Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK KECIL

SISTEM PERKEMIHAN

Glumerulonefritis

Disusun Oleh:

1. Candra Trilukita Nugraha ( 1602009 )


2. Dina Sophia ( 1602015 )
3. Gabriella Febrianti Christine ( 1602018 )
4. Yunus Harianto (1602057 )

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

PRODI SARJANA KEPERAWATAN SEMESTER V

TAHUN AJARAN 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan
pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai
dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada
tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi,
meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan
perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Tujuan
Dapat memahami tentang pengertian, penyebab, tanda gelaja, proses perjalanan penyakit,
pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan dari glomerulonefritis.

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Glumerulonefritis ?
2. Apa saja tanda dan gejala dari Glumerulonefritis ?
3. Apa saja komplikasi dari Glumerulonefritis ?
4. Apa saja penatalaksanaan dari Glumerulonefritis ?
5. Bagaimana cara mencegah terjadinya Glumerulonefritis ?
6. Epidemiologi ?
7. Prognosis ?
8. Legal etik ?
9. Klasifikasi ?
10. Pemeriksaan diagnostik ?
11. Anatomi fisiologi ?
12. SAP ?
13. ASKEP ?
14. Jurnal ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler
ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 2013).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 2009).

2. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai
Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih
besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-
lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens.
Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.

Di seberangnya terdapat kutub tubuler,


yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut
sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit.
Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron
ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina
rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel
epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan
dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal
kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler
glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti
ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali
protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan
dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.Laju filtrasi
glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi
nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).
Besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler
tersebut.

3. Etiologi
Penyebab dari glomerulonefritis antara lain :
a. Infeksi kuman streptococus.
b. Reaksi immunologis.
c. Penyakit metabolik.
d. Virus dan bakteri.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis glomerulonefritis akut meliputi tahap awal dan tahap akhir. Tahap awal
meliputi :
a. Hematuria.
b. Proteinuria.
c. Azotemia (abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea, kreatinin,
senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada darah).
d. Berat jenis urin meningkat.
e. Laju endap darah meningkat.
f. Oliguria.

Sedangkan pada tahap akhir meliputi :


a. Bendungan sirkulasi.
b. Hipertensi.
c. Edema.
d. Gagal ginjal tahap akhir.

Manifestasi klinis pada glomerulonefritis kronis meliputi :


a. Edema.
b. Nocturia.
c. Berat badan menurun.
d. Pada urinalisis terlihat adanya albumin dan eritrosit.
e. Dysuria.
f. Urine berwarna merah kecoklat-coklatan.
g. Menurun output urine.

5. Pathway
6. Klasifikasi
A. Glomerulonifritis Akut.
Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh lain sehingga tubuh
berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman penyebabnya. Apabila pengobatan
terhadap peradangan tubuh lain itu tidak adekuat, maka tubuh akan memproduksi antibodi
dan antibodi dalam tubuh akan meningkat jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak
glomerulus ginjal dan menimbulkan peradangan. Akibat dari peradangan tersebut, maka
glomerulus ginjal tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dengan baik, karena menurunnya
lagu filtrasi ginjal (GFR) dan aliran darah ke ginjal (REF) mengalami penurunan. Darah,
protein dan substansi lainnya yang masuk ke ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang
dalam urine sehingga dapat menyebabkan terjadinya proteinuria dan hematuria.
Pelepasan sejumlah protein secara terus menerus ini akan mengakibatkan hipoprotein.
Hal ini menyebabkan tekanan osmotik sel akan menurun dan menjadi lebih kecil dari tekanan
hidrostatik sehingga cairan akan berpindah dari plasma keruangan interstisial dan
menyebabkan edema fasial yang bermula dari kelopak mata dan kondisi kronik edema ini
akan mengenai seluruh tubuh. Adanya peningkatan tekanan darah akibat mekanisme renin
angiotensin yang merupakan respon tubuh untuk mengurangi sirkulasi volume cairan dan
reabsorbsi air dan natrium ditubuh akan bertambah sehingga terjadi edema.

B. Glomerunofritis Kronik
GNK memiliki karakteristik kerusakan glomerulus secara progesif lambat dan kehilangan
filtrasi renal secara perlahan-lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari
ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan
yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah glomerulus dan tubulusnya
berubah menjadi jaringan parut dan bercabang-cabang arteri menebal. Akhirnya terjadi
kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir.

7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan glomerulonefritis mencakup :
a. Penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin,
b. Tes dipstik urin dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari seldarah merah dan
silinder,
c. Ekskresi protein 24 jam,
d. USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal.
e. Tes-tes imunologis penting untuk menemukan apakah glomerulonefritis tersebut bersifat
sekunder atau tidak, dan tes ini harus mengikutsertakan antibodi sitoplasmik antineurotrofil
(antineurotrophil cytoplasmic antibodies [ANCA]), faktor antinuklear (antinuclear factors
[ANF]), komplemen C3 dan C4, antibodi anti-membran basal glomerulus (anti-glomerular basal
membran [anti-GMB]), dan titer antistreptolisin O (ASO)
f. Biopsi ginjal dibutuhkan untuk menegakan diagnosis yang akurat, namun biasanya tidak
dilakukan apabila ginjalnya berukuran kecil.
g. Urinalisis (UA) menunjukan hematnya gross, protein dismonfik dan bentuk tidak serasi
Sdm, leusit dan gips hialin.
h. Laju filtrasi glomerulus menurun, klerins kreatinin pada urin digunakan sebagai pengukur
dal LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan
cara arus tengah (midstream).
i. Nitrogen Urea Darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai
menurun.
j. Albumin serum dan protein total mungkin normal atau sedikit menurun (karena
hemodilusi).
k. Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifikasi jenis protein urin yang
dikeluarkan dalam urin.
l. Elektrolit serum menunjukan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-
kadar kalium dan klorida.

8. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke
7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan
darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu
dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria
dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad.Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal
pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6
minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat
menetap untuk beberapa bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi
umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan
urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat
terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini
karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 %
akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronis.

9. Epidemiologi Glomerulonefritis
Berdasarkan studi literature review dari tahun 1980-2010 mengenai insiden primary
glomerulonephritis (GN) worldwide yang dilakukan oleh 40 studi insidensi primary GN di
Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Kanada, Australasia, dan Timur Tengah menunjukkan
bahwa rata-rata glomerulonefritis ditemukan pada dewasa dengan 0,2/100.000/tahun untuk
membrano-proliveratife GN dan 0,2/100.000/tahun untuk mesangio-proliveratife
GN.Glomerulonefritis mewakili 1-15% penyakit glomerulus. Meskipun berjangkit secara
sporadik, insidensi dari Poststreptococcal Glomerulonephritis (PSGN) telah turun selama
beberapa dekade terakhir. Faktor yang menyebabkan hal ini kemungkinan adalah adanya
layanan kesehatan yang lebih baik dan peningkatan kondisi sosioekonomi.
Berdasarkan statistik internasional, penyakit Berger merupakan penyebab tersering dari GN.
Meskipun insidensi PSGN turun di negara barat, namun insidensi PSGN masih tetap tinggi di
daerah-daerah seperti India, Afrika, Karibia, Malaysia, Pakistan, Papua Nugini, dan Amerika
Selatan. Di Nigeria, insidensi GN pada anak 3-16 tahun adalah 15,5 kasus/tahun dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 1,1:1. Prevalensi PSGN lebih besar pada GN yang
berasosisasi dengan faring daripada GN yang bearsosiasi dengan kulit.
PSGN dapat terjadi pada semua usia, akan tetapi biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun.
Hanya 10% PSGN yang terjadi pada dewasa di atas 40 tahun. Secara keseluruhan, PSGN sering
terjadi pada anak usia 6-16 tahun. GN akut predominan terjadi pada laki-laki dengan
perbandingan 2:1 pada wanita. Higenitas yang rendah pada beberapa kelompok sosioekonomi
menunjukkan adanya insidensi yang tinggi pada infeksi PSGN, akan tetapi hal ini bukan berarti
PSGN memiliki predileksi untuk beberapa ras atau kelompok.

10. Penatalaksanaan

A. TERAPI
a. Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulus pasca streptococcus akut, maka
diperlukan terapi antibiotik profilaksis obat pilihan (penicilin). Terapi profilaksis harus
dilanjutkan sampai beberapa bulan walaupun tahap akut sudah berlalu.
b. Terapi diuretik juga diberikan apabila ada kelebihan beban cairan yang berat (edema
berat). Apabila kelebihan cairan tidak dapat dikendalikandengan diuretik dan diet,
kemudian terjadi hipertensi, obat antihipertensi harus diberikan.
c. Kerusakan glomerulus akibat proses otoimune dapat diobati dengan kortikosteroid
untuk immunospresi.
d. Inhibitor ACL (Enzim Pengubah Angiotensin) dapat mengurangi kerusakan pada
individu dengan hipertensi kronis.

B. DIET
Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus rendah garam. Apabila BUN
dan kretinin meningkat, supan protein juga dibatasi pada 1-1,2 g/kg per hari. Diet pasien
harus mengandung cukup karbohidrat agar tubuh tidak menggunakan protein sebagai sumber
energi untuk mencegah mengecilnya otot (pelisutan otot) dan ketidakseimbangan nitrogen.
Pasien ini memerlukan 2.500-3.500 kalori per hari. Berat badan ditimbang setiap minggu
untuk memantau penurunan berat badan karena edema berkurang atau berat badan menurun
akibat ada pelisutan otot. Asupan kalium juga dibatasi apabila laju filtrasi glomerulus kurang
dari 19 ml/menit. Kontrol glukosa yang ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat
atau mengurangi progres glomerulonefritis.

AKTIVITAS
Selama masih ada tanda-tanda klinis glomerulonefritis, pasien harus melakukan tirah baring/
bed rest sampai manifestasi klinis hilang

11. Pencegahan
Sebagian besar kondisi glomerulonefritis tidak dapat dicegah. Namun, ada beberapa langkah
yang dapat diupayakan:
• Hubungi dokter untuk penanganan segera bila Anda mengalami kondisi nyeri tenggorokan
akibat infeksi Streptokokus atau kondisi impetigo.
• Kendalikan tekanan darah tinggi, salah satu faktor yang meningkatkan risiko cedera pada
ginjal.
• Kendalikan kadar gula darah untuk mencegah nefropati diabetik (gangguan ginjal akibat
diabetes).
• Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa jenis glomerulonefritis,
seperti HIV dan hepatitis, ikuti panduan seputar hubungan seksual yang aman. Hindari pula
penggunaan narkotika berbahaya.
12. Komplikasi
A. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Trjadi sebagai akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus
B. Ensefalopati hipertensi
C. Gagal ginjal kronik
D. Edema di otak

13. Pencegahan
Sebagian besar kondisi glomerulonefritis tidak dapat dicegah. Namun, ada beberapa langkah
yang dapat diupayakan:
• Hubungi dokter untuk penanganan segera bila Anda mengalami kondisi nyeri tenggorokan
akibat infeksi Streptokokus atau kondisi impetigo.
• Kendalikan tekanan darah tinggi, salah satu faktor yang meningkatkan risiko cedera pada
ginjal.
• Kendalikan kadar gula darah untuk mencegah nefropati diabetik (gangguan ginjal akibat
diabetes).
• Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa jenis
glomerulonefritis, seperti HIV dan hepatitis, ikuti panduan seputar hubungan seksual yang
aman. Hindari pula penggunaan narkotika berbahaya

14. Legal etik

a) Autonomy

Pasien berhak menyetujui ataupun menolak tindakan yang akan dilakukan, pada pasien
Glomerulonefritis perawat memberi edukasi tentang tindakan termasuk tentang
keuntungan dan kerugian bila tidak dilakukan lalli memberikan informrnconsent pada klien
untuk persetujuan maupun penolakan tindakan

b) Beneficience
Perawat memberikan edukasi pada klien tentang pentingnya pola hidup seperti berhenti
merokok dan minum alohol sangan bermanfaat untuk meningkatkan kognitif klien
sehingga nantinya pasien sadar, mau, dan mampu memodifikasi gaya hidup agar lebih
sehat
c) Non Maleficience

Saat melakukana tindakan kepeawatan hendaknya perawat mempertimbangkan


penggunaan alat-alat medis yang dapaat menimbulkan cedera atau trauma pada klien

d) Veracity

Perawat jujr dalam menyampaikan informasi pada klien terkait kondisi mapun tindakan
yang akan dilakukan, misalnya pada kasus Glomerulonefritis perawat mengatakn dengan
jujur seaberapa parah lalu aoa bahaya yang dapat timbul
e) Justice

Perawat harus adil dalam memberlakukan pasien, misalnya dalam pemenuhan kebutuhan.

f) Confidentiality

Pasien Glomerulonefritis yang parah, perawat harus menjaga privasi klien salah satunya
tidak membicarakan kondisi pasien dengan orang lain

g) Fidelity

Pasien glomerulonefritis pada lansia yang emosinya cenderung lebih sensitif sehingga perawat
hendaknya menunjukan empati dengan selalu mendengarkan apa yang disampaikan oleh pasien,
menjaga mata saat berbicara, selalu ada ketika pasien membutuhkan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pendidikan, perkerjaan.
b. Keluhan utama : keluhan bervariasi meliputi keluhan nyeri pada pinggang atau
kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki bengkak, pusing atau badan cepat lelah.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola aktifitas dan latihan
Kelemahan, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia.
b. Pola istirahat dan tidur
Tidak dapat tidur telentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia, keletihan
c. Pola persepsi dan konsep diri
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan adema dan perawatan yang
lama.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum, ttv, kesadaran
b. Aktivitas/ istirahat
- Gejala : kelemahan/malaise
- Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
c. Sirkulasi
- Tanda : hipertensi, pucat, edema
d. Eliminasi
- Gejala : perubahan pola berkemih (oliguria)
- Tanda : perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
e. Nutrisi dan metabolik
- Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
- Tanda : penurunan berat badan
f. Pernafasan
- Gejala : nafas pendek
- Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, pernapasan kussmaul
g. Nyeri/kenyamanan
- Gejala : nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
a. Hb menurun (8-11)
b. Ureum dan serum kreatinin meningkat
c. Elektrolit serum (natrium meningkat)
d. Urinalisis (BJ, urine meningkat : 1,015-1,025, albumin +, eritrosit +, leukosit +
e. Rongent : IPV abnormalitas pada sistem penampungan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan
natrium
b. Perubahan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia
c. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia prosedur dialisis

INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan
natrium
Tujuan :
Kriteria hasil : kelebihan volume cairan teratasi
1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnea
3. Terbebas dari distensi vena jugularis
4. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung

Intervensi Rasional
1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar dan data
dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi
intervensi
2. Batasi masukan cairan 2. Pembatasan cairan akan menentukan
berat badan tunuh ideal, haluaran urin
dan respon terhadap terapi
3. Identifikasi sumber potensi cairan 3. Sumber kelebihan cairan yang tidak di
ketahui dapat di identifikasi
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga 4. Pemahaman meningkatkan kerja sama
rasional pembatasan pasen dan keluarga dalam pembatasan
cairan
5. Bantu pasien dalam menghadapi 6. Kenyamanan pasien meningkatkan
ktidaknyamanan akibat pembatasan kepatuhan terhadap pembatasan diet
cairan

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari keutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : pemenuhan kebutuhan tercukupi
Kriteria hasil :
1. adanya peningkatan berat badan
2. mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3. tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. tidak terjdi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi 1. Menyediakan data dasar untuk memantau


perubahan dan mengevaluasi intervensi
2. Kaji pola diet nutrisi 2. Pola diet dahulu dan sekarang dapat di
pertimbangkan dalam menuyusun menu
3. Kaji faktor yang berperan dalam 3. menyediakan informasi mengenai faktor
merubah masukan nutrisi lain yang dapat di ubah/dihilangkan untuk
meningkatkan masukan diet
5. Menyediakan makanan kesukaan 6. Mendorong peningkatan masukan diet
pasien dalam batas-batas diet
7. Timbang berat badan tiap hari 8. Untuk memantau status cairan dan nutrisi

c. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia prosedur dialisis


Tujuan : kondisi klien stabil saat aktivitas
Kriteria :
1. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
2. Tanda-tanda vital normal

Intervensi Rasional

1. Kaji faktor yang menimbulkan 1. menyediakan informasi tentang indikasi


keletihan tingkat keletihan
2. tingkatkan kemandirian dalam 2. meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan
aktivitas perawatan diri yang dapat memperbaiki harga diri
di toleransi, bantu jika keletihan
terjadi
3. anjurkan aktivitas alternatif sambil
3. mendorong latihan dan aktivitas dalam
istirahat batas-batas yang dapat di toleransi dan
istirahatkan yang adekuat
4. anjurkan untuk istirahat setelah 5. istirahat yang adekuat di anjurkan setelah
dialisis dialisis, yang bagi banyak pasien sangat
melelahkan
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Penyakit Infeksi

B. Pokok bahasan : Glomerulonefritis Akut

C.Hari dan Tanggal: Rabu, 31 Oktober 2018


D.Waktu : 30 Menit
E.Tempat : Ruang C RS Bethesda
F.Sasaran : Keluarga Klien
G. Tujuan

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah melakukan penyuluhan, klien dan keluarga dapat memahami dan dapat
melakukan perawatan pada anggota keluarga yang menderita Glomerulonefritis Akut.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penyuluhan, klien dan anggota keluarga mampu:
a.Menjelaskan tentang penyakit Glomerulonefritis Akut
b.Menyebutkan penyebab Glomerulonefritis Akut
c.Menyebutkan tanda dan gejala Glomerulonefritis Akut
d.Menjelaskan bagaimana pencegahan penyakit Glomerulonefritis Akut
e.Menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit Glomerulonefritis Akut

H. Materi

1. Penyakit Glomerulonefritis Akut


2 . Penyebab Glomerulonefritis Akut
3.Tanda dan gejala Glomerulonefritis Akut
4. Pencegahan penyakit Glomerulonefritis Akut
5.Komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit Glomerulonefritis Akut
KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU
Pendahuluan a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam 5 menit
dan b. Memperkenalkan b.Mendengarkan
Apersepsi diri danmemperhatikan
c. Menyampaikan
tujuan penyuluhan
d. Melakukan
Apersepsi
Isi a. Menjelaskan a. Mendengarkan 15 menit
pengertian b. memperhatikan
glumerulonefritis
akut
b. Menjelaskan
penyebab
glumerulonefritis
akut
c. Menjelaskan
pencegahan
glumerulonefritis
akut
d. Menjelaskan tentang
komplikasi dari
glumerulonefritis
akut

Tanya Jawab a. Memberi a. Bertanya 5 menit


kesempatan b. Menjawab
masyarakat untuk pertanyaan
bertanya
b. Menjawab
pertanyaan
c. Memberi pertanyaan
Penutup a. menyimpulkan a. mendengar 5 menit
b. memberi saran b. menjawab
c. memberi salam salam
d. menutup pertemuan.

I. Evaluasi
1. Formatif :
Masyarakat memahami penyakit glumerulonefritis akut

Evaluasi Sumatif :
Masyarakat dapat :
a. Menjelaskan pengertian glumerulonefritis akut
b. Menjelaskan penyebab glumerulonefritis akut
c. Menjelaskan tanda dan gejala glumerulonefritis akut
d. Menjelaskan pencegahan glumerulonefritis akut
e. Menjelaskan komplikasi dari glumerulonefritis akut
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus
kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal.
Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi streptococus.
2. Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami pengerasan
(sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik dan
arteriosklerosis.

B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu pengetahuan kepada
pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar sudi kiranya
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC
Chris O’calloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai