Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis (TB paru) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan

urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit

(morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Tuberculosis paru sendiri

merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal pada manusia,

misalnya penderita dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban dan

lingkungan yang padat. Kejadian di atas dibuktikan dengan adanya penemuan

kerusakan tulang vertebra toraks yang khas TB paru dari kerangka yang ditemukan di

Heidelberg dari kuburan zaman neoritikum, begitu juga dari penemuan yang berasal

dari mumi dan ukiran dinding piranid dimesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.

Hipokrates telah memperkenalkan terminologiphthisis yang diangkat dari Bahasa

Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.

(Sudoyo, 2009)

Di negara maju, diperkirakan hanya 10 hingga 20 kasus di antara 100.000

penduduk, sedangkan angka kematian hanya berkisar antara 1 hingga 5 kematian per

100.000 penduduk. Sementara di Afrika diperkirakan mencapai 165 kasus baru di

antara 100.000 penduduk, dan di Asia 110 di antara 100.000 penduduk. Mengingat

penduduk Asia lebih besar dibanding Afrika, jumlah absolut yang terkena TB Paru di

Benua Asia 3,7 kali lebih banyak daripada Afrika.

(WHO, 2016 )

Secara epidemiologi, sebaran TB lebih banyak menyerang orang dewasa pada

usia produktif. Akan tetapi, semua kelompok usia berisiko TB. Pada kelompok anak-

anak ditemukan satu juta anak-anak (0-14 tahun) jatuh sakit karena TB, dan 170.000
anak-anak meninggal karena TB pada tahun 2015. Risiko TB aktif lebih besar pada

orang yang menderita kondisi yang mengganggu sistem kekebalan tubuh. Selain itu,

perilaku penggunaan tembakau sangat meningkatkan risiko penyakit TBC dan

kematian. Lebih dari 20% kasus TB di seluruh dunia disebabkan oleh merokok.

(WHO, 2015)

Di Indonesia, Tuberkulosis penyakit lama yang masih menjadi pembunuh

terbanyak di antara penyakit menular. Dunia pun masih belum bebas dari tb.

Berasarkan laporan WHO 2017 diperkirakan 1.020.000 kasus di Indonesia, namun

baru terlaporkan ke kementrian kesehatan sebanyak 420.000 kasus.

( Depkes RI, 2018 )

Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017, secara global kasus baru

tuberculosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari insiden tuberkulosis (10,4 juta).

Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dan kematian

tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien.

(WHO, Global Tuberculosis Report, 2017)

Pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 425.089 kasus,

meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun

2016 yang sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di

provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa

Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 43% dari jumlah seluruh

kasus tuberkulosis di Indonesia. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki

lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan pada perempuan. Pada

masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan perempuan.

(Kemenkes RI, 2018)


Menurut Profil Kesehatan Kemenkes RI tahun 2016, Jawa Barat adalah provinsi

dengan jumlah total kasus TBC terbanyak pada tahun 2016, yaitu 52.328 orang

dengan rincian 29.429 laki-laki dan 22.899 perempuan. Kemudian disusul oleh Jawa

Timur 45.239. Jawa Tengah 28.842, DKI Jakarta 24.775, dan Sumatera Utara 17.798.

Kasus TB paling rendah berada di provinsi Gorontalo dengan 1.151 kasus.

( Kemenkes RI, 2016 )

Di provinsi jawa tengah pada tahun 2017 terdapat kasus TB paru sebanyak

42.272 kasus TB paru BTA positif sebanyak 18.248 kasus. Jawa tengah merupakan

provinsi terbanyak kedua setelah jawa timur yang sebanyak 48.323 kasus TB paru.

( Kemenkes RI, 2018 )

Kabupaten Pati menjadi urutan ke 10 terbanyak kasus tuberculosis di jawa

tengah. Pada tahun 2014 terdapat 389 pasien melakukan pengobatan paru. Pada tahun

2015 terdapat peningkatan pengobatan TB Paru di BKPM yaitu sebesar 401 pasien.

Rata – rata pasien TB Paru berobat di BKPM setiap bulanya sebanyak 276 pasien dan

setiap hari kira – kira 9 pasien TB Paru menjalani pengobatan di BKPM Pati.

( DinKes Jateng, 2015 )

Jumlah kasus Tuberkulosis di Kabupaten Pati selama tahun 2016 sebanyak 683

kasus naik dibandingkan tahun 2015 sebanyak 401 kasus, tahun 2014 sebanyak 389

kasus.

( DINKES PATI, 2017 )

Batuk adalah gejala yang paling dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat

rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada

waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Untuk
mengeluarkan sekret dengan baik caranya dengan cara batuk yang benar yaitu batuk

efektif. Batuk efektif yaitu merupakan latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.

Batuk efektif adalah merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien

dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak

secara maksimal.

( Perry, 2011 )

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap

penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang

dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan

peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).

(Sudoyo, 2009)

Dari data rekam medis Rumah Sakit RAA Soewondo Pati tahun 2016, kasus

penyakit tuberculosis menjadi urutan ke 3 setelah kasus penyakit DBD dan Diare.

Pada tahun 2015 sebanyak 384 pasien dan tahun 2017 sebanyak 421 pasien.

( Data Rekam Medik RSUD RAA Soewondo Pati, 2018 )

Dari hasil observasi pasien TB Paru kelas III lebih banyak dirawat inap diruang

Gading, karena mempunyai kamar lebih banyak yaitu 46 kamar dan satu kamar berisi

dua bed pasien. Ruang Gading merupakan ruang rawat inap penyakit dalam pria dan

wanita dengan ruang terpisah. Salah satu penyakit pasien penyakit dalam yang

dirawat diruang gading yaitu pasien dengan diagnosa TB Paru.

( Profil RSUD RAA Soewondo Pati, 2017 )


Pada pasien dengan TB Paru sering menjadi sangat lemah karena penyakit

kronis yang berkepanjangan dan kerusakan status nutrisi. Anoreksi penurunan berat

badan dan malnutrisi umum terjadi pada pasien TB Paru. Keinginan pasien untuk

makan mungkin terganggu karena keletihan akibat batuk berat, pembentukan sputum,

nyeri dada atau status kelemahan secara umum. Batuk efektif berfungsi untuk

mengeluarkan sekret dan partikel – partikel pada faring dan saluran nafas.

( Ismiyani, 2009 )

Keluhan-keluhan pada penderita TB paru berupa batuk berdahak selama 2-3

minggu, Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah,batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih

dari satu bulan. Hal tersebut berdampak pada meningkatkan produksi sekret dalam

bronkhus sehingga bersihan jalan nafas klien tidak efektif.

(Fadlul, 2017)

Batuk efektif dapat untuk membersihkan sekresi pada jalan nafas, yang

berfungsi untuk meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah resiko tinggi retensi

sekresi. Setelah dilakukan tindakan batuk efektif dalam waktu 1 x 24 jam diharapkan

pasien mengalami peningkatan bersihan jalan nafas.

( Mutaqqin, 2012 )

Pada study penelitian sebelumnya, membuktikan bahwa latihan batuk efektif

sangat efektif dalam pengeluaran sputum dan membantu membersihkan sekret pada

jalan nafas serta mampu mengatasi sesak nafas pada pasien TB Paru di ruang rawat

inap Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.


( Pranowo, 2015 )

Berdasarkan data tersebut, dari mulai banyaknya kasus TB Paru dan manfaat
batuk efektif. Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Batuk Efektif terhadap Kemampuan Pasien
Melakukan Batuk Efektif Secara Mandiri pada Pasien TB Paru di RSUD RAA
Soewondo Pati ”.
B. Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan yaitu belum diketahuinya

pengaruh pendidikan kesehatan tentang batuk efektif terhadap kemampuan

melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru di RSUD RAA

Soewondo Pati

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang batuk efektif terhadap

kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru

di RSUD RAA Soewondo Pati .

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara mandiri

sebelum pendidikan kesehatan tentang batuk efektif pada pasien TBC di

RSUD RAA Soewondo Pati.

b. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang batuk efektif terhadap

kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB

paru di RSUD RAA Soewondo Pati.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan


Sumber bahan dalam pembuatan karya ilmiah serta menambah wawasan dibidang

keperawatan khususnya dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang batuk

efwktif pada pasien TB paru yang bertujuan untuk mengeluarkan dahak pasien.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Bahan masukan dan sumber informasi bagi perawat dalam memberikan pendidikan

kesehatan tentang batuk efektif pada keluarga pasien TB paru sehingga pasien

mampu melakukan batuk efektif secara mandiri di RSUD RAA Soewondo Pati.

3. Bagi Pasien TB paru

Salah satu solusi pada pasien TB paru yang bertujuan mengeluarkan dahak pasien

dengan menggunakan batuk efektif khususnya yang menjalani pengobatan di

RSUD RAA Soewondo Pati.

4. Bagi Peneliti

Memberikan suatu pengalaman yang nyata bagi peneliti dalam melaksanakan

penelitian khususnya tentang pemberian pendidikan kesehatan tentang batuk

efektif terhadap kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada

pasien TB paru di RSUD RAA Soewondo Pati.

E. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian terkait yang sejenis dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1

Penelitian Terkait

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil


Peneliti

1. Alie, Pengaruh Batuk Mengetahui Pre- Analisa data


Yulianti & Efektif Terhadap pengaruh eksperimen dengan uji chi
Rodiyah. Pengeluaran batuk efektif kuadrat dengan
(2016) Sputum Pada terhadap tingkat signifikan α
Pasien pengeluaran ≤ 0,05, maka hasil
Tuberkulosis Di sputum pada nilai kelompok
Puskesmas pasien tersebut adalah α <
Peterongan Tuberkulosis 0,05 yang berarti
Kabupaten H0 ditolak dan H1
Jombang diterima, maka
dapat diambil
kesimpulan bahwa
ada pengaruh batuk
efektif terhadap
pengeluaran
sputum pada
pasien TB di
Puskesmas
Peterongan
Jombang.

2. Chrisantus Efektifitas Mengetahui kuantitatif uji Menunjukkan


Wahyu Batuk Efektif ke efektifan statistic adanya efektifitas
Pranowo Dalam batuk efektif paired sample batuk efektif
(2016) Pengeluaran dalam t-test, dengan dalam
Sputum Untuk pengeluaran menggunakan pengeluaran
Penemuan BTA sputum untuk analisis sputum untuk
Pada Pasien TB penemuan kuantitatif penemuan BTA
Paru Di Ruang BTA pada pasien TB Paru di
Rawat Inap RS pasien TB Ruang rawat inap
Mardi Rahayu Paru RS Mardi Rahayu
Kudus. Kudus

3. Pengaruh Mengetahui Quasi Hasil dari


Mardiono, Latihan Batuk pengaruh Experiment penellitian ini
Sasono Efektif Terhadap Latihan Batuk adalah rata-rata
( 2013 ) Frekuensi Efektif frekuensi
Pernafasan Terhadap pernapasan
Pasien TB Paru Frekuensi sebelum dilakukan
Di Instalasi Pernafasan batuk efektif yaitu
Rawat Inap Pasien TB 23,37 kali per
Penyakit Dalam Paru menit dengan
Rumah Sakit standar deviasi
Pelabuhan 6,45. Dan rata-rata
Palembang frekuensi
pernapasan
sesudah tindakan
batuk efektif yaitu
19,81 kali per
menit. Sehingga
ada perbedaan
yang signifikan
antara frekuensi
pernapasan
sebelum dan
sesudah tindakan
batuk efektif ( p
value = 0,000).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pendidikan Kesehatan

c. Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk

menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya

pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui

bagaimana cara memelihara kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Azrul Anwar yang dikutip oleh Effendi (2006), pendidikan

kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan

pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu

dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada

hubungannya dengan kesehatan.

Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang

mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat

dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang

didalamnya perawat berperan sebagai pendidik (Suliha, 2002).


Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan yaitu

suatu proses pembelajaran pada diri seseorang dihubungkan dengan peningkatan

pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat.

d. Tujuan pendidikan Kesehatan

Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku

individu, masyarakat atau kelompok dibidang kesehatan (Notoatmodjo dalam

Suliha dkk, 2002). Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi :

1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai dalam masyarakat.

2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan aktivitas/kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

e. Metode Pendidikan Kesehatan

Metode yang dipakai dalam penyuluhan kesehatatan hendaknya metode yang

dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan penyuluhan

terhadap sasaran, sehingga diharapkan tingkat pemahaman sasaran terhadap

pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami. Menurut Effendy

(2006), metode dalam penyuluhan kesehatan masyarakat dibagi dua macam,

yaitu:

1. Metode Didaktik

Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang melakukan penyuluhan

kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak diberikan kesempatan

untuk ikut serta mengemukakan pendapatnya atau mengajukan pertanyaan.

Metode didaktif dapat dilihat sebagai berikut :

a) Secara langsung
Metode didaktik secara langsung misalnya ceramah yang sering

dilakukan oleh petugas kesehatan.

b) Secara tidak langsung

Metode didaktik secara tidak langsung misalnya poster, media cetak

(majalah, buletin dan surat kabar) serta media elektronik (radio, televisi).

2. Metode Sokratik

Metode ini sasaran diberikan kesempatan mengemukakan pendapat,

sehingga mereka ikut aktif dalam proses belajar mengajar. Metode

pendidikan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku

baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan

perilaku.

Beberapa metode pendidikan kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) dapat

diuraikan seperti di bawah ini :

1. Metode Pendidikan Individual

a) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counceling)

Cara ini kontak antara klien dengan petugas kesehatan lebih intensif.

Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu

penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela dan penuh

pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

b) Wawancara (interview)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan atau penyuluhan.

Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali

informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan.

2. Metode Pendidikan Kelompok

a) Kelompok Besar
Kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15

orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah ceramah atau

seminar.

b) Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan kurang dari 15 orang biasanya disebut dengan

kelompok kecil. Metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain

diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), memainkan peran

(role play) dan permainan simulasi.

3. Metode Pendidikan Massa

Metode pendidikan massa cocok untuk mengkomunikasikan pesan-

pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat. Oleh karena sasaran

pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan, umur,

jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan

kesehatan yang disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat

ditangkap oleh massa tersebut.

f. Proses Pendidikan Kesehatan

Didalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni persoalan

masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (out put). Persoalan masukan

dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut masalah belajar (sasaran didik)

yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan

berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi

terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subyek yang belajar

tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor,
antara lain : subyek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik

belajar, alat bantu belajar dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan

keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau

perubahan perilaku dari subyek belajar (Notoatmodjo, 2003).

Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses belajar ini kedalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi

(bahan belajar), lingkungan, instrumental, dan subyek belajar. Faktor instrumental

ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar, alat-alat

peraga, perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode belajar,

organisasi dan sebagainya. Dalam pendidikan kesehatan subyek dapat berupa

individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan kesehatan

menurut Notoatmodjo (2003) adalah sebagai berikut :

1) Metode yang digunakan.

Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan sebaiknya metode yang

dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara penyuluh terhadap sasaran

sehingga sasaran dapat memberikan umpan balik terhadap penyuluh.

2) Faktor materi atau pesan yang disampaikan.

Materi dalam pendidikan kesehatan harus disesuaikan dengan keadaan

masyarakat serta fokus pada tujuan pendidikan kesehatan yang disampaikan.

3) Pendidik atau petugas.

Penyuluh pendidikan kesehatan sebaiknya berpendidikan tinggi serta

berpengalaman dalam bidang kesehatan sehingga mampu mengantisipasi

umpan balik dari sasaran pendidikan kesehatan.


4) Alat bantu atau peraga.

Banyak macam-macam alat bantu dalam pendidikan kesehatan sehingga

penyuluh harus jeli dalam pemilihan alat peraga tersebut. Alat peraga harus

mampu menarik perhatian sasaran untuk memperhatikan dan fokus terhadap

tujuan pendidikan kesehatan.

2. Kemampuan

a. Pengertian

Kamus Bahasa Indonesia (1996) yang dikutip oleh (Laodesyamri, 2011)

pengertian mampu adalah kesanggupan atau kecakapan, sedangkan kemampuan

berarti seseorang atau aparat yang memiliki kecakapan atau kesanggupan untuk

mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya untuk meningkatkan

produktivitas kerja.

Sedangkan menurut Hasibuan (1994) yang dikutip oleh (Laodesyamri, 2011)

mengemukakan pengertian kemampuan sebagai suatu hasil yang dicapai seseorang

dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, yang didasarkan

atas kecakapan, pengalaman dan kesanggupannya.

Kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian

yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan latihan atau praktik dan

digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya

(Petra, 2009).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan yaitu

kesanggupan seseorang dalam mengerjakan sesuatu melalui tindakan nyata yang

didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesanggupan untuk menjalankannya.

b. Ciri-Ciri Kemampuan
Ciri-ciri kemampuan yang dikutip Petra (2009) dapat dilihat seperti di bawah ini :

1. Orang yang kreatif memandang ingin tahunya secara baik.

2. Orang yang berani berfikir dan berprasangka terhadap masalah dan

menantangnya.

3. Orang yang terbuka dan menerima informasi misalnya meminta informasi dari

rekannya untuk keperluan memecahkan masalah.

4. Orang yang matang dalam pengambilan keputusan dan konseptual melalui

penelitian dalam menghadapi masalah.

5. Orang yang mandiri (independent) ia bekerja sendiri tanpa menggantungkan

dari orang lain.

Sedangkan berdasarkan analisis Guilford oleh Laodesyamri (2011), ada lima yang

menjadi ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu :

1. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.

2. Keluwesan (fleksibility) adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-

macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.

3. Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetus gagasan dengan

cara-cara asli.

4. Penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan suatu secara

lebih rinci.

5. Perumusan kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk meninjau suatu

persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah

diketahui oleh orang banyak.

c. Klasifikasi Kemampuan
Pembagian kemampuan yang dikutip Petra (2009) terdiri dari dua faktor yang

meliputi :

1. Kemampuan intelektual (intelectual ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas atau tindakan secara mental.

2. Kemampuan fisik (physical ability)

Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan

dan karakteristik fisik.

Sedangkan pembagian kemampuan menurut Jazzila (2009) adalah sebagai

berikut:

1. Kemampuan kognitif

Kemampuan seseorang yang dapat diukur melalui tingkat pengetahuan

individu tersebut.

2. Kemampuan keterampilan

Kemampuan seseorang yang dapat diukur melalui keterampilan yang dimiliki

oleh individu tersebut.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan.

Menurut Lamb dan Arnold, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan yang

dikutip oleh Jazzila (2009) adalah sebagai berikut :

1) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik dan pertimbangan

neurologis. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan

apabila dipakai untuk belajar. Beberapa ahli mengemukakan bahwa

keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan

kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat


menyebabkan seseorang gagal dalam meningkatkan kemampuan dan

pemahaman mereka.

2) Gangguan Intelektual

Istilah intelektual didefinisikan oleh Heinz (1996) sebagai suatu

kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi

yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan

Heinz di atas, bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk

bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional dan berbuat secara efektif

terhadap lingkungan.

Kemampuan individu dalam mencapai tujuan akhir dipengaruhi oleh

pengetahuan seseorang. Pengetahuan ini didapat dari belajar baik dari

lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat. Hasil dari

tahu inilah yang kemudian digunakan seseorang untuk bertindak sesuai

dengan kemampuan hasil belajar.

3) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang, faktor ini

mencakup :

a. Latar belakang dan pengalaman seseorang

Seseorang yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai

menghasilkan pengetahuan dan kemampuan yang cukup. Individu yang

mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan dapat memacu sikap

positif seseorang terhadap belajar.membaca dan senang menceritakan

pada keluarganya umumnya

Kualitas dan luasnya pengalaman individu di rumah juga penting

bagi kemajuan kemampuan seseorang. Kemampuan seharusnya


merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa lalu

seseorang memungkinkan seseorang untuk lebih memahami apa yang

mereka tahu.

b. Faktor sosial ekonomi

Seseorang lebih membutuhkan perhatian daripada uang semata. Oleh

sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk

berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi belajar dan

meningkatkan kemampuan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi

mereka. Sebaliknya, seseorang yang berasal dari keluarga kelas rendah

yang berusaha mengejar kegiatan-kegiatan tersebut akan memiliki

kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan yang lebih

baik.

c. Faktor Psikologis

1) Motivasi

Manusia bukanlah benda mati yang bergerak hanya bila ada daya

dari luar yang mendorongnya, melainkan makhluk yang mempunyai

daya-daya dalam dirinya sendiri dalam bergerak, inilah yang

dinamakan motivasi. Oleh karena itu, motivasi sering disebut (the

energizer of behaviour) atau penggerak perilaku khususnya dalam

rangka meningkatkan kemampuan seseorang (Irwanto, 2002).

Menurut Hasibuan (2003), alat-alat motivasi adalah sebagai berikut:

1) Materiil insentif yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang atau

barang yang mempunyai nilai.

2) Nonmateriil insentif yaitu alat motivasi yang diberikan berupa

barang yang tidak ternilai, misalnya medali dan piagam.


3) Kombinasi materiil dan nonmateriil insentif yaitu alat motivasi yang

diberikan dapat memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan

rohaniah.

Menurut Purwanto (2004), motivasi ada dua macam yaitu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berikut adalah penjabaran dari jenis

motivasi tersebut:

1) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri manusia. Biasanya

motivasi timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan

sehingga manusia menjadi puas.

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik berasal dari luar yang merupakan pengaruh dari

orang lain atau lingkungan. Perilaku yang didapat dari motivasi

ekstrinsik penuh dengan kekhawatiran, kesangsian apabila tidak

tercapai kebutuhan

d. Minat

Minat ialah keinginan yang kuat disertai usaha seseorang untuk

meningkatkan kemampuan individu. Orang yang mempunyai minat yang

kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat

pengetahuan dan kemampuan seseorang atas kesadarannya sendiri.

Macam-macam minat menurut Notoatmodjo (2003) dibedakan menjadi

2 yaitu :

1) Minat primitif

Disebut pula minat biologis, yaitu minat yang berkisar soal makanan

dan kebebasan aktifitas.


2) Minat kultural

Disebut juga minat sosial yaitu minat yang berasal dari perbuatan

yang lebih tinggi tarafnya.

Cara menimbulkan minat yang dikutip oleh Walgito (2004) adalah

sebagai berikut :

1) Membangkitkan suatu kebutuhan.

2) Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau.

3) Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik.

e. Kematangan sosio dan emosi serta penyesuaian diri

Seorang harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu.

Seseorang yang mudah marah, menangis dan bereaksi secara berlebihan

ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu atau menarik diri atau

mendongkol akan mendapat kesulitan dalam belajarnya sehingga untuk

mendapatkan pengetahuan dan kemampuan maksimal terhambat.

Sebaliknya, seseorang yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan

lebih mudah memusatkan perhatiannya pada pelajaran yang diterapkan.

3. Batuk Efektif

a) Pengertian

Batuk merupakan mekanisme reflek yang sangat penting untuk menjaga

jalan nafas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir

yang menumpuk pada jalan nafas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan

oleh reflex batuk tetapi juga gumpalan darah dan benda asing. Namun, sering

terdapat batuk yang tidak bertujuan untuk mengeluarkan lender maupun benda

asing, seperti batuk yang disebabkan oleh iritasi jalan nafas.Jalan nafas dapat

menjadi hiperreaktif sehingga hanya dengan iritasi sedikit saja sudah dapat
menyebabkan reflek batuk. Daerah pada jalan nafas yang peka terhadap

rangsangan batuk adalah laring, karina, trakea, dan bronkus utama. Selain pada

jalan nafas, daerah yang juga dapat merangsang refleks batuk adalah pleura,

membrane timpani, dan terkadang iritasi pada visera juga menimbulkan refleks

batuk.

(Darmanto, 2015)

Batuk efektif adalah metode batuk yang dilakukan dengan benar untuk

mengeluarkan lendir yang terdapat dalam saluran pernafasan secara maksimal,

teknik batuk efektif yang dilakukan dengan benar tidak akan membuat penderita

kehilangan energy sehingga mengalami kelelahan. Memahami pengertian batuk

efektif beserta teknik melakukannya akan memberikan banyak manfaat,

diantaranya untuk melonggarkan pernafasan maupun mengatasi lender baik

dalam bentuk sputum maupun secret dalam hidung yang timbul akibat adanya

infeksi pada saluran pernafasan maupun karena sejumlah penyakit yang diderita

seseorang.

(DepKes RI, 2016)

Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat

menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak

secara maksimal. Menurut teori Kapuk (2012) menyatakan bahwan standar

oprasional prosedur (SOP) tujuannya yaitu membebaskan jalan nafas dari

akumulasi secret, mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik

laboratorium dan mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret.

Menurut Pranowo (2008), pada dasarnya jika sputum tidak segera

dikeluarkan maka akan menjadi gumpalan sekresi pernafasan pada area jalan
nafas dan paru-paru sehingga menutup sebagian jalan nafas yang kecil sehingga

menyebabkan ventilasi menjadi tidak adekuat dan gangguan pernafasan, maka

tindakan yang harus dilakukan adalah mobilisasi sputum. Pada tahun 2011,

Nugroho mengemukakan batuk efektif merupakan salah satu upaya untuk

mengeluarkan dahak dan menjaga paru - paru agar tetep bersih, disamping

dengan pemberian tindakan nebulizer. Sedangkan menurut (Kapuk,2012) Batuk

efektif merupakan latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan

menggangu saluran di saluran nafas dengan cara di batukkan. Pada indikasi

tertentu, biasanya nafas dalam dan batuk efektif dilakukan secara bersamaan

dalam satu periode.

b) Jenis-jenis batuk batuk berdasarkan waktu :

1. Akut

Akut merupakan fase awal dan masih mudah buat sembuh. Jangka waktunya

kurang daritiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, penyempitan

saluran nafas atas.

2. Sub akut

Subakut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis. Dikategorikan

subakut bila batuk sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel.

3. Kronis

Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran

nafas atas dan terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya adalah

tanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit berat

yang ditandai dengan batuk kronis, misalnya asma, TBC, gangguan refleks

lambung, penyakit paru obstruksi kronis, sampai kanker paru-paru. Untuk itu,
batuk kronis harus diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan

diatasi sesuai dengan penyebabnya itu. (Nadesui,Hendrawan.2008)

c) Berdasarkan sebabnya

1. Batuk berdahak

Yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk

berdahak lebih sering terjadi pada saluran napas yang peka terhadap paparan

debu, lembab berlebih, alergi dan sebagainya. Batuk berdahak merupakan

mekanisme tubuh untuk mengeluarkan zat-zat asing dari saluran nafas,

temasuk dahak. Batuk ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Pada batuk

berdahak produksi dahak meningkat dan kekentalannya juga meningkat

sehingga sukar dikeluarkan ditambah terganggunya bulu getar bronchii (silia)

yang bertugas mengeluarkan dahak sehingga diperlukan obat yang berlabel

ekspektoran. Obat-obat ini biasanya juga merangsang terjadinya batuk supaya

terjadi pengeluaran dahak. Selain itu ada juga obat-obat yang bisa membantu

mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan yang disebut mukolitik.

Contoh obat-obat ekspektoran adalah amoniumklorida, gliseril guaiakol,

ipekak, dan lain-lain. Sedangkan contoh obat mukolitik adalah bromheksin,

asetilsisitein, dan ambroksol. Batuk berdahak, jumlah dahak yang dihasilkan

sangat banyak, sehingga menyumbat saluran pernafasan.

2. Batuk kering

Batuk ini tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokan terasa gatal, sehingga

merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu kenyamanan, bila

batuknya terlalu keras akan dapat memecahkan pembuluh darah pada mata.

3. Batuk yang khas


Batuk rejan, batuknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa menyebabkan pita

suara radang dan suara parau. Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-

bulan, kecil-kecil, timbul sekali- sekali, kadang seperti hanya berdehem. Pada

TBC batuk bisa disertai bercak darah segar. Batuk karena asma, sehabis

serangan asma lendir banyak dihasilkan. Lendir inilah yang merangsang

timbulnya batuk. Batuk karena penyakit jantung lemah, darah yang

terbendung di paru-paru, menjadikan paru-paru menjadi basah. Kondisi basah

pada paru-paru ini yang merangsang timbulnya batuk. Batuk karena kanker

paru-paru yang menahun tidak sembuh. Batuknya tidak tentu. Bila kerusakan

paru-paru semakin luas, batuk semakin bertambah. Batuk karena kemasukan

benda asing, pada saat saluran pernafasan berusaha mengeluarkan benda asing

maka akan menimbulkan batuk

d) Tujuan Batuk Efektif.

Tujuan batuk efektif menurut Depkes RI, 2016 yaitu:

1) Melatih otot pernafasan agar dapat melakukan fungsi dengan baik.

2) Mengeluarkan dahak atau sputum yang ada disaluran pernafasan

3) Melatih pasien agar terbiasa melakukan cara pernafasan dengan baik.

e) Manfaat Batuk Efektif

Manfaat batuk efektif menurut Depkes RI, 2016 antara lain:

1) Untuk mengeluarkan sekret yang menyumbat jalan nafas.

2) Untuk meringankan keluhan saat terjadi sesak nafas pada penderita jantung.

f) Indikasi Batuk Efektif

1) COPD/PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)


2) Emphysema

3) Fibrosis

4) Asma,

5) Tuberculosis

6) Pasien bedrest atau post operasi.

g) Kontra Indikasi Batuk Efektif

Tidak boleh dilakukan pada pasien seperti: Pnemothoraks,

hemoptysis,edema paru, efusi pleura yang luas,gangguan sistem kardiovaskuler

seperti: hipotensi, hipertensi, infark miokard akut, dan aritmia.

h) Alat dan Bahan

1) Bantal.

2) Sputum Port

3) Air minum hangat (air putih)

4) Tissue.

i) Teknik batuk efektif

Batuk efektif menurut (Depkes RI , 2016)

1) Terlebih dahulu minum segelas air hangat untuk mengencerkan sputum

maupun lendir yang terdapat di dalam saluran pernafasan.

2) Setelah itu lakukan pernafasan dalam dengan mengambil udara banyak melalui

hidung sambil mengembangkan dada dan mengangkat bahu, lalu tahan

beberapa detik dan keluarkan udara melalui mulut secara perlahan.

3) Lakukan pernafasan dalam setidaknya 3 hingga 4 kali pada pernafasan dalam

yang kelima, setelah menahan udara dalam rongga dada beberapa detik lalu
keluarkan dengan membatukannya menggunakan tekanan yang kuat hingga

lendir atau sputum keluar secara maksimal.

(Depkes RI , 2016)

4. Tuberkulosis Paru

a. Pengertian

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

basil MicrobacteriumTuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran

pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberculosis masuk kedalam

jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang

dikenal sebagai focus primer dari ghon.

(Mandal, et al, 2008)

Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di

berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyaintekanan parsial oksigen yang

tinggi.Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membrane

salnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan

pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat.Bakteri ini tidak tahan

terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terurama terjadi pada malam hari.

(Tabrani, 2013)

Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm

dan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan

terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini

adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang

memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini menjadi

prediksi pada penyakit tuberculosis.


(Somantri, 2012)

b. Klasifikasi

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak tuberculosis aktif paru bagian dalam

menurut Sudoyo (2009) adalah sebagai berikut :

1) Tuberculosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif

Specimen dahak hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan

gambaran tuberculosis aktif.

2) Tuberculosis Paru BTA negative.

Pemeriksaan 5 specimen dahak hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dahak

menunjukkan gambaran tuberculosis paru BTA negatif rontgen positif dibagi

berdasarkan tingkatan keparahan penyakitnya yaitu bentuk berat dan

ringannya.

c. Etiologi

Penyebab TB paru adalah mycobacterium tuberculosis. Kuman

mycobacterium tuberculosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu

tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati

dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat

yang gelap dan basah. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama

beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada

orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat (Ismiyani, 2009).

Sedangkan menurut Corwin (2005) menyebutkan penyebab TB paru adalah

mikroorganisme mycobacterium tuberculosis. Apabila bakteri tuberkulin dalam

jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem

pernafasan dan berhasil menempati saluran nafas bawah, maka pejamu akan

melakukan respon imun dan peradangan yang kuat. Respon yang hebat ini
terutama oleh sel T, maka hanya sekitar 5% orang yang terpajan basil tersebut

menderita tuberkulosis aktif.

d. Manifestasi Klinis

Gejala utama TB paru yang dikutip oleh Mansjoer (2007) adalah batuk lebih

4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah

nyeri dada dan batuk darah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda :

1. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial dan ronci basah)

2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum

3. Sekret di saluran nafas

4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung

dengan bronkus.

Gambaran klinis Tuberkulosis (TB) paru menurut Corwin (2005) dapat dilihat

seperti di bawah ini :

1. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum

2. Malaise dan lemah dalam melakukan aktivitas

3. Keringat malam keluar terus-menerus

4. Gejala flu yang menimbulkan rasa tidak nyaman

5. Demam derajat rendah

6. Nyeri dada sering timbul pada saat infeksi aktif

7. Penderita sering mengalami nyeri kepala

e. Patofisiologi

Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri

dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga

dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan

bagian tubuh lainnya (Mansjoer, 2007).


Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit

menelan banyak bakteri, limfosit specifik tuberculosis melisis basil dan jaringan

normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan

menyebabkan bronkopnemonia (Sudoyo, 2006).

Massa jaringan paru-paru granuloma (gumpalan basil yang masih hidup

dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.

Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut

komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa

seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, memebentuk skar kolagenosa.

Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat

mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon tidak adekuat sistem imun,

maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel

ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronkiolus. Bakteri kemudian

menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi

menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Sudoyo,

2006).

Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh reaksi imun

dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut

permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida

sehingga pertukaran gas menurun. Apabila kapasitas difusi paru menurun cukup

luas dapat menimbulkan vasokontriksi hipoksik anteriol paru (Corwin, 2005).

f. Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi

lanjut.
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, poncet’s

arthropatry.

2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Pasca

Tuberculosis), kerusakan parenkim berat atau fibrosis paru, kor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering

terjadi pada TB milier kavitas (Sudoyo, 2006).

Menurut Pemprov Jateng (2012), TB Paru bila tidak diobati secara teratur dapat

menimbulkan akibat sebagai berikut :

1. Batuk darah (Hemaptysis)

2. Kerusakan jaringan paru-paru

3. Kebocoran pada paru-paru secara spontan

4. Dapat menyebabkan kematian

g. Pemeriksaan penunjang TB paru menurut Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut :

1. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis).

2. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) merupakan uji serologi

imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk

menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

3. Uji kulit positif untuk tuberkulosis memperlihatkan imunitas seluler dan hanya

membuktikan bahwa saluran nafas bawah yang bersangkutan pernah terpajan ke

basil tetapi tidak mengalami infeksi aktif.

4. Biakan sputum BTA dari pasien dengan infeksi aktif akan memperlihatkan

adanya basil.

5. Pemeriksaan sinar X akan memperlihatkan pembentukan tuberkel lama atau

baru.

h. Penatalaksanaan
Pemberian obat tuberkulosis dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang

cukup dan dosis tepat lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal. Apabila panduan obat

yang diinginkan tidak adekuat (jenis dosis, jangka waktu pengobatan) kuman

tuberkulosis akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Menjamin

kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan

pengawasan langsung atau DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)

oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Pemprov Jateng, 2012). Adapun

jenis dan dosis OAT (Obat Anti Tuberkulosis) menurut Mansjoer (2007) adalah

sebagai berikut :

1. Isoniazid (INH)

Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam metabolik aktif yaitu kuman

yang sedang berkembang. Dosis harian yang diberikan 5 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant (persister) yang

tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis harian yang diberikan 10 mg/kg

BB.

3. Praazinomid (Z)

Pyrazinamide bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam

sel dengan suasana asam. Dosis harian yang diberikan 25 mg/kg BB.

4. Streptomisin (S)

Streptomycin bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam

sel dengan suasana basa. Dosis harian yang diberikan 15 mg/kg BB.

5. Etambutol (E)

Ethambutol bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang diberikan 15

mg/kg BB.
B. Kerangka Teori

TB PARU

Tanda dan Gejala : Faktor-faktor yang


a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronci mempengaruhi
basah dan lain-lain). kemampuan :
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum 1. Faktor Fisiologis
c. Sekret di saluran nafas 2. Gangguan Intelektual
d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas 3. Faktor Lingkungan
4. Faktor Psikologis

KEMAMPUAN PASIEN
MELAKUKAN BATUK
EFEKTIF SECARA
MANDIRI
Tujuan Pendidikan Kesehatan :
1. Menjadikan kesehatan
sebagai sesuatu yang
bernilai dalam masyarakat.
2. Menolong individu agar
mampu secara mandiri atau
berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai
tujuan hidup sehat.
3. Mendorong pengembangan
dan penggunaan secara
tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

Sumber : AIP DIII Keperawatan Jateng (2006), Doengoes (2000), Mansjoer (2007), Ibrahim
(2009) dan Jazzila (2009).

Gambar 2.2
Kerangka Teori

C. Kerangka Kosep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini

gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu

topik yang akan dibahas.(16)

Kerangka konsep penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang

Batuk Efektif terhadap Kemampuan Pasien Melakukan Batuk Efektif Secara Mandiri

pada Pasien TB Paru di RSUD RAA Soewondo Pati”, dapat digambarkan sebagai

berikut:

Variabel Independent Variabel Dependent

Batuk Efektif Kemampuan pasien


Melakukan Batuk
Efektif Secara Mandiri
Pendidikan Kesehatan
Batuk Efektif

Gambar 2.3
Kerangka Konsep Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian pra eksperimental adalah suatu jenis penelitian eksperimen yang

digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat tanpa disertai kontrol (Nursalam,

2003). Pre experimental design merupakan jenis penelitian eksperimen yang tidak

sebenarnya atau pura-pura. Penelitian ini juga sering disebut dengan quasi

experiment yang digunakan untuk mengukur hubungan sebab akibat (Arikunto,

2006).

Penelitian di sini dimaksudkan untuk mengukur pengaruh pendidikan tentang

batuk efektif terhadap kemampuan psien melakukan batuk efektif secara mandiri

pada pasien TB paru di RSUD RAA Soewondo Pati.

A. Rancangan Penelitian

Ciri dari tipe penelitian ini adalah Pra - Post Test dalam satu Kelompok (One-

Group Pra Test – Post Test Design). Tipe penelitian ini mencoba mengungkapkan

hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subyek. Kelompok

subyek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah

subyek diberikan intervensi (Nursalam, 2003).


Peneliti mengobservasi kemampuan pasien melakukan batuk efektif secara

mandiri pada pasien TB paru sebelum diberikan pendidikan kesehatan batuk efektif

dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan batuk efektif di RSUD RAA Soewondo

Pati.

2. Ruang Lingkup

a) Lingkup materi

Lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pasien Tuberkulosis

Paru di RSUD RAA Soewondo Pati.

b) Lingkup keilmuan

Dalam penelitian ini, lingkup keilmuan adalah ilmu kebutuhan dasar manusia

dan ilmu keperawatan keperawatan medikal bedah.

3. Lingkup Masalah

Permasalahan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Pengaruh

Pendidikan Kesehatan tentang Batuk Efektif terhadap Kemampuan Pasien

Melakukan Batuk Efektif Secara Mandiri pada Pasien TB Paru di RSUD RAA

Soewondo Pati

4. Lingkup Tempat

Tempat yang dijadikan lokasi penelitian ini adalah ruang Gading RSUD

RAA Soewondo Pati.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data selama

penelitian berlangsung.(13) Lokasi penelitian yang diambil peneliti adalah di Ruang

Gading RSUD RAA Soewondo Pati.


2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis untuk

memperoleh data penelitian yang dilaksanakan.(13) Waktu penelitian dilaksanakan

pada bulan Januari sampai dengan Maret 2019.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variable yaitu:

1. Variabel terikat (dependen), adalah pengeluaran sputum pada pasien TB Paru

2. Variabel bebas (independen), adalah teknik batuk efektif

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya.(17)

Populasi dalam penelitian ini adalah Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD RAA

Soewondo Pati.

2. Sampel

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan yaitu tehnik accidental

sampling. Accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat

digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok

sebagai sumber data.(16)

Dalam penelitian ini kriteria inklusi responden adalah sebagai berikut :

a) Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD RAA Soewondo Pati.


b) Umur dewasa tengah (30-55 tahun).

c) Mampu di ajak komunikasi dengan baik.

d) Pasien yang bersedia diteliti.

Kriteria inklusi yaitu kriteria yang dijadikan karakteristik umum yaitu subyek

penelitian dari suatu populasi yang terjangkau yang akan diteliti. (17)

Dan menjadi kriteria eklusinya adalah sebagai berikut :

a) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden.

b) Pasien yang tidak bersedia mengisi lembar kuesioner.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari suatu studi karena berbagai sebab. (17)

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Alat Ukur dan


Hasil Ukur Skala
Penelitian Operasional Cara Ukur

Variabel Pendidikan Menggunakan - -


Independen kesehatan batuk leaflet dan
efektif yang materi
Pendidikan dimaksud adalah pendidikan
kesehatan pengajaran tentang kesehatan dan
Batuk Efektif batuk efektif yang SAP.
diberikan oleh
peneliti untuk
pengeluara sputum
di RSUD RAA
Soewondo Pati

Variabel Kemampuan yang Menggunakan Skor yang didapat Ordinal


Dependen dimaksud adalah pedoman adalah sebagai berikut :
keahlian observasi a. Kemampuan baik :
Kemampuan sesuai 8-9
pasien melakukan
modifikasi b. Kemampuan sedang
fisioterapi dada tahap kerja : 4-6
secara mandiri SOP dengan 6 c. Kemampuan
yang dapat item kurang : 1-3
dilakukan oleh penilaian.
keluarga pada Penilaian
kemampuan :
pasien TB paru
1. “Dilakuka
setelah pendidikan n dengan
kesehatan di Balai baik” nilai
Kesehatan Paru 3.
Masyarakat 2. “Dilakuka
Wilayah Pati. n kurang
baik” nilai
2.
3. “Tidak
dilakukan”
nilai 1.
Nilai minimal
:6
Nilai
maksimal :
18

F. Instrument Penelitian

1. Kuesioner A

Instrumen A digunakan untuk memperoleh data karakteristik responden

yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan responden.

2. Kuesioner B

Kuesioner B digunakan untuk mengukur kemampuan melakukan

fisioterapi dada secara mandiri pada pasien TB paru di Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Wilayah Pati sebelum pendidikan kesehatan dengan menggunakan 6

item penilaian. Peneliti hanya memberikan tanda chek list (√) sesuai dengan hasil

observasi yang diperoleh didalam lembar pedoman observasi yang sudah

disiapkan.

3. Kueioner C

Kuesioner C digunakan untuk mengukur kemampuan melakukan

fisioterapi dada secara mandiri pada pasien TB paru di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Wilayah Pati sesudah pendidikan kesehatan dengan menggunakan 6

item penilaian. Peneliti hanya memberikan tanda chek list (√) sesuai dengan hasil

observasi yang diperoleh didalam lembar pedoman observasi yang sudah

disiapkan.

G. Validitas dan Realibilitas

Sebelum dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas yaitu :

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrument, sebuah instrument dikatakan valid apabila

mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Instrument yang

digunakan merupakan hasil modifikasi dari Standart Operasional Prosedur

keperawatan Jateng , sehingga peneliti menggunakan uji validitas dengan teknik

content validity yaitu meminta pendapat ke pakar meliputi materi pelatihan dan

lembar observasi. Face validity digunakan untuk kuesioner A dan serta pendidikan

kesehatan yang akan dilakukan.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument tersebut

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena

instrument itu sudah baik (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas tidak dilakukan oleh

peneliti karena alat ukur yang digunakan adalah lembar observasi yang

dimodifikasi sesuai dengan Standart Operasional Prosedur keperawatan Jateng

(2006).

H. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan data primer (kuesioner) dan

sekunder (Data RSUD RAA Soewondo Pati, Literatur dan Perpustakaan). Adapun

prosedur pengumpulan data sebagai berikut :

1. Mengurus perizinan penelitian kepada institusi pendidikan yaitu Akper

Pragolopati.

2. Selanjutnya meminta izin kepada Kepala Litbang Kabupaten Pati dan

permohonan izin penelitian di RSUD RAA Soewondo Pati.

3. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden untuk memberikan

penjelasan, diharapkan bersedia menjadi responden dan bersedia menandatangani

lembar persetujuan menjadi responden.

4. Peneliti menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang diberikan kepada

responden dan didampingi peneliti dalam pengisian kuesioner.

5. Mengumpulkan dan menilai hasil yang didapat setelah kuesioner selesai dan

terkumpul.

6. Kuesioner yang berisi hasil penelitiantersebut kemudian dilakukan langkah

pengolahan hasil serta dibahas.

I. Metode Analisa Data

1. Teknik Pengolahan

Untuk penelitian ini, pengolahan data yang dikutip oleh Arikunto (2006) dilakukan

dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Editing

Berfungsi untuk meneliti kembali apakah isi lembar observasi sudah lengkap.

Editing dilaksanakan di tempat pengumpulan data sehingga apabila ada

kekurangan dapat segera dilengkapi. Peneliti segera mengecek kembali hasil

pedoman observasi yang telah dimasukan dalam tabel penolong sementara.


b. Coding

Usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,

klasifikasi dilaksanakan dengan jalan menandai masing-masing dengan kode

berupa angka kemudian dimasukkan dalam tabel guna mempermudah

membacanya.

Peneliti memasukan kode-kode karakteristik responden yang

didapatkan dari kuesioner yang disebarkan. Karakteristik responden yang

dimasukan adalah umur responden, jenis kelamin responden, pendidikan

responden dan pekerjaan responden.

c. Scoring

Memberikan angka pada jawaban pertanyaan untuk mendapatkan data

kuantitatif yang disusun dalam tabel distribusi frekwensi dan tabel silang

untuk dilakukan analisa data.

Scoring nilai didapat setelah peneliti mengetahui hasil kemampuan

melakukan fisioterapi dada sebelum dan sesudah diberikan pendidikan

kesehatan. Setelah dimasukan tabel distribusi, data yang diambil dimasukan

dalam program komputer.

d. Tabulating

Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel-tabel

sesuai kriteria.

Tabulasi ini dilakukan untuk menggolongkan sesuai scoring yang

didapat. Peneliti dapat mengetahui apakah penelitian ini ada pengaruh atau

tidak dengan melihat hasil tabulasi.

2. Analisis Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan prosentase dari tiap variabel (Sugiyono, 2005).

Analisis data menggunakan program komputer untuk mengetahui

bagaimana gambaran data yang telah selesai dikumpulkan dengan bentuk

distribusi, frekuensi dan prosentase pada data kategorik yaitu jenis kelamin

responden, pendidikan responden, pekerjaan responden, kemampuan sebelum

pendidikan kesehatan dan kemampuan keluarga sesudah pendidikan

kesehatan. Data numerik responden yaitu umur responden akan menghasilkan

mean, median dan standart deviasi.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yaitu analisa data yang dilakukan pada dua variabel

yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi (Sugiyono, 2005). Analisa

bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh pendidikan kesehatan tentang batuk efektif terhadap kemampuan

pasien melakukan batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru di RSUD

RAA Soewondo Pati..

Dalam penelitian ini dalam menguji hipotesis digunakan teknik

hipotesis dengan metode Uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon merupakan salah satu

uji statistik yang digunakan pada data berdistribusi (nominal dan ordinal) serta

untuk menguji ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara pre test dan post

test dalam satu kelompok sampel (Riwidikdo, 2007).

Rumus yang digunakan :

SS1 + SS2 1 1
Sx1 – x2 = +
SS1 : sumsquare dari sampel 1

SS2 : sumsquare dari sampel 1

n1 : besar sampel 1

n2 : besar sampel 2

Sx1 – Sx2 : standar error dari beda

Semua nilai ρ hitung dibandingkan tabel kemaknaan dengan nilai ρ

value ≤ 0,05. Bila ρ value ≤ 0,05 Ho ditolak, Ha diterima yang berarti

pengaruh pelatihan batuk efektif terhadap kemampuan pasien melakukan

batuk efektif secara mandiri pada pasien TB paru di RSUD RAA Soewondo

Pati.

Hasil uji dapat dianalisa bahwa nilai z hitung -3,626 > 1,96 (tabel

kritis z dengan ρ = 0,000). Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang batuk efektif

terhadap kemampuan keluarga melakukan batuk efektif secara mandiri pada

pasien TB paru di RSUD RAA Soewondo Pati.

J. Etika Penelitian

Seorang peneliti harus menghormati prinsip-prinsip etika penelitian yang meliputi:

1. Informend Consent

Informend Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

Responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informend


Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informend Consent

adalah agar subjek mengerti maksut dan tujuan penelitian, megetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati

hak responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Masalah ini merupakan maslah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan oleh hasil riset.(16)

Anda mungkin juga menyukai