Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM

TEKNIK MESIN IRIGASI DAN DRAINASE


“PERENCANAAN IRIGASI CINCIN”

Dosen pengampu :
Dr. Ir. ASWANDI, M.Si
NURFAIJAH, S.TP., M.Si

R001
KELOMPOK III
RIKI PRANINTA BANGUN
J1B116076

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB II

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1. Objek 1 (Perencanaan Irigasi Cincin)

2.1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur yang sangat penting dalam pertumbuhan


tanaman. Air bagi tanaman merupakan sumberdaya yang sangat utama
karena hampir semua proses fisika, kimia, dan biologi didalam tanah dan
proses fisiologis tanaman tidak akan dapat berlangsung secara optimal
tanpa ketersediaan air yang cukup

Pemberian air pada tanaman dapat meningkatkan jumlah produktifitas


tanaman. Air yang cukup akan mendukung peningkatan produksi
tanaman, sebaliknya rendahnya jumlah air akan menyebabkan terbatasnya
perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara oleh
akar tanaman.

Semakin sering air diberikan, semakim cepat pertumbuhan dan


perkembangan tanaman. Namun, bila jumlah air yang diberikan semakin
banyak, kelebihan air menjadi tidak bermanfaat atau tidak efisien dan
tentunya akan menjadi masalah bagi tanaman.Selain faktor air, faktor
tanah juga mempengaruhi tingkat efisiensi pemberian air pada tanaman.
Faktor yang mempengaruhi tanah dalam mencukupi kebutuhan air bagi
tanaman adalah kapasitas tanah menahan air dan laju infiltrasi. Kedua
faktor tersebut sangat ditentukan oleh tekstur dan sifat fisik tanah.

Kapasitas irigasi dalam kaitanya dengan ketersediaan air untuk


tanaman dapat dikaji melalui permasalahan irigasi, dan faktor – faktor
yang mempengaruhi terhadap pengelolaan air irigasi. Ketersediaan air
irigasi untuk tanaman banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor kondisi
tanah, jenis tanaman, iklim, topografi, sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Dalam sebuah kegiatan pertanian, kebutuhan air sudah menjadi hal
mutlak yang diperlukan dan tidak bisa dielakkan lagi, karena air
merupakan faktor penting dalam usaha pertanian. Tanaman yang
dibudidayakan dalam pertanian membutuhkan air yang cukup agar dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik hingga menghasilkan produksi
yang maksimal. Pemberian air pada tanaman harus sesuai dengan
kebutuhan tanaman tersebut. Pemberian air yang berlebihan atau yang
tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman juga akan
mengganggu pertumbuhan tanaman.

Kegiatan pengairan meliputi penampungan dan pengambilan air dari


sumbernya, mengalirkannya melalui saluran-saluran ke tanah atau lahan
pertanian, dan membuang kelebihan air keseluruh pembuangan.
Pengairan bertujuan untuk memberikan tambahan air pada air hujan
dalam waktu yang cukup dan pada waktu diperlukan tanaman. Secara
umum, pengairan berguna untuk mempermudah pengelolahan tanah,
mengatur suhu tanah dan iklim mikro, membersihkan atau mencuci tanah
dari garam-garam yang larut atau asam-asam tinggi, membersihkan
kotoran atau sampah dalam saluran air, dan menggenangi tanah untuk
memberantas tanaman pengganggu dan hama penyakit.

2.1.2 Tujuan
Tujuan dari diadakan nya praktikum ini, yaitu pertama praktikan melakukan
pemasangan (instalasi) komponen jaringan irigasi cincin, kedua praktikan
mengoperasikan jaringan irigasi cincin. Ketiga Praktikan melakukan pengukuran
dan perhitungan pola pembasahan emitter, debit

2.1.3 Manfaat
Manfaat dari diadakan nya praktikum ini, yaitu pertama praktikan mampu
melakukan pemasangan (instalasi) komponen jaringan irigasi cincin, kedua
praktikan mampu mengoperasikan jaringan irigasi cincin. Ketiga Praktikan
mampu melakukan pengukuran dan perhitungan pola pembasahan emitter, debit.
2.1.4 Tinjauan Pustaka
2.1. Pengertian Irigasi

Secara fisiologis, air irigasi mengisi kebutuhan air untuk fotosintesis dan
pertumbuhan sel, berperan sebagai medium untuk pemupukan dan pestisida serta
menyediakan tambahan pendinginan (supplemental cooling) (Ling, 2004). Lebih
lanjut Doorenbos dan Pruitt (1977) mengemukakan bahwa dalam proses
metabolisme pertumbuhan, tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang
berbeda tergantung jenis tanaman, waktu tanam, iklim saat tanaman tersebut
tumbuh,pola tanam serta jenis tanahnya. Selain itu juga tergantung dari waktu
dan cara pemberiannya.
Menurut peraturan pemerintah no.23 tahun 1998 irigasi adalah usaha untuk
menyediaan dan pengaturan air iuntuk menujang pertanian, dan menurut peraturan
pemerintah no.20 tahun 2006 merupakan usaha penyediaan pengaturan dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak.
Irigasi berasal dari istilah irrigaite dalam bahasa Belanda atau irrigation
dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan
dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang
kembali (Erman Mawardi et al.,2002). Irigasi adalah salah satu cara untuk
mengatasi kekeringan yang sering terjadi di Indonesia pada khususnya. Menurut
(Kemendikbud, 2013) Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai upaya untuk
menanggulangi kekeringan di Indonesia, antara lain:
1. Memperbaharui paradigma petani terkait kebiasaan memaksakan penanaman
padi di musim kemarau.
2. Membangun atau merehabilitasi jaringan sistem irigasi yang baik dan relevan
dengan kondisi alam.
3. Membangun serta memelihara wilayah konservasi lahan dan juga wilayah
resapan air.
4. Menciptakan kalender tanam.
5. Pemerintah menyediakan informasi perubahan iklim yang lebih akurat.
2.2. Sistem Irigasi

Kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat dari waktu ke waktu


sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain ketersediaan pangan
terbatas sehubungan dengan terbatasnya lahan yang ada untuk bercocok tanam,
teknologi, modal dan tenaga kerja, sehingga defisit penyediaan bahan pangan
masih sering terjadi di negeri ini. Untuk itu berbagai pihak tidak henti-hentinya
berupaya untuk mengatasi masalah tersebut diatas melalui berbagai kebijaksanaan
dan program (Sudjarwadi, 1990).

Sudjarwadi (1990) mendefinisikan irigasi merupakan salah satu faktor


penting dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu
kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya
penyediaan,pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi
diantaranya adalah :

a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan),

b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi

lahan),

c) kondisi biologis tanaman,

d) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).

Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air,


sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 (Sudjarwadi, 1990), yaitu :

a) sistem irigasi permukaan (surface irrigation system),

b) sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system),

c) sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system),

d) sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation / drip irrigation system).

2.3. Pemilihan sistem irigasi


Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi
klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman sosial ekonomi
dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil
yang akan diharapkan. representasi sistem irigasi sebagai suatu kesatuan
hubungan masukan (input), proses dan keluaran (output) dapat digambarkan pada
Gambar dibawah ini :

(Sumber : Bustomi, 2000)

Gambar 1. Sistem irigasi

2.4. Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan
untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,pembagian,
pemberian dan penggunaannya. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan
bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk
pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan ,pengambilan, pembagian,
pemberian, pennggunaan, dan Pembuangannya..

Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan
tersier. Jaringan utama adalah jarigan irigasi yang berada dalam satu system
irigasi, mulai dari banguanan utama, saluran induk atau primer, saluran sekuder,
dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan utama meliputi
bangunan, Jaringan tersier dalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang
disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluram kuater dan saluran
pembuang berikut saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk
jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan denagan areal
pelayanannya dasamakan disamakan dengan areal tersier.

Jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak
tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi
disebut denagn Daerah Irigasi.dari segi konstruksi jaringan irigasinya, pasandaran
mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

1) Irigasi sederhana

Adalah system irigasi yang system konstruksinya dilakukan dengan


sederhana, tidak dilengkapi degan pintu pengatur dan alat pengatur sehingga air
irigasinya tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.

2) Irigasi Setengah Teknis

Adalah suatu system irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat
pengukur pada bangunan penagmbilan (head work) saja, sehingga air hanya
teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja denagn demikian efisiennya
sedang.

3) Irigasi Teknis

Adalah suatu system irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan
pengukur air pada bagunan penagmbilan, bangunan bagi dan banguana sadap
sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan sadap, diharapkan efisiensinya
tinggi.

4) Irigasi Teknis Maju


Adalah suatu system irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh
jairngan dan ddiharakan efisiensinnya tinggi sekali. Petak irigasi adalah petak
lahan yang memperoleh air irigasi. Petak irigasi terdiri dari petak tersier, petek
sekundr dan petak primer.
Kriteria Perencanaan Jaringan lrigasi ini merupakan bagian dari Standar
Kriteria Perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (2014).
Kriteria Perencanaan terdiri dari bagian-bagian berikut :
01 Perencanaan Jaringan Irigasi
02 Bangunan Utama (Head works)
03 Saluran
04 Bangunan
05 Parameter Bangunan
06 Petak Tersier
07 Standar Penggambaran.

1. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang
lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di
petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak
bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai
batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya.
Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa
faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain
jumlah petani, topografi dan jenis tanaman (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

2. Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari
beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda
topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sekunder dapat
berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan.
Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi
kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya.
Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang
mengairi lereng medan yang lebih rendah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

3. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung
air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986). Mengacu pada Direktorat
Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan,pengukuran, serta kelengkapan
fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu

(1) jaringan irigasi sederhana


(2) jaringan irigasi semi teknis
(3) jaringan irigasi teknis

Gambar 2. Klasifikasi jaringan irigasi

2.5. Irigasi Cincin


Sistem irigasi cincin merembeskan air pada tanaman dengan debit yang kecil
di daerah perakaran tanaman dan menjaga kelembaban tanah dengan media yang
berbentuk cincin sebagai emiter. Dimensi cincin tergantung pada luas daerah
perakaran tanaman dan dari hasil analisis konduktivitas emiter. Jenis material
cincin yang digunakan memberikan peranan penting dalam mengendalikan laju
air irigasi ke dalam tanah, terutama pada karakteristik konduktivitas hidrolikanya.
Material yang digunakan adalah bahan yang poros,dapat berupa bahan keramik
seperti irigasi kendi ataupun dari bahan tekstil yang memiliki tingkat
permeabilitas tertentu agar mampu mempertahankan rembesan air yang menyebar
di seluruh permukaan cincin dan mempertahankan kelembaban tanah.

2.5.1 Emiter
Emiter atau penetes merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa
lateral ke tanah sekitar tanaman secara sinambung dengan debit yang rendah dan
tekanan mendekati tekanan atmosfer. Alat aplikasi ini bisa dibuat dari berbagai
bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya. Alat aplikasi yang
baik harus mempunyai karakteristik debit yang rendah dan konstan, toleransi yang
tinggi terhadap tekanan operasi, tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu,
dan umur pemakaian cukup lama (Prastowo, 2010).
Pipa gerabah sebagai emiter juga dikembangkan oleh Hermantoro (2006)
dimana pipa gerabah tersebut ditempatkan di bawah permukaan tanah dan
menghasilkan laju rembesan 2.68 liter/m/hari s.d 4.66/m/hari. melakukan
penelitian lapang pipa lateral berpori dari jenis kain famatex keliling 8 cm untuk
sistem irigasi tetes metode Via-Flow menunjukkan debit rebesan yang dihasilkan
pada berbagai tekanan operasional (0.9 m, 1.3 m, dan 1.8 m) adalah antara 0.3 –
0.4 l/m/menit.

2.5.2. Kebutuhan Air Tanaman


Jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh optimal ditentukan oleh
faktor iklirn, jenis tanaman, dan fase pertumbuhan. Kondisi areal
penanamanseperti jenis tanah, keadaan topografi dan luas areal penanaman juga
mempengaruhi besar kebutuhan air tanaman (Doorenbos and Kassam, 1979).
Evpotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang
didefenisikan sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman yang optimal.Evapotranspirasi tanaman (ETe) diduga dengan
menggunakan evapotranspirasi aeuan (ETo) yang diperoleh dari data klimatologi
setempat. Besarnya evapotranspirasi tanaman ditentukan dengan menggunakan
persamaan (Doorenboosand Pruitt, 1977) :
ETcrop = Kc* Eto
2.5.3. Produktivitas Air
Produktivitas air merupakan perbandingan antara output produksi dengan air
yang digunakan (Cai dan Rosegrant, 2003; Clemmens dan Molden,2007).
Parameter output produksi dan jumlah air Yang digunakan dalam perhitungan
produktivitas air disesuaikan dengan penggunaan nilai produktivitas air. Untuk
penggunaan analisis jaringan irigasi seeara individual dengan tujuan untuk
meningkatkan produktivitas jaringan tersebut, penggunaan parameter jumlah air
sebagai air yang diberikan akan lebih tepat.

2.6. Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk
kedalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari
infiltrasi ke tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan.
Laju maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah
dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih
kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah
hujan.
Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang
tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air
tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
Laju infiltrasi dipengaruhi oleh intensitas hujan. Nilai laju infiltrasi (f) dapat
kurang dari atau sama dengan kapasitas infiltrasi (fp). Jika Intensitas Hujan
kurang dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi akan kurang dari kapasitas
infiltrasi. Dan, jika intensitas hujan lebih dari kapasitas infiltrasi maka laju
infiltrasi akan sama dengan kapasitas infiltrasi (Soesanto 2008).
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi
pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat
tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju
perkolasi (Achmad, 2011).

Gambar 1 : Hubungan antara laju infiltrasi dengan waktu

Klasifikasi laju infiltrasi berdasarkan kriteria Kohnke (1968 dalam Lee 1980)
yang dapat dilihat pada Tabel 1. Karakteristik data infiltrasi pengukuran lapang
dianalisis dengan menggunakan persamaan Horton, Kostiakov dan Philips.

Tabel 1. Klasifikasi Infiltrasi Tanah


Kelas Infiltrasi (mm/jam)
Sangat lambat <1
Lambat 1-5
Agak lambat 5-20
Sedang 20-65
Agak cepat 65-125
Cepat 125-250
Sangat cepat > 250

Sumber : Kohnke, (1968 dalam Lee, 1980).


Menurut (Achmad, 2011), Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan
dengan melalui tiga cara yaitu:
1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian
pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (metode
simulasi laboratorium).
2. Menggunakan alat ring infiltrometer (metode pengukuran lapangan).
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Infiltrasi dapat diukur dengan menggunakan infiltrometer. Infiltrometer
dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan
kedalam tanah.Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam
tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang
ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus
diukur. Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke
samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari
banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan
waktu.

2.7. Debit Air


Debit adalah suatu koefisien yang menyebabkan banyaknya air yang mengalir
dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per
detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Pengukuran debit dengan bending
2. Pengukuran debit berdasarkan kerapatan lautan obat
3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini
untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampungatau pengukur arus dengan
kincir
4. Penukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus
magnetis, pengukur arus gelombang supersonic.
Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan pertanian,
debit ,air di daerah bending harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran
(induk-sekunder-tersier)yang telah disipkan di lahan-lahan pertanaman. Agar
penyaluran air pengiran ke suatu areal lahan pertanaman dapat diatur dengan
sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat dimanfaatkan untuk
lainnya) mala dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran-pengukuran
debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan bantuan
pengukuranpengukuran tersebut, maka masalah kebutuahan air penagiran selalu
dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air
pengairan.

2.7.1. Pengukuran Debit


Pengukuran global kecepatan alairan dilakauakan dengan mengukur waktu
pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan apabila pengukura
dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah,ketidakmungkina
melewati sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat
tinggi maupun pada kecepatan yang sangat rendah.
Alat ukur arus adlah alat unuk mengukur kecepatan aliran. Apabiala alat ini
ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan alirann pada titik
tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktua lamanya
pengukuran. Apabila keadaan lapangan tiadak memungkinkan untuk melakukan
pengukuran mengguanakan alat ukur arus maka pengukuran dapat dilakukan
dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat mengapung
seluruhnya atau sebagian melayang dalam air.
Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan
metode apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam
di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan waktu yang diperlukan oleh
benda apung tersebut bergerak dari suatu titik ke titik pengamatan lain yang telah
ditentukan. Kecepatan aliaran juga dapat diukur dengan menggunakan alat ukur
current meter. Alat berbentuk propeller tersebut dihubungkan dengan kotak
pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah putaran selama propeller.

2.7.2. Efisiensi Irigasi


Secara umum efisiensi irigasi diartikan sebagai persentase air irigasi yang
digunakan untuk tanaman pada tanah, petak, atau proyek yang menggunakan air,
yang dilimpahkan. Secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat
kurang diketahui dan merupakan parameter yang sukar diukur. Akan tetapi sangat
penting dan umumnya diasumsikan untuk menambah 40% sampai 100% terhadap
keperluan air irigasi di bendung. Kehilangan air irigasi pada tanaman padi
berhubungan dengan :
(a) kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesan,
evaporasi,pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain,
(b) kehilangan akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan
Hampir seluruh air irigasi barasal dari pembagian dari saluran-saluran dari
reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi adalah angka
perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan
pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan
(intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya
terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan
pembagi sampai petak sawah. Efisensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari
jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah.
Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air
di tingkat tersier, sekunder dan primer. Bersarnya masing-masing kehilangan air
tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, kaliling basah
saluran dan kedudukan air tanah (Direktorat Jenderal Pengairan,1986)

2.1.5. Metoda Praktikum


2.1.5.1. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam pratikum ini yaitu media tanam
dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang 2:1, emitter dengan 5 jenis bahan
porus yang berbeda, pipa 3/4 “, selang bening untuk emitter cincin, kran air, drum
dan polybag 5 buah, stopwatch dan meteran, gelas ukur.

2.1.5.2 Cara Kerja


1. Konduktivitas Material Emitter Cincin
a. Pengukuran dilakukan dengan cara material cincin atau bahan kain dimasukkan
ke tabung/ring dengan diameter 5 cm.
b. Tabung/ring diisi air sampai batas atas penuh
c. Kemudian air yang menetes dari bahan kain atau material porus emitter
ditampung ke wadah penampung.
d. Air yang tertampung dialirkan oleh selang kecil ke gelas ukur kemudian
mengukur penurunan muka air pada pipet ukur pada waktu (t)
e. Catat data dalam tabel data
f. Pengukuran dilakukan dengan 5 kali pengulangan.
g. Hitung konduktivitas material emitter menggunakan persamaan berikut:
K(θs) = 2,3 (a*I)/(A*t) * LOG h1/h2
Dimana:
K(θs) = Konduktivitas hidrolik jenuh (cm/detik)
a = Luas permukaan buret (cm2)
l = Tinggi/tebal sampel tanah (cm)
A = Luas permukaan sampel tanah (cm2)
t = Waktu (detik)
h1 = Tinggi muka air awal pengukuran (t=0) (cm)
h2 = Tinggi muka air akhir pengukuran (t=t) (cm)

2. Pola Pembasahan Emitter


Pengukuran pola pembasahan emitter dilakukan dengan melihat media
tanam yang basah di dalam polybag dari arah vertikal dan horizontal.
Pengukuran jarak pembasahan dilakukan dengan cara mengukur jarak
tanah yang basah terhadap emitter dengan mistar pada waktu (30
menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 1 hari) (Reskiana, 2014).
3. Debit Aliran
Pengukuran debit air dilakukan dengan menghitung penurunan air pada
drum yang dipasang selang untuk melihat ketinggian air yag berada didalam
drum. Sehingga ketinggian air diselang sama dengan ketinggian air di dalam
drum. Ketinggian air dicatat setiap hari pada jam 08.00 WIB. Menurut Murtiono
(2009) menghitung debit air dapat dilakukan dengan persamaan berikut.
Q = V/T (3)
Keterangan:
Q = Debit air (m3/detik)
V = Volume (m3)

T = Waktu (detik)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, M. 2011. Hidrologi Teknik. Universitas Hasanuddin Makassar.

Direktorat sumber daya air. 2014. Standar perencanaan irigasi.Jakarta.

Direktorat Jenderal pengairan. 1986. Metode pengairan irigasi. Jakarta

Dorrenbos, J & W.O Pruitt. 1977. Guidelines for Predicting Crop Water.
Requirements. FAOIrrigation and Drainage Paper Volume 24.Rome.

Erman, M. 2002. Desain Bangunan Bangunan Irigasi, Bandung: Alfabeta.

Kemendikbud. 2013.irigasi dan Drainase. Direktorat pembinaan sekolah


menengah kejuruan. Jakarta

Kohnke dalam lee, R. 1980. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Prastowo. 2010. Irigasi Tetes Teori dan Aplikasi. IPB Press. Bogor.

Soesanto. 2008. Kompetensi Dasar Mahasiswa Mampu Melakukan Anatensi,


Infiltrasi. Uiversitas Jember.

Sudjarwadi. 1987. Dasar-dasar Teknik Irigasi, Keluarga Besar Teknik


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai