Anda di halaman 1dari 17

ASMA

1. DEFINISI ASMA
 Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
 Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
 Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008).
Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai
kumpulan tanda dan gejala wheezing(mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya
faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab
lain sudah disingkirkan.
 Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik
saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan
batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun
bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
2. ETIOLOGI

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun
non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik

2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut,
yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi
dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat
terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan
cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan,
gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer) )
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Induce
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis
ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang
masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan
kulit ( VitaHealth, 2006).

3. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat
kecenderungan bahwa penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun
belakangan ini obat- obatan asma banyak dikembangkan. National Health
Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5
juta orang penduduk negeri itu ,mengidap bronkhitis kronis, lebih dari dua juta
orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderita salah
satu bentuk asma. Laporan Organisasi kesehatan Dunia (WHO) dalam World
Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan
17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru
7,2%, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3 %,
kanker paru/ trakea/bronkus 2,1% dan asma 0,3%. (Infodatin, 2015).

4. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
 Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara
sepontan atau setelah mendapat pengobatan
 Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional(Smeltzer, 2002). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).Status Asmatikus yang dialami penderita
asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas
(adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher,
hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus
maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda
bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2005).

 Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

b. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


 Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
 Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan
aktivitas olahraga yang berlebihan.
c. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 gejala kurang dari seminggu
 serangan singkat
 gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 Force Expiratory Volume (FEV) 1 atau Peak Expiratory
Volume(PEV) > 80%
 Peak Expiratory Flow (PEF) atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%

2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)


 gejala lebih dari sekali seminggu
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%

3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)


 gejala setiap hari
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

4) Asma severe persistent (asma persisten berat)


 gejala setiap hari
 serangan terus menerus
 gejala pada malam hari setiap hari
 terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
d. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
 Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi,
 Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring
sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
 Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
 Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.

5. PATOFISIOLOGI

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas
darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah
mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan
obstruksi aliran udara.
6. MANIFESTASI KLINIS
a) Tanda

Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya


akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal
datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk
setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa
sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan
dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari
angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah
perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati
(moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa
capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh
terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam
penggunaan Preak Flow Meter.
b) Gejala
 Gejala Asma Umum

Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan


dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan
gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas
berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak
daripada orang dewasa).

Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa


orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang
lainya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma
seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak
dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa
penggunaan Preak Flow Metermenunjukkan rating yang termasuk
“hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80% dari
penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto & Alam, 2006).

 Gejala Asma Berat


Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut
yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-
sengal, sesak dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit
menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan
cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang
hidung mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan
di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke dalam, bersama
tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula
dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa
penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di
bawah 50% dari performa terbaik individu).

7. TATALAKSANA MEDIS

Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai
mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali
dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan
dan paru-paru. Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat
datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis
menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri
pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi
yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase
keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat
inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka
derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi.
Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai
senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini
sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran
pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology)


penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a) Obat-obat anti peradangan (preventer)


 Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
 Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan,
pembengkakan saluran napas, dan produksi lendir
 Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran
pernapasan terhadap pemicu asma yang berupa alergen.
 Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
 Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua
minggu baru terlihat efektivitasnya yang terukur.
Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®],
budesonide [Pulmicort®], fluticasone [Flixotide®], mometasone
[Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara bertahap
mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara
teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya
tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau
oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam
tablet.

b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang


Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang
ada di pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan
teofilin (theophylline).
 Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini
bekerja dengan mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran
pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu
obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega
seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya
bertahan hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup
dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat
digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

 Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang
terdapat dalam secangkir kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama
daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga tidak
dianturkan untuk pasien hiperaktif.

 Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat


hirup dosis terukur, obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer,
sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase). Bentuk hirup
bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang
bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini
dapat menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang
disajikan sebagai obat hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat
hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan
tablet, sirup, nebulizer, danspray. Merek lain adalah Ascolen.

c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)


Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®,
Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran
napas yang menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi
semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler
berwarna biru atau abu-abu.
d) Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi


pembengkakan dan peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini
membutuhkan enam hingga delapan jam untuk bekerja, sehingga makin cepat
digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi,
karena fungsi paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan
malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang
diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan
asma untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata,
seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera
makan, perubahan berat badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi,
efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika
penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.

(1) Prednison (Prednisone)


Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum
digunakan. Obat ini disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

(2) Prednisolon (Prednisolone)


Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip
prednisone, dengan kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima anak-
anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml.
Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)


Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal.
Biasanya digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous.

(4) Deksametason (Dexamethasone)


Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua
hingga tiga kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang
lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat.

e) Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut
juga inhaleratau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk
menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru
pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose)
karena memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur
dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa
digunakan oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat
hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized
liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas
ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya
adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi
butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong
masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.

f) Peak Flow Meter

Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan
program pengendalian asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan
datangnya serangan asma. Berpegang pada prinsip bahwa untuk
menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya, maka
orangtua anak penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa
penderita asma sendiri harus menguasai cara mengukur fungsi paru-paru
mereka. Tindakan selanjutnya kemudian adalah mengambil langkah yang
sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.

Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah,
termasuk oleh anak-anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur
kekuatan embusan napas pemakainya. Ada tiga hal yang mempengaruhi
kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paru-parunya, besar
usahanya dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran
pernapasannya. Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan
mengisi paru-parunya sepenuh mungkin, kemudian meniup ke dalam Peak
Flow Meter secepatnya dengan sekuat-kuatnya. Seseorang yang saluran
pernapasannya menyempit, tidak akan bisa meniup sekuat bila saluran
pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari datangnya
serangan asma bisanya terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow
Meter seseorang. Ini bahkan sebelum muncul gejala-gejala yang lain seperti
batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak napas.

Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita


membandingkan hasil pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik
dari orang tersebut. Untuk memperoleh patokan terbaik seseorang, lakukan
pengukuran denganPeak Flow Meter pada waktu orang tersebut berada
dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.

Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran


sesaat ada dalam rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona
hijau); antara 60-80% dari kondisi terbaik ia memasuki zona kuning, yang
berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda akan datangnya serangan
asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah,
berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk
menghindari keharusan dirawat di UGD.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma
yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-
sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).
(2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

(3) Sel Eosinofil


Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat
mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik,
sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan
fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat (Muttaqin, 2008).

b) Pemeriksaan Penunjang

(1) Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun.

(2) Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
(3) Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi


udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

(4) Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

(5) Peak Flow Meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma
diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer
lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding
FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama
saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak
dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

(6) X-ray Dada/Thorax

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

(7) Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik
pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.
Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cararadioallergosorbent
test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada
dermographism).

(8) Petanda Inflamasi

Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak


berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan
spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-
kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,
pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang
dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan
hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP)
dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit
dilakukan di luar riset.

9. REFERENSI

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta :
EGC
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat
dalam www.Ginaasthma.org
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. 2006. Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
INFODATIN (Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI). 2015. You Can
Control Your Ashtma. Diakses tanggal 9 Juli 2017.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodati
n-asma.pdf
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Vitahealth. 2006. Asma. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai