“SISTEM RESPIRASI”
Kelompok 3
Tutor pembimbing : Drg. Imran Aska S, Sp.BM
Nama anggota:
Dinda Wigaty Rahajeng
Gian Ernesto
Imam Hidayatsyah
Naufal Delihefian
Rinny Maryusa
Shafira Aulia Fikrie
Tatha Febilla Kriswandi
Saat Drg. Resti akan mencabut giginya, Mimii (21 tahun) merasa [using,
pandangan kabur dan muka tampak pucat, badannya terasa lemah, berkeringat
dingin, nafasnya pendek dan cepat, melihat keadaan ini akhirnya pencabutan gigi
dibatalkan karena Mimii mengalami syncope. Drg. Resti mencoba memahami apa
yang terjadi dengan mimii dan menyarankan agar pakaian mimii dilonggarkan, diberi
ruang terbuka dan diberi minuman manis dan hangat, tak lama kemudian keadaan
Mimii sudah lebih baik dan mukanya tidak pucat seperti sebelumnya.
Bagaimana saudara dapat menjelaskan apa yang terjadi pada Mimii...?
Langkah Seven Jumps :
1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal
yang dapat menimbulkan kesalahan interpretasi
2. Menentukan masalah
3. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior
knowledge
4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan
mencari korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk
membuat solusi secara terintegrasi
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain
7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh
URAIAN
Langkah I
Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang
dapat menimbulkan kesalahan interpretasi.
Syncope : Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan sementara akibat kurangnya
oksigen ke otak
Respirasi : Proses yang dilakukan tubuh untuk menghasilkan energi
Proses masuknya oksigen dan keluarga karbon dioksida
Langkah II
Menentukan masalah
1. Apa fase terjadinya Syncope?
2. Apa saja gejala dari Syncope?
3. Apa faktor penyebab terjadinya Syncope?
4. Siapa saja yang dapat terjadi Syncope?
5. Bagaimana mekanisme Syncope?
6. Bagaimana tindakan dan penanganan terhadap pasien Syncope?
7. Kenapa Mimii pakaiannya dilonggarkan, diberi ruang terbuka dan diberi
minuman manis dan hangat oleh Drg. Resti?
8. Kenapa gejala pada kasus Mimii dapat terjadi?
Langkah III
Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge
1. Fase Syncope :
- Prasyncope
Gejalanya merasa mual, perasaan tidak nyaman, berkeringat dingin dan
lemah, dizziness atau vertigo, hyperpnea (kedalaman nafas meningkat),
Penglihatan kabur. Pada fase ini pasien hampir pingsan serta tekanan
darah dan nadi turun.
- Syncope
Pada fase ini pasien telah hilang kesadaran. Nafas pendek, bradikardi,
hipotensi, nadi lemah.
- Post Syncope
Periode pemulihan kembali ke kondisi normal
2. Gejala terjadinya Syncope adalah mual, berkeringat dingin, pening,
penglihatan kabur, pendengaran meredam, kesemutan
3. Faktor terjadinya Syncope:
- Perubahan irama jantung
- Dehidrasi
- Anemia
- Aktivitas berat
- Kondisi struktur jantung
- Kondisi klep jantung
Faktor terjadinya Syncope terbagi 2, yaitu :
- Faktor Psikogenik
Takut dan stress
- Faktor non-Psikogenik
● Lingkungan panas dan padat
● Lapar
● Penurunan volume darah
● Kurangnya suplai oksigen ke otak
● Penyempitan pembuluh darah
4. Biasa terjadi pada anak-anak, lansia dan dewasa sesuai dengan kondisi
psikologisnya. Dan biasanya lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita
pada umur sekitas 16-35 tahun.
5. Terjadi akibat faktor psikogenik, awalnya rasa takut berlebihan → perut kram
→pengiriman sinyal ke jantung → denyut jantung turun → aliran darah keotak
berkurang → sehingga kesadaran perlahan berkurang.
6. Penanganan pasien Syncope
- Prasyncope : ● Diberi ruang
● Diberi teh hangat
● Bajunya dilonggarkan
● ditidurkan dan kaki diangkat
- Syncope : ● Menekan bagian bawah perut, sehingga menimbulkan
nyeri yang sangat sakit
● Memberikan rangsangan yang membuat otak kaget
● Diberikan minyak kayu putih/cairan yang bau menyengat
- Post Synope: ● Beri ruang
● Beri tahu alasan kenapa ia bisa sampai pingsan
7. Pakaian dilonggarkan dan diberi ruang gunanya adalah agar oksigen lancar
masuk kedalam aliran darah
Diberi minuman manis dan hangat agar gula darah tetap stabil
8. Karena Mimii mengalami kecemasan berlebihan sehingga membuat jantung
tidak stabil dan menyebabkan darah tidak sampai keotak, itulah yang
membuat Mimii tampak pucat dan pening karena engalami hipoksia lalu
mengalami syncope.
Langkah IV
Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan
mencari korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat
solusi secara terintegrasi.
Mimii (21 tahun)
Kedokter Gigi
Syncope
Psikogenik Non-Psikogenik
Pra syncope Syncope Post
Syncope
cope
Sistem Respirasi
Langkah V
Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi sistem Repirasi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme pernapasan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab terjadinya syncope
4. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme fisiologis syncope
5. Mahasiswa mampu menjelaskan fase-fase terjadinya syncope serta gejala
6. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis syncope
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penanganan pada pasien syncope
Langkah VI
Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain
Langkah VI
Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh
URAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN
b. Faring (kerongkongan)
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif. Faring berhubungan langsung ke bagian telinga tengah.
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region :
- Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
Nasofaring merupakan bagian superior dari faring, membentang posterior
dari rongga hidung dan meluas ke palatum molle. Terdapat 5 bukaan pada
dindingnya, yaitu dua nares internal, dua bukaan ke tuba auditorius (tuba
eustachius), dan bukaan ke orofaring. Nasofaring dan orofaring berhubungan
melalui isthimus praringeum yang dibatasi tepi palatum molle dan dinding posterior
faring. Sewaktu proses menelan dan ebrbicara, isthimus pharingeum akan terturup
oleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan Passavant di dinding dorsal
faring. Dinding posteriornya terdiri dari tonsil faringeal (adenoid).
- Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah)
Orofaring merupakan bagian tengah dari faring, membentang dari
posterior rongga mulut dan meluas dari palatum molle inferior ke tulang hyoid.
Orofaring hanya memiliki 1 bukaan, yaitu faucium (isthimus orofaringeum), bukaan
dari mulut. Bagian faring ini memiliki fungsi respirasi dan digestif, terdapat dua
pasang tonsil, yaitu tonsila palatine dan lingual.
- Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Laringofaring adalah bagian inferior dari faring, dimulai dari tulang hyoid.
Pada ujung inferiornya, laringofaring terbuka ke esophagus di posterior
dan laring di anterior. Laringofaring juga sebagai jalur respirasi dan digesti.
c. Laring (kerongkongan)
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi. Membentang di midline leher anterior ke esophagus dan vertebra C4-C6..
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring. Glotis ini juga merupakan
batas antara saluran nafas atas dan bawah.
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (Adams apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
2. Mekanisme Pernapasan
Gerakan pernapasan diatur oleh pusat pernapasan (medulla oblongata)
yang terdapat di otak. Sedangkan keinginn bernafasa adalah karena adanya
rangsangan dari konsentrasi karbon dioksida dalam darah. Bila kita menahan nafas
dalam waktu tertentu, maka dorongan untuk bernafas akan semakin besar. Ini terjadi
karena CO2 dalam darah semakin meningkat dan akan memacu pusat pernapasan
agar organ pernapasan melakukan gerakan bernapas.
Sebagian besar orang berpikir bahwa respirasi sebagai proses menghirup
dan menghembuskan udara. Namun, dalam fisiologi respirasi memiliki arti yang jauh
lebih luas. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi
internal dan respirasi internal.
Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses
metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan
menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrien.
Respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Respirasi
eksternal mencakup 4 langkah :
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru
sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan
ekternal) dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan
oleh tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi
diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus
sesuai kebutuhan metabolik tubuh akan penyerapan O2 dan
pengeluaran CO2.
2. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler paru melalui proses difusi.
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui
proses difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).
Sistem respirasi tidak melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi;
sistemik ini hanya berperan dalam ventilasi dan pertukaran O2 dan CO2 antara paru
dan darah (langkah 1 dan 2). Sistem sirkulasi melaksanakan tahap-tahap
selanjutnya.
Ada dua cara pernapasan yang dilakukan manusia, yaitu pernafasan dada
dan pernafasan perut. Organ yang terlibat pada pernafasan dada adalah tulang
rusuk, otot antar rusuk (intercostae), dan paru-paru. Sedangkan pada pernafasan
perut yang terlibat adalah diafragma, otot perut, dan paru-paru. Dengan mekanisme:
a. Pernapasn dada
- Inspirasi : Bila otot antar tulang rusuk berkontraksi, maka tulang rusuk
terangkat, volume rongga dada akan membesar sehingga tekanan
udara didalam nya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara luar,
sehingga udara masuk ke paru-paru.
- Ekspirasi : Bila otot antar tulang rusuk relaksasi, maka posisi tulang
rusuk akan menurun, akibatnya volume rongga dada akan mengecil
sehingga tekana udara membesar, akibatnya udara terdorong ke luar
dan paru-paru.
b. Pernapasan perut
- Inspirasi : Bila otot diafragma berkontraksi, maka posisi diafragma akan
mendatar, akibatnya valume rongga dada bertambah besar, tekanan
mengecil, sehingga udara masuk ke paru-paru
- Ekspresi : Bila otot diafragma relaksasi, maka posisi diafragma naik?
Melengkung, sehingga rongga dada mengecil, tekanan memebesar,
akibatnya udara terdorong keluar.
Ekspirasi bukan saja akibat otot-otot antar tulang rusuk dan diafragma yang
relaksasi, tetapi juga karena kontraksi otot dinding perut.
6. Jenis-Jenis Syncope
1. Syncope yang diperantarai saraf (neurogenic syncope)
Merupakan jenis syncope tersering pada pasien yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung. Disebut juga dengan vasofagal atau reflex syncope. Refleks yang
diaktifkan oleh stimulasi mekanoreseptor arteri atau viseral menyebabkan syncope
jenis ini. Mekanoreseptor yang terletak pada organ viseral seperti buli-buli, traktus
gastrointestinal atau sinus karotid mengirimkan pesan aferen kepada batang otak,
yang pada gilirannya mentransmisikan sinyal eferen melalui nervus vagus ke node
sinus jantung, menyebabkan bradikardia. Vasodilatasi juga merupakan bagian dari
refleks ini dan semakin menurunkan tekanan darah, mungkin karena berkurangnya
aktivitas simpatis eferen.
Refleks jenis ini dapat dipicu oleh nyeri tiba-tiba atau perubahan emosional.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh keadaan seperti berdiri atau berjalan. Pada
kondisi ini, adanya pooling vena pada esktremitas bawah menyebabkan
berkurangnya pengisian ventrikel kiri. Sebagai kompensasi, saraf simpatis teraktivasi
dan menyebabkan peningkatan denyut jantung dan menjaga curah jantung agar
tetap normal. Namun, kontraksi cepat dan tiba-tiba dari ventrikel kiri yang tidak terisi
penuh dapat mengaktifkan mekanoreseptor, sehingga akhirnya menyebabkan
refleks bradikardi dan vasodilatasi periferal (fenomena paradoks).
Syncope neurogenik dapat terjadi pada orang yang berdiri atau bahkan
berbaring, namun sering terjadi pada orang yang berdiri dalam jangka waktu yang
lama, terutama dalam ruangan yang panas, ramai serta tubuhnya mengalami
dehidrasi. Gejala presyncope berupa nausea, pandangan kabur, diaphoresis,
kelemahan tergeneralisasi, dan merasa akan hilang kesadarannya. Pasien
kemudian kehilangan kesadaran dan akhirnya jatuh.
2. Syncope situasional
Syncope neurogenik terkadang disebut sebagai situasional saat terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu. Kondisi-kondisi tersebut seperti:
- Pungsi vena
Saat pungsi vena, nyeri tiba-tiba akibat jarum phleobotomi atau syok
emosional saat melihat proses pungsi dapat mengaktifkan refleks bradikardia,
vasodilatasi hingga hilangnya kesadaran.
- Mikturisi/berkemih
Terjadi selama berkemih. Biasanya, pasien bangun dari tempat tidur di
malam hari untuk berkemih. Selama urinasi, mekanoreseptor pada dinding kandung
kemih terstimulasi untuk menghasilkan refleks bradikardia dan vasodilatasi. Apalagi
jika pasien berdiri, maka kondisi akan semakin berat akibat adanya komponen
ortostatik yang menyebabkan hipotensi sehingga pada akhirnya kesadaran akan
hilang.
- Batuk (tussive syncope)
Saat batuk hebat, terjadi peningkatan tekanan intratoraks yang
memperkuat respon hipotensif. Respon ini terjadi akibat gangguan aliran balik vena
dan berkurangnya curah jantung. Batuk yang sangat hebat dapat menginduksi
respon gag, menyebabkan refleks bradikardia dan vasodilatasi.
- Deglutinasi/menelan
Terjadi akibat stimulasi mekanoreseptor esofagus selama menelan,
terutama saat menelan bolus padat berukuran besar. Biasanya terjadi pada pasien
dengan riwayat striktur esofagus atau spasme.
- Defekasi
Terjadi pada kondisi gangguan kolon dengan adanya episode dari
defekasi yang nyeri. Syncope defekasi juga dapat terjadi bersamaan dengan
obstruksi vena cava inferior. Saat mengejan, terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen yang menyebabkan obstruksi vena setinggi diafragma.
- Glosofaringeal
Neuralgia glosofaringeal dapat menginduksi respon syncope refleks. Hal
ini terjadi melalui rangsangan nyeri yang tiba-tiba, berat dan tajam yang berjalan
sepanjang nervus glosofaring pada faring posterior, leher, atau telinga luar dan
menghasilkan refleks bradikardi, vasodilatasi, hipotensi dan akhirnya syncope.
3. Syncope akibat hipotensi ortostatik
Merupakan penyebab umum syncope pada usia lanjut. Hipotensi terjadi saat
sistem kardiovaskular tidak mampu mengompensasi perubahan aliran darah akibat
perubahan postur dari berbaring/duduk menjadi berdiri. Hal ini akan menyebabkan
penurunan tekanan darah dan hipoperfusi otak, pada akhirnya menyebabkan
hilangnya kesadaran.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan syncope ortostatik, diantaranya
efek penggunaan diuretik, obat antihipertensi, dan sedatif berlebihan. Penyebab
lainnya adalah tirah baring terlalu lama, dehidrasi, anemia berat, penyakit sumsum
tulang belakang, neuropati otonom, dan penyakit neurodegeneratif.
4. Syncope kardiovaskular
Mekanisme yang mendasari syncope kardiavaskular adalah penurunan
curah jantung secara tiba-tiba, menyebabkan berkurangnya perfusi otak dan
hilangnya kesadaran. Gejala berupa palpitasi, nyeri dada, posisi non ortostatik saat
terjadi syncope, atau syncope eksersional (terjadi bisanya pada pasien dengan
penyakit katup jantung). Pada syncope jenis ini dapat terjadi aritmia singkat yang jika
tidak cepat ditangani dapat menyebabkan kematian. Penyebab lainnya adalah
kardiomiopati berat, myxoma atrium kiri, tamponade jantung, hipertensi pulmuner
dan embolus paru.
5. Penyakit cerebrovaskular
Penyakit cerebrovaskular dapat menyebabkan hilangnya kesadaran melalui
iskemia pada batang otak yang menyebabkan disfungsi ARAS. Salah satunya terjadi
pada penyakit aterosklerotik serta penurunan aliran darah akibat embolisme otak,
faktor mekanik di leher (misal osteoarthritis kronik) dan arteritis Takayasu. Syncope
yang terjadi akibat insufisiensi vertebrobasilar atau transient ischemic attack (TIA)
biasanya terjadi dengan memunculkan gejala lain iskemia batang otak, seperti
vertigo, diplopia, disartria, ataksia, atau gejala sensorik dan motorik.
6. Kompresi batang otak
Kompresi batang otak terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial
transien, yang menyebabkan disrupsi ARAS atau aliran darah vertebrobasilar dan
pada akhirnya berlanjut dengan hilangnya kesadaran. Penyakit kongenital seperti
malformasi Arnold-Chiari, hidrosefalus atau obstruksi ventrikel lateral oleh kista
koloid dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
7. Metabolisme
Sejumlah gangguan metabolik seperti hipoglikemia, alkalosis yang diinduksi
hiperventilasi dan anoksia dapat menyebabkan syncope, namun biasanya gejalanya
adalah kepala terasa ringan (lightheadedness) dan pusing. Syncope yang
disebabkan oleh hipoglikemia muncul secara gradual. Syncope tidak berhubungan
dengan posisi tubuh dan saat terjadi, biasanya tidak ada perubahan tekanan darah
dan nadi yang signifikan.
Anoksia dapat menyebabkan hilangnya kesadaran karena otak kekurangna
oksigen atau melalui produksi vasodepressor. Begitu pula pada pasien anemia,
syncope juga dapat terjadi walaupun biasanya diinduksi oleh latihan atau aktivitas
fisik yang berat
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat menangani korban pingsan adalah:
o Membiarkan tubuh orang pingsan menekuk, karena dapat mengganggu
peredaran darah.
o Membiarkan leher korban miring/menengok.
o Meletakkan posisi kepala lebih tinggi daripada posisi kaki, sebab akan
mengurangi aliran darah dan oksigen ke otak.
o Memberikan minum atau makan korban setelah baru saja sadar.
o Mengerubungi orang yang tengah pingsan.
o Membiarkan penderita langsung bangun/berdiri setelah tersadar.
Pencegahan Pingsan
Kehilangan kesadaran pada saat tertentu mungkin dapat membahayakan
hidup anda. Untuk itu perlu menjaga kondisi tubuh agar tidak mudah pingsan, yakni
dapat dengan melakukan pencegahan. Pingsan dapat dicegah dengan melakukan
beberapa kebiasaan hidup yang sehat, antara lain:
o Makan dengan teratur, seimbang, dan tidak berlebihan.
o Menghindari aktivitas berlebihan.
o Tidak mengkonsumsi obat perangsang, alkohol, doping, dan sejenisnya.
o Menghindari lingkungan yang panas dan lembab.
o Membiasakan bangun secara perlahan setelah tidur atau berbaring.
o Mencegah dehidrasi dan kekurangan volume darah dengan minum air putih
teratur.
o Belatih mengatur pernapasan, agar tidak terengah-engah.
Pencegahan yang baik yaitu dengan mengetahui penyebab kecenderungan
pingsan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan pingsan tersebut.