Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN MODUL / SKENARIO 6

“SISTEM RESPIRASI”

Kelompok 3
Tutor pembimbing : Drg. Imran Aska S, Sp.BM

Ketua : Faris Ihsan


Sekretaris : Marsha Nada Maghfira Pramadiaz dan Sonya Juita

Nama anggota:
Dinda Wigaty Rahajeng
Gian Ernesto
Imam Hidayatsyah
Naufal Delihefian
Rinny Maryusa
Shafira Aulia Fikrie
Tatha Febilla Kriswandi

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
2016/2017
MODUL 3
SISTEM RESPIRASI
SKENARIO 3
Tiba-tiba lemas

Saat Drg. Resti akan mencabut giginya, Mimii (21 tahun) merasa [using,
pandangan kabur dan muka tampak pucat, badannya terasa lemah, berkeringat
dingin, nafasnya pendek dan cepat, melihat keadaan ini akhirnya pencabutan gigi
dibatalkan karena Mimii mengalami syncope. Drg. Resti mencoba memahami apa
yang terjadi dengan mimii dan menyarankan agar pakaian mimii dilonggarkan, diberi
ruang terbuka dan diberi minuman manis dan hangat, tak lama kemudian keadaan
Mimii sudah lebih baik dan mukanya tidak pucat seperti sebelumnya.
Bagaimana saudara dapat menjelaskan apa yang terjadi pada Mimii...?
Langkah Seven Jumps :
1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal
yang dapat menimbulkan kesalahan interpretasi
2. Menentukan masalah
3. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior
knowledge
4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan
mencari korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk
membuat solusi secara terintegrasi
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain
7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

URAIAN

Langkah I
Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang
dapat menimbulkan kesalahan interpretasi.
Syncope : Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan sementara akibat kurangnya
oksigen ke otak
Respirasi : Proses yang dilakukan tubuh untuk menghasilkan energi
Proses masuknya oksigen dan keluarga karbon dioksida

Langkah II
Menentukan masalah
1. Apa fase terjadinya Syncope?
2. Apa saja gejala dari Syncope?
3. Apa faktor penyebab terjadinya Syncope?
4. Siapa saja yang dapat terjadi Syncope?
5. Bagaimana mekanisme Syncope?
6. Bagaimana tindakan dan penanganan terhadap pasien Syncope?
7. Kenapa Mimii pakaiannya dilonggarkan, diberi ruang terbuka dan diberi
minuman manis dan hangat oleh Drg. Resti?
8. Kenapa gejala pada kasus Mimii dapat terjadi?

Langkah III
Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge
1. Fase Syncope :
- Prasyncope
Gejalanya merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat dingin dan
lemah, dizziness atau vertigo, hyperpnea (kedalaman nafas meningkat),
Penglihatan kabur. Pada fase ini pasien hampir pingsan serta tekanan
darah dan nadi turun.
- Syncope
Pada fase ini pasien telah hilang kesadaran. Nafas pendek, bradikardi,
hipotensi, nadi lemah.
- Post Syncope
Periode pemulihan kembali ke kondisi normal
2. Gejala terjadinya Syncope adalah mual, berkeringat dingin, pening,
penglihatan kabur, pendengaran meredam, kesemutan
3. Faktor terjadinya Syncope:
- Perubahan irama jantung
- Dehidrasi
- Anemia
- Aktivitas berat
- Kondisi struktur jantung
- Kondisi klep jantung
Faktor terjadinya Syncope terbagi 2, yaitu :
- Faktor Psikogenik
Takut dan stress
- Faktor non-Psikogenik
● Lingkungan panas dan padat
● Lapar
● Penurunan volume darah
● Kurangnya suplai oksigen ke otak
● Penyempitan pembuluh darah
4. Biasa terjadi pada anak-anak, lansia dan dewasa sesuai dengan kondisi
psikologisnya. Dan biasanya lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita
pada umur sekitas 16-35 tahun.
5. Terjadi akibat faktor psikogenik, awalnya rasa takut berlebihan → perut kram
→pengiriman sinyal ke jantung → denyut jantung turun → aliran darah keotak
berkurang → sehingga kesadaran perlahan berkurang.
6. Penanganan pasien Syncope
- Prasyncope : ● Diberi ruang
● Diberi teh hangat
● Bajunya dilonggarkan
● ditidurkan dan kaki diangkat
- Syncope : ● Menekan bagian bawah perut, sehingga menimbulkan
nyeri yang sangat sakit
● Memberikan rangsangan yang membuat otak kaget
● Diberikan minyak kayu putih/cairan yang bau menyengat
- Post Synope: ● Beri ruang
● Beri tahu alasan kenapa ia bisa sampai pingsan
7. Pakaian dilonggarkan dan diberi ruang gunanya adalah agar oksigen lancar
masuk kedalam aliran darah
Diberi minuman manis dan hangat agar gula darah tetap stabil
8. Karena Mimii mengalami kecemasan berlebihan sehingga membuat jantung
tidak stabil dan menyebabkan darah tidak sampai keotak, itulah yang
membuat Mimii tampak pucat dan pening karena engalami hipoksia lalu
mengalami syncope.
Langkah IV
Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan
mencari korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat
solusi secara terintegrasi.
Mimii (21 tahun)

Kedokter Gigi

Syncope

Gejala Penanganan Jenis


Faktor fase

Psikogenik Non-Psikogenik
Pra syncope Syncope Post
Syncope
cope

Sistem Respirasi

Langkah V
Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi sistem Repirasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme pernapasan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab terjadinya syncope
4. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme fisiologis syncope
5. Mahasiswa mampu menjelaskan fase-fase terjadinya syncope serta gejala
6. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis syncope
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penanganan pada pasien syncope

Langkah VI
Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain

Langkah VI
Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh
URAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Anatomi Sistem Respirasi

Sistem respirasi terdiri dari:


A. Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disaring dan
dilembabkan.

Saluran nafas bagian atas terdiri dari :


a. Hidung ( nasus)
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab
terhadap olfaktori karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi
ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
Hidung terdiri atas bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal
menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Bagian internal
hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan
kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi
dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut
mukosa hidung. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang
mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring
oleh gerakan silia.
Lantai hidung dibentuk oleh palatum yang memisahkan rongga hidung
dari rongga mulut di bawahnya. Di anterior, di mana palatum disokong oleh
processuss maksilaris dan tulang palatum, dinamakan palatum durum (hard palate).
Di posterior yang tidak disoking adalah otot palatum molle (soft palate).Pintu
belakang hidung dinamakan khoanae.
Rongga hidung memiliki 3 regio, yaitu:
- Vestibulum : sebuah pelebaran tepat di sebelah dalam nares yang dilapisi
kulit yang mengandung bulu hidung, berguna untuk menahan aliran
partikel yang terkandung di dalam udara yang dihisap
- Penghindu : di sebelah cranial; dimulai dari atap rongga hidung meluas
sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi di
hadapan concha tersebut. Region ini terdiri dari reseptor bau.
- Pernapasan : bagian rongga hidung selebihnya

Dinding lateral hidung memperlihatkan tiga elevasi, yaitu concha nasalis


puperior, medius, dan inferior. inferolateral terhadap masing-masing concha nasalis
ini terdapat meatus nasi yang sesuai. Susunan concha dan meatus meningkatkan
area permukaan hidung internal dan mencegah dehidrasi dengan menangkap
tetesan air selama ekshalasi. Dengan adanya khonka nasalis mukosa rongga hidung
jadi meningkat sehingga mengefektifkan penyaringan udara.
Dalam tulang-tulang penyangga hidung terdapat beberapa rongga (sinus
paranasalis ). Sinus paranasalis adalah rongga tulang yang dilapisis mukosa
respiratorius. Ada beberapa sinus paranasalis :
- Sinus maksilaris
- Sinus frontalis
- Sinus etmoidalis
- Sinus sfenoidalis

b. Faring (kerongkongan)
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif. Faring berhubungan langsung ke bagian telinga tengah.
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region :
- Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
Nasofaring merupakan bagian superior dari faring, membentang posterior
dari rongga hidung dan meluas ke palatum molle. Terdapat 5 bukaan pada
dindingnya, yaitu dua nares internal, dua bukaan ke tuba auditorius (tuba
eustachius), dan bukaan ke orofaring. Nasofaring dan orofaring berhubungan
melalui isthimus praringeum yang dibatasi tepi palatum molle dan dinding posterior
faring. Sewaktu proses menelan dan ebrbicara, isthimus pharingeum akan terturup
oleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan Passavant di dinding dorsal
faring. Dinding posteriornya terdiri dari tonsil faringeal (adenoid).
- Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah)
Orofaring merupakan bagian tengah dari faring, membentang dari
posterior rongga mulut dan meluas dari palatum molle inferior ke tulang hyoid.
Orofaring hanya memiliki 1 bukaan, yaitu faucium (isthimus orofaringeum), bukaan
dari mulut. Bagian faring ini memiliki fungsi respirasi dan digestif, terdapat dua
pasang tonsil, yaitu tonsila palatine dan lingual.
- Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Laringofaring adalah bagian inferior dari faring, dimulai dari tulang hyoid.
Pada ujung inferiornya, laringofaring terbuka ke esophagus di posterior
dan laring di anterior. Laringofaring juga sebagai jalur respirasi dan digesti.

c. Laring (kerongkongan)

Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi. Membentang di midline leher anterior ke esophagus dan vertebra C4-C6..
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring. Glotis ini juga merupakan
batas antara saluran nafas atas dan bawah.
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (Adams apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)

B. Saluran nafas bagian bawah


Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke
alveoli. Saluran nafas bagian bawah terdiri dari :
a. Trakea
Disebut juga batang tenggorok. Merupakan pipa silider dengan panjang ±
11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Karena elemen elastiknya,
trakea dapat cukup fleksibel untuk meregang dan bergerak inferior selama inspirasi
dan recoil selama ekspirasi, tetapi cincin kartilago mencegahnya kolaps dan
menjaga jalan napas paten walaupun tekanan berubah selama bernapas. Bagian
posterior yang terbuka dari cincin kartilago yang berbatasan dengan esophagus
dihubungkan dengan serat otot polos dari otot trakealis dan dengan jaringan ikat
lunak. Karena bagian dinding trakea sebelah sini tidak rigid, esophagus dapat
mengembang ke anterior ketika menelan makanan yang melaluinya.
Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel
pada dinding depan esofagus. Trakea kemudian bercabang menjadi bronkus.
b. Bronkus
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.
Bronkus terbagi menjadi 2, yaitu bronkus utama dan lobalis. Bronkus lobalis masuk
kedalam paru-paru. Bronkus lobalis kanan masuk kedalam paru-paru kanan (3
lobus), bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental. Bronkus
lobalis kiri masuk ke paru-paru kiri (2 lobus), dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi
9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi
bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri,
limfatik dan saraf.
c. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut
tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas. Bronkiolus membentuk
percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir
dan silia). Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudia n mengarah ke dalam
duktus alveolar dan sakus alveolar. Yang kemudian menjadi alveolus.
d. Paru-paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga


dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru ditutup dan dilindungi oleh
membrane serosa lapis dua bernama membrane pleura. Lapisan superficial disebut
pleura parietal yang berbatasan dengan rongga toraks, lapisan dalam disebut pleura
visceral yang menutupi paru-paru. Di antara pleura parietal dan visceral terdapat
ruang kecil bernama rongga pleura yang mengandung sedikit cairan lubrikan yang
disekresikan oleh membrane. Cairan pleura ini mengurangi friksi antara membrane.
Bagian inferior yang luas dari paru, basis, berbentuk cekung dan cocok di
atas daerah cembung diafragma. Bagian superior paru yang sempit adalah apeks.
Permukaan paru-paru membentang terhadap tulang rusuk, permukaan costalis,
sesuai dengan kelengkungan tulang rusuk. Permukaan mediastinalis dari tiap paru
berisi hilus yang dilalui bronkus, pembuluh darah paru, pembuluh limfa, dan nervus.
Di medial, paru kiri terdapat cekungan, cardiac notch, tempat di mana ada
jantung. Karena ruang yang ditempati jantung, paru kiri 10% lebih kecil daripada
paru kanan. Walaupun paru kanan lebih tebal dan lebih luas, dia juga lebih pendek
daripada paru kiri karena diafragma lebih tinggi di sisi kanan untuk mengakomodasi
hati yang ada di inferiornya. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh
fisura interlobaris, yaitu fisura transversal dan obliqoe. Paru-paru kiri lebih kecil dan
terbagi menjadi 2 lobus dipisahkan oleh fisura transversal.
Didalam paru-paru terdapat alveolus yang berfungsi sebagai tempat
pertukaran oksigen dan karbon dioksida dengan cara difusi. Terdapat sekitar 300
juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2. Terdiri atas 3 tipe:
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

2. Mekanisme Pernapasan
Gerakan pernapasan diatur oleh pusat pernapasan (medulla oblongata)
yang terdapat di otak. Sedangkan keinginn bernafasa adalah karena adanya
rangsangan dari konsentrasi karbon dioksida dalam darah. Bila kita menahan nafas
dalam waktu tertentu, maka dorongan untuk bernafas akan semakin besar. Ini terjadi
karena CO2 dalam darah semakin meningkat dan akan memacu pusat pernapasan
agar organ pernapasan melakukan gerakan bernapas.
Sebagian besar orang berpikir bahwa respirasi sebagai proses menghirup
dan menghembuskan udara. Namun, dalam fisiologi respirasi memiliki arti yang jauh
lebih luas. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi
internal dan respirasi internal.
Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses
metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan
menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrien.
Respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Respirasi
eksternal mencakup 4 langkah :
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru
sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan
ekternal) dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan
oleh tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi
diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus
sesuai kebutuhan metabolik tubuh akan penyerapan O2 dan
pengeluaran CO2.
2. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler paru melalui proses difusi.
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui
proses difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).
Sistem respirasi tidak melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi;
sistemik ini hanya berperan dalam ventilasi dan pertukaran O2 dan CO2 antara paru
dan darah (langkah 1 dan 2). Sistem sirkulasi melaksanakan tahap-tahap
selanjutnya.
Ada dua cara pernapasan yang dilakukan manusia, yaitu pernafasan dada
dan pernafasan perut. Organ yang terlibat pada pernafasan dada adalah tulang
rusuk, otot antar rusuk (intercostae), dan paru-paru. Sedangkan pada pernafasan
perut yang terlibat adalah diafragma, otot perut, dan paru-paru. Dengan mekanisme:
a. Pernapasn dada
- Inspirasi : Bila otot antar tulang rusuk berkontraksi, maka tulang rusuk
terangkat, volume rongga dada akan membesar sehingga tekanan
udara didalam nya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara luar,
sehingga udara masuk ke paru-paru.
- Ekspirasi : Bila otot antar tulang rusuk relaksasi, maka posisi tulang
rusuk akan menurun, akibatnya volume rongga dada akan mengecil
sehingga tekana udara membesar, akibatnya udara terdorong ke luar
dan paru-paru.
b. Pernapasan perut
- Inspirasi : Bila otot diafragma berkontraksi, maka posisi diafragma akan
mendatar, akibatnya valume rongga dada bertambah besar, tekanan
mengecil, sehingga udara masuk ke paru-paru
- Ekspresi : Bila otot diafragma relaksasi, maka posisi diafragma naik?
Melengkung, sehingga rongga dada mengecil, tekanan memebesar,
akibatnya udara terdorong keluar.
Ekspirasi bukan saja akibat otot-otot antar tulang rusuk dan diafragma yang
relaksasi, tetapi juga karena kontraksi otot dinding perut.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Syncope


Faktor yang dapat memicu terjadinya syncope dibagi menjadi 2 yaitu: faktor
psikogenik (rasa takut, tegang, stres emosional, rasa nyeri hebat yang terjadi secara
tiba2 dan tidak terduga dan rasa ngeri melihat darah atau peralatan kedokteran
seperti jarum suntik) dan Faktor non psikogenik (posisi duduk tegak, rasa lapar,
kondisi fisik yang jelek, dan lingkungan yang panas, lembab dan padat).
Adapun penyebab syncope paling sering dibedakan menjadi beberapa
bagian diantaranya yaitu:
a. Kardiak (Jantung) dan pembuluh darah
- Sumbatan Jantung
Gangguan pada jantung bisa disebabkan adanya sumbatan
(obstruksi) pada jantung sumbatan ini bisa disebabkan gangguan katup jantung,
adanya tumor dan pembesaran otot-otot jantung serta penyakit-penyakit jantung.
- Listrik Jantung
Gangguan listrik jantung menyebabkan gangguan irama dan
frekuensi denyutan jantung sehingga volume darah yang dipompa ke tubuh dan
yang sampai ke otak juga akan berkurang.
- Vertebrobasilar system
Penyempitan pada pembuluh darah yang dikarenakan faktor umur,
merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Sistim vertebrobasilar
ini berisiko untuk terjadi penyempitan, dan jika ada gangguan sementara pada aliran
darah ke otak tengah (midbrain) dan reticular activating system, pingsan atau
syncope mungkin terjadi.
b. Persyarafan
- Vasovagal syncope
Di dalam tubuh manusia terdapat system reflek pada saraf yang
secara tidak sadar reflek saraf ini bisa menyebabkan penurunan tekanan darah
mendadak. Vasovagal syncope akibat dari tindakan saraf vagus yang kemudian
akan mengirim sinyal ke jantung kemudian memperlambat denyut jantung sehingga
seseorang pingsan. Vasovagal syncope ini biasanya dipicu oleh rasa takut, nyeri,
cedera, kelelahan dan berdiri terlalu lama. Situasi-situasi lain umumnya
menyebabkan denyut jantung untuk sementara melambat dan menyebabkan
pingsan seperti mengejan, batuk, bersin (Ocupational syncope) yang dapat
menyebabkan vagal response.
- Sinus Karotis
Sinus Karotis merupakan bagian dari pembuluh darah leher yang
sangat sensitif terhadap perubahan fisik dan regangan pembuluh darah pada daerah
tersebut. Karena terlalu sensitif, maka hal ini akan mengakibatkan pengiriman impuls
pada saraf pusat sehingga menstimulasi system saraf yang membuat kehilangan
kesadaran.
c. Pengaruh posisi tubuh
- Ortostatik Hypotensi
- Postural Hypotension
Pembuluh-pembuluh darah perlu untuk mempertahankan kekuatan
mereka sehingga tubuh dapat menahan efek-efek dari gravitas (gaya berat) dengan
perubahan-perubahan dalam posisi. Ketika posisi tubuh berubah dari berbaring ke
berdiri, sistim syaraf autonomik meningkatkan kekuatan pada dinding-dinding
pembuluh darah, membuat mereka mengerut, dan pada saat yang sama
meningkatkan denyut jantung supaya darah dapat dipompa naik keatas ke otak yang
menyebabkan tekanan darah yang relatif rendah pada saat berdiri. Hal ini biasa
terjadi pada lansia dan ibu hamil.
Biasanya, pingsan akan terjadi ketika seseorang berdiri dengan
cepat dan tidak ada cukup waktu untuk tubuh untuk mengkompensasi. Hal ini
membuat jantung berdenyut lebih cepat, serta terjadi vasokontriksi pembuluh-
pembuluh darah untuk mempertahankan tekanan darah tubuh dan aliran darah ke
otak.
d. Kekurangan komponen-komponen tubuh
- Hipoglikemi
Penurunan gula darah tiba-tiba menyebabkan penurunan glukosa
yang tersedia untuk fungsi otak. Hal ini dapat dilihat pada penderita diabetes yang
cenderung overdosis insulin. Jika orang kehilangan dosis, mungkin tergoda
mengambil dosis insulin tambahan untuk menebus dosis yang terabaikan. Dalam
kasus tersebut, gula darah cenderung tiba-tiba jatuh, dan membuat orang menjadi
shock insulin.
- Ketidakseimbangan elektrolit
Hal ini dikarenakan perubahan konsentrasi cairan dalam tubuh dan
juga secara langsung mempengaruhi tekanan darah dalam tubuh.
- Anemia
Anemia adalah suatu kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit)
lebih spesifiknya adalah hemoglobin (Hb). Hal ini menyebabkan kurangnya jumlah
oksigen mencapai otak yang menyebabkan pingsan, dikarenakan Hb tersebut
adalah alat transportasi oksigen untuk sampai di sel dalam hal ini sel-sel yang ada di
otak.
e. Penyebab lain
- Kehamilan
Hal ini disebabkan oleh tekanan dari inferior vena cava (vena besar
yang mengembalikan darah ke jantung) oleh kandungan yang membesar dan oleh
orthostatic hypotension.
- Obat-obatan
Obat-obat lain mungkin juga penyebab yang berpotensi dari pingsan
atau syncope termasuk yang untuk tekanan darah tinggi yang dapat melebarkan
pembuluh-pembuluh darah, antidepressants yang dapat mempengaruhi aktivitas
elektrik jantung, dan yang mempengaruhi keadaan mental seperti obat-obat nyeri,
alkohol, dan kokain.

4. Mekanisme Fisiologis Syncope


Hilangnya kesadaran pada setiap jenis sinkop disebabkan oleh penurunan
oksigenasi pada bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat
penurunan aliran darah, penggunaan oksigen dan serebral. Jika iskemia hanya
berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek otak. Iskemia yang lama
mengakibatkan nekrosis jaringan otak pada daerah perbatasan dari perfusi antara
daerah vaskuler dari arteri serebralis mayor. Masalah pada jantung mungkin
menyebabkan jantung untuk berdenyut terlalu cepat atau terlalu perlahan.
Selain itu masalah pada klep jantung juga berpengaruh terhadap kekuatan
aliran darah yang dipompa menuju otak. Denyut jantung yang cepat atau
tachycardia adalah irama abnormal yang dihasilkan ruang jantung bagian atas atau
bagian bawah dan mungkin mengancam nyawa. Jika jantung berdenyut terlalu
cepat, mungkin tidak ada cukup waktu untuknya untuk mengisi dengan darah
diantara setiap denyut jantung, yang mengurangi jumlah darah yang dapat diantar
jantung keseluruh tubuh. Tachycardia bisa terjadi pada segala umur dan mungkin
tidak berhubungan pada penyakit jantung atherosclerotic. Dengan bradycardia, atau
denyut jantung yang lamban, kemampuan jantung untuk memompa darah mungkin
dikompromikan. Ketika jantung menua, sistik elektrik dapat menjadi rapuh dan
jantung terhalang, atau gangguan-gangguan dari sistim elektrik dapat terjadi,
menyebabkan denyut jantung untuk melambat.
Selain itu vasovagal syncope adalah penyebab yang paling umum dari
pingsan. Pada situasi ini, keseimbangan antara kimia-kimia adrenaline dan
acetylcholine terganggu. Adrenaline menstimulasi tubuh, termasuk membuat jantung
berdenyut lebih cepat dan pembuluh-pembuluh darah menyempit. Acetylcholine
melakukan sebaliknya. Ketika syaraf vagus distimulasi, acetylcholine yang
berlebihan dilepas, denyut jantung melambat dan pembuluh-pembuluh darah
melebar, membuat darah lebih sulit untuk mengalahkan gaya berat (gravitasi) dan
dipompa ke otak. Pengurangan sementara ini pada aliran darah ke otak
menyebabkan episode pingsan (syncope). Nyeri dapat menstimulasi syaraf vagus
dan adalah penyebab yang umum dari vasovagal syncope.
5. Fase Syncope dan Gejalanya
Tanda gejala syncope bisa dilihat dalam 3 fase yaitu fase pre syncope, fase
syncope dan fase post syncope.
a. Fase pre syncope:
Pasien mungkin merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat dingin
dan lemah. Mungkin ada perasaan dizziness (kepeningan) atau vertigo (dengan
kamar yang berputar), hyperpnea (kedalaman nafas meningkat) penglihatan
mungkin memudar atau kabur, dan mungkin ada pendengaran yang meredam dan
sensasi-sensasi kesemutan dalam tubuh. Fase pre-syncope atau hampir pingsan,
gejala-gejala yang sama akan terjadi, namun pada fase ini tekanan darah dan nadi
turun dan pasien tidak sungguh kehilangan kesadaran.
b. Fase syncope:
Fase syncope ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien dengan gejala
klinis berupa:
1) Pernapasan pendek, dangkal, dan tidak teratur
2) Bradikardi dan hipotensi berlanjut
3) Nadi teraba lemah dan gerakan konvulsif pada otot lengan, tungkai dan
wajah. Pada fase ini pasien rentan mengalami obstruksi jalan napas karena
terjadinya relaksasi otot akibat hilangnya kesadaran.
c. Fase post syncope:
Fase terakhir adalah fase post syncope yaitu periode pemulihan dimana
pasien kembali pada kesadarannya. Pada fase awal postsyncope pasien dapat
mengalami disorientasi, mual, dan berkeringat. Pada pemeriksaan klinis didapatkan
nadi mulai meningkat dan teraba lebih kuat dan tekanan darah mulai naik.
Setelah episode pingsan, pasien harus kembali ke fungsi mental yang
normal, meskipun mungkin ada tanda-tanda dan gejala-gejala lain tergantung pada
penyebab yang mendasari pingsan. Contohnya, jika pasien ada ditengah-tengah
serangan jantung, ia mungkin mengeluh nyeri dada atau tekanan dada.

6. Jenis-Jenis Syncope
1. Syncope yang diperantarai saraf (neurogenic syncope)
Merupakan jenis syncope tersering pada pasien yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung. Disebut juga dengan vasofagal atau reflex syncope. Refleks yang
diaktifkan oleh stimulasi mekanoreseptor arteri atau viseral menyebabkan syncope
jenis ini. Mekanoreseptor yang terletak pada organ viseral seperti buli-buli, traktus
gastrointestinal atau sinus karotid mengirimkan pesan aferen kepada batang otak,
yang pada gilirannya mentransmisikan sinyal eferen melalui nervus vagus ke node
sinus jantung, menyebabkan bradikardia. Vasodilatasi juga merupakan bagian dari
refleks ini dan semakin menurunkan tekanan darah, mungkin karena berkurangnya
aktivitas simpatis eferen.
Refleks jenis ini dapat dipicu oleh nyeri tiba-tiba atau perubahan emosional.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh keadaan seperti berdiri atau berjalan. Pada
kondisi ini, adanya pooling vena pada esktremitas bawah menyebabkan
berkurangnya pengisian ventrikel kiri. Sebagai kompensasi, saraf simpatis teraktivasi
dan menyebabkan peningkatan denyut jantung dan menjaga curah jantung agar
tetap normal. Namun, kontraksi cepat dan tiba-tiba dari ventrikel kiri yang tidak terisi
penuh dapat mengaktifkan mekanoreseptor, sehingga akhirnya menyebabkan
refleks bradikardi dan vasodilatasi periferal (fenomena paradoks).
Syncope neurogenik dapat terjadi pada orang yang berdiri atau bahkan
berbaring, namun sering terjadi pada orang yang berdiri dalam jangka waktu yang
lama, terutama dalam ruangan yang panas, ramai serta tubuhnya mengalami
dehidrasi. Gejala presyncope berupa nausea, pandangan kabur, diaphoresis,
kelemahan tergeneralisasi, dan merasa akan hilang kesadarannya. Pasien
kemudian kehilangan kesadaran dan akhirnya jatuh.
2. Syncope situasional
Syncope neurogenik terkadang disebut sebagai situasional saat terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu. Kondisi-kondisi tersebut seperti:
- Pungsi vena
Saat pungsi vena, nyeri tiba-tiba akibat jarum phleobotomi atau syok
emosional saat melihat proses pungsi dapat mengaktifkan refleks bradikardia,
vasodilatasi hingga hilangnya kesadaran.
- Mikturisi/berkemih
Terjadi selama berkemih. Biasanya, pasien bangun dari tempat tidur di
malam hari untuk berkemih. Selama urinasi, mekanoreseptor pada dinding kandung
kemih terstimulasi untuk menghasilkan refleks bradikardia dan vasodilatasi. Apalagi
jika pasien berdiri, maka kondisi akan semakin berat akibat adanya komponen
ortostatik yang menyebabkan hipotensi sehingga pada akhirnya kesadaran akan
hilang.
- Batuk (tussive syncope)
Saat batuk hebat, terjadi peningkatan tekanan intratoraks yang
memperkuat respon hipotensif. Respon ini terjadi akibat gangguan aliran balik vena
dan berkurangnya curah jantung. Batuk yang sangat hebat dapat menginduksi
respon gag, menyebabkan refleks bradikardia dan vasodilatasi.
- Deglutinasi/menelan
Terjadi akibat stimulasi mekanoreseptor esofagus selama menelan,
terutama saat menelan bolus padat berukuran besar. Biasanya terjadi pada pasien
dengan riwayat striktur esofagus atau spasme.
- Defekasi
Terjadi pada kondisi gangguan kolon dengan adanya episode dari
defekasi yang nyeri. Syncope defekasi juga dapat terjadi bersamaan dengan
obstruksi vena cava inferior. Saat mengejan, terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen yang menyebabkan obstruksi vena setinggi diafragma.
- Glosofaringeal
Neuralgia glosofaringeal dapat menginduksi respon syncope refleks. Hal
ini terjadi melalui rangsangan nyeri yang tiba-tiba, berat dan tajam yang berjalan
sepanjang nervus glosofaring pada faring posterior, leher, atau telinga luar dan
menghasilkan refleks bradikardi, vasodilatasi, hipotensi dan akhirnya syncope.
3. Syncope akibat hipotensi ortostatik
Merupakan penyebab umum syncope pada usia lanjut. Hipotensi terjadi saat
sistem kardiovaskular tidak mampu mengompensasi perubahan aliran darah akibat
perubahan postur dari berbaring/duduk menjadi berdiri. Hal ini akan menyebabkan
penurunan tekanan darah dan hipoperfusi otak, pada akhirnya menyebabkan
hilangnya kesadaran.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan syncope ortostatik, diantaranya
efek penggunaan diuretik, obat antihipertensi, dan sedatif berlebihan. Penyebab
lainnya adalah tirah baring terlalu lama, dehidrasi, anemia berat, penyakit sumsum
tulang belakang, neuropati otonom, dan penyakit neurodegeneratif.
4. Syncope kardiovaskular
Mekanisme yang mendasari syncope kardiavaskular adalah penurunan
curah jantung secara tiba-tiba, menyebabkan berkurangnya perfusi otak dan
hilangnya kesadaran. Gejala berupa palpitasi, nyeri dada, posisi non ortostatik saat
terjadi syncope, atau syncope eksersional (terjadi bisanya pada pasien dengan
penyakit katup jantung). Pada syncope jenis ini dapat terjadi aritmia singkat yang jika
tidak cepat ditangani dapat menyebabkan kematian. Penyebab lainnya adalah
kardiomiopati berat, myxoma atrium kiri, tamponade jantung, hipertensi pulmuner
dan embolus paru.
5. Penyakit cerebrovaskular
Penyakit cerebrovaskular dapat menyebabkan hilangnya kesadaran melalui
iskemia pada batang otak yang menyebabkan disfungsi ARAS. Salah satunya terjadi
pada penyakit aterosklerotik serta penurunan aliran darah akibat embolisme otak,
faktor mekanik di leher (misal osteoarthritis kronik) dan arteritis Takayasu. Syncope
yang terjadi akibat insufisiensi vertebrobasilar atau transient ischemic attack (TIA)
biasanya terjadi dengan memunculkan gejala lain iskemia batang otak, seperti
vertigo, diplopia, disartria, ataksia, atau gejala sensorik dan motorik.
6. Kompresi batang otak
Kompresi batang otak terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial
transien, yang menyebabkan disrupsi ARAS atau aliran darah vertebrobasilar dan
pada akhirnya berlanjut dengan hilangnya kesadaran. Penyakit kongenital seperti
malformasi Arnold-Chiari, hidrosefalus atau obstruksi ventrikel lateral oleh kista
koloid dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
7. Metabolisme
Sejumlah gangguan metabolik seperti hipoglikemia, alkalosis yang diinduksi
hiperventilasi dan anoksia dapat menyebabkan syncope, namun biasanya gejalanya
adalah kepala terasa ringan (lightheadedness) dan pusing. Syncope yang
disebabkan oleh hipoglikemia muncul secara gradual. Syncope tidak berhubungan
dengan posisi tubuh dan saat terjadi, biasanya tidak ada perubahan tekanan darah
dan nadi yang signifikan.
Anoksia dapat menyebabkan hilangnya kesadaran karena otak kekurangna
oksigen atau melalui produksi vasodepressor. Begitu pula pada pasien anemia,
syncope juga dapat terjadi walaupun biasanya diinduksi oleh latihan atau aktivitas
fisik yang berat

7. Penanganan Pasien Syncope


Pertolongan pertama berikut adalah menurut Stanley M. Zildo yang dikutip
dari bukunya yang berjudul "First Aid, Cara Benar Pertolongan Pertama dan
Penanganan Darurat". Seseorang yang terlihat mengalami gejala awal akan pingsan
maka dapat dicegah agar tidak pingsan, yaitu dengan cara merebahkan korban lalu
mengangkat kakinya setinggi 15 - 25 cm. Bisa juga dengan didudukkan dengan
posisi kepala membungkuk menyentuh kedua lutut. Namun apabila pingsan sudah
terjadi, maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- Rebahkan korban, angkat kaki setinggi 15 - 25 cm meskipun ada
kemungkinan kepalanya terluka.
- Buka jalan pernapasan, lakukan penapasan buatan jika perlu.
- Buka baju, khususnya di sekitar leher korban.
- Bila korban muntah, miringkan atau balikkan kepalanya untuk mencegah
tersedak.
- Secara pelan-pelan, usap wajahnya dengan menggunakan air dingin dan
jangan disiramkan ke muka korban.
- Periksa kembali seluruh tubuh untuk melihat apakah terdapat bengkak atau
perubahan bentuk yang disebabkan karena jatuh.
- Jangan diberi minum meskipun korban sudah pulih kembali.
- Bila pertolongan tidak berhasil dalam beberapa menit, bawa korban ke
dokter atau paramedis.

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat menangani korban pingsan adalah:
o Membiarkan tubuh orang pingsan menekuk, karena dapat mengganggu
peredaran darah.
o Membiarkan leher korban miring/menengok.
o Meletakkan posisi kepala lebih tinggi daripada posisi kaki, sebab akan
mengurangi aliran darah dan oksigen ke otak.
o Memberikan minum atau makan korban setelah baru saja sadar.
o Mengerubungi orang yang tengah pingsan.
o Membiarkan penderita langsung bangun/berdiri setelah tersadar.

Pencegahan Pingsan
Kehilangan kesadaran pada saat tertentu mungkin dapat membahayakan
hidup anda. Untuk itu perlu menjaga kondisi tubuh agar tidak mudah pingsan, yakni
dapat dengan melakukan pencegahan. Pingsan dapat dicegah dengan melakukan
beberapa kebiasaan hidup yang sehat, antara lain:
o Makan dengan teratur, seimbang, dan tidak berlebihan.
o Menghindari aktivitas berlebihan.
o Tidak mengkonsumsi obat perangsang, alkohol, doping, dan sejenisnya.
o Menghindari lingkungan yang panas dan lembab.
o Membiasakan bangun secara perlahan setelah tidur atau berbaring.
o Mencegah dehidrasi dan kekurangan volume darah dengan minum air putih
teratur.
o Belatih mengatur pernapasan, agar tidak terengah-engah.
Pencegahan yang baik yaitu dengan mengetahui penyebab kecenderungan
pingsan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan pingsan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai