Bab I Penkes
Bab I Penkes
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit
(morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Tuberculosis paru sendiri
merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal pada manusia,
kerusakan tulang vertebra toraks yang khas TB paru dari kerangka yang ditemukan di
Heidelberg dari kuburan zaman neoritikum, begitu juga dari penemuan yang berasal
dari mumi dan ukiran dinding piranid dimesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
(Sudoyo, 2009)
penduduk, sedangkan angka kematian hanya berkisar antara 1 hingga 5 kematian per
antara 100.000 penduduk, dan di Asia 110 di antara 100.000 penduduk. Mengingat
penduduk Asia lebih besar dibanding Afrika, jumlah absolut yang terkena TB Paru di
(WHO, 2016 )
usia produktif. Akan tetapi, semua kelompok usia berisiko TB. Pada kelompok anak-
anak ditemukan satu juta anak-anak (0-14 tahun) jatuh sakit karena TB, dan 170.000
anak-anak meninggal karena TB pada tahun 2015. Risiko TB aktif lebih besar pada
orang yang menderita kondisi yang mengganggu sistem kekebalan tubuh. Selain itu,
kematian. Lebih dari 20% kasus TB di seluruh dunia disebabkan oleh merokok.
(WHO, 2015)
terbanyak di antara penyakit menular. Dunia pun masih belum bebas dari tb.
Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017, secara global kasus baru
tuberculosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari insiden tuberkulosis (10,4 juta).
Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 425.089 kasus,
meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun
2016 yang sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 43% dari jumlah seluruh
kasus tuberkulosis di Indonesia. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan pada perempuan. Pada
masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.
dengan jumlah total kasus TBC terbanyak pada tahun 2016, yaitu 52.328 orang
dengan rincian 29.429 laki-laki dan 22.899 perempuan. Kemudian disusul oleh Jawa
Timur 45.239. Jawa Tengah 28.842, DKI Jakarta 24.775, dan Sumatera Utara 17.798.
Di provinsi jawa tengah pada tahun 2017 terdapat kasus TB paru sebanyak
42.272 kasus TB paru BTA positif sebanyak 18.248 kasus. Jawa tengah merupakan
provinsi terbanyak kedua setelah jawa timur yang sebanyak 48.323 kasus TB paru.
tengah. Pada tahun 2014 terdapat 389 pasien melakukan pengobatan paru. Pada tahun
2015 terdapat peningkatan pengobatan TB Paru di BKPM yaitu sebesar 401 pasien.
Rata – rata pasien TB Paru berobat di BKPM setiap bulanya sebanyak 276 pasien dan
setiap hari kira – kira 9 pasien TB Paru menjalani pengobatan di BKPM Pati.
Jumlah kasus Tuberkulosis di Kabupaten Pati selama tahun 2016 sebanyak 683
kasus naik dibandingkan tahun 2015 sebanyak 401 kasus, tahun 2014 sebanyak 389
kasus.
Batuk adalah gejala yang paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat
rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada
waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Untuk
mengeluarkan sekret dengan baik caranya dengan cara batuk yang benar yaitu batuk
efektif. Batuk efektif yaitu merupakan latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.
Batuk efektif adalah merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal.
( Perry, 2011 )
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul
(Sudoyo, 2009)
Dari data rekam medis Rumah Sakit RAA Soewondo Pati tahun 2016, kasus
penyakit tuberculosis menjadi urutan ke 3 setelah kasus penyakit DBD dan Diare.
Pada tahun 2015 sebanyak 384 pasien dan tahun 2017 sebanyak 421 pasien.
Dari hasil observasi pasien TB Paru kelas III lebih banyak dirawat inap diruang
Gading, karena mempunyai kamar lebih banyak yaitu 46 kamar dan satu kamar berisi
dua bed pasien. Ruang Gading merupakan ruang rawat inap penyakit dalam pria dan
wanita dengan ruang terpisah. Salah satu penyakit pasien penyakit dalam yang
kronis yang berkepanjangan dan kerusakan status nutrisi. Anoreksi penurunan berat
badan dan malnutrisi umum terjadi pada pasien TB Paru. Keinginan pasien untuk
makan mungkin terganggu karena keletihan akibat batuk berat, pembentukan sputum,
nyeri dada atau status kelemahan secara umum. Batuk efektif berfungsi untuk
mengeluarkan sekret dan partikel – partikel pada faring dan saluran nafas.
( Ismiyani, 2009 )
minggu, Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah,batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan. Hal tersebut berdampak pada meningkatkan produksi sekret dalam
(Fadlul, 2017)
Batuk efektif dapat untuk membersihkan sekresi pada jalan nafas, yang
berfungsi untuk meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah resiko tinggi retensi
sekresi. Setelah dilakukan tindakan batuk efektif dalam waktu 1 x 24 jam diharapkan
( Mutaqqin, 2012 )
sangat efektif dalam pengeluaran sputum dan membantu membersihkan sekret pada
jalan nafas serta mampu mengatasi sesak nafas pada pasien TB Paru di ruang rawat
Berdasarkan data tersebut, dari mulai banyaknya kasus TB Paru dan manfaat
batuk efektif. Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Batuk Efektif terhadap Kemampuan Pasien
Melakukan Batuk Efektif Secara Mandiri pada Pasien TB Paru di RSUD RAA
Soewondo Pati ”.
B. Perumusan Masalah
melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru di RSUD RAA
Soewondo Pati
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
efwktif pada pasien TB paru yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak pasien.
Bahan masukan dan sumber informasi bagi perawat dalam memberikan pendidikan
kesehatan tentang batuk efektif pada keluarga pasien TB paru sehingga pasien
mampu melakukan batuk efektif secara mandiri di RSUD RAA Soewondo Pati.
Salah satu solusi pada pasien TB paru yang bertujuan mengeluarkan dahak pasien
4. Bagi Peneliti
efektif terhadap kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada
E. Penelitian Terkait
Beberapa penelitian terkait yang sejenis dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Penelitian Terkait
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pendidikan Kesehatan
c. Pengertian
dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
Suliha dkk, 2002). Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi :
pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami. Menurut Effendy
yaitu:
1. Metode Didaktik
Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang melakukan penyuluhan
a) Secara langsung
Metode didaktik secara langsung misalnya ceramah yang sering
(majalah, buletin dan surat kabar) serta media elektronik (radio, televisi).
2. Metode Sokratik
baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan
perilaku.
Cara ini kontak antara klien dengan petugas kesehatan lebih intensif.
Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu
b) Wawancara (interview)
a) Kelompok Besar
Kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah ceramah atau
seminar.
b) Kelompok Kecil
kelompok kecil. Metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain
pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan, umur,
masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (out put). Persoalan masukan
yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan
tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor,
antara lain : subyek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik
belajar, alat bantu belajar dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan
keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau
mempengaruhi proses belajar ini kedalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi
ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar, alat-alat
penyuluh harus jeli dalam pemilihan alat peraga tersebut. Alat peraga harus
2. Kemampuan
a. Pengertian
berarti seseorang atau aparat yang memiliki kecakapan atau kesanggupan untuk
produktivitas kerja.
yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan latihan atau praktik dan
(Petra, 2009).
b. Ciri-Ciri Kemampuan
Ciri-ciri kemampuan yang dikutip Petra (2009) dapat dilihat seperti di bawah ini :
menantangnya.
3. Orang yang terbuka dan menerima informasi misalnya meminta informasi dari
Sedangkan berdasarkan analisis Guilford oleh Laodesyamri (2011), ada lima yang
cara-cara asli.
lebih rinci.
c. Klasifikasi Kemampuan
Pembagian kemampuan yang dikutip Petra (2009) terdiri dari dua faktor yang
meliputi :
berikut:
1. Kemampuan kognitif
individu tersebut.
2. Kemampuan keterampilan
1) Faktor Fisiologis
pemahaman mereka.
2) Gangguan Intelektual
kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi
bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional dan berbuat secara efektif
terhadap lingkungan.
3) Faktor Lingkungan
mencakup :
mereka tahu.
baik.
c. Faktor Psikologis
1) Motivasi
Manusia bukanlah benda mati yang bergerak hanya bila ada daya
1) Materiil insentif yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang atau
rohaniah.
motivasi tersebut:
1) Motivasi Intrinsik
2) Motivasi Ekstrinsik
tercapai kebutuhan
d. Minat
2 yaitu :
1) Minat primitif
Disebut pula minat biologis, yaitu minat yang berkisar soal makanan
Disebut juga minat sosial yaitu minat yang berasal dari perbuatan
sebagai berikut :
3. Batuk Efektif
a) Pengertian
jalan nafas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir
yang menumpuk pada jalan nafas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan
oleh reflex batuk tetapi juga gumpalan darah dan benda asing. Namun, sering
terdapat batuk yang tidak bertujuan untuk mengeluarkan lender maupun benda
asing, seperti batuk yang disebabkan oleh iritasi jalan nafas.Jalan nafas dapat
menjadi hiperreaktif sehingga hanya dengan iritasi sedikit saja sudah dapat
menyebabkan reflek batuk. Daerah pada jalan nafas yang peka terhadap
rangsangan batuk adalah laring, karina, trakea, dan bronkus utama. Selain pada
jalan nafas, daerah yang juga dapat merangsang refleks batuk adalah pleura,
membrane timpani, dan terkadang iritasi pada visera juga menimbulkan refleks
batuk.
(Darmanto, 2015)
Batuk efektif adalah metode batuk yang dilakukan dengan benar untuk
teknik batuk efektif yang dilakukan dengan benar tidak akan membuat penderita
dalam bentuk sputum maupun secret dalam hidung yang timbul akibat adanya
infeksi pada saluran pernafasan maupun karena sejumlah penyakit yang diderita
seseorang.
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
dikeluarkan maka akan menjadi gumpalan sekresi pernafasan pada area jalan
nafas dan paru-paru sehingga menutup sebagian jalan nafas yang kecil sehingga
tindakan yang harus dilakukan adalah mobilisasi sputum. Pada tahun 2011,
mengeluarkan dahak dan menjaga paru - paru agar tetep bersih, disamping
tertentu, biasanya nafas dalam dan batuk efektif dilakukan secara bersamaan
1. Akut
Akut merupakan fase awal dan masih mudah buat sembuh. Jangka waktunya
kurang daritiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan
2. Sub akut
Subakut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis. Dikategorikan
subakut bila batuk sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.
3. Kronis
nafas atas dan terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya adalah
tanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit berat
yang ditandai dengan batuk kronis, misalnya asma, TBC, gangguan refleks
lambung, penyakit paru obstruksi kronis, sampai kanker paru-paru. Untuk itu,
batuk kronis harus diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan
c) Berdasarkan sebabnya
1. Batuk berdahak
Yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk
berdahak lebih sering terjadi pada saluran napas yang peka terhadap paparan
temasuk dahak. Batuk ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Pada batuk
terjadi pengeluaran dahak. Selain itu ada juga obat-obat yang bisa membantu
2. Batuk kering
batuknya terlalu keras akan dapat memecahkan pembuluh darah pada mata.
suara radang dan suara parau. Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-
bulan, kecil-kecil, timbul sekali- sekali, kadang seperti hanya berdehem. Pada
TBC batuk bisa disertai bercak darah segar. Batuk karena asma, sehabis
pada paru-paru ini yang merangsang timbulnya batuk. Batuk karena kanker
paru-paru yang menahun tidak sembuh. Batuknya tidak tentu. Bila kerusakan
benda asing, pada saat saluran pernafasan berusaha mengeluarkan benda asing
2) Untuk meringankan keluhan saat terjadi sesak nafas pada penderita jantung.
3) Fibrosis
4) Asma,
5) Tuberculosis
1) Bantal.
2) Sputum Port
4) Tissue.
2) Setelah itu lakukan pernafasan dalam dengan mengambil udara banyak melalui
yang kelima, setelah menahan udara dalam rongga dada beberapa detik lalu
keluarkan dengan membatukannya menggunakan tekanan yang kuat hingga
(Depkes RI , 2016)
4. Tuberkulosis Paru
a. Pengertian
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberculosis masuk kedalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyaintekanan parsial oksigen yang
tinggi.Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane
salnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan
terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terurama terjadi pada malam hari.
(Tabrani, 2013)
Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm
dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini
adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang
memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini menjadi
b. Klasifikasi
Specimen dahak hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
Pemeriksaan 5 specimen dahak hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dahak
ringannya.
c. Etiologi
tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat
yang gelap dan basah. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama
beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada
orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat (Ismiyani, 2009).
pernafasan dan berhasil menempati saluran nafas bawah, maka pejamu akan
melakukan respon imun dan peradangan yang kuat. Respon yang hebat ini
terutama oleh sel T, maka hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut
d. Manifestasi Klinis
Gejala utama TB paru yang dikutip oleh Mansjoer (2007) adalah batuk lebih
4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah
nyeri dada dan batuk darah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda :
dengan bronkus.
Gambaran klinis Tuberkulosis (TB) paru menurut Corwin (2005) dapat dilihat
e. Patofisiologi
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga
dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan
menelan banyak bakteri, limfosit specifik tuberculosis melisis basil dan jaringan
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut
komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa
seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa.
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon tidak adekuat sistem imun,
maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel
2006).
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh reaksi imun
dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut
sehingga pertukaran gas menurun. Apabila kapasitas difusi paru menurun cukup
f. Komplikasi
lanjut.
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, poncet’s
arthropatry.
Menurut Pemprov Jateng (2012), TB Paru bila tidak diobati secara teratur dapat
3. Uji kulit positif untuk tuberkulosis memperlihatkan imunitas seluler dan hanya
4. Biakan sputum BTA dari pasien dengan infeksi aktif akan memperlihatkan
adanya basil.
baru.
h. Penatalaksanaan
Pemberian obat tuberkulosis dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang
cukup dan dosis tepat lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal. Apabila panduan obat
yang diinginkan tidak adekuat (jenis dosis, jangka waktu pengobatan) kuman
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Pemprov Jateng, 2012). Adapun
jenis dan dosis OAT (Obat Anti Tuberkulosis) menurut Mansjoer (2007) adalah
sebagai berikut :
1. Isoniazid (INH)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam metabolik aktif yaitu kuman
2. Rifampisin (R)
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis harian yang diberikan 10 mg/kg
BB.
3. Praazinomid (Z)
sel dengan suasana asam. Dosis harian yang diberikan 25 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
sel dengan suasana basa. Dosis harian yang diberikan 15 mg/kg BB.
5. Etambutol (E)
mg/kg BB.
B. Kerangka Teori
TB PARU
KEMAMPUAN PASIEN
MELAKUKAN BATUK
EFEKTIF SECARA
MANDIRI
Tujuan Pendidikan Kesehatan :
1. Menjadikan kesehatan
sebagai sesuatu yang
bernilai dalam masyarakat.
2. Menolong individu agar
mampu secara mandiri atau
berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai
tujuan hidup sehat.
3. Mendorong pengembangan
dan penggunaan secara
tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
Sumber : AIP DIII Keperawatan Jateng (2006), Doengoes (2000), Mansjoer (2007), Ibrahim
(2009) dan Jazzila (2009).
Gambar 2.2
Kerangka Teori
C. Kerangka Kosep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini
gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu
Batuk Efektif terhadap Kemampuan Pasien Melakukan Batuk Efektif Secara Mandiri
pada Pasien TB Paru di RSUD RAA Soewondo Pati”, dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Konsep Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat tanpa disertai kontrol (Nursalam,
2003). Pre experimental design merupakan jenis penelitian eksperimen yang tidak
sebenarnya atau pura-pura. Penelitian ini juga sering disebut dengan quasi
2006).
batuk efektif terhadap kemampuan psien melakukan batuk efektif secara mandiri
A. Rancangan Penelitian
Ciri dari tipe penelitian ini adalah Pra - Post Test dalam satu Kelompok (One-
Group Pra Test – Post Test Design). Tipe penelitian ini mencoba mengungkapkan
hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subyek. Kelompok
mandiri pada pasien TB paru sebelum diberikan pendidikan kesehatan batuk efektif
dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan batuk efektif di RSUD RAA Soewondo
Pati.
2. Ruang Lingkup
a) Lingkup materi
Lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pasien Tuberkulosis
b) Lingkup keilmuan
Dalam penelitian ini, lingkup keilmuan adalah ilmu kebutuhan dasar manusia
3. Lingkup Masalah
Melakukan Batuk Efektif Secara Mandiri pada Pasien TB Paru di RSUD RAA
Soewondo Pati
4. Lingkup Tempat
Tempat yang dijadikan lokasi penelitian ini adalah ruang Gading RSUD
1. Lokasi Penelitian
C. Variabel Penelitian
1. Populasi
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Populasi dalam penelitian ini adalah Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD RAA
Soewondo Pati.
2. Sampel
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok
Kriteria inklusi yaitu kriteria yang dijadikan karakteristik umum yaitu subyek
penelitian dari suatu populasi yang terjangkau yang akan diteliti. (17)
memenuhi kriteria inklusi dari suatu studi karena berbagai sebab. (17)
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1
F. Instrument Penelitian
1. Kuesioner A
yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan responden.
2. Kuesioner B
fisioterapi dada secara mandiri pada pasien TB paru di Balai Kesehatan Paru
item penilaian. Peneliti hanya memberikan tanda chek list (√) sesuai dengan hasil
disiapkan.
3. Kueioner C
fisioterapi dada secara mandiri pada pasien TB paru di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Wilayah Pati sesudah pendidikan kesehatan dengan menggunakan 6
item penilaian. Peneliti hanya memberikan tanda chek list (√) sesuai dengan hasil
disiapkan.
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas yaitu :
1. Uji Validitas
content validity yaitu meminta pendapat ke pakar meliputi materi pelatihan dan
lembar observasi. Face validity digunakan untuk kuesioner A dan serta pendidikan
2. Uji Reliabilitas
instrument itu sudah baik (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas tidak dilakukan oleh
peneliti karena alat ukur yang digunakan adalah lembar observasi yang
(2006).
sekunder (Data RSUD RAA Soewondo Pati, Literatur dan Perpustakaan). Adapun
Pragolopati.
5. Mengumpulkan dan menilai hasil yang didapat setelah kuesioner selesai dan
terkumpul.
1. Teknik Pengolahan
Untuk penelitian ini, pengolahan data yang dikutip oleh Arikunto (2006) dilakukan
a. Editing
Berfungsi untuk meneliti kembali apakah isi lembar observasi sudah lengkap.
membacanya.
c. Scoring
kuantitatif yang disusun dalam tabel distribusi frekwensi dan tabel silang
d. Tabulating
sesuai kriteria.
didapat. Peneliti dapat mengetahui apakah penelitian ini ada pengaruh atau
2. Analisis Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
distribusi, frekuensi dan prosentase pada data kategorik yaitu jenis kelamin
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yaitu analisa data yang dilakukan pada dua variabel
pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru di RSUD
hipotesis dengan metode Uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon merupakan salah satu
uji statistik yang digunakan pada data berdistribusi (nominal dan ordinal) serta
untuk menguji ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara pre test dan post
SS1 + SS2 1 1
Sx1 – x2 = +
SS1 : sumsquare dari sampel 1
n1 : besar sampel 1
n2 : besar sampel 2
batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru di RSUD RAA Soewondo
Pati.
Hasil uji dapat dianalisa bahwa nilai z hitung -3,626 > 1,96 (tabel
J. Etika Penelitian
1. Informend Consent
hak responden.
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)