Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

SKRINING GANGGUAN MOTORIK PADA NEONATUS

Dosen Pembimbing:
dr. Ariadne Tiara H., M.Si. Med, Sp.A

Disusun oleh :
Agnes Indah Nugraheni G4A015143

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PURWOKERTO

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
SKRINING GANGGUAN MOTORIK PADA NEONATUS

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior


di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal:

Disusun oleh:
Agnes Indah Nugraheni G4A015143

Purwokerto, Juni 2017


Dosen Pembimbing,

dr. Ariadne Tiara H., M.Si. Med, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
nikmat dan karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan tugas referat ini. Referat
yang berjudul “Skrining Gangguan Motorik pada Neonatus” ini merupakan salah
satu syarat ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Ariadne Tiara Hapsari, Sp. A
sebagai pembimbing atas bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam
penyusunan tugas referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih belum
sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis tetap
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.

Purwokerto, Juni 2017

Penulis

3
I. PENDAHULUAN

Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, dengan demikian


dibutuhkan anak dengan kualitas yang baik untuk mencapai masa depan yang
baik. Untuk mendapatkan kualitas anak yang baik harus dipastikan bahwa tumbuh
dan kembangnya berjalan dengan baik. Perkembangan anak merupakan maturasi
organ tubuh terutama sistem saraf pusat. Tahapan yang terpenting adalah pada
tiga tahun pertama, karena perkembangan berlangsung secara pesat dan
menentukan masa depan anak kelak (Chamidah, 2009)

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan


fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan disini termasuk adanya
proses diferensiasi dari sel sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing masing dapat
memenuhi fungsinya (Artha, 2014).

Secara garis besar, ranah perkembangan anak terdiri atas motor kasar,
motor halus, bahasa/bicara, dan personal sosial/kemandirian. Sekitar 5 hingga
10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Gangguan
koordinasi motorik diketahui diderita 1 dari 20 anak usia sekolah. Ciri utamanya
adalah gangguan perkembangan motorik, terutama motorik halus. Sebenarnya
gangguan ini mengenai motorik kasar dan motorik halus, tetapi yang sangat
berpengaruh pada fungsi belajar adalah fungsi motorik halusnya. Keterampilan
gerakan merupakan dasar dari keterampilan belajar sehingga dengan adanya
keterbatasan atau gangguan keterampilan gerak, seperti pada kasus gangguan
keterampilan motorik maka masalah akan meningkat dan meluas seiring dengan
bertambahnya usia anak. Walaupun kondisi ini pertama kali dikenal awal tahun
1990-an, namun kewaspadaan mengenai keadaan ini baru meningkat akhir-akhir
ini berdasarkan bukti bahwa prevalensinya sekitar 5% dari anak sekolah usia
primer (Barkoukis, 2008).

4
Sejak dahulu masalah perkembangan anak telah mendapat perhatian.
Pada saat ini berbagai metode deteksi dini untuk mengetahui gangguan
perkembangan anak telah dibuat. Demikian pula dengan skrining untuk
mengetahui penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan gangguan
perkembangan anak. Karena deteksi dini kelainan perkembangan anak pada saat
masih neonatus sangat berguna, agar diagnosis maupun pemulihannya dapat
dilakukan lebih awal, sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung
seoptimal mungkin (Artha, 2014).

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Perkembangan Anak


Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda-beda,
namun demikian ada patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu
dicapai seorang anak pada umur tertentu. Adanya patokan tersebut
dimaksudkan agar anak yang belum mencapai tahap kemampuan tertentu itu
perlu dilatih berbagai kemampuan untuk dapat mencapai perkembangan yang
optimal. Ada 4 aspek yang perlu dibina dalam menghadapi masa depan anak,
yaitu (Mackrides, 2011):
1. Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus
Gerakan (motorik) adalah semua gerakan yang mungkin dilakukan
oleh seluruh tubuh. Perkembangan motorik diartikan sebagai
perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh, dan
perkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat
motorik anak. Pada anak, gerakan ini dapat secara lebih jelas dibedakan
antara gerakan motorik kasar dan halus.
a. Motorik kasar adalah gerakan anak yang dilakukan dengan melibatkan
sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena
dilakukan oleh otot otot yang lebih besar. Contohnya gerakan
telungkup, gerakan berjalan dan gerakan berlari.
b. Motorik halus adalah gerakan anak yang hanya melibatkan bagian
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot otot kecil, karena itu
tidak memerlukan tenaga yang besar. Gerakan halus ini memerlukan
koordinasi yang cermat. Contohnya gerakan mengambil benda dengan
hanya ibu jari dan telunjuk, gerakan memasukkan benda kecil ke dalam
lubang dan membuat prakarya.
Melalui latihan latihan yang tepat gerakan gerakan kasar dan halus
ini dapat ditingkatkan dalam hal keluwesan, kecepatan dan kecermatan.
Sehingga secara bertahap seorang anak akan bertambah terampil dan
mahir melakukan gerakan gerakan yang diperlukan guna penyesuaian
dirinya.

6
2. Komunikasi Aktif dan Pasif
Sebagai mahluk sosial anak akan selalu berada diantara atau
bersama orang lain, agar dicapai saling pengertian maka diperlukan
kemampuan berkomunikasi. Pada neonatus kemampuan berkata-kata atau
komunikasi aktif ini belum dapat dilakukan, ia menyatakan perasaan dan
keinginannya melalui tangisan dan gerakan. Meskipun demikian,
komunikasi dengan orang lain tetap dapat terjadi karena ia mengerti
ucapan ucapan orang lain. Kesanggupan mengerti dan melakukan apa saja
yang diperintahkan oleh orang lain disebut sebagai komunikasi pasif.
Komunikasi aktif dan komunikasi pasif perlu dikembangkan secara
bertahap, anak dilatih untuk mau dan mampu berkomunikasi aktif
(berbicara, mengucapkan kalimat kalimat, bernyanyi dan bentuk ucapan
lisan lainnya) dan komunikasi pasif (anak mampu mengerti orang lain).
3. Perkembangan Kecerdasan (Kognisi)
Pada neonatus sampai balita kemampuan berpikir mula mula
berkembang melalui kelima indra, misalnya melihat warna warna,
mendengar suara atau bernyanyi, mengenal rasa. Melalui kata kata yang
didengar dan diajarkan, ia mengerti bahwa segala sesuatu itu ada namanya.
Daya pikir dan pengertian awalnya terbatas pada hal yang konkrit, yang
dapat dilihat, dipegang atau dimainkan. Melalui permainan serta latihan
yang diberikan oleh orang tua atau orang lain, anak akan mengenal dan
mengerti lingkungannya dan memiliki kemampuan merencanakan
persoalan. Semua konsep atau pengertian ini kemudian meningkat
sehingga memungkinkan anak untuk melakukan pemikiran ke tingkat yang
lebih tinggi, hal yang abstrak dan majemuk, misalnya mengerti 1
permasalahan dengan konsep yang berbeda-beda, tambah kurang dan
sebab akibat.
4. Perkembangan Kemampuan Menolong Diri Sendiri dan Tingkah Laku
Sosial
Pada awal kehidupannya seorang anak bergantung pada orang lain
dalam hal pemenuhan kebutuhannya (makanan, pakaian, kesehatan, kasih

7
sayang, pengertian rasa aman dan kebutuhan akan perangsangan mental,
sosial dan emosional).
Kebutuhan anak akan berubah dalam jumlah maupun derajat
kualitasnya sesuai dengan bertambahnya umur anak. Dengan meningkatnya
kemampuan gerakan motorik anak, anak terdorong melakukan sendiri berbagai
hal dan terdorong untuk bergaul dengan orang lain selain anggota keluarganya
sendiri. Orang tua harus melatih usaha mandiri anak, terutama untuk kebutuhan
anak itu sehari hari seperti cara untuk makan, minum, dan buang air kecil.
Kemampuan ini makin ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya usia. Anak
akan mulai berteman dengan anak yang lain dan anak perlu diajarkan aturan
disiplin dan sopan santun untuk mendukung anak dalam memasuki lingkungan
baru (Rina, 2013).
Faktor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang optimal seorang
anak, yaitu (Kusbiantoro, 2015):
1. Faktor Internal
Faktor-faktor yang ada pada diri anak itu sendiri baik faktor
bawaan maupun faktor yang diperoleh, termasuk disini antara lain:
a. Hal hal yang diturunkan dari orang tua, kakek nenek atau generasi
sebelumnya. Misalnya warna rambut dan bentuk tubuh.
b. Kemampuan intelektual. Misalnya kecepatan berpikir.
c. Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh. Misalnya: kekurangan hormon
yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Emosi dan sifat-sifat (temperamen) tertentu. Misalnya: pemalu,
pemarah, tertutup, dan lain lain.
2. Faktor Eksternal (Luar)
a. Keluarga
Sikap dan kebiasaan keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak,
hubungan orang tua dengan anak, hubungan antara saudara, dan lain-
lain.
b. Gizi
Kekurangan gizi makanan dapat menyebabkan pertumbuhan anak
terganggu yang akan mempengaruhi perkembangan diri anak.

8
c. Budaya Setempat
Asuhan dan kebiasaan dari suatu masyarakat dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya kebersihan
lingkungan, kesehatan, pendidikan.
d. Teman Bermain dan Sekolah
Ada tidaknya teman bermain, tempat dan alat bermain, kesempatan
pendidikan disekolah, akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bermain merupakan kegiatan yang sangat penting
bagi anak. Melalui bermain seorang anak akan memperoleh berbagai
keuntungan sekaligus belajar berbagai hal yang dapat memperluas
wawasan, pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan pada
saat dewasa nantinya. Bermain juga bermanfaat untuk aspek emosi dan
kepribadian anak. melalui bermain seorang anak dapat melepaskan
ketegangan yang dialaminya.
Kegiatan bermain bersama sekelompok teman sebaya akan
memberikan kesempatan bagi anak untuk menilai diri sendiri tentang
kelebihankelebihan yang dimilikinya, sehingga dapat membantu
pembentukan konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri dan
harga diri karena merasa mempunyai kompetensi tertentu. Sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah
mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang
daripada anak usia toddler. Anak sudah lebih aktif, kreatif, dan
imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan
sosial dengan temannya.
Oleh karena itu jenis permainan yang sesuai adalah associative
play, dramatic play, dan skill play. Anak melakukan permainan
besama-sama dengan temannya dengan komunikasi yang sesuai dengan
kemampuan bahasanya. Anak juga mampu memainkan peran orang
tertentu yang diidentifikasikanya, seperti ayah, ibu, dan bapak ibu
gurunya. Permainan yang menggunakan kemampuan motorik (skill
play) banyak dipilih anak usia prasekolah. Untuk itu, jenis permainan

9
yang tepat diberikan pada anak, misalnya sepeda, mobil-mobilan, alat
olah raga, berenang, dan permainan balok-balok besar
B. Gangguan Tumbuh Kembang
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa,
emosi, dan perilaku (Chamidah, 2009).
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas
normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat
badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara
mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Ukuran lingkar kepala
menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal. Lingkar
kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang menderita
hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya merupakan variasi
normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari normal dapat diduga
anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis ataupun hanya
merupakan variasi normal.
Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga
perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat.
Jenis gangguan penglihatan yang dapat diderita oleh neonatus dan anak
antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling,
nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis
optic, dan glaukoma. Sedangkan ketulian pada anak dapat dibedakan
menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural.
2. Gangguan Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa
hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah kelainan
tonus otot atau penyakit neuromuskular. Faktor resiko dari gangguan
perkembangan motorik adalah prematuritas, hipoksia, malnutrisi perinatal,
dan berat badan lahir rendah. Neonatus dan anak dengan serebral palsi dapat
mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai akibat spastisitas,
athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum tulang belakang seperti

10
spina bifida juga dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik.
Penyakit neuromuskular sepeti muskular distrofi memperlihatkan
keterlambatan dalam kemampuan berjalan. Namun, tidak selamanya
gangguan perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit tersebut.
Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat mempengaruhi
keterlambatan dalam perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai
kesempatan untuk belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby
walker dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan
motorik.
3. Gangguan Perkembangan Bahasa
Kemampuan bahasa merupakan kombinasi seluruh sistem
perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan motorik,
psikologis, emosional, dan perilaku. Gangguan perkembangan bahasa pada
anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu adanya faktor genetik,
gangguan pendengaran, intelegensia rendah, kurangnya interaksi anak
dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, dan faktor keluarga. Selain itu,
gangguan bicara juga dapat disebabkan karena adanya kelainan fisik seperti
bibir sumbing dan serebral palsi. Gagap juga termasuk salah satu gangguan
perkembangan bahasa yang dapat disebabkan karena adanya tekanan dari
orang tua agar anak bicara jelas.
4. Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai
gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu
gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu intervensi khusus
apabila mempengaruh interaksi sosial dan perkembangan anak. Contoh
kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah, kecemasan
berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami trauma. Gangguan
perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme serta gangguan perilaku
dan interaksi sosial. Autism adalah kelainan neurobiologis yang
menunjukkan gangguan komunikasi, interaksi, dan perilaku. Autisme
ditandai dengan terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-

11
gerakan aneh seperti berputar-putar, melompat-lompat, atau mengamuk
tanpa sebab.

C. Tanda Peringatan pada Perkembangan Motorik Anak


1. Anak 0-6 bulan
Perkembangan Fisik
a. Pada usia 2 bulan anak tidak mampu menahan kepalanya saat anda
mengangkatnya.
b. Pada usia 3 atau 4 bulan anak tidak dapat menahan kepalanya dengan
baik.
c. Pada usia 6 bulan anak tidak dapat duduk walaupun anda telah
membantunya.
2. Anak 6-12 bulan
Perkembangan Fisik
a. Pada usia 7 bulan, anak tidak dapat mengontrol kepalanya dengan baik
pada saat anak diletakkan pada posisi duduk, tidak mau menjangkau
sesuatu disekitarnya, dan tidak bisa memasukkan sesuatu ke dalam
mulutnya.
b. Pada usia 8 buan anak tidak dapat duduk sendiri.
c. Pada usia 12 bulan, anak anda belum dapat merangkak dan tidak bisa
berdiri walaupun di pegangi.
Keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus yang dapat
diketahui dengan penilaian perkembangan bayi meliputi :
1. Motorik Kasar
a. 4,5 bulan : belum dapat mengontrol kepala
b. 5 bulan : belum dapat tengkurap bolak – balik
c. 7-8 bulan : belum duduk tanpa bantuan
d. 9-10 bulan : tidak dapat berdiri berpegangan
e. 15 bulan : belum berjalan
f. 2 tahun : tidak mampu naik atau turun tangga

12
2. Motorik Halus
a. 3,5 bulan : tangan tetap terkepal
b. 4-5 bulan : tidak mampu memegang mainan
c. 7 bulan : tidak mampu memegang benda pada setiap tangan
d. 10-11 bulan : tidak mampu menyumput benda kecil
e. 15 bulan : tidak dapat memasukkan atau mengambil benda
f. 20 bulan : tidak dapat membuka kaos kaki atau sarung tangan sendiri
g. 24 bulan : tidak dapat menyusun 5 balok.

D. Beberapa Gangguan Perkembangan Motorik yang Sering Terjadi


1. Spina Bifida
Spina bifida merupakan suatu pembentukan yang salah dari struktur
tulang belakang yang disebabkan oleh penutupan yang kurang baik dari satu
atau lebih ruas tulang belakang (vertebrata) yang dikenal dengan nama
sumbing tulang belakang atau pembelahan tulang belakang. Banyak anak
yang mengalami hambatan mielomeningokel mempunyai masalah dalam
perhatian yang sekaligus akan mengganggu aktivitas gerak seperti;
menangkap dan melempar bola, koordinasi gerak (visual-motor) seperti
dalam melakukan koordinasi gerak mata-tangan (Appleton et al., 2010).
2. Cerebral Palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, yang disebabkan oleh karena gangguan atau kerusakan pada sel-
sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum
selesai pertumbuhannya. Cerebral palsy biasanya disertai oleh kombinasi
kesulitan lain misalnya; penglihatan, pendengaran, berbicara dan
kemampuan kecerdasan. Namun ¾ anak dengan cerebral palsy akan
mengalami gerakan spastic (spastic movement), athetosis, ataxia, rigidity
dan tremor. (Kholifah, 2014).
3. Sindrom Down
Neonatus atau anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat
dikenal dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang
terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Perkembangan

13
lebih lambat dari anak yang normal. Penelitian mengatakan bahwa anak
dengan sindrom down. memiliki keterlambatan perkembangan motorik
terkait oleh adanya hipotonus otot dan kelenturan sendi (laxity) yang
menjadi karakteristik pada sindrom down. Peran fisioterapi sedini mungkin
harus focus pada kontrol gerak dan koordinasi untuk mencapai tahap
perkembangan. Ketika berdiri tentu harus mempunyai basic yang baik dari
segi kematangan keseluruhan otot, propioseptif, taktil dan vestibular.
(Hazmi, 2014).
Pada anak sindrom down memiliki masalah dengan menjaga
keseimbangan mereka baik sambil berdiri dan berjalan yang disebabkan
oleh hypotone dan mobilitas sendi yang berlebihan. Selain terganggu. Pada
keseimbangan, pengembangan reaksi postural dari pola postur dan gerak
juga tidak cukup baik pada anak dengan sindrom down (Hazmi, 2014).

E. Deteksi Dini Gangguan Perkembangan


Deteksi dini gangguan tumbuh kembang pada anak sama dengan
neonatus yaitu kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini
adanya penyimpangan tumbuh kembang pada neonatus, balita dan anak
prasekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan atau masalah tumbuh
kembang anak, maka intervensi akan lebihmudah dilakukan, tenaga kesehatan
juga mempunyai “waktu” dalam membuat rencana tindakan atau intervensi
yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu atau keluarga. Bila
penyimpangan terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal
ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang (Macy, 2012).
Skrining perkembangan merupakan sebuah standar dan instrumen
validasi yang telah diteliti kesensitifitasannya dalam mendeteksi anak dengan
kelainan dan spesifitasnya dalam menentukan apakah seorang anak memiliki
kelainan atau tidak. the American Academy of Pediatrics merekomendasikan
penggunaan alat skrining standar yang tervalidasi pada tiga kali kunjungan
kesehatan rutin yaitu pada usia 9 bulan, 18 bulan, dan 30 bulan. pemeriksaan
skrining dibagi atas pemeriksaan skrining umun mencakup semua domain
perilaku dan pemeriksaan skrining spesifik fokus pada satu area

14
perkembangan. Instrumen skrining perkembangan yang baik memiliki
sensitivitas dan spesifisitas 70-80% (Macy, 2012).
Survailans perkembangan dilakukan pada setiap kunjungan dan
merupakan proses informal yang membandingkan ketrampilan anak terhadap
tahapan perkembangan normal. Jika terdapat dugaan adanya masalah
perkembangan atau perilaku perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut
(Kusbiantoro, 2015).

F. Uji Skrining Gangguan Motorik


Alat skrining perkembangan anak yang sering dipakai adalah Capute
Scales, Early Language Milestone Scale-2 (ELM Scale-2), Denver
Developmental Screening Test II, dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP) (Mackrides, 2011).
Capute Scales digunakan untuk menilai secara akurat sektor
perkembangan bahasa dan visual motor. ELM Scale-2 yang digunakan untuk
menilai sektor perkembangan bahasa ekspresif, pendengaran reseptif, dan
penglihatan. Denver Developmental Screening Test II dan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP) digunakan untuk menilai perkembangan anak
dari 4 sektor yaitu motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa, dan
personal sosial (Macy, 2012).
Skrining digunakan untuk mengurangi pengeluaran biaya dan waktu
yang tidak perlu. Skrining tahap awal dapat dilakukan oleh perawat atau tenaga
medis terlatih dengan menggunakan kuesioner praskrining bagi orang tua,
kemudian ditentukan anak yang membutuhkan evaluasi formal. Terdapat
beberapa kuesioner yang telah terstandarisasi (Chamidah, 2009).
Glascoe mengembangkan metode Parents’ Evaluation of
Development Status (PEDS) yaitu kuesioner yang dapat diselesaikan dalam
waktu 5 menit, mempunyai sensitivitas dan spesifitas tinggi. Frankenburg, et al
mengembangkan Prescreening Developmental Questionnaire (PDQ) yang
dikembangkan dari Denver Developmental Screening Test (DDST). Formulir
PDQ ini telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh tim Depkes RI pada tahun

15
1996 dan direvisi pada tahun 2005, dikenal sebagai Kuesioner Praskrining
Perkembangan (KPSP) (Kusnandar, 2010)

Test KPSP PEDS Denver II


Usia 3 bl-6 thn 0-8 thn 0-6 thn
Lama 10-15 menit 2-3 menit 15-20 menit
∑Pertanyaan 10 / usia 10 125
Penilaian 4 Aspek 7 aspek 4 Aspek
Motorik halus Bahasa Motorik halus
Mototrik kasar Motorik halus Mototrik kasar
kemandirian Motorik kasar Personal sosial
bahasa Tingkah laku bahasa
Sosialisasi
Kemandirian
Ketrampilan
Sensitivitas 45% 74-80% 80-83%
Spesifisitas 80% 70-80% 80%
Tabel 1. Perbandingan instrumen screening (Macy, 2012)

G. DENVER II
Pemeriksaan dan pengukuran pertumbuhan dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu secara klinis yang dilakukan dalam pelayanan medis
maupun secara antropometris. Pemeriksaan secara klinis bertujuan untuk
membuat diagnosis tentang pertumbuhan dan status gizi anak dalam keadaan
sehat maupun sakit. Diagnosis klinis ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan laboratorium,
radiologi, serta antropometri. Sedangkan untuk menskrining perkembangan
anak dapat dilakukan dengan metode Denver II (Priambodo, 2016).
Skrining perkembangan yang banyak digunakan oleh profesi
kesehatan adalah Denver II, hal ini dikarenakan Denver II mempunyai rentang
usia yang cukup lebar (mulai bayi baru lahir sampai umur 6 bulan), mencakup
semua aspek perkembangan dengan realiability cukup tinggi (interrates
reability = 0.99, test-retest reability = 0.90) (Artha, 2014).
Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver
Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental
Screening Test (DDST-R). DDST adalah salah satu metode skrining terhadap

16
kelainan perkembangan anak (Artha, 2014). Waktu yang dibutuhkan antara 15-
20 menit (Priambodo, 2016).
1. Denver digunakan untuk menilai :
a. Tingkat perkembangan anak sesuai dengan umur-umur mereka.
b. Apakah anak anda tampak sehat saat berumur diantara neonatus sampai
usia 6 tahun.
c. Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya kelainan
perkembangan.
d. Memastikan apakah anak dengan perasangka anda benar-benar terdapat
kelainan dalam perkembangannya.
2. Pada denver II terdapat 4 aspek penilaian yang menjadi landasan penilaian
terhadap perkembangan anak, antara lain :
a. Personal sosial : penilaian ini melihat hubungan anak saat berinteraksi
terhadap orang lain dan mencakup pemenuhan kebutuhannya sendiri.
b. Motorik halus : menilai segala sesuatu yang berhubungan dengan
koordinasi mata dan tanuan anak anda.
c. Bahasa : melihat apakah anak mengerti terhadap apa yang dibicarakan
atau diperintahkan oleh orang disekitarnya, dan dapat menirukan bahaasa
atau suara yang didengar di lingkungan sekitarnya.
d. Motorik kasar : menilai apakah anak dapat melakukan gerakan duduk,
berjalan, melompat dan gerak otot besar secara keseluruhan sesuai
dengan umur anak.
3. Tanda item penilaian
a. 0 = F (Fail/gagal)
Bila anak tidak mampu melakukan uji coba dengan baik, ibu atau
pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan tugas dengan
baik
b. M = R (Refusal/menolak)
Anak menolak untuk uji coba.

17
c. V = P (Pass/lewat)
Apabila anak dapat melakukan uji coba dengan balk, ibu/pengasuh
memberi laporan tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan
dengan baik.
d. No = No Opportunity
Anak tidak punya kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada
hambatan, uji coba yang dilakukan orang tua.
4. Interpretasi Penilaian Individual
a. Advanced
Bila anak mampu melaksanakan tugas pada item disebelah kanan garis
umur, lulus kurang dari 25% anak yang lebih tua dari usia tersebut.
b. Normal
Bila anak gagal/ menolak tugas pada item disebelah kanan garis umur,
lulus/gagal/menolakpada item antara 25-75% (warna putih).
c. Caution
Tulis C pada sebelah kanan blok, gagal/menolak pada item antara 75-
100% (warna hijau).
d. Delay
Gagal/menolak item vang ada disebelah kiri dari garis umur.
5. Interpretasi Denver II
a. Normal
Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution.
Lakukan Mangan pada kontrol berikutnva.
b. Suspek
Bila didapatkan > 2 peringatan dan / atau > 1 keterlambatan. Lakukan uji
ulang dalam 1 – 2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa
takut, keadaan sakit atau kelelahan.
c. Tidak Dapat Diuji
Bila ada skor menolak pada > 1 uji coba yang terletak di sebelah kiri
garis umur atau menolak pada > 1 uji coba yang ditembus garis umur
pada daerah 75 — 90 %.

18
d. Uji Ulang Dalam 1-2 Minggu
Bila pada uji ulang didapatkan hasil yang mencurigakan atau tidak dapat
diuji, maka pikirkan untuk merujuk anak tersebut.

Gambar 1. DENVER II (Frankenburg, 2006)

H. Parents Evaluation of Developmental Status (PEDS)


Glascoe mengembangkan metode parent’s evaluation of
developmental status (PEDS) membantu mendeteksi anak-anak yang
mempunyai resiko maupun yang tidak beresiko adanya gangguan
perkembangan dan tingkah laku. PEDS dilakukan 1-2 kali setahun, yang dapat
digunakan sejak lahir (neonatus) sampai usia 8 tahun. Tujuan pemeriksaan

19
adalah mendeteksi gangguan global/kognitif, bahasa ekspresif dan bahasa
reseptif, motorik kasar dan motorik halus, sosialisasi, perilaku dan kemandirian
(Kusnandar, 2010).
Petunjuk pengisian dan penilaian PEDS :
1. Mempersiapkan Orangtua.
Jelaskan bahwa tujuan pelaksanaan PEDS adalah untuk mengetahui
perkembangan dan tingkah laku anak.
2. Mengisi Kolom Nilai PEDS Sesuai Usia Anak.
3. Tandai Kotak Pada Lembar Penilaian Untuk Setiap Jawaban Pada
Pertanyaan Nomor 1.
Jika orang tua memberikan pernyataan “Dahulu saya khawatir
terhadap anak saya tetapi saat ini saya lihat dia dapat melakukan lebih baik”,
tandai ini sebagai perhatian pada jenis perkembangan yang dimaksud. Sama
halnya jika orangtua melaporkan bahwa mereka hanya “sedikit”
memperhatikan anaknya mengalami gangguan/ kelainan, hal itu juga harus
ditandai sebagai perhatian terhadap kelainan yang terjadi pada anaknya.
4. Tandai Kotak Pada Lembar Penilaian Untuk Setiap Jawaban Atau Perhatian
Orangtua Pada Pertanyaan Nomor 2 – 10.
Untuk setiap nomor dengan jawaban “Ya” atau “Sedikit”, tandai
sesuai dengan kotak pada lembar penilaian PEDS. Jika orangtua tidak
menulis apapun kecuali melingkari pilihan “Ya” atau “Sedikit” pada
pertanyaan nomor 2 - 10, lakukan pemeriksaan ulang dengan mengisi ulang
lembar penilaian PEDS dengan wawancara atau tanya jawab.
5. Jumlahkan Hasil Penilaian Di Lembar Penilaian PEDS.
Kotak kecil abu-abu menunjukkan perhatian yang signifikan (berisiko
terhadap gangguan perkembangan). Hitung jumlah pada kotak kecil abu-abu
pada kolom diatas dan tuliskan jumlahnya pada kotak besar abu-abu
dibawahnya.
Kotak putih kecil menunjukkan perhatian yang tidak signifikan, tidak
menunjukkan kemungkinan kelainan.Hitung jumlah kotak kecil putih yang
ditandai kemudian tuliskan jumlahnya pada kotak besar putih pada dasar
lembar tersebut.

20
6. Tentukan Langkah Yang Sesuai Seperti Pada Lembar Interpretasi PEDS.
Nilai PEDS yang ada pada formulir menunjukkan satu diantara lima
bentuk penafsiran (interpretasi). Cara-cara ini merupakan langkah yang
paling akurat dalam menjawab setiap bentuk hasil PEDS.
7. Lengkapi Lembar Penilaian
Disebelah kanan dari lembar penilaian PEDS terdapat kolom untuk
menulis keputusan spesifik, rujukan, hasil tes skrining tambahan, topik
konseling, rencana selanjutnya dan lain-lain. Lembar ini dapat digunakan
untuk memantau anak tersebut.

Gambar 2. Lembar pertanyaan PEDS (Kusnandar, 2010).

21
Gambar 3. Lembar penilaian PEDS (Kusnandar, 2010).

Gambar 4. Lembar Interpretasi PEDS (Kusnandar, 2010).

22
I. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan adalah suatu daftar pertanyaan
singkat yang ditujukan kepada para orang tua dan dipergunakan sebagai alat
untuk melakukan skrining pendahuluan perkembangan anak usia 3 bulan
sampai dengan 6 tahun. Bagi tiap golongan umur terdapat 10 pertanyaan untuk
orang tua atau pengasuh anak.Untuk memudahkan, selanjutnya Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan disebut KPSP. Tujuan KPSP adalah untuk mengetahui
perkembangan anak normal atau ada penyimpangan (Artha, 2014).
Petunjuk pengisian dan penilaian KPSP :
1. Anak harus dibawa, tentukan usia anak, kelebihan 16 hari dibulatkan
menjadi sebulan.
2. Pilih daftar pertanyaan yang sesuai usia anak.
3. Pemeriksaan ulang dengan menggunakan KPSP dilaksanakan pada tiga
keadaan dibawah ini :
a. Hasil KPSP negatif atau jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, pemeriksaan
ulang dapat dilakukan tiap 3 bulan untuk usia dibawah 12 bulan atau tiap
6 bulan untuk usia 12 sampai 72 bulan.
b. Hasil KPSP dengan jawaban Ya = 7 atau 8, pemeriksaan ulang dilakukan
satu minggu kemudian setelah pemeriksaan pertama.
c. Hasil KPSP dengan jawaban Ya = kurang dari 7 atau pemeriksaan ulang
tetap 7–8, anak perlu dirujuk kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
lengkap.
4. Alat Atau Instrumen Yang Digunakan
a. Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9–10 pertanyaan
tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak.Sasaran
KPSP anak umur 0–72 bulan.
b. Alat bantu pemeriksaan berupa pensil, kertas, bola sebesar bola tenis,
kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis,
kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5–1 cm.

23
5. Interpretasi hasil KPSP
a. Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya
b. Apabila jumlah jawaban Ya = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai (S)
dengan tahap perkembangannya.
c. Apabila jumlah jawaban Ya = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan
(M), tentukan jadwal untuk dilakukan pemeriksaan ulang dua minggu
kemudian.
d. Apabila jumlah jawaban Ya = 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan (P) maka anak tersebut memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut atau dirujuk.

Gambar 5. KPSP (Artha, 2014).

24
III. KESIMPULAN

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses yang diawali


dari konsepsi (pembuahan) sampai pematangan atau dewasa. Melalui proses
tersebut anak tumbuh menjadi lebih besar dan bertambah matang dalam segala
aspek baik fisik, emosi, intelektual, maupun psikososial. Apabila terdapat suatu
masalah dalam proses tersebut maka akan berakibat terhambatnya anak mencapai
tingkat tumbuh kembang yang sesuai dengan usianya. Apabila gangguan ini
berlanjut maka akan menjadi suatu bentuk kecacatan yang menetap pada anak.
Namun, apabila sejak dini gangguan tumbuh kembang sudah terdeteksi, maka kita
dapat melakukan suatu intervensi sesuai dengan kebutuhan anak. Melalui
intervensi yang dilakukan sejak dini itulah tumbuh kembang anak pada tahap
selanjutnya dapat berjalan dengan lebih baik. Skrining gangguan motorik yang
dapat dilakukan untuk neonatus adalah DENVER II dan PEDS.

25
DAFTAR PUSTAKA

Appleton PL, Minchom PE, Ellis NC dan Eliott. 2010. Self Concept Of Young
People With Spina Bifida: A Population-Based Study. Journal of Development
Medicine and Child Neurology 36:198-215.

Artha, NM, Sutomo R dan Gamayanti IL. 2014. Kesepakatan hasil antara
Kuisioner Pra Skrining Perkembangan, Parent’s Evaluation of Developmental
Status, dan Tes Denver-II untuk skrining perkembangan anak balita. Sari Pediatri.
2014: 266-270.

Barkoukis A. 2008. Disorders of Childhood: Motor Skills Disorders. (Accessed


2017 May 26). Available from: http://mentalhelp.net/poc/view_doc.php?
type=doc&id=14495&cn=37.

Chamidah, Atien Nur. 2009. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan Dan


Perkembangan Anak. Jurnal pendidikan Khusus 5: 2

Frankenburg, WK, Dodds J, Archer P dan Bresnick B. 2006. Denver II Training


Manual. Denver: Denver Developmental Material, Incorporated 1-13.

Hazmi, Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al, Ketut Tirtayasa dan Muhammad Irfan.
2014. Kombinasi Neuro Developmental Treatment Dan Sensory Integration Lebih
Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan
Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome. Sport and Fitness Journal. 2: 1 (56
– 71)

Kholifah, Siti Nur, Nikmatul Fadillah, Hasyim As’ari dan Taufik Hidayat. 2014.
Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu Di Kelurahan
Kemayoran Surabaya. Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan. 1: 1

Koesnandar E, Soedjatmiko dan Amalia P. 2010. Parents evaluation of


developmental status and Denver developmental screening test II in high risk
infant and toddler. Pediatr Indones. 50:26-30.

Kusbiantoro, Dadang. 2015. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia


Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak Aba 1 Lamongan. Surya jurnal. 7: 1

Mackrides, PS dan Ryherd SJ. 2011. Screening for developmental delay. Am Fam
Physician. 84: 544-549.

Macy, Marisa. 2012 The Evidence Behind Developmental Screening Instruments.


Infants & Young Children Journal. 25: 1 (19–61)

Priambodo, Arief, Meita Dhamayanti dan Eddy Fadlyana. 2016. Agreement


between the Denver II and Parents’ Evaluation of Developmental Status tests,
with and without the assistance of a table of categorical responses. Paediatrica
Indonesiana 56: 5 (267-71)

26
Rina, Hasniyati, M.Husni Thamrin dan Marni Handayani. 2013. Hubungan
Pengetahuan Ibu Dengan Pengembangan Mental Dan Motorik Anak Usia 6-12
Bulan Di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat. Jurnal Kesehatan. 4: 1
(271-276).

27

Anda mungkin juga menyukai