Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

TUMOR PARU

Oleh:

Diah Kartikaningtyas (201110410111039)

Keke Tri F (201110410111047)

Jamilah (201110410111040)

Pembimbing:

dr. Hajar Ariyani, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH

LAMONGAN
BAB 1

PENDAHULUAN

Kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi

di dunia. Lebih dari 1,3 juta kasus baru kanker paru dan bronkus di seluruh

dunia,menyebabkan 1,1 juta kematian tiap tahunnya. Dari jumlah insiden dan

prevalensi didunia, kawasan Asia, Australia, dan Timur Jauh berada pada tingkat

pertama dengan estimasi kasus lebih dari 670 ribu dengan angka kematian

mencapai lebih dari 580 ribu orang. Sampai saat ini kanker paru masih menjadi

masalah besar di dunia kedokteran.(1)

Di Amerika Serikat kejadian kasus baru kanker paru pada tahun 2005

mencapai 172.570 (laki-laki 93.010 dan perempuan 79.560). Dari kasus tersebut

jumlah yang meninggal mencapai 163.510 (laki-laki 90.490 dan perempuan

73.020) dan yang bias bertahan hidup sampai 5 tahun hanya 15 %. .(1)

Di Indonesia, kanker paru menjadi penyebab kematian utama kaum pria

dan lebih dari 70 % kasus kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut

(stadium IIIb atau IV) sehingga hanya 5 % penderita yang bisa bertahan hidup

hingga 5 tahun setelah dinyatakan positif. (3)

Diagnosis kanker paru pada stage dini sangat sulit karena klinis yang tidak

begitu khas dan penderita kebanyakan datang ketika penyakit sudah dalarn stage

lanjut maka keluhan justru sering muncul akibat komplikasinya yang dapat

menirnbulkan kegawatan respirasi seperti sindrorn vena kava superior (SVKS),

efusi pleura rnasif atau batuk darah.(3)

Penatalaksanaan kanker paru tergantung pada jenis sel kanker dan stage

penyakit pada saat didiagnosis. Diagnosis pasti penyakit kanker ditentukan oleh
hasil pemeriksaan patologi anatorni dengan 2 jenis pemeriksaan yaitu

histopatologi dan sitologi. Spesirnen untuk pemeriksaan sitologi lebih sederhana,

misalnya perneriksaan sputum, biopsi jarurn halus (BJH), transthocal needle

aspiration (TTNA). Jenis sel kanker paru terbanyak adalah kanker paru jenis

karsinorna bukan sel kecil (KPKBSK) mencapai >80%.2,Stage penyakit pada

saat diagnosis rnenjadi indikator survival penderita. Berbagai pilihan prosedur

dari yang noninvasiv hingga torakotomi eksplorasi dilakukan untuk mendapatkan

stage penyakit .Penderita dengan dugaan kanker paru tanpa kecurigaan tumor

ekstratoraks rnaka direkornendasikan dilakukan CT-scan toraks untuk rnenilai

status lokal rnisalnya ukuran tumor dan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB)

rnediastinal. Sensitiviti dan spesivisiti CT-scan cukup baik untuk rnenentukan

ukuran tumor dan status kelenjar getah bening dalarn sistern TNM atau

menentukan staging klinis.(3)

BAB 2
STATUS PASIEN

Identitas

Nama :Tn. Jupri

Usia : 70 tahun

Agama : Islam

Alamat : Gambuhan RT/RW 03/02 kalitengah Lamongan

No MR : 04.44.57

Anamnesa

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

RPS : pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 4 hari yang

lalu, menurut keluarga pasien awalnya mengalami sariawan sehingga

pasien tidak nafsu makan dan hanya minum saja. Pasien juga mengeluh

sesak nafas dan panas badan. Sejak 1 minggu SMRS kondisi pasien

bertambah lemah. Batuk (-)

RPD : HT disangkal, DM terkontrol, riwayat pengobatan Tb disangkal, px

pernah MRS dg keluhan yang sama dan didiagnosis sebagai Tumor paru

RPK :-

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tidak sadar

GCS : E2 V2 M5

T : 172/87 mmHg

N : 111 x/ menit

T : 38,7 0C
RR : 28x / menit

Kepala

Kepala : Mata cekung (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema

(-), reflek pupil (+) normal, isokor

Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran thyroid (-), kaku kuduk (-),

budzinky I (-).

Thorax

 Pulmo
o Inspeksi : simetris (+), retraksi (+)
o Palpasi : pergerakan diding dada tertinggal pada sisi kanan atas
o Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler ( /+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
 Jantung
o Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak.
o Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V LMC Sinistra 2 cm ke medial,

thrill (-), kuat angkat (-)


o Perkusi : Batas kiri atas ICS II parasternal Batas kanan atas ICS II

parasternal kanan Batas kiri bawah ICS V MCL (S) Batas kanan bawah

ICS V RSB
o Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, pulsasi epigastrium (-), sikatrik(-), stria (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal, suara abnormal (-)

Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-), nyeri ketok ginjal (-) defans musculer

(-), murphy sign (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok

costovertebra (-/-)

Perkusi : Tympani diseluruh regio abdomen

Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (-/-)

Inferior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

LAB 12/11/2012

DL : Diffcount 0/0/88/5/7

Hematokrit 33,2

Hb 11,0

LED 81/92

Lekosit 18.500

Trombosit 335.000

LFT

SGOT 32

SGPT 20

Serum Elektrolit

K 3,1

Na 142

Cl 109

RFT

Serum kreatinin 2,8

Urea 131

GDA 126
Blood Gas
Beb 9,0
Beecf 9,9
HC03 33,0
Ion Calcium 2,31
O2 Sat 98,2
PCo2 42,7
pH 7.502
TCo3 34,4

Assessment:

Tumor Paru

Foto Thoraks AP
Hasil pemeriksaan :

Cor : Besar dan Bentuk tak Nampak kelainan

Pulmo : Tampak massa di suprahiller kanan, batas tidak tegas,

lobulated. Tampak nodul satelit di parahiller kanan-kiri.

Tampak pneumonic rection pulmo dextra dan paracardial

kiri. Tampak destruksi costa 1-4 kanan. Kedua sinus

phrenicocostalis tajam. Tulang dan soft tissue tak Nampak

kelainan.

Kesimpulan :
Ca Paru dextra + destruksi costa 1-4 kanan+ multiple satelit nodul +

pneumonic reaction

Planning :

Diagnosa : Biopsi.

Terapi : O2 masker ketat

IVFD Assering 1000 cc/24jam

Inj. Hexilon 3x1

Inj. Levofloxacin 1x1

Konsul Sp.P

Monitoring : Keluhan

Vital sign

Edukasi : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang diagnosa,

komplikasi dan prognosa pasien

Observasi

Hari ke-1 13/11/2012

16.45  Gone

BAB 3
ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU
Paru merupakan bagian dari sistem pernapasan yang sebagian besar terdiri

dari gelembung-gelembung (alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel

epitel dan endotel. Di alveoli inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam

darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

Paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu kanan dan kiri. Paru kanan, terdiri dari

3 lobus yaitu lobus pulmo dekstra superior, lobus medialis, dan lobus inferior.

Sedangkan paru kiri mempunyai 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap-

tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil disebut segmen. Paru-paru

kanan mempunyai 10 segmen (3 segmen pada lobus superior; 2 segmen pada

lobus medialis dan 5 segmen pada lobus inferior). Paru kiri mempunyai 8 segmen

yaitu; 4 segmen pada lobus superior dan 4 segmen pada inferior.

Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang

bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan

ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah, getah bening dan saraf-saraf, dalam

tiap-tiap lobules terdapat sebuah bronkhiolus. Di dalam lobulus, bronkhiolus ini

bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-

tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.

Paru terletak pada rongga thorax yang dibungkus oleh pleura. Pleura dibagi

menjadi dua yaitu pleura viseral yang langsung membungkus paru dan pleura

parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura

ini terdapat rongga yang disebut cavum pleura.

Pada permukaan paru yang menghadap ke tengah terdapat tampuk paru

atau hilus yaitu tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan pembuluh limfe.

Permukaan tersebut menghadap ke cavum mediastinum.


KANKER PARU

Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh di paru-paru. Sebagian besar

kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru, tetapi kanker paru bisa

juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. (1)

1. Gejala Intrapulmoner

Batuk

Batuk ialah gejala umum kelainan paru dan juga merupakan gejala awal kanker

paru, berbagai kepustakaan menyatakan batuk merupakan manifestasi yang sering

dikeluhkan oleh penderita kanker paru. Patogenesis terjadinya batuk pada kanker

paru diawali dengan berbagai rangsangan reseptor batuk yang terletak di dalam

rongga toraks, antara lain terdapat di bronkus. Reseptor di bronkus utama lebih

banyakdibandingkan bronkus kecil. Jika ada rangsangan di bronkus melalui

serabut aferen diteruskan ke medula oblongata melalui cabang nervus vagus,

kemudian melalui serabut eferen menuju ke efektor yang terdapat di dalam


bronkus. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk terjadi. Bersamaan dengan

siklus itu glotis tertutup terjadi kontraksi otot-otot dada, abdomen dan relaksasi

diafragma, keadaan itu menyebabkan tekanan positif di dalam rongga dada yang

tiba-tiba dilepaskan pada saat glotis terbuka, udara keluar menggetarkan jaringan

saluran napas termasuk pita suara, sehingga menimbulkan batuk. (1)

Batuk Darah

Merupakan ekspektorasi sputum yang bercampur darah, selain disebabkan oleh

kanker paru juga disebabkan oleh penyakit paru lainnya. Batuk darah biasanya

disebabkan oleh ruptur arteri atau vena bronkial. Keluhan penderita biasanya

merasa tidak enak dan merasa panas di dada. Sulit membedakan dengan batuk

darah yang disebabkan oleh penyakit paru lainnya, tetapi biasanya batuk darah

karena kanker paru terjadi penderita berumur lebih 40 tahun. (1)

Sesak napas

Sesak napas juga merupakan suatu gejala paru, ini bisa disebabkan oleh beberapa

hal antara lain; tumor di daiam saluran napas, tumor menekan saluran napas,

kedua keadaan ini dapat menyebabkan atelektasis dan penurunan faal paru yang

berakhir dengan sesak napas. Selain keadaan di atas efusi pleura juga

menyebabkan sesak napas pada kanker paru. (1)

Nyeri dada

Nyeri dada dapat dirasakan oleh penderita kanker paru, keadaan ini disebabkan

keterlibatan pleura parietal, tergantung luas dan lokasi tumor tersebut, nyeri ini

dirasakan saat inspirasi. (1)


Gejala Intratorasik Ekstrapulmonal

Gejala yang ditimbulkan oleh kanker paru dalam rongga toraks tetapi di luar paru,

tergantung daerah yang dikenai. Beberapa kelainan yang sering menimbulkan

gejala itu antara lain :

Efusi Pleura

Efusi pleura akan memberikan gejala yang berhubungan dengan jumlah cairan

dan

produktivitinya, gejala paling sering adalah sesak napas dan nyeri dada.

Akumulasi cairan di rongga pleura dapat timbul akibat invasi tumor secara

langsung ke dalam rongga pleura, kelenjar limfe, atau sumbatan pada kelenjar

limfe sehingga mengganggu aliran limfe tersebut. Jenis cairan pleura pada kanker

paru bisa serosa atau hemoragik (1)

Pneumotoraks

Pneumotoraks dapat terjadi pada kanker paru walaupun keadaan ini jarang terjadi.

Gejala akibat pneumotoraks juga tergantung pada jumlah dan organ yang.

terdesak karena akumulasi udara dalam rongga pleura. lnvasi tumor ke parenkim

paru diduga penyebab utama terjadinya pneumotoraks. Dalam kepustakaan lain

dinyatakan bahwa rupturnya "bleb" juga memegang peranan terjadinya

pneumotoraks. (1)

Efusi perikara

Merupakan keadaan yang sering ditemukan akibat invasi tumor ke dalam rongga

perikardium, atau metastasis melalui kelenjar limfe, keadaan ini dapat

menyebabkan tamponade jantung dengan berbagai tampilan klinis. Otot jantung

(miokard) jarang
terinvasi oleh tumor paru, walaupun ada kepustakaan yang melaporkan tetapi

jumlah kasusnya sedikit. Untuk mendeteksi kelainan di jantung dilakukan

pemeriksaan ekokardiografi. (1)

Gangguan Menelan

Disebabkan oleh karena terlibatnya esofagus, biasanya terjadi akibat penekanan

dinding esofagus oleh tumor, atau karena pembesaran kelenjar limfe mediastinum,

sehingga terjadi obstruksi esophagus. (1)

Sindrom Vena Kava Suoerior

Penekanan & invasi tumor ke pembuluh darah mediastinum dapat menimbulkan

gangguan aliran darah, keadaan ini menimbulkan gejala edema di muka,

ekstremiti atas, leher bengkak,-vena-vena lengan dan dinding dada melebar,

kadang-kadang menimbulkan rasa sakit kepala dan sesak napas. (1)

Suara Serak

Kerusakan nervus rekurens dapat menyebabkan kelumpuhan pita suara yang

menyebabkan suara serak, kelumpuhan ini dapat unilateral atau bilateral, dapat

mengenai sebagian otot, misalnya otot abduktor (membuka laring), otot adduktor

(menutup laring) dan otot tensor yang menegangkan pita suara. Kelumpuhan

pitasuara ini juga mengakibatkan penderita tidak dapat berbicara keras dan

mengucapkan kalimat yang panjang, penderita berhenti sebentar untuk inspirasi. (1)

Gangguan Diafragma

Tumor dapat menyebabkan paresis atau paralisis diafragma, yang ditandai dengan

gerakan paradoks pernapasan. Nervus frenikus memegang peranan pada kelainan

ini, saraf ini berada sepanjang anterior kedua sisi dari lateral mediastinum inferior.

Kelumpuhan diafragma ini dapat dilihat dengan menggunakan fluoroskopi. (1)


Kerusakan Nervus Vagus

Kelainan ini terjadi karena peradangan dan penekanan pada nervus vagus.

Penderita mengeluh nyeri pada daerah telinga, temporal dan muka. (1)

Tumor Pancoast

Tumor ini terdapat di sulkus superior paru yang berkembang ke perifer apeks

paru. Tumor ini menekan pleksus brakialis yang melibatkan nervus torakalis I dan

nervus servikalis VIII. dengan perluasan lokal yang menimbulkan tampiIan klinis

nyeri bahu dan bagian tangan yang dipersarafi oleh nervus ulnaris, juga

menyebabkan erosi iga pertama dan kedua yang menyebabkan berkurangnya

gerak tangan dan bahu, penderita ini berjalan dengan siku yang disanggah oleh

tangan karena menahan sakit. (1)

Sindrom Horner

Sindrom ini terjadi bila tumor menekan atau mengenai nervus simpatikus

servikalis dan dapat menyebabkan kerusakan serabut-serabut simpatik . Dengan

munculan anhidrosis pada sisi yang sama (ipsilateral), gejala lain ptosis palpebra

superior, muka merah, konstriksi pupil. (1)

2. Gejala Ekstratoraksik Metatastik

Metastasis ke otak biasanya menyebabkan tekanan intra kranial meningkat dengan

keluhan sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia, mual, perubahan mental,

penurunan kesadaran. Gejala fokal neurologik seperti seizures dan afasia jarang

ditemukan. Lokasi metastasis tumor paru biasanya pada lobus frontalis serebrum

sedangkan pada sereberum jarang. Tumor paru dapat bermetastasiske medula

spinalis, jika menekan arteri spinalis anterior menyebabkan mielitis transversa.


Metastasis epidural menimbulkan nyeri punggung, fungsi otonom, hilangnya

sensori dan ataksia. (1)

Metastasis ke tulang

Tumor paru sering bermetastasis ke tulang, antara lain ke tulang belakang, pelvis

dan femur, sedangkan ke tulang ekstremiti seperti lainnya, skapula dan sternum

jarang. Sendi juga merupakan tempat metastasis tumor paru, biasanya ke sendi

siku dan sendi paha. Pada pemeriksaan cairan sendi terlihat sel-sel radang dan sel

ganas. Keluhan umumnya nyeri sendi jika digerakkan. (1)

Metastasis ke hepar

Metastasis biasanya menimbulkan pembesaran hepar, nyeri tekan, kadang-kadang

teraba nodul: .Pads pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan enzim alkali-

fostatase, transaminase aspartat amino transverase dan alanin amino transverase.

lkterus ditemukan jika terjadi obstruksi biiier. Jika terjadi kerusakan hepar yang

khas dapat menimbulkan asites. (1)

Metastasis ke adrenal .

Metastasis ini menimbulkan hipofungsi adrenal, biasanya mengenai medula dan

menimbuli kan gejala nyeri abdomen, mual dan muntah. Pada pemeriksaan

laboratorium terdapat gangguan elektrolit. (1)

Metastasis ke gastrointestinal

Metastasis umumnya melalui kelenjar limfe abdomen, metastasis ke proksimal

usus besar lebih sering dibandingkan ke rektum dan kolon sigmoid. Jika mengenai

pankreas menyebabkan pancreatitis dengan segala gambaran klinis. (1)

Metastasis ke kulit
Sangat jarang ditemukan, pernah dilaporkan menyerang kulit kepala ditandai

munculnya nodul- nodul subkutan. (1)

3. Jenis-jenis Kanker Paru (lung cancer).

Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cel Lung

Cancer

(SCLC) dan Non Small Cel Lung Cancer (NCLC).

a. Small Cell Lung Cancer (SCLC)

Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian

kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif. Apabila tidak

segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan. (2)

b. Non Small Cell Lung Cancer

80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar

dibagi

menjadi 3 yaitu: . (2)

• Adenocarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).(2)

• Karsinoma Sel Sekuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 – 30 %.(4)

• Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 – 15 %. (2)

Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70 – 80 %) sudah dalam

stadium lanjut III – IV.(2)

4. Staging

Pada kanker paru jenis SCLC ada 2 stages yaitu Limited Stage dan Extensive

Stage.
Sedangkan pada NSCLC staging dilakukan dengan sistem TNM

(T=Tumor,N=Kelenjar Getah Bening dan M=Metastase). Kalsifikasi stadium

berdasarkan TNM dapat dilihat pada tabel berikut : (3)

Keterangan Tabel :

T = Tumor

T1 : Tumor dengan ukuran kurang dari 3 cm

T2 : Tumor dengan ukuran dan perluasan sbb :

• Ukuran lebih dari 3 cm

• Melibatkan bronkus utama yang letaknya sampai ' 2 cm dari distal karina.

• Perluasan ke pleura viseral.

• Perluasan ke hilus

T3 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi :

• Tumor menginvasi dinding thorax, diafragma, pleura mediastinalis

• Tumor di dalam bronchus primarius, max 2 cm distal dari carina (tetapi tanpa

melibatkan carina). . (2)

• Tumor disertai dg atelektasis atau obstruktive pneumonitis pada seluruh paru.

T 4 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi :

• Tumor menginvasi mediastinum, cor, pembuluh darah besar, trachea, esophagus, corpus

vertebra, atau carina.(2)

• Tumor dengan efusi pleura dan efusi pericard maligna.


• Tumor dengan nodul satelit tumor yang masih dalam satu lobus pulmo ipsilateral

N = Status limfonodi regional :

N0 : Tidak ada metastasis limfonodi regional.

N1 : Metastasis di limfonodi regional atau hilar atau limfonodi intrapulmonar sebagai

akibat perluasan langsung dari

tumor primer.(2)

N2 : Metastasis di limfonodi retrotracheal, midline prevascular, subcarinal dan

mediastinal ipsilateral.

N3 : Metastasis nodal hilar contralateral atau mediastinal contralateral, serta nodus

supraclavicular dan scalenus contralateral atau ipsilateral.N x : Diskripsi N tambahan

(tetapi jarang dipakai) metastasis di limfonodi regional sulit diperkirakan.

M = Metastasis Jauh, meliputi :

M0 : Tidak ada metastasis jauh.

M1 : Ada metastasis jauh atau nodul tumor terpisah pada lobus lain dalam pulmo yang

sama atau Nodul tumor pada pulmo kontralateral (dinyatakan sebagai M1 jika jenis

histloginya sama dengan sel tumo primer.(2)

5. Faktor Penyebab Terjadinya Kanker Paru

• Perokok, risiko terkena penyakit makin besar seiring dengan banyaknya jumlah

rokok yang diisap dan semakin mudanya usia awal merokok.

• Perokok Pasif, Mengisap asap rokok, perokok pasif juga rentan terkena kanker

paru-paru meski kemungkinannya tidak sebesar perokok aktif. Di beberapa

keluarga para perokok aktif dapat menjadi 'penyebar' kanker paru karena

hubungan genetika.
• Masuknya zat-zat kimia seperti asbestos, uranium, chromium, dan nikel ke

dalam tubuh. namun kasus ini jarang terjadi. Polusi udara juga dicurigai sebagai

penyebab kanker paru namun masih sulit dibuktikan. . (2)

6. Prosedur Diagnosa

Penegakkan diagnosa kanker paru meliputi pemeriksaan klinis, laboratoium

(sputum sitologi dan tumor marker) dan pemeriksaan penunjang yang meliputi :

foto thorax, CT Scan, USG, Bone Scaning, PET, MRI dan bronchoscopi.(2)

PEMERIKSAAN CT SCAN THORAX PADA KANKER PARU

1. Manfaat CT Scan Thorax Pada Kanker Paru

Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru

juga

sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :

• Menentukan adanya tumor dan ukurannya

• Mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan

pembuluh darah besar.

• Mendeteksi adanya efusi.

• Mendeteksi adanya penyebaran ke limfonodi dan hepar.(2)

Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun

tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan,

mendeteksi

kekambuhan dan CT planing radiasi.(2)

2. Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan CT Scan thorax pada kasus kanker paru biasanya dilakukan dengan

media kontras melaui intra vena. Scaning dilakukan pre kontras dan post kontras.

Teknik pemeriksaan sangat bervariasi tergantung pada jenis CT Scan yang

digunakan (CT Generasi III, CT Spiral Single/Dual atau MDCT).(2)

a. Persiapan Pasien

• Puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan.

• Periksa laboratorium kadar ureum (BUN) dan creatinin.

• Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan breathold

technique yang digunakan.

• Cek riwayat asma, alergi dan penyakit lain.

• Cek vital sign

b. Persiapan Alat

• Peralatan CT Scan dalam keadaan Stanby

• Obat kontras non ionik 100-150 cc

• Peralatan injeksi

• Obat-obatan emergency

• Oksigen

• Suction

c. Teknik Pemasukkan Media Kontras

1) Single Bolus Injection

Teknik ini digunakan pada CT Scan tipe spiral. Media kontras dimasukkan secara

injeksi melalui vena cubiti dengan power injektor atau manual (hand). Jumlah

media kontras sekitar 60 – 150 cc dengan kecepatan 2-4 cc/detik. Scaning

dilakukan antara 30-60 detik sejak pemasukkan kontras. Banyaknya media


kontras dan kecepatan injeksi serta delay time tergantung dari berat badan dan

organ yang ingin dinilai.(2)

Tabel 2 adalah contoh yang menunjukkan besarnya dosis, kecepatan injeksi dan

scan

delay berdasarkan berat badan.

2) Drip Infusion

Biasanya dipakai pada CT Scan generasi III atau teknik slice by slice, teknik ini

tidak dapat memberikan hasil yang baik karena konsentrasi media kontras sangat

rendah.

3) Drip Infusion Dilanjutkan Dengan Bolus Injection

Yaitu pemasukkan media kontras dengan drip infus yang dilanjutkan dengan

injeksi 40-50 cc ketika scaning mencapai daerah yang yang dicuigai kelainan.

Teknik ini biasanya digunakan pada pemeriksaan CT Scan thorax dengan

menggunakan pesawat CT generasi III atau teknik slice by slice. Konsentrasi

media kontras cukup baik dan waktunya cukup lama namun dibutuhkan media

kontras dalam jumlah banyak.

4) Multiple Bolus Injection


Teknik ini cocok digunakan pada CT Scan generasi III atau teknik slice by slice.

Pemasukan media kontras dengan cara bolus injeksi yang dilakukan berulang-

ulang. Injeksi yang pertama sebanyak 30-50 cc dengan flow rate 3-5 cc/detik,

scaning dilakukan segera kemudian diikuti dengan injeksi berikutnya sebanyak

10-15 cc setiap ekspose sampai kurang lebih 150 cc.

d. Posisi Pasien

Pasien supine dengan posisi kaki dekat gantry (feet first) kedua tangan ke arah

kepala. Atur MSP tepat pada longitudinal positioning light. Kemudian pasien

dilatih tarik napas dan tahan napas serta diukur lamanya pasien bisa tahan napas.

e. Scanogram

Scanogram dibuat AP dari apex sampai upper abdomen

f. Scan Parameter

1) Mode Scan : Slice By Slice atau Spiral (sebaiknya spiral)

2) Area Scaning : Dari apex sampai sampai kelenjar supra renal (±Th.XII) atau

sampai krista iliaka

3) Slice Thickness

- Untuk slice by slice : 10 mm dan 5 mm daerah hilus atau daerah kelainan.

- Untuk spiral : 5 mm atau lebih kecil

4) Pitch dan Interval :

- Slice By Slice : Interval/indeks = slice thicknes

- Spiral : Pitch = 1 – 1,5, interval = slice thickness / lebih kecil

5) FOV : Diatur sesuai dengan ukuran tubuh (280 – 350 mm)

6) Scan Time Rotation


Pilih scan time rotation yang kecil sesuai dengan alat yang tersedia.

7) Breathhold Technique

Pada scaning teknik spiral, apabila pasien dapat menahan napas dalam jangka

waktu yang lama dapat digunakan Single Breathhold (scaning dilakukan dalam

sekali tahan napas) sedangkan bila tidak dapat menahan napas dalam jangka

waktu lama dapat dilakukan 2 atau 3 kali scaning. Scaning dilakukan pada saat

inspirasi penuh.

Pada scaning dengan teknik slice by slice setiap slice harus dilakukan pada fase

napas yang sama (inspirasi penuh dan tahan napas). Hal ini untuk mengurangi

artefak dan anatomical misregistration.

8) Gantry Tilting : None

9) Recon Algoritma : soft tisue/standar dan Lung/HR

g. Post Prosesing

1) Recont Slice Interval.

Apabila akan dibuat MPR/3D perlu dilakukan recont slice interval lebih rapat lagi

sehingga hasil MPR/3D menjadi lebih halus. Slice interval dibuat lebih rapat

menjadi setengah atau sepertiga dari slice thicknes. Recont ini hanya bias

dilakukan pada scan spiral.

2) MPR Dan 3D

MPR dan 3D perlu ditambahkan untuk menambah informasi mengenai letak lesi

secara lebih jelas. MPR yang biasa dilakukan adalah sagital dan coronal dan 3D

dengan SSD maupun Volume rendering.

3) ROI
• Pengukuran nilai HU pada lesi dan pada efusi (bila ada). Pengukuran juga

dibandingkan antara pre dan post kontras.

• Pengukuran besarnya (diameter) lesi.

4) Window dan Image Enhancement :

• Window Mediatinum/Soft tisue, untuk memperlihatkan mediastinum, cor,

pembuluh darah, dinding thorax, hepar dan soft tissue lainnya.

• Window lung, untuk menampilkan parenkim paru, fisura pulmonary, air

bronkogram.

• Window Tulang, bila diperlukan untuk menampilkan tulang (vertebra dan costa)

apabila ada metastase ke tulang.

3. Keterbatasan CT Slice By Slice dan Keunggulan CT Spiral

a. Keterbatasan CT Generasi III / Teknik Slice by Slice Pada Pemeriksaan Thorax.


(3)

• Kemungkinan terjadinya anatomy misregistration lebih besar karena adanya

variasi fase napas yang berbeda pada setiap slice.

• Terjadinya motion artefact dikarenakan scan time rotasion yang cukup lama pada

CT Generasi III (2-4 detik).

• Contras Enhance (konsentrasi media kontras) pada pembuluh darah rendah.

• Hasil MPR maupun 3D kurang baik karena motion artefact dan misregistration.

b. Keunggulan CT Spiral

• Scaning lebih cepat dan dapat dilakukan dalam single breathold (1 x tahan

napas) sehingga dapat terhindar terjadinya motion artefact dan misregistration.

• Dapat dilakukan retro recont slice interval terhadap raw data.


• Contras Enhance (konsentrasi media kontras) pada pembuluh darah jauh lebih

baik dengan scan delay dan flow rate yang tepat.

• Hasil MPR/3D jauh lebih baik.

PENGOBATAN

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti

terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan

pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-

medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita juga

merupakan faktor yang amat menentukan.(4)

1. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan

II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”,

misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain

adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru

dengan sindroma vena kava superiror berat. (4)

Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut

jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi.

Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk

lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa

batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi

sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis. (4)

Alur Tindakan Diagnosis Kanker Paru


Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah

adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan

dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji

faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah

(AGD) : (4)

Syarat untuk reseksi paru

. Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,

VEP1>60%

. Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 >

60%

2. Radioterapi

Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada

terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk


KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang

menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang

harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena

kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis

tumor di tulang atau otak. (4)

Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor

1. Staging penyakit

2. Status tampilan

3. Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan

cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :

1. Hb > 10 g%

2. Trombosit > 100.000/mm3

3. Leukosit > 3000/dl

Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

1. PS < 70.

2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

3. Fungsi paru buruk.

3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama

harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus

lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi

dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi

regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker

dapat dilakukan. (4)

Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen kemoterapi

adalah:

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian

terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi

1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat

diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.


2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb <

10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan

penyebab anemia. (4)

3. Granulosit > 1500/mm3

4. Trombosit > 100.000/mm3

5. Fungsi hati baik

6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik

masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB, mg/luas

permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rumusan AUC (area under

the curve) yang menggunakan CCT untuk rumusnya. Luas permukaan tubuh

(BSA) diukur dengan menggunakan parameter tinggi badan dan berat badan, lalu

dihitung dengan menggunakan rumus atau alat pengukur khusus (nomogram yang

berbentuk mistar). Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC

5), maka dosis dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan

nomogram.

Dosis (mg) = (target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration

rate dihitung dari kadar kreatinin dan ureum darah penderita. (4)

Evaluasi hasil pengobatan

Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikius/sekuen, bila penderita

menunjukkan respons yang memadai. Evaluasi respons terapi dilakukan dengan

melihat perubahan ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (sikius)

kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah

4 kali pemberian. (4)


Evaluasi dilakukan terhadap

- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal

- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat badan

- Respons obyektif

- Efek samping obat

Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan(4)

1. Respons komplit (complete response , CR) : bila pada evaluasi tumor hilang

100% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu.

2. Respons sebagian (partial response, PR) : bila pengurangan ukuran tumor >

50% tetapi < 100%.

3. Menetap {stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubahatau mengecil >

25% tetapi < 50%.

4. Tumor progresif (progresive disease, PD) : bila terjadi petambahan ukuran

tumor > 25% atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di tempat lain.

Hal lain yang perlu diperhatikan datam pemberian kemoterapi adalah

timbulnya efek samping atau toksisiti. Berat ringannya efek toksisiti kemoterapi

dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat WHO

Imunoterapi

Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil

penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.

Hormonoterapi

Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada hasil

penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.


Terapi Gen

Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian. (4)

PENCEGAHAN

Tidak ada cara pasti untuk mencegah kanker paru-paru, tetapi Anda dapat

mengurangi risiko jika (3)

Anda:

1. Tidak merokok. Jika Anda belum pernah merokok, jangan mulai.

Bicaralah dengan anakanak. Anda untuk tidak merokok sehingga mereka bisa

memahami bagaimana untuk menghindari faktor risiko utama kanker paru-paru.

Banyak perokok mulai merokok di usia remaja. Memulai percakapan tentang

bahaya merokok dengan anak-anak Anda lebih awal sehingga mereka tahu

bagaimana harus bereaksi terhadap tekanan teman sebaya. (3)

2. Berhenti merokok. Berhenti merokok sekarang. Berhenti merokok

mengurangi risiko kanker paru-paru, bahkan jika anda telah merokok selama

bertahun-tahun. Konsultasi dengan dokter Anda tentang strategi dan bantuan

berhenti merokok yang dapat membantu Anda berhenti. Pilihan meliputi produk

pengganti nikotin, obat-obatan dan kelompok-kelompok pendukung. (3)

3. Hindari asap rokok. Jika Anda tinggal atau bekerja dengan perokok,

dorong dia untuk berhenti. Paling tidak, minta dia untuk merokok di luar. Hindari

daerah di mana orang merokok, seperti bar dan restoran, dan memilih area bebas

asap. (3)

4. Tes radon rumah Anda. Periksa kadar radon di rumah Anda, terutama jika

Anda tinggal di daerah di mana radon diketahui menjadi masalah. Kadar radon
yang tinggi dapat diperbaiki untuk membuat rumah Anda lebih aman. Untuk

informasi mengenai tes radon, hubungi departemen kesehatan. (3)

5. Hindari karsinogen di tempat kerja. Tindakan pencegahan untuk

melindungi diri dari paparan bahan kimia beracun di tempat kerja. Perusahaan

Anda harus memberitahu Anda jika Anda terkena bahan kimia berbahaya di

tempat kerja Anda. Ikuti tindakan pencegahan atasan Anda. Misalnya, jika Anda

diberi masker untuk perlindungan, selalu memakainya. Tanyakan kepada dokter

apa lagi yang bisa Anda lakukan untuk melindungi diri di tempat kerja. Resiko

kerusakan paru-paru dari karsinogen ini meningkat jika Anda merokok. (3)

6. Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet

sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan

nutrisi yang terbaik. Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam bentuk pil,

karena mungkin akan berbahaya. Sebagai contoh, para peneliti berharap untuk

mengurangi risiko kanker paru-paru pada perokok berat memberi mereka

suplemen beta karoten. Hasilnya menunjukkan suplemen benar-benar

meningkatkan risiko kanker pada perokok. (3)

7. Menghindari minuman beralkohol. Batasi diri Anda untuk satu gelas

sehari jika anda seorang wanita atau dua gelas sehari jika anda seorang laki-laki.

Setiap orang usia 65 atau lebih tua harus minum alkohol tidak lebih dari satu gelas

satu hari.(3)

8. Olah raga. Capai minimal 30 menit olah raga pada setiap hari dalam

seminggu. Periksa dengan dokter Anda terlebih dahulu jika Anda belum

berolahraga secara teratur. Mulailah perlahan-lahan dan terus menambahkan lebih

aktivitas. Bersepeda, berenang dan berjalan adalah pilihan yang baik. Tambahkan
latihan sepanjang hari Anda - melalui taman waktu pergi kerja dan berjalan

sepanjang jalan atau naik tangga ketimbang lift. (3)

BAB 4

PENUTUP

KESIMPULAN

Assesment pasien dalam skenario ini adalah tumor. Dengan

penatalaksanaan yang sudah cukup baik sehingga pasien juga mengalami

perkembangan yang baik


Daftar Pustaka

1. Taufik, Ahmad Hudoyo. Gejala Kanker Paru. SMF Paru RSUD Bekasi

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS

Persahabatan. 2005. Jakarta.

2. Taufik, Elisna Syahruddin, dkk. Faktor Risiko, Gejala Klinis dan

Diagnosis Kanker Paru Di Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas-Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang Tahun 2005,

Bagian Pulmonoli dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fkultas Kedokteran

Universitas Andalas-RS. M. Djamil. 2005. Padang.

3. Aziza Icksan, R.M.Faisal, dkk. Kriteria Diagnosis Kanker Paru Priner

Berdasarkan Gambaran Morfologi pada CT Scan Toraks Dibandingkan

dengan Sitologi. SMF Radiologi RS Persahabatan/FKUI Departemen

Pulmonologi FKUI/RS Persahabatan, SMF Patologi Anatomi RS


Persahabatan, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. 2008.

Jakarta.

4. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Kanker Paru Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai