Dosen pengampu :
Dr. Ir. ASWANDI, M.Si
NURFAIJAH, S.TP., M.Si
R001
KELOMPOK III
RIKI PRANINTA BANGUN
J1B116076
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1.2 Tujuan
Tujuan dari diadakan nya praktikum ini, yaitu pertama praktikan melakukan
pemasangan (instalasi) komponen jaringan irigasi cincin, kedua praktikan
mengoperasikan jaringan irigasi cincin. Ketiga Praktikan melakukan pengukuran
dan perhitungan pola pembasahan emitter, debit
2.1.3 Manfaat
Manfaat dari diadakan nya praktikum ini, yaitu pertama praktikan mampu
melakukan pemasangan (instalasi) komponen jaringan irigasi cincin, kedua
praktikan mampu mengoperasikan jaringan irigasi cincin. Ketiga Praktikan
mampu melakukan pengukuran dan perhitungan pola pembasahan emitter, debit.
2.1.4 Tinjauan Pustaka
2.1. Pengertian Irigasi
Secara fisiologis, air irigasi mengisi kebutuhan air untuk fotosintesis dan
pertumbuhan sel, berperan sebagai medium untuk pemupukan dan pestisida serta
menyediakan tambahan pendinginan (supplemental cooling) (Ling, 2004). Lebih
lanjut Doorenbos dan Pruitt (1977) mengemukakan bahwa dalam proses
metabolisme pertumbuhan, tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang
berbeda tergantung jenis tanaman, waktu tanam, iklim saat tanaman tersebut
tumbuh,pola tanam serta jenis tanahnya. Selain itu juga tergantung dari waktu
dan cara pemberiannya.
Menurut peraturan pemerintah no.23 tahun 1998 irigasi adalah usaha untuk
menyediaan dan pengaturan air iuntuk menujang pertanian, dan menurut peraturan
pemerintah no.20 tahun 2006 merupakan usaha penyediaan pengaturan dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak.
Irigasi berasal dari istilah irrigaite dalam bahasa Belanda atau irrigation
dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan
dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang
kembali (Erman Mawardi et al.,2002). Irigasi adalah salah satu cara untuk
mengatasi kekeringan yang sering terjadi di Indonesia pada khususnya. Menurut
(Kemendikbud, 2013) Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk
menanggulangi kekeringan di Indonesia, antara lain:
1. Memperbaharui paradigma petani terkait kebiasaan memaksakan penanaman
padi di musim kemarau.
2. Membangun atau merehabilitasi jaringan sistem irigasi yang baik dan relevan
dengan kondisi alam.
3. Membangun serta memelihara wilayah konservasi lahan dan juga wilayah
resapan air.
4. Menciptakan kalender tanam.
5. Pemerintah menyediakan informasi perubahan iklim yang lebih akurat.
2.2. Sistem Irigasi
a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan),
b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi
lahan),
Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan
tersier. Jaringan utama adalah jarigan irigasi yang berada dalam satu system
irigasi, mulai dari banguanan utama, saluran induk atau primer, saluran sekuder,
dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan utama meliputi
bangunan, Jaringan tersier dalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang
disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluram kuater dan saluran
pembuang berikut saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk
jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan denagan areal
pelayanannya dasamakan disamakan dengan areal tersier.
Jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak
tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi
disebut denagn Daerah Irigasi.dari segi konstruksi jaringan irigasinya, pasandaran
mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1) Irigasi sederhana
Adalah suatu system irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat
pengukur pada bangunan penagmbilan (head work) saja, sehingga air hanya
teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja denagn demikian efisiennya
sedang.
3) Irigasi Teknis
Adalah suatu system irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengukur air pada bagunan penagmbilan, bangunan bagi dan banguana sadap
sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan sadap, diharapkan efisiensinya
tinggi.
1. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang
lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di
petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak
bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai
batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya.
Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa
faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain
jumlah petani, topografi dan jenis tanaman (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
2. Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari
beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda
topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sekunder dapat
berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan.
Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi
kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya.
Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang
mengairi lereng medan yang lebih rendah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
3. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung
air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986). Mengacu pada Direktorat
Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan,pengukuran, serta kelengkapan
fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu
2.5.1 Emiter
Emiter atau penetes merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa
lateral ke tanah sekitar tanaman secara sinambung dengan debit yang rendah dan
tekanan mendekati tekanan atmosfer. Alat aplikasi ini bisa dibuat dari berbagai
bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya. Alat aplikasi yang
baik harus mempunyai karakteristik debit yang rendah dan konstan, toleransi yang
tinggi terhadap tekanan operasi, tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu,
dan umur pemakaian cukup lama (Prastowo, 2010).
Pipa gerabah sebagai emiter juga dikembangkan oleh Hermantoro (2006)
dimana pipa gerabah tersebut ditempatkan di bawah permukaan tanah dan
menghasilkan laju rembesan 2.68 liter/m/hari s.d 4.66/m/hari. melakukan
penelitian lapang pipa lateral berpori dari jenis kain famatex keliling 8 cm untuk
sistem irigasi tetes metode Via-Flow menunjukkan debit rebesan yang dihasilkan
pada berbagai tekanan operasional (0.9 m, 1.3 m, dan 1.8 m) adalah antara 0.3 –
0.4 l/m/menit.
2.6. Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk
kedalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari
infiltrasi ke tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan.
Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah
dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih
kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah
hujan.
Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang
tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air
tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
Laju infiltrasi dipengaruhi oleh intensitas hujan. Nilai laju infiltrasi (f) dapat
kurang dari atau sama dengan kapasitas infiltrasi (fp). Jika Intensitas Hujan
kurang dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan kurang dari kapasitas
infiltrasi. Dan, jika intensitas hujan lebih dari kapasitas infiltrasi maka laju
infiltrasi akan sama dengan kapasitas infiltrasi (Soesanto 2008).
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi
pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat
tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju
perkolasi (Achmad, 2011).
Klasifikasi laju infiltrasi berdasarkan kriteria Kohnke (1968 dalam Lee 1980)
yang dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik data infiltrasi pengukuran lapang
dianalisis dengan menggunakan persamaan Horton, Kostiakov dan Philips.
T = Waktu (detik)
DAFTAR PUSTAKA
Dorrenbos, J & W.O Pruitt. 1977. Guidelines for Predicting Crop Water.
Requirements. FAOIrrigation and Drainage Paper Volume 24.Rome.
Kohnke dalam lee, R. 1980. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Prastowo. 2010. Irigasi Tetes Teori dan Aplikasi. IPB Press. Bogor.