandaskan berdasarkan prinsip-
pernsip evaluasi pendidikan dalam hal ini yaitu prinsip-prinsip evaluasi
pendidikan perspektif Islam dengan sebuah harapan mampu menghasilkan hasil
sebuah evaluasi yang lebih baik
8
41 M. Habib Toh.a, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996). Hlm.
20.
atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah
SAW. kepada umatnya9
َ َ إ لِ يَ َْﻚ َ يـ رَ تْ ﺪَ ﱠ أ نَ ْ ﻗـ ﺒَ ﻞْ َ ﺑ هِ ِ آتَِيﻚ َ أ ﻧَ َ ا ْل ﻜ ا تِ ا
ََ ب ِ ن َ م ِ ﻋ ﻠِ ﻢْ ٌ ﻋ نِ ﺪْ هَ ُ ال ﱠذ ِ ي ﻗ ا َل
ُﻓـ ﻠَ مَ ﻃ َﱠ ر ا ﻓْ ﻚ
َﳕ ﺷ ا ﻜَ رَ َ و مَ ن
َ ي ﻜْﺸَ رُ ُ ﻓ ﺈَ َِﱠ
Artinya : Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala
Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini
termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmatNya). Dan barang siapa yang bersyukur maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa
yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (Q.S.
Al-Naml: 40).10
Ketiga, untuk menentukan klasifikasi atau tingkat, hal ini digambarkan
dalam ayat Al-Qur’an tentang klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau
keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah SWT. terhadap Nabi Ibrahim
as. yang menyembelih Ismail as. putra yang dicintainya
ﺻ ﱠﻗ ﺪ ا ﺖْ َ ﻗ ﺪَ ْ إ ﺑـ ِ رْ اﻫَ يﻢِ ُ ي َ ا أ نَ ْ ه ُ و ﻧَ يـ َادَ نْ َ ل ا ﻠِ ﺠْ ﺒَ َِﲔ ِ و تـ َ ﻠَ ﱠه ُ أ سَ ﻠْ مَ َ ا ﻓـ ﻠَ مَ ﱠا
َ َ
ْﺢْ ٍ و ﻓَ ﺪَ يـ َ نْ اهَ ُ ْمال ﺒُ َِﲔ ُ ْﺒال ال َء ُ ﳍ ََُ ﻮ َ ﻫ ذَ َ ا إ ِن ْمال ﱠ سْﺤُ نِ َِﲔ َ ﳒ ﺰَْ ي ِ ك ذَ لَ ﻚِ َ إ ﻧِ الر ا ﱠ ﱡؤ ي
ﻋ َﻈ ِﻢي ٍَ ﺑ ِذ ِﺑ
Artinya: Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah
dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu",
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Q.S. Al-Shaffat: 103107).11
9
Departemen Agama RI,op.cit.,Hlm.24.
10
Ibid., Hlm.380
11
Ibid., Hlm. 140.
Keepat, untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran
yang telah diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam as.
tentang asma` yang diajarkan Allah Swt. kepadanya di hadapan para malaikat
إ ِن ْ ﻫ ﺆَ ال ُء ِ ﺑ ﺄِ ََﲰ
ْ ُﺻ ادَ ﻗِ َِﲔ َ ك نُ تْ ﻢ
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar!" (Q.S. Al-Baqarah: 31).12
Kelima, memberikan semacam tabsyir (berita gembira)/reward bagi yang
beraktivitas baik, dan memberikan semacam ‘iqab (siksa)/punishment bagi
mereka yang beraktivitas buruk
ْ َرَ ا ذ َر ﱠة ٍ م ﺜـ ِ ﻘْ ا َل َ يـ ﻌَ مْ ﻞَ ْ و مَ نَ ْ يـ رَ هَ ُ ﺧ يـ َ رْ ً ا ذ َر ﱠة ٍ م ﺜـ ِ ﻘْ ا َل َ يـ ﻌَ مْ ﻞَ ْ ﻓ مَ ن
َر َه َُ ﺷ
Artiya: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan
kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (Q.S.
Al-Zalzalah: 7-8).13
12
Ibid., Hlm. 6.
13
46 Ibid., Hlm. 599.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Evaluasi pendidikan perespektif Islam yaitu suatu proses dan tindakan
yang terencana berbasis Islam untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan,
pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan),
sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat
keputusan.
Prinsip-prinsip evaluasi pendidikan perspektif Islam sebagai berikut, yaitu
evaluasi mengacu pada tujuan, evaluasi dilaksanakan secara obyektif, evaluasi
bersifat komprehensif atau menyeluruh dan evaluasi dilaksanakan secara terus
menerus atau kontinu (istiqomah). Secara umum tujuan dan fungsi evaluasi
pendidikan perspektif Islam untuk: 1) menguji daya kemampuan manusia beriman
terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi, 2) mengetahui
sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan
Rasulullah SAW. kepada umatnya, 3) menentukan klasifikasi atau tingkat hidup
keislaman atau keimanan seseorang, 4) mengukur daya kognisi, hafalan manusia
dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya, dan 5) memberikan semacam
tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam
‘iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk. Evaluasi bukan sekedar menilai
suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan
untuk menilai sesuatu yang terencana, sistematik, berdasarkan tujuan yang jelas
dan komprehensip.
Dengan evaluasi pendidikan perspektif Islam diharapkan mampu
memperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan dalam
hal ini pendidikan, yang kemudian dapat menentukan alternatif dan keputusan
untuk tindakan berikutnya berpaku pada prinsip-prinsip evaluasi. Serta pada
tujuan akhirnya mampu menggapai tujuan-tujuan pendidikan dan menciptkan
pendidikan yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Novan Ardy Wiyani. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Poerwanti, dkk. 1999. Evaluasi Pendidikan. Malang: UMM Press. S