Anda di halaman 1dari 16

DESAIN PROGRAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

DALAM PENGEMBANGAN ORGANISASI PENDIDIKAN


Priska Maranata Setiawati
Educational Administration Department
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
priskams@student.upi.edu

Abstrak

Pengembangan organisasi penting untuk diaplikasikan oleh seluruh jenis


organisasi termasuk organisasi pendidikan, sehingga organisasi tersebut mampu
mengatasi perubahan yang selalu datang. Mengembangkan sebuah organisasi
pendidikan bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilakukan, karena hal ini
berkaitan dengan perubahan. Merubah sistem kerja dan cara orang berpikir dan
bertindak bukanlah proses yang instan. Terdapat beberapa standar tertentu yang harus
dicapai. Terlebih lagi, orang-orang dalam pengembangan organisasi akan memilki
tanggung jawab untuk berkontribusi dan melakukan peningkatan terus menerus
terhadap organisasi mereka. Ditambah lagi, peran kepemimpinan dibutuhkan dalam
rangka melakukan pengembangan organisasi. Kepemimpinan dalam diri orang-orang
perlu dilatih. Oleh karena itu, organisasi pendidikan membutuhkan desain program
kepemimpinan pendidikan. Tujuan makalah ini adalah untuk memperkenalkan konsep
desain program kepemimpinan pendidikan dalam pengembangan organisasi
pendidikan. Penulis menulis makalah ini berdasarkan kajian pustaka.

Kata kunci: pengembangan organisasi pendidikan, peran kepemimpinan pendidikan,


desain program kepemimpinan pendidikan

Abstract

Organizational development is important to be applied by all types of


organization including educational organizations, so that the organization is able to
overcome changes that always come. Developing an educational organization is not
an easy thing to do, because it is related to changes. Changing the working system
and the ways of people to think and act is not an instant process. There are some
specific standards that must be achieved. Moreover, people in organizational
development will have the responsibility to contribute and perform continuous
improvement to their organization. Furthermore, the role of leadership is needed in
order to conduct organizational development. Leadership within people needs to be
trained. Therefore, educational organization needs educational leadership program
design. The purpose of this paper is to introduce the concept of educational
leadership program design in the development of educational organization. The
author wrote this paper based on literature review.

Keywords: the development of educational organization, the role of educational


leadership, educational leadership program design

1
I. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, ketertarikan terhadap kepemimpinan dan
pengembagan organisasi meningkat. Salah satu alasannya adalah perubahan. Seperti
apa yang dikatakan oleh Heraclitus, seorang filsuf Yunani, bahwa tidak ada hal yang
permanen selain perubahan. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi perubahan,
dan bertahan dari kompetisi, bahkan menjadi model; organisasi perlu menciptakan
inovasi-inovasi dengan melakukan pengembangan. Hal ini juga terjadi pada
organisasi pendidikan.
Peran kepemimpinan pendidikan sangat penting bagi organisasi pendidikan.
Kepemimpinan pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan desain program
kepemimpinan. Desain program kepemimpinan pendidikan menjelaskan bagaimana
kepemimpinan dibangun dalam diri seluruh anggota organisasi.
Secara keseluruhan, makalah ini akan mendiskusikan tiga konsep utama:
1. Pengembangan organisasi pendidikan,
2. Peran kepemimpinan pendidikan dalam pengembangan organisasi
pendidikan,
3. Desain program kepemimpinan pendidikan dalam pengembangan
organisasi pendidikan.

II. Pengembangan Organisasi Pendidikan


A. Pengertian Pengembangan Organisasi Pendidikan
Menurut Bennis dalam Rothwell dan Sullivan (2005), pengembangan
organisasi adalah respon terhadap perubahan; strategi kompleks yang dimaksudkan
untuk merubah perilaku, nilai dan struktur organisasi sehingga anggota organisasi
dapat beradaptasi dengan lebih baik terhadap teknologi maupun tantangan yang baru
akibat perubahan tersebut.
Porras dan Robertson dalam Bushe dan Marshak (2009) mendeskripsikan
pengembangan organisasi sebagai pelatihan untuk meningkatkan pengembangan
individu dan meningkatkan kinerja organisasi.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, penulis menyimpulkan arti dari
pengembangan organisasi pendidikan adalah sebagai upaya pelatihan terhadap para
pendidik untuk merubah pemikiran dan perilaku mereka agar mereka dapat
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan pada akhirnya para pendidik tersebut
dapat meningkatkan kinerja organisasi pendidikan mereka.

2
Lebih lanjut Beckhard dalam Gallos (2006) mendefinisikan pengembangan
organisasi sebagai berikut:
1. Upaya perubahan yang terencana,
Program pengembangan organisasi melibatkan diagnosa sistematis terhadap
organisasi, pengembangan rencana strategis untuk peningkatan, dan mobilisasi
sumber daya untuk melaksanakan upaya pengembangan organisasi.
2. Melibatkan keseluruhan “sistem”,
Upaya pengembangan organisasi berkaitan dengan perubahan organisasi
secara keseluruhan dalam sistem budaya atau penghargaan atau strategi managerial
secara keseluruhan.
3. Dikelola oleh atasan,
Atasan berpartisipasi aktif dalam program pengembangan organisasi. Namun,
hal ini bukan berarti bahwa atasan harus berpartisipasi dalam aktifitas yang sama
dengan yang anggota organisasi yang lainnya, tetapi atasan harus memiliki
pengetahuan dan komitmen terhadap tujuan dari program pengembangan dan harus
mendukung metode-metode yang digunakan untuk mencapai tujuan dari program
pengembangan tersebut.
4. Dirancang untuk meningkatan efektifitas organisasi,
Untuk mengerti tentang tujuan pengembangan organisasi, penting untuk
memiliki gambaran organisasi yang efektif. Adapun organisasi yang efektif menurut
John Gardener dalam Gallos (2006):
a. Organisasi memiliki program yang efektif untuk melaksanakan rekrutmen dan
pengembangan diri.
b. Organisasi memiliki kemampuan untuk membuat pembaharuan secara terus
menerus.
c. Organisasi harus memiliki ketentuan untuk mengevaluasi diri.
d. Terdapat fleksibilitas dalam struktur internal. Misalnya, apabila terdapat
pekerjaan yang perlu ditangani dengan cepat pada departemen tertentu, maka
anggota dari departemen lainnya yang sedang tidak terlalu sibuk dapat
membantu departemen lainnya.
5. Melakukan intervensi
Pengembangan organisasi akan mencapai tujuannya, salah satunya dengan
melakukan intervensi terencana ataupun tidak terencana. Misalnya, apabila terdapat
anggota organisasi yang melakukan pelanggaran yang sudah tidak dapat ditoleransi,

3
maka dapat dilakukan intervensi oleh atasannya. Selain itu dapat dilakukan juga
motivasi individu atau problem solving untuk membantu anggota organisasi dalam
melakukan pekerjaan mereka dengan efektif dan efisien.

B. Karakteristik Upaya Pengembangan Organisasi


Menurut Gallos (2006) terdapat beberapa karakteristik dalam upaya
pengembangan organisasi:
1. Organisasi memiliki program terencana yang melibatkan keseluruhan unit
organisasi.
2. Organisasi berkomitmen terhadap program tersebut dan pengelolaannya.
3. Pengembangan organisasi berkaitan dengan visi dan misi organisasi. Upaya
pengembangan organisasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
organisasi untuk mencapai tujuan visi misinya.
4. Upaya pengembangan organisasi merupakan upaya jangka panjang.
5. Aktifitas berorientasi terhadap tindakan. Hal ini berarti anggota organisasi
melakukan intervensi yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan setelah
aktifitas dilaksanakan.
6. Fokus terhadap sikap dan/atau perilaku. Walaupun terdapat perubahan dalam
hal proses, prosedur, dan cara kerja dalam suatu organisasi, namun target
utama perubahan adalah sikap, perilaku dan kinerja orang-orang di dalam
suatu organisasi.
Tabel 1. Perilaku (Harmon dalam Rothwell dan Sullivan, 2005)
No. Perilaku Perilaku yang Diharapkan
(Sebelum Pengembangan) (Setelah Pengembangan)
1. Fokus terhadap job description Mampu melihat kaitan antar bagian
sendiri secara keseluruhan
2. Akses komunikasi dan informasi Mendapatkan akses komunikasi
hanya terbatas pada orang-orang terhadap dan dari semua orang di
dalam departemen sendiri berbagai departemen dalam suatu
organisasi
3. Tidak mau melakukan proyek lain Mau belajar untuk mengerjakan
selain pekerjaan departemennya proyek lain di luar pekerjaan
sendiri departemennya sendiri

4
4. Tidak suka diberi masukan Terbuka terhadap masukan (pemikiran
(pemikiran sempit) terbuka)
5. Fokus terhadap kepentingan sendiri Peduli terhadap kepentingan orang
lain
6. (Manajer) Sedikit memberi (Manajer) Memberikan masukan
masukan secara berkala
7. Tidak kreatif Memahami bahwa banyak cara untuk
mencapai suatu tujuan (kreatif dalam
arti positif)
8. Berhenti berpikir karena Memandang bahwa inovasi
menganggap bahwa atasan akan merupakan hasil kreatifitas dan
mendikte apa yang harus dikerjakan pengambilan resiko
dan bagaimana cara
mengerjakannya
9. Percaya bahwa hanya ada satu Mengeksplor berbagai cara untuk
(satu-satunya) cara untuk mencapai tujuan (Fleksibel)
menyelesaikan suatu hal (Rigid)
10. Fokus terhadap sumber daya yang Memanfaatkan sumber daya lain dari
dimiliki luar
11. Kurang bersemangat dalam bekerja Penuh semangat dalam bekerja
12. Pemimpin dihormati hanya karena Pemimpin dihormati karena dipercaya
alasan hirarki kekuasaan dalam mampu untuk memimpin organisasi
organisasi
13. Mengabaikan partnership Memiliki partnership yang kuat
14. Nyaman dengan keadaan saat ini Peka terhadap perubahan
15. Tidak mau atau sulit untuk berubah Mampu untuk berubah

7. Bersandar kepada pembelajaran berbasis pengalaman. Tujuan dari perubahan


adalah pembelajaran. Misalnya saat seseorang dalam organisasi mendapatkan
input atas kinerjanya, tidak serta merta orang tersebut langsung merubah
kinerjanya. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pembelajaran untuk
mengevaluasi perilakunya saat ini, mencoba untuk mengaplikasikan input
yang diberikan, hingga merubah kinerjanya ke arah yang lebih baik.

5
Gambar 1. Sistem Pemikiran (Rothwell & Sullivan, 2005)

8. Tujuan utama dari upaya pengembangan organisasi adalah perubahan


organisasi. Jadi, bukan berakhir pada perubahan sekelompok kecil individu
saja.

III. Peran Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengembangan Organisasi


Pendidikan
Pemaparan mengenai pengembangan organisasi yang penulis ungkapkan
sebelumnya jelas menggambarkan pentingnya peran kepemimpinan dalam
pengembangan organisasi pendidikan. Kepemimpinan merupakan hal yang dapat
menggerakan organisasi. Dengan kata lain, pengembangan organisasi sangat
membutuhkan dukungan dari peran pemimpin. Menurut penulis, gaya kepemimpinan
yang cocok dalam pengembangan organisasi adalah kepemimpinan transidental yang
merupakan gabungan dari teori-teori kepemimpinan yang ada. Pada kenyataannya
tidak ada pemimpin yang menerapkan satu gaya kepemimpinan dalam
kepemimpinannya secara konsisten. Terlebih lagi dalam melakukan pengembangan
organisasi, pemimpin perlu menerapkan teori-teori kepemimpinan yang ada.

A. Kepemimpinan Visioner
Pemimpin pendidikan yang visioner adalah pemimpin pendidikan yang dapat
melihat jauh kedepan visi sehingga ia dapat membawa sekolah yang dipimpinnya
untuk terus bergerak dan terus berinovasi agar dapat bertahan dari persaingan yang
ada, bahkan menjadi role model bagi sekolah-sekolah lainnya. Menurut penulis, gaya
kepemimpinan yang dibutuhkan pemimpin pendidikan dalam memperhatikan
perubahan dan untuk mengembangkan organisasi pendidikan yang dipimpinnya yaitu

6
visionary leadership atau kepemimpinan visioner. Menurut Engkosawara dan
Komariah (2012), kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam
mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan atau mensosialisasikan atau
mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang
berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi
yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau
diwujudkan melalui komitmen semua personil. Engkosawara dan Komariah (2012)
menambahkan bahwa pemimpin yang menerapkan visionary leadership harus
memahami konsep visi, harus memahami karakter dan unsur visi, juga harus
memahami tujuan visi.
Lebih jauh, Engkosawara dan Komariah (2012) menerangkan mengenai
langkah-langkah visionary leadership adalah penciptaan, perumusan visi,
transformasi visi, dan implementasi visi. Nanus dalam Engkosawara dan Komariah
(2012) mengemukakan bahwa kepemimpinan yang bervisi terdiri dari empat pilar,
yaitu penentu arah, agen perubahan, juru bicara, dan pelatih dan komunikator.
Menurut Covey dalam Engkosawara dan Komariah (2012), sifat-sifat seorang
visioner, selain dia mampu melihat dan memanfaatkan peluang-peluang di masa
depan, ia juga memiliki prinsip kepemimpinan adalah selalu belajar (terus menerus),
berorientasi pada pelayanan, memancarkan energi positif, memercayai orang lain,
hidup seimbang, melihat hidup sebagai petualangan, sinergistik, dan selalu berlatih
untuk memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tinggi.
Rosmiaty dan Kurniady (2014) mengemukakan bahwa kepemimpinan visioner
didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang meminta dikembangkannya secara
intesif peran pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang handal bagi
pembangunan sehingga orientasi visi diarahkan pada mewujudkan nilai komparatif
dan kompetitif peserta didik sebagai pusat perbaikan dan pengembangan sekolah.

B. Kepemimpinan Situasional
Dalam menangani orang-orang yang dipimpinnya, pemimpin perlu
menerapkan kepemimpinan situasional yang mana dalam hal ini pemimpin
menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda tergantung kepada tingkat
kematangan pribadi orang-orang yang dipimpinnya.

7
Engkoswara dan Komariah (2012) membagi empat gaya kepemimpinan yang
dapat diterapkan oleh pemimpin sesuai dengan perkembangan kematangan
anggotanya:
1. Tipe direktif (telling), yaitu pemimpin yang komunikasinya satu arah, yaitu
dari pemimpin yang memberikan perintah kepada anggota organisasi yang
menerima perintah.
2. Tipe konsultatif (selling), yaitu pemimpin yang sudah mulai membuka
komunikasi dua arah, walaupun demikian keputusan masih tetap berada pada
tanggung jawab pemimpin.
3. Tipe partisipatif, adalah pemimpin yang mulai melibatkan anggotanya dalam
pengambilan keputusan dan komunikasi dilakukan secara dua arah yang
berlandaskan respect (rasa hormat) dan kepercayaan.
4. Tipe delegatif, adalah pemimpin yang melakukan sharing authority kepada
anggota untuk melaksanakan tugas organisasi, karena pemimpin percaya
bahwa anggotanya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan
mengambil keputusan yang tepat saat diberi kepercayaan dan tanggung jawab.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Brundrett et. al. (2003)
yang menyatakan bahwa teori kepemimpinan kontingensi, situasional atau pluralis
adalah yang paling cocok dalam memimpin organisasi yang mana organisasi-
organisasi tersebut memiliki perbedaan dengan keunikan dan karakteristiknya
masing-masing, sehingga dalam melaksanakan tugas kepemimpinan dan manajemen
haruslah diberi perlakuan yang berbeda pula.

C. Kepemimpinan Berbasis Nilai


Disisi lain, nilai, norma dan aturan dalam organisasi terkadang berlawanan
dengan nilai-nilai individual pemimpin, bahkan norma-norma agama yang ada.
Misalnya saat sekolah membutuhkan dana BOS (bantuan operasional sekolah),
namun kwitansi yang diberikan oleh pemerintah daerah jumlahnya lebih besar
daripada yang dana yang sebenarnya diterima sekolah. Kemudian, pemerintah daerah
menyampaikan apabila sekolah tersebut menginginkan dana BOS, maka kepala
sekolah harus menandatangani kwitansi yang tidak sesuai tersebut. Hal ini tentu
berlawanan dengan nilai individu dan norma agama yang menuntut kejujuran.

8
Menurut penulis, kepemimpinan berperan dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan nilai (value) seperti ini adalah kepemimpinan
yang berbasis nilai atau yang dikenal dengan values based leadership (VBL). Suryana
(2010) menambahkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah harus didukung oleh
nilai-nilai personal (personal values) yang baik.
Sekolah sebagai sebuah organisasi telah meninggalkan nilainya bertentangan
dengan enam elemen dasar dalam organisasi yang berbasis nilai menurut Kraemer
(2011), diantaranya:
1. Leading with values (Memimpin dengan nilai)
2. Leadership development and talent management (Pengembangan
kepemimpinan dan manajemen bakat)
3. Setting a clear direction for the organization (Menetapkan arah yang jelas
bagi organisasi)
4. Effective communication (Komunikasi yang efektif)
5. Motivation and team engagement (Memotivasi dan mempersatukan tim atau
kelompok)
6. Execution and implementation (Pelaksanaan dan implementasi)
Keadaan organisasi yang telah meninggalkan nilainya seperti pada contoh
kasus dana BOS ini menurut Kuczmarski & Kuczmarski (1995: 15) disebut tengah
mengalami anomie, yaitu hilangnya tujuan, identitas atau nilai-nilai dan norma-
norma. Adapun hal yang perlu dilakukan pemimpin pendidikan dalam hal ini adalah
berani mempertahankan nilai-nilai pribadi yang benar. Hal ini sejalan dengan teori
memimpin sebuah organisasi berbasis nilai menurut Kraemer (2011) sebagai berikut:
1. Memimpin dengan penuh keberanian pada masa-masa perubahan dimana
kontroversi dan krisis muncul. Pada saat ini, seorang pemimpin tidak hanya
diharapkan telah mempersiapkan diri tapi juga diharapkan untuk tetap tampil
secara maksimal sama seperti saat memimpin pada saat-saat keadaan normal.
2. Pemimpin harus dapat menggeser fokus mereka dari sekedar meraih sukses
menjadi ke arah memberi makna. Pemimpin diharapkan tidak hanya peduli
kepada dirinya sendiri dan organisasinya, karena pemimpin berbasis nilai
bertindak untuk memberikan pengaruh positif pada dunia tidak hanya sebatas
pada organisasi mereka.

9
Lebih lanjut Suryana (2010) menjelaskan tentang nilai-nilai yang harus
dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu: jujur dalam perkataan, jujur dalam perbuatan,
mampu menerima keadaan diri, mampu menguasai diri, mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan, perlakuan baik terhadap diri sendiri, sikap baik terhadap
pekerjaan, memiliki keinginan untuk maju, mampu memperlihatkan kemampuannya,
mampu mengemas harapan, mahir berkomunikasi, memiliki gambar diri yang baik,
mampu mengevaluasi diri, patuh tapi selaras, dan tidak mudah menyerah.
Amir (2012) menambahkan mengenai VBL, sebagai berikut:
1. Kepemimpinan berbasis nilai (value based leadership) kepala sekolah
merupakan kepemimpinan yang mencerminkan dasar moral yang
mendasari keputusan pengelolaan dan tindakannya mengacu luas pada
prinsip-prinsip dasar atau nilai-nilai inti seperti; kejujuran, keadilan, sikap
tulus, percaya diri, disiplin keteladanan serta memiliki integritas dan
tanggung jawab sosial, komitmen dan efektif dalam bekerja.
Menurut Kuczmarski & Kuczmarski (1995), terdapat 10 inisiatif yang perlu
dilakukan pemimpin yang menerapkan model VBL:
1. Build personal relationships (Membangun hubungan personal)
Blanchard (1996) mengemukakan bahwa pencapaian tertinggi sebagai seorang
pemimpin adalah memenangkan hormat dan kepercayaan dari anggota timnya. Harris
dalam Bush (2008) menambahkan bahwa pemimpin yang efektif memiliki pengaruh
yang kuat terhadap para anggotanya. Perlu diperhatikan juga bahwa pemikiran
Brundrett et. al. (2003) yang menyatakan bahwa kekuatan atau kekuasaan pemimpin
tidak hanya bergantung kepada diri mereka sendiri, tetapi terhadap para pengikutnya
juga. Dengan kata lain, hal ini dapat terjadi apabila pemimpin memiliki hubungan
(relationship) dengan orang-orang yang dipimpinnya. Kuczmarski dan Kuczmarski
juga (1995) mengemukakan bahwa prinsip mendasar dalam mengembangkan pola
pikir yang berbasis nilai adalah dengan membangun hubungan.
Kuczmarski & Kuczmarski (1995) juga memaparkan karakteristik yang
diperlukan seorang pemimpin untuk untuk membangun sebuah hubungan yang
efektif, sebagai berikut:
a. Listen actively (mendengarkan dengan aktif)
b. Empathetic (berempati)
c. Attitudes are positive and optimistic (Berperilaku positif dan optimis)
d. Delivers on promises & commitments (Menepati janji & komitmen)

10
e. Energy level is high (Berenergi tinggi)
f. Recognizes self-doubts and vulnerabilities (Mengenali keraguan dan
kerentanan diri)
g. Sensitivity to other’s needs, values, and potential. (Memiliki kepekaan
terhadap kebutuhan, nilai-nilai dan potensi orang lain.
2. Know the personal goals of each group member (Mengetahui tujuan
personal dari setiap anggota organisasi)
3. Have a feel for group members (Memiliki perasaan terhadap anggota-
anggota organisasi)
4. Allow for group conflicts (Mengijinkan terjadinya konflik di
organisasi)
5. Manage learning (Mengatur pembelajaran)
6. Share responsibility (Membagi tanggung jawab)
7. Use teaming (Mendayagunakan tim)
8. Communicate two-ways (Berkomunikasi dua arah)
9. Link internal culture with external performance (Menghubungkan
budaya internal dengan penampilan eksternal)
10. Display passion and support diversity (Menunjukan semangat dan
mendukung perbedaan)

D. Kepemimpinan Transformasional
Model kepemimpinan pendidikan lainnya yang dierlukan dalam
pengembangan organisasi yaitu transformational leadership atau kepemimpinan
transformasional. Menurut Engkoswara dan Komariah (2012), kepemimpinan
transformasional muncul berkaitan dengan berkembangnya zaman pengetahuan yang
harus ditransformasikan secara komprehensif dan intensif pada bawahan. Lebih lanjut
Engkoswara dan Komariah (2012) menjelaskan bahwa pemimpin transformasional
adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator yang memberi peran
mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Kepemimpinan transformasional
diterapkan tidak saja dilandaskan pada kebutuhan akan penghargaan diri, tetapi juga
untuk menumbuhkan kesadaran pemimpin untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan
kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan.

11
Lebih jauh Engkoswara dan Komariah (2012) menjelaskan tentang empat
dimensi dalam kepemimpinan transformasional yang juga dikenal dengan 4I:
1. Idealized influence (kharisma),
2. Inspirational motivation (motivasi yang inspirasional),
3. Intellectual stimulation (stimulasi intelektual),
4. Individualized consideration (pertimbangan perseorangan).
Contoh kepala sekolah yang menerapkan kepemimpinan transformasional
adalah kepala sekolah yang menerapkan ICT (Information, Communication and
Technology) dalam proses pembelajaran dan manajemen di sekolah yang
dipimpinnya. Kemudian, kepala sekolah tersebut menjadi contoh dengan belajar
memanfaatkan ICT untuk keperluan sekolah, sehingga hal tersebut dapat mendorong
guru-guru, para staf, dan murid-muridnya, bahkan orang tua murid untuk mempelajari
ICT lebih lanjut.

IV. Desain Program Kepemimpinan dalam Pengembangan Organisasi


Pendidikan
Langkah selanjutnya setelah mengetahui pentingnya peran kepemimpinan
dalam pengembangan organisasi adalah menyiapkan desain program kepemimpinan
untuk menciptakan para pemimpin baru karena dalam melaksanakan pengembangan
organisasi perlu dilakukan regenerasi pemimpin. Design program kepemimpinan yang
diperkenalkan dalam makalah ini disebut “leaders develop leaders”. Program ini
membutuhkan kerjasama tidak hanya dari para pemimpin tetapi juga dari para
anggota senior organisasi. Mereka akan menciptakan para pempimpin baru untuk
mempimpin organisasi di masa depan.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Johnson (2010) tentang desain
program kepemimpinan. Program pengembangan kepemimpinan harus memberikan
dampak yang nyata. Program pengembangan kepemimpinan hanya membawa arti
nyata apabila diterapkan kedalam konteks kerja nyata sehari-hari para peserta
pelatihan. Oleh karena itu, salah satu penerapan program pengembangan
kepemimpinan adalah dengan membuat komunitas para pemimpin.
Noel Tichy, Profesor dan Direktur Program Kepemimpinan Global
Universitas Michigan, dalam Cacioppe (1998) mendorong dengan keras kepada
pemimpin untuk menyediakan 1/3 dari waktunya untuk mengembangkan
kepemimpinan anggota organisasi yang dipimpinnya. Terdapat tiga alasan mengapa

12
pemimpin senior memiliki peran penting dalam program pengembangan penelitian.
Pertama, organisasi yang sukses dibangun dengan ide-ide yang dibangun oleh
pemimpin senior. Selama program pengembangan penelitian berlangsung, para
peserta terbuka terhadap ide-ide dan arahan-ahan yang baru terutama ide-ide dan
arahan-arahan dari pemimpin senior mereka. Mendengar ide-ide dan arahan-arahan
baru tersebut secara langsung dari pemimpin senior memberikan dampak positif
tersendiri bagi para peserta pelatihan. Kedua, pemimpin senior bertindak sebagai
guru dalam program pelatihan. Para pemimpin senior menyampaikan materi dan
mengaitkannya dengan keadaan yang sedang terjadi di lingkungan kerja mereka.
Pemimpin senior dapat memilih topik diskusi yang relevan dengan apa yang mereka
alami saat ini, daripada menyampaikan topik yang jangkauannya luas namun tidak
dapat diaplikasikan secara langsung terhadap organisasi. Ketiga, pemimpin senior
memiliki kerangka deskripsi kerja setiap tingkat pekerjaan dalam suatu organisasi.
Pemimpin senior memberikan fokus untuk tujuan dan tindakan umum yang dapat
diimplementasikan di lingkungan pekerjaan.
Alan Mumford, Professor Pengembangan Manajemen di Pusat Manajemen
Internasional, dalam Cacioppe (1998) menambahkan alasan-alasan mengapa
pemimpin harus mengembangkan pemimpin lainnya. Alasan-alasan tersebut adalah:
1. Membawa kepuasan pribadi dengan menolong orang lain tumbuh.
2. Kemampuan, pengetahuan dan wawasan akan berkembang sebagai hasil dari
membagi pengalaman dengan orang lain.
3. Dengan meningkatan kinerja orang lain, orang-orang dapat meningkatkan
kemampuan mereka dalam mengatasi tugas-tugas yang biasa mereka lakukan
yang dapat memungkinkan mereka untuk mengejar tanggung jawab
kepemimpinan yang lebih luas.
Dalam konteks pendidikan di sekolah, para pemimpin sekolah dapat
menerapkan program “leaders develop leaders”. Saat hendak membuat komunitas
para pemimpin, harus dimulai dengan proses perencanaan yang menggabungkan
berbagai pandangan dari para pemimpin (kepala sekolah dan wakil kepala sekolah)
dan guru senior. Tantangan dan pengalaman kepemimpinan yang nyata dari para
pemimpin digunakan sebagai sumber bahan didiskusikan dalam komunitas para
pemimpin. Faktanya, pengalaman nyata dari para pemimpin dapat memberikan
wawasan baru. Pada dasarnya, komunitas para pemimpin diselenggarakan untuk
mengidentifikasi tantangan nyata yang dihadapi pemimpin; bagaimana menghadapi

13
dan mengatasi tantangan tersebut; hingga menghasilkan perkembangan lembaga.
Menurut pendapat penulis, program “leaders develop leaders” dapat
diterapkan di sekolah dengan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Sekolah harus memiliki guru-guru senior yang menjadi panutan bagi guru-
guru lainnya terutama bagi guru-guru baru.
2. Semua guru dapat mendengar visi dan misi sekolah dan juga hal-hal yang
dapat diterapkan untuk membantu melaksanakan pekerjaan mereka secara
langsung dari kepala sekolah.
3. Menyediakan kesempatan untuk guru senior agar dapat berkomunikasi secara
intens dengan kepala sekolah sekolah untuk mengerti permasalahan-
permasalahan, keinginan, dan komitmen sekolah.
4. Guru senior diajarkan bagaimana untuk menyampaikan visi dan misi sekolah
dan juga hal-hal yang dapat diterapkan untuk membantu melaksanakan
pekerjaan mereka kepada anggota mereka. Guru senior atau guru pemimpin
setiap tingkat kelas / mata pelajaran dapat menggunakan pengalaman mereka
sendiri dalam mengaplikasikan visi misi dan hal-hal lainnya yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah secara
tidak langsung menantang guru senior atau guru pemimpin setiap tingkat kelas
/ mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan dan insting
kepemimpinan mereka.
5. Guru senior juga terlibat secara aktif dalam membantu guru-guru lainnya
dalam kelas pelatihan kepemimpinan termasuk melayani pertanyaan-
pertanyaan dari guru-guru.
Adapun keuntungan penerapan program “leaders develop leaders” yang
penulis kaitkan dengan pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Orang-orang yang terlibat dalam pelatihan program “leaders develop leaders”
tidak hanya mempelajari pengetahuan tentang kepemimpinan, tetapi juga
menjalani pengalaman praktis sebagai pemimpin. Dengan memberikan
pengalaman praktis sebagai pemimpin kepada peserta pelatihan, maka
perserta pelatihan dapan memperdalam pengertian mereka tentang
pengetahuan sebagai pemimpin. Selain itu, pengalaman praktis menjadi
pemimpin tersebut juga menjadi sebuah tes bagi peserta pelatihan untuk
menerapkan pengetahuan mereka tentang kepemimpinan.

14
2. Guru senior terbuka dalam membagi pengalaman kepemimpinan mereka
terhadap guru-guru sehingga guru-guru yang belum pernah menjadi pemimpin
dapat merasakan suasana yang nyaman dalam mempelajari dan
mengembangkan kemampuan kepemimpinan mereka.
3. Kepala sekolah dan HRD (Human Resource Development) dapat berbagi
tugas dalam memberikan pelatihan kepada guru-guru. HRD dapat
memberikan pengembangan kompetensi guru secara umum, sedangkan kepala
sekolah dapat memberikan pelatihan secara lebih khusus.

V. Kesimpulan
Tidak ada hal yang abadi selain perubahan. Organisasi pendidikan perlu terus
berkembang karena selalu terdapat perubahan yang terjadi. Untuk mempertahankan
eksistensinya, bersaing dengan para kompetitornya, bahkan menjadi model bagi
organisasi pendidikan lainnya, organisasi pendidikan harus melakukan pengembangan
organisasi. Upaya pengembangan organisasi sangat memerlukan dukungan peran
kepemimpinan. Dalam pengembangan organisasi, perlu ada regenerasi untuk
menciptakan para pemimpin yang baru. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar
organisasi pendidikan menerapkan desain program kepemimpinan “leaders develop
leaders”.

VI. Referensi
Amir, Muhtar. (2012). Kontribusi Kepemimpinan Berbasis Nilai (Value-Based
Leadership) Kepala Sekolah Dan Iklim Organisasi Sekolah Terhadap
Produktivitas Sekolah Pada Smp Negeri Di Kabupaten Halmahera Timur.
(Thesis). Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
[Online]. Diakses dari http://repository.upi.edu/7952/.

Blanchard, Ken. (1996). The Leadership Pill. New York: Free York.

Brundrett, M., Burton, Neil., & Smith, R. (2003). Leadership in Education. London:
SAGE Publication Ltd.

Bush, Tony. (2008). Leadership and Management Development in Education.


London: SAGE Publication Ltd.

15
Bushe, G. R. & Marshak, R. J. (2009). Revisioning Organizational Development:
Diagnostic and Dialogic Premises and Patterns of Practice. The Journal of
Applied Behavioral Science, 45 (3), hlm. 348-368.

Cacioppe, R. (1998). Leaders Developing Leaders: An Effective Way to Enhance


Leadership Development Programs, Leadership & Organization Development
Journal, Vol. 19 Iss 4 pp. 194 – 198. Perth: Emerald.

-------. (1998). An Integrated Model and Approach for the Design of Effective
Leadership Development Programs. Leadership & Organization Development
Journal, Vol. 19 Iss 1 pp. 44 - 53. Perth: Emerald.

Engkoswara & Komariah. (2012). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfa Beta.

Gallos, J. V. (Penyunting). (2006). Organization Development. California: Jossey-


Bass.

Johnson, G. (2010). Strategic Leadership Levelopment Program at the University of


York, Strategic HR Review, Vol. 9 Iss 4 pp. 5 – 12. London: Emerald.

Kraemer, H.M.J. (2011). From Values to Action: The Four Principles of


Values-Based Leadership. San Fransisco, CA.: Jossey-Bass, A Wiley Imprint.

Kuczmarski, S.S., & Kuczmarski, T.D. (1995) Values-Based Leadership. New Jersey:
Prentice Hall, Inc.

Rothwell, W.J. & Sullivan, R.L. (Penyunting). (2005). Practicing Organization


Development: A Guide for Consultant. California: Pfeiffer.

Rosmiaty, T., & Kurniady, D.A. (2014). Kepemimpinan Pendidikan. Dalam Tim
Dosen Administrasi Pendidikan. Manajemen Pendidikan (hlm. 125-162).
Bandung: Alfa Beta.

Suryana, Asep (2010) Kepemimpinan Berbasis Nilai (Value-Based Leadership)


Dalam Pencapaian Tujuan Organisasi Melalui Budaya Kerja; Studi Tentang
Pengaruh Kepemimpinan Berbasis Nilai; Nilai-Nilai Personal Dan Komitmen
Dalam Pencapaian Tujuan Organisasi Melalui Budaya Kerja; Sikap Kerja,
Disiplin Kerja, Kualitas Kerja, Dan Hubungan Kerja Di Sekolah Menengah
Kejuruan. (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung. [Online]. Diakses dari http://repository.upi.edu/7555/.

16

Anda mungkin juga menyukai