PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan pokok yang sering dihadapi dalam dunia kesehatan tidak lain
adalah reaksi hospitalisasi serta dampak yang ditimbulkannya.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama
proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh stress (Supartini, 2004).
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih,
takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000).Perasaan tersebut dapat timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak
aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan
sesuatu yang dirasakannya menyakitkan. Apabila anak stress selama dalam
perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat
stres anak semakin meningkat (Supartini, 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan, pasien anak yang dirawat di rumah sakit
masih sering mengalami stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap
pengobatan, asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan.
Fakta tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian
perawat dalam pengelolah asuhan keperawatan (Nursalam, 2005)
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hospitalisasi?
2. Apa saja reaksi saat dilakukannya hospitalisasi?
3. Apa dampak dari hospitalisasi terhadap peran dan perilaku pasien serta keluarga?
4. Apa upaya perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi?
5. Apa manfaat dari hospitalisasi?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi hospitalisasi
2. Untuk mengetahui reaksi dalam hospitalisasi
3. Untuk mengetahui dampak dari hospitalisasi terhadap peran dan perilaku pasien
serta keluarga
4. Untuk mengetahui cara mengatasi dampak hospitalisasi
5. Untuk mengetahui manfaat hospitalisasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hospitalisasi
Menurut Potter & Perry (2005), hospitalisasi adalah pengalaman yang penuh
tekanan, utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang
lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan.
Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau
gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan (Parini, 1999).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan , bergantung
pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk
rumah sakit (Stuart, 2007, hal :102).
Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang terencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi & perawatan
sampai dipulangkan kembali ke rumah. Perasaan yang sering muncul pada anak :
cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2000). Bila anak stress maka
orang tua juga menjadi stress dan akan membuat stress anak semakin meningkat
(Supartini, 2000).
Hospitalisasi terjadi apabila dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
anak mengalami suatu gangguan fisik maupun mentalnya yang memungkinkan
anak untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Secara sederhana, hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit
berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam
perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan
penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat menimbulkan ketegangan
dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku yang
mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di
rumah sakit.
3
B. Reaksi Terhadap Hospitalisasi
4
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus ( masker,
pakaian isolasi, sarung tangan, penutup kepala ) dan keluarga yang tidak dapat
bebas berkunjung akan membuat anak menjadi stress dan takut berada di rumah
sakit.
3. Privasi yang terhambat
Hal ini biasanya terjadi pada anak remaja.Sikap yang biasanya mucul adalah rasa
malu.Contohnya dalam berpakaian.Anak merasa tidak bebas berpakaian.
5
- Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut, menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama
dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai , keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan
kelompok sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa
digambarkan dengan verbal dan non verbal
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya.
Pembatasan aktifitas menyebabkan kehilangan kontrol.
Reaksi yang muncul :
Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkanrespon :
bertanya-tanya
menarik diri
menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi dan perasaan yang muncul dalam
hospitalisasi:
Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua yaitu : takut, rasa bersalah, stress
dan cemas (Halsom and Elander, 1997)
Rasa takut pada orang tua selama anak di RS terutama pada kondisi sakit anak
yang terminal, karena takut kehilangan anak yang dicintainya dan adanya
perasaan berduka (Brewis, 1995).
Perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua merasa stress,
hal ini akan membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan
menyebabkan anak menjadi semakin stress (Supartini, 2000).
Perasaan cemas dan takut
6
o Rasa cemas paling tinggi dirasakan orang tua pada saat menunggu informasi
tentang diagnosis penyakit anaknya (Supartini, 2000)
o Rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada
kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995).
o Perilaku yang sering ditunjukan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas
dan takut ini adalah : sering bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-
ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah
(Supartini, 2000)
Perasaan sedih
o Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua
mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh
o Pada saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan
dialami orang tua
o Pada kondisi ini orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati
orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini,
2000).
Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan menurut Supartini (2004) , adalah sebagai
berikut :
o Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adanya dukungan psikologis yang diterima orang tua, baik
dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa,
bahkan frustrasi.
o Sering kali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak
tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa (Supartini, 2004).
7
6. Kebudayaan dan kepercayaan
7. Komunikasi dalam keluarga
8
ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, selama dirawat di rumah sakit , klien
berulang kali diperiksa oleh petugas kesehatan—dalam hal ini perawat dan
dokter. Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar tidak dilihat oleh orang lain tiba-
tiba dilihat dan disentuh oleh orang lain. Hal ini tentu membuat klien merasa tidak
nyaman. Kedua, klien adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan
bergantung dengan orang lain, kondisi ini cenderung membuat klien “pasrah” dan
menerima apapun tindakan petugas kesehatan kepada dirinya asalkan ia cepat
sembuh. Menyikapi hal tersebut , perawat harus selalu memperhatikan dan
menjaga privasi klien ketika berinteraksi dengan mereka. Beberapa hal yang
dapat perawat lakukan guna menjaga privasi klien adalah sebagai berikut:
Setiap akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus memberitahu
dan menjelaskan perihal tindakan tersebut terhadap klien.
Memerhatikan lingkungan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan .
yakinkan lingkungan tersebut menunjang privasi klien.
Menjaga kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan klien.
Sebagai contoh setelah melakukan pemasangan kateter, perawat tidak
boleh menceritakan alat kelamin klien kepada orang lain sekalipun dengan
teman sejawat.
Menunjukan sikap profesional selama berinteraksi dengan klien. Perawat
tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang membuat klien merasa malu
atau marah. Sikap tubuhpun tidak boleh layaknya majikan kepada
pembantu.
Libatkan klien dalam aktivitas keperawatan sesuai dengan batas
kemampuannya jika tidak ada kontraindikasi.
b. Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pada gaya
hidupnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah
tempat tinggal klien serta oleh perubahan kondisi kesehatan klien.Aktifitas hidup
yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan aktifitas yang dijalaninya di
rumah sakit.
c. Otonomi Diri
9
Individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi
ketergantungan. Artinya ia akan pasrah terhadap tindakanapapun yang akan
dilakukan oleh petugas kehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukan,
klien yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan otonomi. Untuk
mengatasi perubahan ini , perawat harus selalu memberi tau klien sebelum
melakukan intervensi apapun dan melibatkan klien dalam intervensi baik secara
aktif maupun pasif.
d. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu
sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang perawat , peran yang diharapkan
adalah peran sebagai perawat , bukan sebagai seorang dokter. Selain itu , peran
yang dijalani seseorang juga tergantung status kesehatannya. Peran yang dijalani
sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani sewaktu sakit. Hal ini
sesuai dengan peran sakit yang dijalani individu . tidak mengherankan jika klien
yang dirawat dirumah sakit mengalami perubahan peran. Perubahan yang terjadi
akibat hospitalisasi tidak hanya berpengaruh terhadap individu tetapi juga pada
keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1. Perubahan peran
Jika salah seorang anggota keluarga sakit, maka akan terjadi perubahan peran
dalam keluarga. Sebagai contoh : jika yang sakit adalah seorang ayah , peran
sebagai kepala keluarga akan dijalankan oleh ibu. Tentunya perubahan peran ini
mengharuskan dilaksanakannya tugas tertentu sesuai dengan peran tersebut.
2. Masalah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi .keuangan yang sedianya
akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan
untuk kepentingan perawatan klien. Akibatnya keluarga mulai mengalami
masalah keuangan. Masalah keuangan ini sangat riskan, terutama pada keluarga
yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan , beban keuangan
keluarga semakin bertambah.
3. Kesepian
Suasana di rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga yang
dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi oleh keceriaan, kgembiraan
10
dan senda gurau anggota keluarga , tiba-tiba diliputi oleh kesedihan. Suasana
keluarga pun menjadi sepi karena perhatian keluarga berpusat pada penanganan
anggota keluarga yang sedang dirawat.
4. Perubahan kebiasaan sosial
Sewaktu ada anggota keluarga yang dirawat, keterlibatan anggota keluarga dalam
masyarakat menjadi berubah.
Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
2. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
3. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
11
1. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
2. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
3. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
4. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam
perencanaan kegiatan
12
o laksanakan pengkajian .
o Lakukan pemeriksaan fisik.
13
kategori baik
14
4. Membantu keluarga mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi
selama anak menjalani perawatan.
Peran perawat sebagai koordinator :
1. Bekerjasama atau berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak.
2. Bekerjasama dengan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar selama
anak dihospitalisasi.
3. Melibatkan keluarga dalam membantu pemberian tindakan keperawatan pada
anak.
4. Berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam pemberian asuhan keperawatan
yang menyeluruh selama anak dihospitalisasi.
Peran perawat dalam pembuatan keputusan etik :
1. Menghargai hak keluarga anak
2. Meminta pengunjung keluar jika jam berkunjung sudah selesai.
3. Berkolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan perawatan yang
diberikan jika keluarga tidak setuju terhadap tindakan yang dilakukan kepada
anak.
4. Memutuskan tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada anak.
Peran perawat sebagai perencana kesehatan :
1. Bekerjasama dengan pihak rumah sakit dalam menciptakan suasana yang
nyaman dan bersih.
2. Berkolaborasi dengan dokter sebelum memberikan tindakan medis maupun
keperawatan pada anak selama di hospitalisasi.
3. Bekerjasama dengan ahli gizi untuk pemberian diet yang sesuai dengan
kondisi anak.
4. Menyampaikan pendapat tentang hal-hal yang bisa meningkatkan pelayanan
kesehatan anak.
15
E. Manfaat Hospitalisasi
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
http://fitriatulaini14.blogspot.co.id/2013/11/konsep-hospitalisasi.html . Diakses
pada tanggal 25 September 2015
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/31/jtstikesmuhgo-gdl-
lilynurnan-1504-1-bab1-3-n.pdf di akses pada tanggal 30 september 2015
18