0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
40 tayangan7 halaman
Bank Bukopin merevisi laporan keuangan tiga tahun terakhir setelah ditemukan adanya dugaan manipulasi data kartu kredit yang melibatkan lebih dari 100.000 kartu selama lebih dari 5 tahun. Insiden ini menyebabkan penurunan laba, ekuitas, dan rasio kecukupan modal Bank Bukopin serta sedang diinvestigasi oleh otoritas terkait.
Bank Bukopin merevisi laporan keuangan tiga tahun terakhir setelah ditemukan adanya dugaan manipulasi data kartu kredit yang melibatkan lebih dari 100.000 kartu selama lebih dari 5 tahun. Insiden ini menyebabkan penurunan laba, ekuitas, dan rasio kecukupan modal Bank Bukopin serta sedang diinvestigasi oleh otoritas terkait.
Bank Bukopin merevisi laporan keuangan tiga tahun terakhir setelah ditemukan adanya dugaan manipulasi data kartu kredit yang melibatkan lebih dari 100.000 kartu selama lebih dari 5 tahun. Insiden ini menyebabkan penurunan laba, ekuitas, dan rasio kecukupan modal Bank Bukopin serta sedang diinvestigasi oleh otoritas terkait.
Dilansir dari finance.detik.com, PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) merevisi
laporan keuangan tiga tahun terakhir, yaitu 2015, 2016, dan 2017. Langkah yang dilakukan bank berkode BBKP itu menyita perhatian otoritas terkait, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank sentral menyatakan selalu memantau aktivitas dalam sistem pembayaran tanah air, termasuk jika terdapat aktivitas yang janggal. Termasuk apabila terdapat kejanggalan pada bisnis kartu kredit Bank Bukopin. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menjelaskan, divisi yang khusus memantau aktivitas yang janggal di sistem pembayaran adalah Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK). "Kalau ada laporan atau atas dasar pemantauan aktivitas ada yang janggal, DSSK akan periksa," ujar dia kepada CNBC Indonesia seperti dikutip, Jumat (27/4/2018). Sementara itu, Juru Bicara OJK Sekar Putih mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi mengenai manipulasi kartu kredit di Bukopin. Pihaknya juga masih dalam tahap klarifikasi mengenai revisi laporan keuangan yang terjadi di Bukopin. "Sejauh ini belum ada (kelanjutannya), masih tahap klarifikasi," tegas dia. Otoritas bursa bahkan menyatakan akan memberi sanksi apabila ada perbedaan signifikan antara laporan keuangan lama dengan versi revisi yang dilakukan Bukopin. Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan jika hal itu memang terjadi maka pihak bursa akan meminta klarifikasi kepada emiten dan auditornya. Menurutnya, perbedaan biasanya terjadi saat proses audit oleh akuntan publik yang bertanggungjawab. "Jadi kalau yang gitu biasanya treatment accounting, nanti kita konfirmasi ke auditornya biasanya. Kemudian kalau memang ada perbedaan antara tahun sekarang sama tahun sebelumnya yaitu dilihat alasannya apa. Nah, sampai saat ini sih belum kita klarifikasi," kata Samsul di Gedung BEI seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jakarta, Kamis (26/4/2018). Laporan keuangan tersebut diaudit oleh afiliasi EY di Indonesia, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Sungkoro dan Surja. Brand, Marketing, and Communications Director Ernst & Young Indonesia Kornel H. Soemardi menyebut belum bisa memberikan komentar terkait kasus ini. "Kami perlu mengumpulkan informasi terkait hal ini terlebih dahulu," kata Kornel kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/4/2018).
Diduga Manipulasi Data Kartu Kredit
Menurut informasi yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari para pihak yang mengetahui masalah ini, modifikasi data kartu kredit di Bukopin telah dilakukan lebih dari 5 tahun yang lalu. Jumlah kartu kredit yang dimodifikasi juga cukup besar, lebih dari 100.000 kartu. Modifikasi tersebut menyebabkan posisi kredit dan pendapatan berbasis komisi Bukopin bertambah tidak semestinya. Uniknya, kejadian ini lolos dari berbagai layer pengawasan dan audit selama bertahun-tahun. Mulai dari audit internal Bukopin, Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor independen, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran yang menangani kartu kredit, serta OJK sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam pengawasan perbankan. Auditor independen Bukopin selama ini adalah KAP Purwantono, Sungkoro, dan Surja yang terafiliasi dengan salah satu big four auditor internasional Ernst & Young. "Permasalahan mengenai restated (penyampaian kembali) laporan keuangan 2016 merupakan temuan dari manajemen yang telah disampaikan kepada Kantor Akuntansi Publik untuk dilakukan restated pada laporan keuangan 2017," ujar Direktur Utama Bukopin Eko Rachmansyah Gindo, tanpa mau merinci mengenai kasus ini kepada CNBC Indonesia. Manajemen Bukopin pun secara terang-terangan merevisi laporan keuangan dari 2015, 2016, dan 2017. Kenapa hanya tiga tahun? Karena penyajian kembali laporan keuangan dibatasi maksimal hanya 3 tahun terakhir. Bank Bukopin merevisi laba bersih 2016 menjadi Rp 183,56 miliar dari sebelumnya Rp 1,08 triliun. Penurunan terbesar adalah di bagian pendapatan provisi dan komisi yang merupakan pendapatan dari kartu kredit. Pendapatan ini turun dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 317,88 miliar. Selain masalah kartu kredit, revisi juga terjadi pada pembiayaan anak usaha Bank Syariah Bukopin (BSB) terkait penambahan saldo cadangan kerugian penurunan nilai debitur tertentu. Akibatnya, beban penyisihan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan direvisi meningkat dari Rp 649,05 miliar menjadi Rp 797,65 miliar. Hal ini menyebabkan beban perseroan meningkat Rp 148,6 miliar. Sebelum Otoritas melakukan klarifikasi, sebenarnya Bukopin telah 'dihukum' atas insiden ini. Bukopin telah merevisi turun ekuitas yang dimiliki sebesar Rp 2,62 triliun pada akhir 2016, dari Rp 9,53 triliun menjadi Rp 6,91 triliun. Penurunan itu karena revisi turun saldo laba Rp 2,62 triliun menjadi Rp 5,52 triliun karena laba yang dilaporkan sebelumnya tidak benar. Penurunan ekuitas ini berperan dalam tergerusnya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bukopin. Pada laporan keuangan 2016 sebelum revisi, CAR Bukopin masih aman 15,03%, namun setelah revisi CAR tersisa 11,62%. CAR semakin memburuk pada akhir 2017 yang tercatat 10,52%, meski meningkat lagi pada kuartal I/2018 menjadi 11,09%. Hal lain yang mempengaruhi penurunan CAR adalah peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) Bukopin. Inisiden modifikasi data kartu kredit ini memaksa Bukopin menyiapkan action plan untuk menyehatkan CAR ke level 14%. Langkah yang dilakukan adalah rights issue dengan menerbitkan saham baru sebesar 30% dan divestasi 40% saham BSB. Target dana yang bisa dihimpun untuk rights issue sekitar Rp2 triliun, sementara untuk divestasi BSB sebesar Rp 400 miliar. Dalam waktu yang cukup singkat, manajemen berhasil berkomunikasi dengan sejumlah bank asing, private equity asing dan bank BUMN sebagai mitra strategis rights issue yang digelar Juni mendatang. (ang/eds) 1. Analisa kasus a. Analisa dari sisi akuntansi 1) Adanya standar akuntansi, dimana di dalamnya terdapat prinsip- prinsip yang menyebabkan laporan keuangan tidak mencerminkan realitas ekonomi yang ada. 2) Banyak menggunakan estimasi yang ditentukan oleh manajemen yang mana adakalanya estimasi yang dilakukan tidak akurat sehingga menyebabkan angka dalam laporan keuangan menjadi salah atau tidak mencerminkan realitas ekonomi. 3) Karakteristik kualitatif laporan keuangan telah ditetapkan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, namun diantara karakteristik kualitatif sering terdapat benturan. 4) Earning management merupakan praktek yang membuat laporan keuangan dapat bias karena disajikan menurut tujuan dari penyusunnya. Earning manajemen adalah tindakan yang dibolehkan karena masih berdasarkan standar ataupun tindakan yang dilarang karena melanggar standar dalam upaya manajemen mengatur kinerja keuangan untuk tujuan memenuhi kontrak atau ketentuan tertentu. Oleh karena itu, maka sebelum laporan keuangan dianalisis harus dilakukan penyesuaian- penyesuaian angka-angka laporan keuangan. Kegiatan ini disebut recasting karena kita menyusun ulang laporan keuangan sebelum analisis rasio dan analisis yang lain dilakukan.
1. Likuiditas : Tingginya NPL pada bank Bukopin menyebabkan bank
tersebut tidak mampu memenuhi kewajibannya (tidak likuid) 2. Solvabilitas : NPL tersebut menimbulkan kerugian bagi bank sehingga bank menjadi tidak likuid dan kemudian mencairkan aktiva tetapnya guna memenuhi segala kewajibannya kepada pihak ketiga. Jika bank Bukopin tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka solvabilitas bank tersebut juga menjadi berkurang. 3. Rentabilitas : NPL dapat menyebabkan penghasilan bank dari bunga kredit akan berkurang, sehingga bank Bukopin tidak memperoleh laba yang diinginkan. 4. Tingkat kesehatan bank : Bank Bukopin mengalami penurunkan tingkat kesehatan, dan pada gilirannya bank dapat dikenakan sanksi, bahkan bisa menghadapi likuidasi. 5. Permodalan : kredit bank Bukopin tidak tumbuh dengan baik, sehingga menyebabkan modal bank tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Untuk mencegah agar kasus tersebut tidak terulang kembali perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pengelola kredit terhadap sistem akuntansi.
b. Analisa dari sisi auditing
Kasus bank Bukopin tersebut dapat terjadi karena pemberian dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. Untuk mencegah hal itu terjadi auditor harus berupaya bersama pihak bank untuk menjaga komunikasi dengan nasabah, baik melalui telepon secara berkala, surat-menyurat, dan kunjungan langsung. Komunikasi perlu terus dilakukan untuk menggali informasi yang bersifat non- keuangan, termasuk aspek teknis perusahaan yang dapat menjadi gejala terjadinya masalah kredit. Melakukan pendampingan kepada debitur yang bermasalah, pendampingan ini bertujuan untuk mengetahui apakah permasalahan kredit yang terjadi murni karena aktivitas usaha atau karena karena kecurangan yang dilakukan debitur terhadap fasilitas kredit yang telah diterimanya. Jika terkait dengan permasalahan aktivitas usaha, pendampingan yang dilakukan yaitu dengan memberikan alternatife masukan atau solusi yang dapat membantu debitur keluar dari permasalahan usaha yang dialaminya. Untuk mengantisipasi dan mengendalikan risiko kredit yang diakibatkan oleh kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya, Bank Bukopin perlu memiliki early warning system yaitu suatu sistem pemantauan untuk mengidentifikasi risiko kredit secara lebih dini yang digunakan sebagai penentu dilakukannya investigasi lebih jauh sebelum kredit menjadi bermasalah. Selanjutnya secara proaktif dilakukan upaya restrukturisasi terhadap kredit yang diindikasikan akan bermasalah di kemudian hari sehingga bank Bukopin mampu menekan laju peningkatan NPL. Selain itu, bank Bukopin dapat secara bertahap meningkatkan coverage ratio untuk mengantisipasi kondisi perekonomian yang masih belum stabil. Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kredit, proses analisa kredit memisahkan fungsi antara unit bisnis/fungsi pemasaran, yang dilakukan oleh relationship manager, dengan unit risiko/fungsi analisa kredit yang dilakukan oleh credit analyst, selain itu perlu menerapkan berbagai analisis untuk mengurangi NPL termasuk analisis 5C & 7P , analisis aspek legal/yuridis, analisis aspek manajemen, analisis aspek teknis dan produksi, analisis aspek pemasaran, analisis aspek sosial dan lingkungan, analisis aspek ekonomi makro, analisis aspek keuangan, analisis agunan, analisis grup debitur, analisis kontribusi calon debitur, analisis risiko dan mitigasi, penetapan jumlah kredit, penetapan struktur kredit, dan persyaratan kredit, sehingga dalam proses pemberian kredit secara keseluruhan yang diterapkan dapat berjalan dengan efektif. Secara umum diperlukan perombakan managemen baik dari sisi akuntan, audit maupun perbankanya agar dapat melaksanakan tugas sesuai kode etik yang berlaku.
2. Kelemahan peraturan yang menyebabkan hal itu terjadi
a. Peraturan akuntansi Akuntansi Aktiva PSAK No. 31 tentang Kredit yang diberikan dan Perlakuan akuntansi PSAK No.55 terhadap kredit bermasalah (Nonperforming Loan) b. Peraturan auditing Peraturan Departemen Audit Internal Bab I. Pasal 4. Tentang Wewenang Departemen Audit Internal, Peraturan Departemen Audit Internal Bab I. Pasal 5 tentang Kode Etik, dan Peraturan Departemen Audit Internal Bab I. Pasal 12 tentang Metode Audit c. Peraturan perbankan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional mengatakan bahwa batas maksimal Non Performing Loan adalah sebesar 5 persen.