Anda di halaman 1dari 30

Kepada Yth.

dr. Neni Sumarni, Sp. A

REFLEKSI KASUS

Seorang Bayi Laki-Laki Usia 4 Bulan dengan Vomitus dan Diare Akut dengan
Dehidrasi Tidak Berat

Disusun oleh :
Ananta Hutagalung
30101407132

Pembimbing :
dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, M.Si Med
dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A, M.Si Med
dr. Neni Sumarni, Sp. A
dr. Adriana Lukmasari, Sp. A
dr. Harancang Pandih Kahayana, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KRMT WONGSONEGORO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ananta Hutagalung


NIM : 30101407132
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul : Seorang Bayi Laki-Laki Usia 4 Bulan dengan Diare Akut dengan
Dehidrasi Tidak Berat dan Vomitus

Semarang, Agustus 2018


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang

Pembimbing,

dr. Neni Sumarni, Sp. A


1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. GAK
Umur : 4 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Tlogorejo Tegowanil, Grobogan
Bangsal : Nakula 4
No. CM : 448XXX
Tanggal Masuk RS : 22 Agustus 2018

Nama Ayah : Tn. B


Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Ny. N


Umur : 27 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2. DATA DASAR
I. DATA DASAR
I. Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan orang tua pasien dilakukan pada tanggal 26
Agustus 2018 jam 08.10 WIB di bangsal Nakula 4 dan didukung
dengan catatan medis.
a. Keluhan Utama : Muntah, Mencret/BAB cair
b. Keluhan Tambahan : Demam (-), Batuk (-), Pilek (-)
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sepasang suami istri membawa bayinya yang berusia 4 bulan
ke RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang pada tanggal 22
Agustus 2018 dengan mengeluhkan diare sejak 2 hari yang lalu.
Dalam sehari, sang bayi dapat mengalami diare sebanyak lebih dari
8 kali. Diare didapatkan jumlah sekitar ½ gelas belimbing dengan
sedikit lendir, sedikit berampas, dan terasa panas. Pada diare
didapatkan darah (-), bau asam (-), menyemprot (-), seperti air
cucian beras (-). Bayi tampak kehausan (+). Bayi juga mengalami
penurunan frekuensi BAK. Tidak terdapat keluhan lain seperti
demam, batuk, serta pilek.

Selain itu, ibu pasien juga mengeluhkan anaknya yang sering


muntah. Keluhan tsb dialami bayi sejak 2 hari yang lalu. Sang bayi
muntah setiap kali meminum susu formula yang diberikan. Bayi
dapat muntah lebih dari 3 kali dalam sehari. Bayi hanya muntah
dalam jumlah sedikit pada setiap muntahnya. Pada muntahan hanya
didapatkan muntahan susu, tanpa darah. Ibu pasien telah
menghentikan pemberian ASI segera setelah bayi berusia 2 bulan,
dan asupan ASI digantikan oleh hanya susu formula sampai
sekarang tanpa asupan makanan lain.

Selama 4 hari perawatan di rumah sakit, ibu pasien mengatakan


muntah telah berhenti namun masih tetap diare dengan frekuensi
yang telah berkurang. Diare telah berkurang menjadi sekitar 3 kali
dalam sehari. Pada diare didapatkan sedikit ampas, lendir (-), darah
(-), nyemprot (-), berbau asam (-), cucian beras (-), terasa panas (-).
Keluhan lain seperti demam (-), batuk (-), pilek (-). Ibu mengatakan
bayi tampak lebih aktif dari pertama kali dirawat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal.
 Riwayat alergi disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan

 Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (-)


 Lingkungan sekitar rumah padat penduduk, bersih
 Tidak terdapat keluhan serupa pada tetangga sekitar

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Ibu pasien mengatakan terdapat total 4 orang yang tinggal di
rumahnya. Pasien tinggal di rumah bersama kedua orang tua dan 1
saudara perempuan berusia 3 tahun. Ayah pasien bekerja sebagai
wiraswata sehari-hari dan Ibu pasien sebagai Ibu Rumah Tangga.
Sumber biaya pengobatan pasien berasal dari BPJS.
Kesan : Keadaan Sosial Ekonomi Cukup

II. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Ibu biasanya memeriksa kandungannya secara teratur 1 bulan
sekali ke bidan terdekat. Saat kehamilan hingga usia ke-9 bulan,
pemeriksaan rutin dilakukan 1x/bulan hingga lahir. Selama hamil ibu
telah mendapat suntikan TT 2x. Riwayat ibu muntah berlebih (-), sakit
kepala berat (-), riwayat jatuh saat kehamilan (-), riwayat minum jamu
dan pijat perut (-), riwayat hipertensi kehamilan (-), riwayat
perdarahan dan trauma saat hamil disangkal.
Kesan: Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal Baik.
III. Riwayat Persalinan
Anak laki-laki lahir dari ibu G3P2A1, hamil 38 minggu, lahir
secara spontan di puskesmas, lahir dengan keadaan langsung menangis
kencang. Berat Badan Lahir sekitar 3.500 gram, dengan Panjang
Badan saat lahir sekitar 48 cm, lingkar kepala dan lingkar dada saat
lahir ibu tidak ingat. Tidak ada kelainan bawaan.
Kesan : Neonatal Aterm, Lahir Normal.

IV. Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan postnatal dilakukan di puskesmas, anak tidak
dalam keadaan BBLR dan baik.
Kesan : Riwayat Pemeliharaan Postnatal Baik.

V. Riwayat Imunisasi
1. 0 bulan : Hepatitis B0, Polio 1
2. 2 bulan : DPT-HiB-HepB 1, Polio 2
3. 3 bulan : DPT-HiB-HepB 2, Polio 3
Kesan: Riwayat imunisasi belum lengkap

VI. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan :

Berat badan lahir 3.500 gram dengan panjang badan saat lahir 48 cm.
Berat badan sekarang 6,5 kg dengan panjang badan 68 cm.

Perkembangan :

Senyum : 2 bulan
Miring : 2 bulan
Tengkurap : 3 bulan

Kesan: Perkembangan dan Pertumbuhan sesuai anak seusianya


VII. Riwayat Pemberian Makan dan Minum
Ibu mengatakan anak diberikan ASI hanya 1 bulan pertama.
Sejak usia 2 bulan anak diberikan susu formula.
Kesan : Kualitas dan Kuantitas makan minum kurang.

VIII. Pemeriksaan Status Gizi


Data antopometri :
Umur = 4 bulan
Berat Badan = 6,5 kg
Panjang Badan = 68 cm

WAZ = BB - Median/SD = (6,5 – 6,7) / 1 = - 0,2


(Berat Badan Normal)
WHZ = BB - Median/SD = (6,5 – 8,0) / 0,8 = - 1,875
(Gizi Baik)
HAZ = PB – Median/SD = (68 – 63,7) / 2,70 = 1,59
(Perawakan Normal)

Kesan : Status Gizi Baik

IX. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 26 Agustus 2018 pukul
08.10 WIB, anak laki-laki usia 4 bulan, BB 6,5 kg, PB 68 cm.
1. Keadaan Umum :
Compos mentis, anak kurang aktif, tanda dehidrasi (+)
2. Tanda Vital :
 Nadi : 120x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
 Suhu : 36,60C
 Pernapasan : 24x/menit
 SpO2 : 97%
 BB : 6,5 kg
3. Status Generalis
 Kepala : Normocephale (berada diantara -2< SD <+2 )
pada grafik nellhaus, UUB cekung
 Kulit : Sianosis (-), Turgor kembali lambat, CRT < 2
detik
 Mata : Cekung (+), Konjungtiva Anemis (-), Sklera
Ikterik (-), Air Mata Berkurang (+).
 Telinga : Discharge (-), Nyeri (-/-), Serumen (-/-).
 Hidung : Sekret (-), Napas Cuping Hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), Bibir Kering (-), Sariawan (-).
 Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-)
 Thorax
i. Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V 2 cm medial
linea midclavicula sinistra, tidak melebar,
tidak kuat angkat.
Perkusi : batas jantung sulit dinilai.
Auskultasi : bunyi suara jantung I dan II reguler, bising
(-), gallop (-).
ii. Pulmo :
Inspeksi : gerak nafas simetris/ tidak ada nafas
tertinggal, retraksi supraklavicula (-),
retraksi epigastric (-)
Palpasi : krepitasi (-), massa (-)
Perkusi : normal, sonor
Auskultasi : vesikuler seluruh lapang paru dextra
et sinistra, ronkhi (-), wheezing (-),
hantaran (-)
 Abdomen :
Inspeksi : dinding abdomen datar
Auskultasi : BU (+) meningkat
Palpasi : massa (-), cubitan kulit melambat, supel,
defense muscular (-), hepar dan lien dalam batas
normal.
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
 Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
 Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Pelebaran vena -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah

Pemeriksaan Hasil 22/8/2018 Nilai Normal Satuan


HEMATOLOGI
Hb 10,7 11-15 gr/dl
Hematokrit 33,10 40-52 %
Jumlah leukosit 15.700 6000-17.000 /µl
Jumlah trombosit 684.000 150-400ribu /µl
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 182 70-110 mg/dL
Natrium 145 135-150 mmol/L
Kalium 6.30 3.50-5.0 mmol/L
Kalsium 1.56 1.12-1.32 mmol/L
2. Pemeriksaan Faeces Rutin

Pemeriksaan Hasil 23/8/2018 Nilai Normal


MAKROSKOPIS
Warna Kuning
Konsistensi Cair Lembek
Bau Khas
Lendir (-) (-)
Darah (-) (-)
MIKROSKOPIS
Protein Faeces (-) (-)
Karbohidrat (-) (-)
Lemak POS (1+) (-)
Eritrosit 0-1
Amoeba (-) (-)
Telur Cacing (-) (-)
Leukosit 2-3
Bakteri POS (1+)
Jamur (-)
Lain-Lain (-)

V. RESUME
Sepasang suami istri membawa bayinya yang berusia 4 bulan ke RSUD
KRMT Wongsonegoro Semarang pada tanggal 22 Agustus 2018 dengan
mengeluhkan diare sejak 2 hari yang lalu. Dalam sehari, sang bayi dapat
mengalami diare sebanyak lebih dari 8 kali. Diare didapatkan jumlah sekitar
½ gelas belimbing dengan sedikit lendir, sedikit berampas, dan terasa panas.
Pada diare didapatkan darah (-), bau asam (-), menyemprot (-), seperti air
cucian beras (-). Bayi tampak kehausan (+). Pada pemeriksaan didapatkan
mata dan . Bayi juga mengalami penurunan frekuensi BAK. Tidak terdapat
keluhan lain seperti demam, batuk, serta pilek.

Selain itu, ibu pasien juga mengeluhkan anaknya yang sering muntah.
Keluhan tsb dialami bayi sejak 2 hari yang lalu. Sang bayi muntah setiap kali
meminum susu formula yang diberikan. Bayi dapat muntah lebih dari 3 kali
dalam sehari. Bayi hanya muntah dalam jumlah sedikit pada setiap
muntahnya. Pada muntahan hanya didapatkan muntahan susu, tanpa darah.
Ibu pasien telah menghentikan pemberian ASI segera setelah bayi berusia 2
bulan, dan asupan ASI digantikan oleh hanya susu formula sampai sekarang
tanpa asupan makanan lain.

Selama 4 hari perawatan di rumah sakit, ibu pasien mengatakan muntah


telah berhenti namun masih tetap diare dengan frekuensi yang telah
berkurang. Diare telah berkurang menjadi sekitar 3 kali dalam sehari. Pada
diare didapatkan sedikit ampas, lendir (-), darah (-), nyemprot (-), berbau
asam (-), cucian beras (-), terasa panas (-). Keluhan lain seperti demam (-),
batuk (-), pilek (-). Ibu mengatakan bayi tampak lebih aktif dari pertama kali
dirawat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan anak kompos mentis, tampak


sakit sedang, tanda dehidrasi (+), tampak kehausan, kesan gizi baik, tanda
vital : Nadi 120 x/menit, Suhu 36,60C , Pernapasan 24 x/menit. Pada
pemeriksaan status internus tampak mata cekung, turgor kembali lambat, dan
bising usus meningkat.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Diare akut
2. - Berdasarkan Durasi
 Diare Akut
 Diare Persisten
 Diare Kronik

- Berdasarkan Dehidrasi
 Diare Tanpa Dehidrasi
 Diare dengan Dehidrasi Tidak Berat
 Diare dengan Dehidrasi Berat

- Berdasarkan Etiologi
 Bakterial
 Viral
 Jamur
 Parasit
3. Kolera
4. Vomitus
5. Status gizi
i. Status gizi lebih
ii. Status gizi baik
iii. Status gizi kurang

VII. DIAGNOSIS KERJA


Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang/Tidak Berat
Vomitus Akut
Status Gizi Baik

VIII. TERAPI
- Rehidrasi
 Cairan rehidrasi awal (oralit) 75 mg/KgBB dalam 3 jam pertama.
BB  6,5x75 ml = 487,5 ml oralit dalam 3 jam
 Oralit 5-10 ml/kgBB tiap kali BAB cair.
BB 6,5 x 5 ml = 32,5 ml
 Rehidrasi parenteral (intravena) bila anak muntah tiap diberi
minum sedikit demi sedikit atau lewat pipa nasogastrik.
o BB 3-10 kg  200ml/kgBB/hari
o BB 10-15 kg  175ml/kgBB/hari
o BB >15kg  135ml/kgBB/hari
BB  6,5 x 200 ml  1300ml/hari
TPM  (1300x15) / (60x24) = 13,54 = 13 tpm
- Koreksi Gangguan Keseimbangan Asam Basa dan Elektrolit
 Hiperkalemia (K >5 mEq/L)
o Pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5-1 ml/kgBB
iv perlahan selama 5-10 menit
1ml x 6,5 kg = 6,5ml selama 5-10 menit
- Zinc Tab 10mg (1/2 tablet) per hari selama 10 hari

- Non Medikamentosa
 Tirah Baring
 Peningkatan frekuensi ASI

IX. USULAN
- Analisis Gas Darah

X. MONITORING
- Monitoring KU, kesadaran, Tanda vital, tanda dehidrasi, tanda
overdehidrasi.
- Monitoring frekuensi dan konsistensi BAB dan BAK.
XI. EDUKASI
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang pentingnya
menjaga kebersihan, terutama mencuci tangan sebelum makan,
sebelum memberi ASI pada anak.
2. Menjelaskan kepada ibu agar anak tidak bermain ditempat yang kotor
dan tanah yang basah.
3. Meminumkan obat penurun panas jika anak demam
4. Memotivasi orang tua untuk memberi ASI samapai umur 2 tahun
5. Memotivasi orang tua agar rajin memberikan oralit
6. Memberitahukan orang tua agar memberikan zinc selama 10 hari
berturut turut
7. Memberikan makanan yang bergizi
8. Membersihkan daerah sekitar payudara sebelum memberikan ASI

XII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIARE CAIR AKUT


2.1.1. Definisi
Diare cair akut merupakan diare yang terjadi secara akut dan
berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari),
dengan pengeluaran tinja yang lunak / cair. Mungkin disertai muntah dan
panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan
makanan kurang dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi
disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terpenting diare pada anak-anak
adalah Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio
cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus (Behrman, 2009).
2.1.2. Epidemiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain
makanan dan minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung
dengan tinja penderita.
Terdapat beberapa perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan, menggunakan botol susu yang tercemar, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, menggunakan air
minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak
mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum memasak makanan, tidak membuang tinja secara benar
(Ardhani, 2008).
Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare antara lain tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi / imunosupressif.
Umur Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan,
insiden paling banyak pada umur 6 – 10 bulan (pada masa pemberian
makanan pendamping).
Variasi musiman pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi.
Pada daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada
musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus) puncaknya pada
musimdingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun,
frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare
karena bakteri adalah pada musim hujan.
Kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan
proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukan
imunitas aktif.
2.1.3. Etiologi
a. Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. (Behrman, 2009).
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
c. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu.
d. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).

Gambar 1. Bagan Penyebab penyakit diare


Gejala Klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Lendir darah - Sering Kadang - + -

Bau - - Busuk + - Amis khas


Warna Kuning- Merah- kehiajauan Tak Merah- Seperti air
hijau hiaju berwana hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -

Lain lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteorismu Inf sistemik -


s

Gambar 2. Mikroorganisme penyebab diare

2.1.4. Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare
yaitu:
a. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare (Poorwo, 2003).
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare karena peningkatan isi lumen usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya dapat timbuldiare (Poorwo, 2003).
2.1.5. Diagnosis
Pada diare cair akut dapat ditemukan gejala dan tanda-tanda sebagai
berikut:

a. BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekuensi lebih dari 3kali sehari
b. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
c. Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas
d. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu
kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda
tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya
mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut:
a. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Tanda vital dalam batas normal
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mukosa mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat
 Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat
komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare
frekuen) (Ardhani, 2008).
b. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
 Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mucosa mulut dan bibir sedikit kering
 Turgor kurang
 Akral hangat
 Pasien harus rawat inap (Ardhani, 2008).

c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)


 Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau
lebih tanda tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi atau koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak
ada, mucosa mulut dan bibir sangat kering
 Anak malas minum atau tidak bisa minum
 Turgor kulit buruk
 Akral dingin
 Pasien harus rawat inap (Ardhani, 2008).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,


tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat
paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus,
berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak
lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
(Behrman, 2009).
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya
dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah
yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan
meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120
x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera
diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti
suatu keadaan gagal ginjal akut.
2.1.6. Tatalaksana
1. Tatalaksana
Apabila derajat dehidrasi yang terjadi akibat diare sudah di tentukan,
baru kemudian menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara
konsisten.. Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
 Rehidrasi
 Dukungan nutrisi
 Supplement zinc
 Antibiotik selektif
 Edukasi orang tua

a. Diare Cair Akut Tanpa Dehidrasi


Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara
lain sebagai berikut:
1) Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada
biasanya untuk mencegah dehidrasi. Dapat kita gunakan cairan
rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan cair
(seperti sup dan air tajin) dan bila tidak ada air matang, kita
dapat menggunakan larutan oralit untuk anak. Pemberian
larutan diberikan terus semau naak hingga diare berhenti.
Volume cairan untuk usia kurang dari 1tahun : 50-100cc, untuk
usia 1-5 tahun mendapat 100-200cc, untuk usia lebih dari 5
tahun dapat diberikan semaunya.
2) Pemberian tablet Zinc
Pemberian tablet zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-
turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Dosis zinc untuk
anak bervariasi, untuk anak usia dibawah 6 bulan sebesar 10mg
(1/2 tablet) perhari, sedangkan untuk usia diatas 6 bulan
sebesar 20 mg perhari. Zinc diberikan selama 10-14 hari
berturut-turut, meskipun anak telah sembuh dari diare.
3) Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi
4) Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak
membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut buang air
besar cair lebih sering, muntah terus menerus, rasa haus yang
nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.
5) Anak harus diberi oralit di rumah Formula oralit baru yang
berasal dari WHO dengan komposisi sebagai berikut:
 Natrium : 75 mmol/L
 Klorida : 65 mmol/L
 Glukosa, anhydrous : 75 mmol/L
 Kalium :20 mmol/L
 Sitrat :10 mmol/L
 Total osmolaritas :245 mmol/L
Ketentuan pemberian oralit formula baru :

Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200 ml air


matang, berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air
besar dengan ketentuan untuk anak usia kurang dari 1 tahun
berikan 50-100 ml setiap kali buang air besar, sedangkan
untuk anak berumur lebih dari 1 tahun berikan 100-200 ml
tiap kali buang air besar.
b. Diare Cair Akut dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam
pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang
berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali buang air
besar.
c. Diare Cair Akut dengan Dehidrasi Berat
Anak-anak dengan tanda-tanda dehidrasi berat dapat
meninggal dengan cepat karena syok hipovolemik, sehingga
mereka harus mendapatkan penanganan dengan cepat.
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Ada beberapa hal
yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi
yang cepat dan akurat, yaitu:
1) Menentukan cara pemberian cairan
Penggantian cairan melalui intravena merupakan
pengobatan pilihan untuk dehidrasi berat, karena cara
tersebut merupakan jalan tercepat untuk memulihkan
volume darah yang turun. Rehidrasi IV penting terutama
apabila ada tanda-tanda syok hipovolemik (nadi sangat
cepat dan lemah atau tidak teraba, kaki tangan dingin dan
basah, keadaan sangat lemas atau tidak sadar). Cara lain
pemberian cairan pengganti hanya boleh bila rehidrasi IV
tidak memungkinkan atau tidak dapat ditemukan
disekitarnya dalam waktu 30 menit.
2) Jenis cairan yang hendak digunakan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah
kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium
tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik
7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan
oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
3) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak
diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Jika memungkinkan, penderita sebaiknya
ditimbang sehingga kebutuhan cairannya dapat diukur
dengan tepat. Kehilangan cairan pada dehidrasi berat setara
dengan 10% berat badan (100 ml/kg).
Bayi harus diberi cairan 30 ml/kg BB pada 1 jam pertama,
diikuti 70ml/kg BB 5 jam berikutnya, jadi seluruhnya 100
ml/kgBB selama 6 jam. Anak yang lebih besar dan dewasa
harus diberi 30 ml/kgBB pada 30 menit pertama, diikuti 70
ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya sehingga seluruhnya
100 ml/kgBB selama 3 jam. Sangat berguna memberi tanda
pada botol, untuk menunjukan jumlah cairan yang harus
diberikan setiap jam bagi setiap penderita.
Sesudah 30 ml/kg cairan pertama diberikan , nadi radialis
yang kuat dapat teraba. Bila masih lemah dan cepat, infuse
30 ml/kg harus diberikan lagi dalam waktu yang sama.
Meskipun begitu hal ini jarang dibutuhkan. Larutan oralit
dalam jumlah kecil harus juga diberikan melalui mulut
(sekitar 5ml/kg BB per jam) segera setelah penderita dapat
minum, untuk memberi tambahan kalium dan basa. Hal ini
biasa dilakukan setelah 3-4 jam untuk bayi dan 1-2 jam
untuk penderita yang lebih besar.
4) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan meliputi oral dan intravena. Larutan
oralit dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl,
2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral
pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah
rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.

2. Tata Kerja Terarah untuk mengidentifkasi Penyebab Infeksi.


Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan
dengan dengan keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat
diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan
pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap (Hasan, 2007).
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah,
elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik
pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi
Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti
serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah
melihat hasil pemeriksaan penyaring (Hasan, 2007).
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
 Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
 Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan
kadang-kadang darah.
3. Memberikan terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan
kerugian dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid
akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif
karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang
seyogyanya cepat dieliminasi. (Pusponegoro, 2004).
4. Memberikan terapi definitif.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
a. Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
b. V. parahaemolyticus,E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
c. A. aureus : Kloramfenikol
d. Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan
Quinolon seperti Siprofloksasin
e. Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
f. Helicobacter: Eritromisin
g. Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
h. Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
i. Balantidiasis: Tetrasiklin
j. Candidiasis: Mycostatin
k. Virus: simtomatik dan support (Hasan, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M (2006). Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah dan Perdarahan Samar.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta: Bagian Penyakit
Dalam FKUI, pp: 295.

Ardhani punky, 2008, Art of Theraphy: Ilmu Penyakit Anak, Pustaka Cendekia
Press: Jogjakarta

Dib N, Oberti F, Cales P (2006). Current management of complications of portal


hypertension: variceal bleeding and ascites. CMA Media Inc.pp: 1433-43.

Hasan Rusepno et all, 2007, Ilmu Kesehatan Anak 1: cetakan ke 11,


Infomedika: Jakarta.

Hassan R, Alatas H (2007). Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 2. Jakarta:

Price SA, Wilson LM (2007). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


6th Edition. Jakarta: EGC, pp: 1332-1333.

Poorwo sumarso et all, 2003, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi & Penyakit
Tropis, Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Pusponegoro hardiyono et all, 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak:


edisi I, Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai