Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN PRODUKSI ASI PADA NY. “Z”

P3AOH3 POST SC NIFAS HARI KE 3 DI RUANG RAWAT INAP RSUD PARIAMAN

Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Residensi Praktik Klinik


di RSUD Pariaman Periode 3 April – 28 April 2017

PEMBIMBING :

dr. H. ALADIN, SpOG (K), MPH

DISUSUN OLEH :

MIRANIE SAFARINGGA

1520332028

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2017

0
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan : Analisis factor penyebab gangguan produksi asi pada ny.

“z” p3aoh3 post sc nifas hari ke 3

Di ruang rawat inap rsud pariaman

Nama Mahasiswa : Miranie Safaringga

NIM : 1520332028

Ruang Praktik Klinik : Rawatan Kebidanan (KRZ)

Program Studi : S2 Kebidanan

Laporan ini telah dipresentasikan dan disetujui dihadapan dosen

pembimbing dan penguji Residensi Praktik Klinik Kebidanan Program

Studi S2 Kebidanan Program Pascasarjana Universitas Andalas Pada

Tanggal : ____________________ 2017

Menyetujui

Dosen Pembimbing Mahasiswa


Praktik Klinik

dr. H. Aladin, SpOG (K), MPH Miranie


Safaringga
NIP : 19650813 199703 1 003

Mengetahui,
Ketua Program Sudi S2 Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1
Dr. dra. Arni Amir, MS
NIP : 1957017 1986032002

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PERSETUJUAN ....................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................ 3

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN


2.1 Masa Nifas ......................................................................... 4
2.2 Payudara dan Laktasi ......................................................... 4
2.3 Fisiologi Laktasi ................................................................. 6
2.4 Perawatan Payudara ........................................................... 7
2.5 Kombinasi Pijat Oksitosin dan Teknik Marmet ................. 8
2.5 Penilaian Produksi ASI ...................................................... 12

BAB III. LAPORAN KASUS ..................................................................... . 13


BAB IV. KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN ............................................. 19
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Kajian Asuhan

Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan judul “Analisis faktor penyebab gangguan

produksi asi pada Ny. “Z” P3A0H3 Post SC nifas hari ke 3 di ruang rawat inap

RSUD Pariaman”

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas pada Residensi Praktek Klinik di

RSUP Pariaman yang merupakan program pascasarjana ilmu kebidanan

Universitas Andalas Padang.

Penulis meyakini di dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan

sehinggga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan isi dan

kualitas makalah ini.

Padang, April 2017

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada ibu nifas banyak masalah yang sering ditemui, salah satunya adalah

masalah menyusui yang dapat dimulai sejak periode anternal, masa pasca

persalinan dini (nifas atau lakatasi) seperti puting susu nyeri, puting susu lecet,

payudara bengkak dan mastitis (Ambarwati, 2008).

Menyusui memberikan anak awal terbaik dari hidupnya. Diperkirakan dari

satu juta anak meninggal tiap tahunya akibat diare, penyakit saluran nafas, dan

infeksi lainya karena mereka tidak menyusui secara memadai. Ada lebih banyak

lagi anak yang menderita penyakit yang tidak perlu diderita jika mereka disusui.

Menyusui juga membantu melindungi kesehatan ibu (pelatihan konseling

menyusui Depertemen Republik Indonesia) Organisasi Kesehatan Dunia (World

Health Organizator)dan UNICEF merekomendasikan menyusui eksklusif sejak

lahir selama 6 minggu pertama hidup anak, dan tetap disusui bersama pemberian

makanan pendampig ASI yang cukup sampai usia 2 tahun atau lebih. Namun

sebagian besar di banyak negara mulai memberi bayi makan dan minum buatan

selama 6 bulan, dan banyak yang berhenti menyusui yang sebelum anak berumur

2 tahun. (Saifudin, 2005)

Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya

beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu

yang tidak paham masalah tersebut, kegagalan menyusui sering dianggap problem

4
pada anak saja. Masalah dari ibu yang sering timbul selama menyusui dapat

dimulai sejak sebelum persalinan, pada masa pasca persalinan dini dan masa

pasca persalinan lanjut. Masalah menyusui yang sering timbul pada ibu dengan

persalinan SC antara lain nyeri luka bekas operasi terasa nyeri, kurangnya

dukungan keluarga terhadap pemberian asi, serta masalah psikologis sehingga asi

tidak keluar.

Pendidikan tentang masalah menyusui sangat diperlukan sesuai dengan

jurnal Survey of satisfaction with the Breastfeeding Education and Support

Services of The Royal Women's Hospital, Melbourne patient, yang mana 56 %

responden dapat mengatasi masalah menyusui setelah diberikan pendidikan

tentang menyusui .

Pasien Post SC akan mengeluh nyeri pada daerah incisi yang disebabkan oleh

robeknya jaringan pada dinding perut dan dinding uterus. Prosedur pembedahan

yang menambah rasa nyeri seperti infeksi, distensi, spasmus otot sekitar daerah

torehan. Dampak nyeri post SC pada ibu yaitu mobilisasi terbatas, bonding

attachment (ikatan kasih sayang) terganggu/tidak terpenuhi, Activity of Daily

Living (ADL) terganggu, Inisiasi menyusu dini (IMD) tidak dapat terpenuhi

karena adanya peningkatan intensitas nyeri apabila ibu bergerak (Fraser, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan masalah pada kasus ini

“Bagaimana Analisis faktor penyebab gangguan produksi asi pada ny. “Z”

P3A0H3 post sc nifas hari ke 3 di ruang rawat inap RSUD Pariaman ?”

5
1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menganalisis analisis

faktor penyebab gangguan produksi asi pada ny. “Z” p3aoh3 post sc nifas hari ke

3 di ruang rawat inap RSUD Pariaman

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Masa Nifas

Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah

kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya

antara 4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak

kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak

perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit

mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi

(Cunningham, 2010).

2.2 Payudara dan Laktasi

Secara anatomis, setiap kelenjar mammae yang matang atau payudara

terdiri dari 15 sampai 25 lobus. Lobus-lobus tersebut tersusun secara radial

dan satu satu sama lain dipisahkan oleh jaringan lemak yang jumlahnya

bervariasi. Masing-masing lobus terdiri dari beberapa lobules, yang

selanjutnya terdiri dari sejumlah besar alveoli. Masing-masing alveolus

mempunyai duktus kecil yang saling bergabung membentuk satu duktus yang

lebih besar. Duktus-duktus laktiferus tersebut membuka secara terpisah pada

papilla mammae, dengan orifisium yang kecil tetapi jelas. Epitel sekretorik

alveolus mensintesis berbagai konstituen susu (Cunningham, 2010)

7
Setelah pelahiran, payudara mulai menyekresi kolostrum, suatu cairan

yang berwarna kuning lemon tua. Cairan ini biasanya keluar dari papilla

mammae pada hari kedua pascapartum. Dibandingkan dengan air susu biasa,

kolostrum mengandung lebih banyak mineral dan asam amino (Chuang dkk.,

2005 dalam Cunningham, 2010). Kolostrum juga mengandung lebih banyak

protein, sebagian besarnya adalah globulin, namun sedikit gula dan lemak.

Sekresi berlanjut selama kira-kira 5 hari, dengan berubah secara perlahan

menjadi air susu matang selama 4 minggu berikutnya. Kolostrum mengandung

antibodi, dan immunoglobulin A (IgA) yang dikandungnya memberikan

perlindungan bagi neonatus terhadap patogen enterik. Faktor pertahanan tubuh

lainnya yang ditemukan di kolostrum dan susu mencakup komplemen,

makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.

Air susu ibu (ASI) merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan

karbohidrat mineral. Ibu yang menyususi dapat dengan mudah menghasilkan

600 ml susu per hari, dan berat badan ibu sewaktu hamil tidak memengaruhi

kuantitas atau kualitasnya (Intitute of Medicine, 1990 dalam Cunningham

2010).

Mekanisme humoral dan neural tepat yang terlibat dalam laktasi bersifat

kompleks. Progesteron, estrogen, dan laktogen plasenta, serta prolaktin,

kortisol, dan insulin, tampak berperan secara bersama-sama menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan struktur penghasil ASI (Porter, 1974).

Dengan terjadinya pelahiran, terdapat penurunan yang besar dan tiba-tiba

kadar progesteron dan estrogen. Penurunan ini menghentikan pengaruh

8
penghambatan progesteron terhadap produksi α-laktalbumin oleh retikulum

endoplasma kasar. Peningkatan α-laktalbumin menstimulasi laktose sintase

untuk meningkatkan laktosa susu. Terhentinya progesteron juga menyebabkan

efek prolaktin tidak terhambat terhadap stimulasi produksi α-laktalbumin.

Intensitas dan durasi laktasi selanjutnya dikontrol, terutama oleh

stimulus berulang menyusui. Prolaktin penting untuk laktasi, walaupun kadar

prolaktin plasma menurun setelah pelahiran ke kadar yang lebih rendah

daripada selama kehamilan, namun tiap bayi mengisap akan menaikkan

kadarnya (McNeilly dkk, 1983). Agaknya stimulus dari payudara membatasi

pelepasan dopamin (prolactin inhibiting factor) dari hipotalamus, dan ini

selanjutnya menginduksi peningkatan sekresi prolaktin sementara.

Neurohipofisis menyekresikan oksitosin secara pulsatil. Ini

menstimulasi pengeluaran ASI dari payudara dengan menyebabkan

kontraksi sel mioepitel di alveolus dan duktus kecil. Ejeksi susu, atau

letting down, merupakan refleks yang dimulai terutama oleh pengisapan,

yang menstimulasi neurohipofisis utuk melepaskan oksitosin. Refleks

tersebut bahkan dapat ditimbulkan oleh tangisan bayi dan dapat dihambat

oleh kecemasan ibu atau stress (Cunningham, 2010).

2. 3. Fisiologi Laktasi

Menurut (Anggraini,2010) pemberian ASI terdapat 2 refleks yang

berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu :

a. Refleks Prolaktin

9
Setelah seorang ibu melahirkan dan terlepasnya plasenta, fungsi korpus

luteum berkurang maka estrogen dan progestinya berkurang. Dengan

adanya hisapan bayi pada putting susu dan aerola akan merangsang ujung-

ujung saraf sensorik, ransangan ini dilanjutkan ke hipotalamus akan

menekan pengeluaran factor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin

namun sebaliknya. Hormon prolaktin yang akan merangsang sel-sel

alveoli yang berfungsi untuk membuat susu.

b. Refleks Let Down

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin ransangan yang berasal dari

hisapan bayi yang dilanjutkan ke hipofise anterior yang kemudian

dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormone ini diangkut menuju

uterus yang dan menimbulkan kontraksi pada uerus sehingga terjadi proses

involusi.

2.4 Perawatan Payudara

Papila mammae memerlukan sedikit perhatian selain kebersihan dan

perhatian terhadap fisura kulit. Fisura pada papilla mammae menimbulkan

nyeri bila menyusui, dan pengaruh yang membahayakan terhadap produksi

ASI. Retakan tersebut juga memberikan jalan masuk terhadap bakteri piogen.

Karena susu yang mongering kemungkinan besar berakumulasi dan

mengiritasi papila mammae, pembersihan areola dengan air dan sabun lembut

bersifat membantu sebelum dan setelah menyusui. Teknik yang tepat untuk

memposisikan ibu dan bayi selama menyusui telah dilaporkan oleh American

10
College of Obststricians and Gynecologist (2007). Ini mencakup teknik yang

tepat untuk latch on bayi selama menyusui (Cunningham, 2010).

2.5 Kombinasi Pijat Oksitosin dan Teknik Marmet

1. Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau

reflek let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada

daerah punggung sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga

diharapkan dengan dilakukan pemijatan ini, ibu akan merasa rileks dan

kelelahan setelah melahirkan akan hilang. Jika ibu rileks dan tidak

kelelahan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

Manfaat dari pijat oksitosin untuk (Depkes RI, 2007) :

a. Mengurangi bengkak (engorgement),

b. Mengurangi sumbatan ASI,

c. Merangsang pelepasan hormone oksitosin,

d. Mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit.

Langkah pijat oksitosin:

a. Ibu duduk, bersandar ke depan, lipat lengan di atas meja di depannya

dan letakkan kepala di atas lengannya,

b. Payudara tergantung lepas, tanpa pakaian,

c. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan

menggunakan dua kepala tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan,

11
d. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-

gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya,

e. Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua sisi tulang

belakang, dari leher ke arah tulang belikat, selama dua atau tiga menit.

Gambar 2. Pijat Oksitosin (Sumber: Depkes RI, 2007)

2. Teknik Marmet

Teknik ini merupakan kombinasi antara cara memerah ASI dan

memijat payudara sehingga reflek keluarnya ASI dapat optimal. Teknik

memerah ASI dengan cara marmet ini pada prinsipnya bertujuan untuk

mengosongkan ASI pada sinus laktiferus yang terletak di bawah areola

sehingga diharapkan dengan pengosongan ASI pada daerah sinus

laktiferus ini akan merangsang pengeluaran hormon prolaktin.

Pengeluaran hormon prolaktin ini selanjutnya akan merangsang mammary

alveoli untuk memproduksi ASI. Makin banyak ASI dikeluarkan atau

12
dkosongkan dari payudara maka akan semakin banyak ASI akan

diproduksi (Roesli, 2005; Soraya, 2006).

Manfaat memerah ASI dengan teknik marmet yaitu;

a. Penggunaan pompa untuk memerah ASI relatif tidak nyaman dan tidak

efektif mengosongkan payudara,

b. Reflek keluarnya ASI lebih mudah terstimulasi dengan skin to skin

contact,

c. Ekonomis,

d. Merangsang peningkatan produksi ASI

Gambar 3. Teknik Marmet

Langkah Teknik Marmet:

a. Meletakkan ibu jari dan dua jari lainnya (jari telunjuk dan jari tengah)

sekitar 1 cm sehingga 1.5 cm dari areola. Tempatkan ibu jari di atas

areola pada posisi jam 12 dan jari lainnya di posisi jam 6. Posisi jari

seharusnya tidak berada di jam 12 dan jam 4,

b. Mendorong ke arah dada dengan menggunakan ibu jari dan dua jari

lainnya, hindari meregangkan jari,

13
c. Menggulung menggunakan jari dan jari lainnya secara bersamaan.

Menggerakkan ibu jari dan jari lainnya hingga menekan sinus

laktiferus hingga kosong. Jika dilakukan dengan tepat, maka ibu tidak

akan kesakitan saat memerah. Memperhatikan posisi dari ibu jari dan

jari lainnya. Posisi jari berubah pada tiap gerakan mulai dari posisi

Push (jari terletak jauh di belakang areola) hingga posisi Roll (jari

terletak di sekitar areola),

d. Mengulangi gerakan di atas secara teratur hingga sinus laktiferus

kosong. Memposisikan jari secara tepat, Push (dorong), Roll (gulung),

e. Memutar ibu jari dan jari lainnya ke titik sinus laktiferus lainnya.

Demikian juga saat memerah payudara lainnya, gunakan kedua tangan.

Misalkan saat memerah payudara lainnya, gunakan kedua tangan.

Misalkan saat memerah payudara kiri, gunakan tangan kiri dan saat

memerah payudara kanan gunakan tangan kiri dan saat memerah

payudara kanan gunakan tangan kanan. Saat memerah ASI, jari-jari

berputar seiring jarum jam ataupun berlawanan agar semua sinus

laktiferus kosong. Selanjutnya memindahkan ibu jari dan jari lainnya

pada posisi jam 6 dan jam 12, posisi jam 11 dan jam 5, posisi jam 2

dan jam 8, kemudian jam 3 dan jam 9.

f. Menghindari gerakan menekan payudara, menarik putting dan

mendorong payudara.

g. Melanjutkan prosedur dengan gerakan untuk merangsang refleks

keluarnya ASI yang terdiri dari massage (pemijatan), stroke (tekan)

14
dan shake (guncang). Memijat alveolus dan duktus laktiferus mulai

dari bagian atas payudara. Dengan gerakan memutar, memijat dengan

menekan kea rah dada. Kemudian menekan (stroke) daerah payudara

dari bagian atas hingga sekitar putting dengan tekanan lembut dengan

jari seperti menggelitik. Gerakan dilanjutkan dengan mengguncang

(shake) payudara dengan arah memutar.

h. Mengulangi seluruh proses memrah ASI pada tiap payudara dan teknik

stimulasi refleks keluarnya ASI sekali atau dua kali.

i. Teknik ini umumnya membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit:

memeras tiap payudara selama 5-7 menit dilanjutkan dengan gerakan

stimulasi refleks keluarnya ASI, memeras lagi tiap payudara selama 3-

5 menit dilanjutkan gerakan stimulasi refleks keluarnya ASI dan

terakhir memeras ASI tiap payudara selama 2-3 menit (Soraya, 2006;

Roesli, 2008; Mardiyaningsih, 2010]).

2.6 Penilaian Produksi ASI

Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria

sebagai acuan untuk mengetahui kelancaran produksi ASI. Untuk mengetahui

apakah produksi ASInya lancar dapat diketahui dari indikator bayi. Indikator

bayi meliputi BB bayi tidak turun melebihi 10% dari BB lahir pada minggu

pertama kelahiran, BB bayi pada usia 2 minggu minimal sama dengan berat

badan bayi pada waktu lahir atau meningkat, buang air besar (BAB) 1-2 kali

pada hari pertama dan kedua, dengan warna feses kehitaman sedangkan hari

15
ketiga dan keempat BAB minimal 2 kali, warna feses kehijauan hingga

kuning, BAK sebanyak 6-8 kali sehari dengan warna urin kuning dan jernih,

frekuensi menyusu 8-12 kali dalam sehari serta bayi akan tenang/ tidur

nyenyak setelah menyusu selama 2-3 jam (Biancuzzo, 2003; Bobak, Perry &

Lowdermilk, 2005; Nichol, 2005; Depkes, 2007).

16
BAB III
LAPORAN KASUS
Analisis Factor Penyebab Gangguan Produksi ASI Pada Ny. “Z” P3A0H3
Post SC Nifas Hari ke 3 di Ruang Perawatan Kebidanan
RSUD Pariaman

I. Pengumpulan Data

Hari / Tanggal : Rabu / 5April 2017

Pukul : 09.00 WIB

No. MR :

A. Biodata

Nama : Ny. Z Nama Suami : Tn T


Umur : 40 Tahun Umur : 45 Tahun
Suku/Bangsa : Minang / Indonesia Suku/Bangsa : Minang/
Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Koto Panjang, Ulakan Alamat : KotoPanjang,Ulakan

B. Data Subjektif

1. Alasan Masuk : Mendapatkan perawatan nifas

2. Keluhan Utama : Ibu nifas post SC hari ke 3, mengatakan

belum sama sekali menyusui anaknnya yang lahir tgl 03 April 2017

jam 06.00 WIB

3. Riwayat Obstetri

a. Riwayat Menstruasi

17
Menarche : 16 Tahun

Siklus : 28 hari

Lamanya : 5 hari

Banyaknya : 3-4 x ganti duek

Keluhan : Tidak ada

b. Riwayat Pernikahan

Perkawinan yang ke :I

Status : Sah

Umur Ibu Waktu Nikah : 22 tahun

Umur Suami Waktu Nikah : 25 tahun

Lama Nikah Baru Hamil : 2 Bulan

c. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu

Tahun Usia Jenis Penolong Tempat Penyulit


no No JK/BB/PB H/M
Lahir khmln prslnn prsalinn Prsalinn
1 2003 LK/3300/45 Aterm SC Dokter RSUD CPD H/14th

2 2009 Lk/3200/46 Aterm SC Dokter RSUD PEB/BSC H/14th

3 Ini

d. Riwayat Kontrasepsi

Ibu mengatakan tidak pernah memakai KB

e. Riwayat Kehamilan Sekarang

Usia kehamilan 39 – 40 minggu,

KU : Baik

TD : 160/110 mmHg

18
f. Riwayat Persalinan

Tanggal Persalinan : 3 April 2017 Pukul : 06.00 WIB

Tempat Bersalin : RSUD Pariaman

Jenis Persalinan : SC

Komplikasi : PEB

Plasenta : Lahir spontan dan lengkap, berat ± 500

gram, panjang tali pusat 50 cm

Keadaan Bayi

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Berat badan : 3400 gram

 Panjang badan : 49 cm

 Jenis Persalinan : SC

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Ibu

Ibu tidak pernah menderita penyakit sistemik, menular, dan

keturunan yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi

yang dilahirkan ibu.

b. Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga ibu tidak pernah menderita penyakit keturunan dan

penyakit menular.

c. Riwayat Kehamilan Kembar

Tidak ada riwayat kehamilan kembar dari keluarga ibu dan suami

5. Pola Kegiatan Sehari-hari

19
a. Nutrisi
 Makan
Selama hamil pola makan ibu normal, tidak ada keluhan
Frekwensi : 3x sehari
Menu : 1 piring sedang nasi + 1 mangkok kecil
sayur + 1 potong lauk + 1 buah-buahan
Keluhan : tidak ada
 Minum
Frekwensi : 5 – 6 gelas/hari
Jenis : Air putih
Keluhan : tidak ada
b. Eliminasi
 BAB
Frekwensi : 1x sehari
Konsistensi : Lembek
Warna : Kuning kecoklatan
Keluhan : Tidak ada
 BAK
Frekwensi : 4-5 x setelah melahirkan
Warna : kuning jernih
Keluhan : tidak ada
c. Istirahat
Tidur Malam : 5 – 6 jam
Tidur Siang : 1 – 2 jam
Keluhan : tidak ada
d. Olah Raga
Frekwensi : Tidak ada
Jenis : Tidak ada
e. Personal Hygiene
Mandi : 2 x sehari
Gosok gigi : 2 x sehari

20
Keramas : 1 x sehari
Ganti Pakaian Luar : 2 x sehari
Ganti Pakaian Dalam : 2-3 x ganti doek
f. Pola Hidup Sehat
Merokok dan obat-obatan : tidak ada
Minum alcohol : tidak ada
6. Pola Psikososial, Kultural dan Spiritual

 Psikososial

Ibu senang dengan kelahiran anaknya tetapi khawatir

karena ibu merasakan payudaranya nyeri luka bekas operasi

dan asinya belum keluar

 Kultural

Ibu tidak mempunyai kepercayaan yang mempengaruhi dan

merugikan kesehatan ibu dan bayi.

 Spiritual

Ibu taat beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya.

Data Objektif

1. Kesadaran : CMC

2. Tanda Vital

TD = 160/110 mmHg S = 36.8 OC


N = 90 x /i P = 22 x / i

3. Pemeriksaan Fisik

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Mulut : bibir lembab

21
Dada : Payudara Simetris kiri dan kanan, tidak ada

benjolan/masa, sudak ada pengeluaran sedikit

kolostrum, dan ibu mengeluhkan sedikit nyeri

Abdomen : luka bekas operasi tidak mengalami infeksi, TFU 2

jari dibawah pusat, kontraksi baik

Genitalia : Ada pengeluaran lochea

II. Analisa Data

Diagnosa : Ibu P1A0H1 Post Sectio caesarea atas indikasi PEB hari

ke 3 dengan masalah gangguan produksi ASI, KU baik

Masalah : Ibu mengeluhkan asinya tidak keluar dan tidak

mendapatkan penkes tentang cara

III. Planning

1. Informasikan hasil pemeriksaan pada ibu

2. Observasi TTV ibu

3. Mengajarkan ibu cara perawatan payudara

4. Memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu semangat untuk

menyusukan bayinya

5. Memberikan intervensi pijat oksitosin dan mengajarkan ibu teknik

marmet

6. Memberitau ibu tenta ng penilaian produksi ASI

22
BAB IV

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN

Kajian asuhan kebidanan ini membahas tentang kesenjangan yang

didapatkan antara konsep dasar teori dan kasus asuhan kebidanan pada ibu nifas

normal P3A0H3 hari ke 3 dengan masalah belum keluar ASI. Asessment

ditegakkan berdasarkan anamnesa, dan pengumpulan data subjektif dan objektif

pada Ny “Z” dimana pemenuhan dasar yang dibutuhkan oleh ibu adalah

membantu mengeluarkan ASI ibu.

Hasil anamnesa, ibu nifas hari ke 3 belum sama sekali memberikan

ASI pada bayinya karena menurutnya ASI tidak ada, sementara ibu sangat

ingin menyusui bayinya, dan belum ada intervensi dari petugas kesehatan

yang dilakukan untuk membantu ibu mengeluarkan ASI. Proses menyusui

idealnya dapat segera dilakukan begitu bayi lahir. Bayi yang cukup bulan

akan memiliki naluri untuk menyusu pada ibunya di 20-30 menit setelah

lahir. Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan

dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan

oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI.

Jika masalah ibu tidak diatasi, maka produksi ASI bisa saja menurun karena

tidak ada rangsang dari hisapan bayi, dan involusi uterus ibu menjadi tidak

sempurna. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Blair (2003) yang

menunjukkan bahwa pada 95 ibu post partum yang menyusui bayinya ditemukan

23
produksi ASI nya menurun jika rangsangan hisapan bayi menurun atau berkurang.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Pace (2001) menunjukkan bahwa

penurunan hisapan bayi juga menurunkan stimulasi hormon prolaktin dan

oksitosin (Mardiyaningsih, 2010).

Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan

psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh hypofise.

Produksi ASI akan lebih banyak. Sebagai efek positif adalah involusi uteri akan

lebih sempurna. Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada

bandingannya, menyusukan bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa kasih

sayang antara ibu dan anaknya (Bobak, 2006).

Rencana asuhan yang dapat diberikan pada ibu adalah dengan memberikan

intervensi pijat oksitosin dan mengajarkan ibu teknik marmet untuk membantu

pengeluaran ASI ibu. Mardiyaningsih (2010) menyatakan bahwa produksi ASI

dan ejeksi ASI yang sedikit pada hari-hari pertama setelah melahirkan menjadi

kendala dalam pemberian ASI secara dini. Intervensi pijat oksitosin dan teknik

marmet lebih efektif dapat meningkatkan produksi ASI.

Implementasi saat memberikan pijat oksitosin pada ibu, kolostrum tampak

keluar pada papilla mammae namun masih sedikit, sehingga pengeluaran ASI

harus dikombinasikan dengan teknik marmet, dimana teknik ini pada dasarnya

untuk memerah ASI dan masase payudara. Pelaksanaan dilakukan dengan sekali

intervensi, dimana kondisi ibu dalam keadaan rileks. Begitu kolostrum tampak

keluar, bayi diposisikan untuk menyusui segera. Dengan teknik dan posisi

menyusu yang benar, bayi mendapatkan ASI. Ibu dijelaskan bagaimana menilai

24
ASInya cukup atau tidak pada bayinya, dengan penjelasan yang dibahas pada bab

II.

Evaluasi dilakukan pada hari ke dua setelah diberikan intervensi, ibu

menyatakan senang bisa memberikan ASI pada bayinya, dan bayi tampak puas

menyusu. Keberhasilan intervensi disini sepertinya karena motivasi ibu yang

besar ingin menyusui bayinya.

25
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Asuhan yang telah diberikan pada ibu nifas normal P3A0H3 hari ke 3

dengan masalah ASI belum keluar berupa intervensi pijat oksitosin dan teknik

marmet, menunjukkan hasil dimana kolostrum dan ASI ibu langsung keluar

dan dapat diberikan pada bayi.

Cara pijat oksitosin dan teknik marmet diajarkan kepada ibu dan

keluarga (pada ibunya pasien) untuk dapat dilakukan di rumah. Ibu

mengatakan merasa rileks dengan pijat oksitosin, dan senang merasa mampu

menyusui bayinya.

Pasien pulang pada tanggal 5 April 2017 setelah ibu diberikan intervensi

dan konseling, keadaan umum ibu: baik dengan kolostrum dan ASI telah

keluar, keadaan umum bayi: baik, dan telah mendapatkan ASI.

5.2 Saran

Ibu dapat melanjutkan memberikan ASI pada bayinya di rumah tanpa

tambahan makanan apapun hingga usia 6 bulan, dan ibu dapat melakukan

teknik marmet jika dibutuhkan (misal saat harus pergi meninggalkan bayinya

dan ingin meninggalkan ASI perah), serta ibu dapat diberi bantuan pijat

oksitosin dari suami atau keluarga yang lain.

26
Tenaga kesehatan seharusnya mampu mengatasi masalah ASI yang

belum keluar pada ibu nifas, pijat oksitosin dan teknik marmet dapat

diaplikasikan di lapangan untuk membantu ibu memenuhi kebutuhan bayi

menyusu segera, dan harus ada kontrol tindak lanjut keberhasilan menyusui.

t/

27

Anda mungkin juga menyukai