Anda di halaman 1dari 13

BAHASA DAN SASTRA

SEBAGAI PEBGEMBANGAN LITERASI

Gerakan Literasi Sekolah

KARYA ILMIAH

Diajukan sebagai bahan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah

Oleh
DWI SAKTI PUTRA
NIS 28437

SMK NEGERI 1 BUKITTINGGI


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan


rahmat dan hidayah-Nya, serta petunjuk yang telah diberikan-Nya, Penulis dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah yang berjudul “Literasi Pembangun Teknologi”.
Dalam penulisan Karya Ilmiah ini penulis telah banyak mendapat petunjuk
dan bimbingan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kemudahan,
dorongan, petunjuk dan bimbingan sehingga selesainya Karya Ilmiah ini, secara
khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada;
1. Ayah dan ibu yang saya cintai.
2. Bapak Drs. H. Yon Afrizal, M.Pd sebagai Kepala SMKN 1 BUKITIGGI.
3. Majelis Guru SMKN 1 BUKITTINGGI yang telah bekerjasama dan
membantu penulisan Karya Ilmiah ini.
4. Rekan-rekan dan pihak-pihak lain yang telah banyak memberi bantuan.
Semoga bantuan, petunjuk dan bimbingan yang telah mereka berikan itu
menjadi amal ibadah serta mendapat balasan dari Allah SWT, Amin.

Bukittinggi, 4 Februari 2017


Penulis

Dwi Sakti Putra


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Membaca-menulis (literasi) merupakan salah satu aktifitas penting dalam hidup.
Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran
literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi
tingkat keberhasilan baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Tidak berlebihan kiranya Farr (1984) menyebut bahwa “Reading is the heart of
education”. Bagi masyarakat muslim, pentingnya literasi ditekankan dalam wahyu
pertama Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yakni perintah membaca (IQRA’)
yang dilanjutkan dengan ‘mendidik melalui literasi’ (‘ALLAMA BIL QALAM).

Sedangkan dalam kaitannya dengan menulis, Hernowo (2005) dalam bukunya


“Mengikat Makna” menyebut bahwa menulis dapat membuat pikiran kita lebih
tertata tentang topik yang kita tulis, membuat kita bisa merumuskan keadaan diri,
mengikat dan mengonstruksi gagasan, mengefektifkan atau membuat kita
memiliki sugesti (keyakinan/ pengaruh) positif, membuat kita semakin pandai
memahami sesuatu (menajamkan pemahaman), meningkatkan daya ingat,
membuat kita lebih mengenali diri kita sendiri, mengalirkan diri, membuang
kotoran diri, merekam momen mengesankan yang kita alami, meninggalkan jejak
pikiran yang sangat jelas, memfasihkan komunikasi, memperbanyak kosa-kata,
membantu bekerjanya imajinasi, dan menyebarkan pengetahuan.

UNESCO (1996) mencanangkan empat prinsip belajar abad 21, yakni:

(1) Learning to think (belajar berpikir)

(2) Learning to do (belajar berbuat)

(3) Learning to be (belajar

(4) Learning to live together (belajar hidup bersama)

Keempat pilar prinsip pembelajaran ini sepenuhnya didasarkan pada kemampuan


literasi (Literary skills).
B. MASALAH

Dalam konteks pendidikan nasional kita, minat baca-tulis masyarakat kita sangat
menghawatirkan. Hal ini disebabkan adanya pelbagai persoalan, misalnya:

 Hampir semua kota-kota besar di Indonesia tidak punya perpustakaan


yang memadai, padahal keberadaan perpustakaan yang memadai adalah
salah satu ciri kota-kota modern di negara maju.
 Perpustakaan yang ada di sebagian kota/kabupaten memiliki tingkat
kunjungan pembaca yang rendah. Sebagai contoh di Jakarta, dari sekitar
10 juta penduduknya yang berkunjung ke perpustakaan hanya 200
orang/hari dan hanya 20% dari jumlah itu yang meminjam buku.
 Disinyalir lebih dari 250 ribu sekolah di Indonesia, hanya 5% yang
memiliki perpustakaan memadai. Hal ini merupakan fakta yang miris
karena bisa menjadi indikator rendahnya budaya baca di sekolah.
 Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV
daripada membaca buku.
 Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, seringkali belum memiliki
program pengembangan literasi, atau menumbuhkan budaya baca-tulis
secara sistemik. Padahal siswa menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah.
 Terjadi lompatan dari kondisi pra-literer ke pasca-literer tanpa melalui
kondisi literer. Budaya menonton lebih dominan di masyarakat kita.
 Terjadi fenomena “Rabun Membaca – Pincang Menulis”. Penelitian
Taufiq Ismail pada tahun 1996 menemukan perbandingan tentang budaya
baca di kalangan pelajar, rata-rata lulusan SMA di Jerman membaca 32
judul buku, di Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15 buku,
Singapura 6 buku, Malaysia 6 buku, Brunei 7 Buku, sedangkan Indonesia
0 buku.
 Hasil studi Vincent Greannary yang dikutip World Bank dalam sebuah
laporan pendidikan“Education in Indonesia: From Crisis to Recovery”
pada tahun 1998 mengungkapkan kemampuan membaca siswa kelas VI
SD di Indonesia mendapatkan poin 51,7. Jauh di bawah Hongkong (75,5),
Singapura (74,0), Thailand (65,1), dan Filipina (52,6). Hasil ini
menunjukkan bahwa membaca dalam sistem pendidikan nasional kita,
secara faktual belum terintegrasi dengan kurikulum.
 Produktifitas masyarakat Indonesia dalam bidang penulisan terbilang
sangat rendah. Jumlah buku yang diterbitkan tidak sampai 18 ribu judul
per tahun. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Jepang yang
mencapain 40 ribu judul per tahun, India 60 ribu judul per tahun, dan
China 140 ribu judul per tahun (Kompas, 25/6/2012).
 Ø Dari bidang penerbitan tulisan ilmiah, produktifitas negara kita juga
masih rendah. Berdasarkan data Scimagojr, Journal, and Country Rank
2011, Indonesia berada di ranking 65 dengan jumlah 12.871 publikasi.
Posisi Indonesia di bawah Kenya dengan 12.884 publikasi. Negara Paman
Sam ada di peringkat pertama, dengan 5.285.514 publikasi. Indonesia
masih kalah dengan Singapura yang ada di posisi 32 dengan 108.522
publikasi (okezone.com, 21/2/2012). Jika dilihat dengan perspektif rasio
publikasi penelitian dengan jumlah penduduk, persentasenya menjadi jauh
lebih kecil lagi.

C. TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai melalui setelah membaca artikel ini adalah:

 Kualitatif

1. Terwujudnya masyarakat sadar literasi yang ditunjukkan dengan


meningkatnya budaya baca-tulis di masyarakat
2. Meningkatnya daya saing bangsa melalui peningkatan wawasan dan ilmu
pengetahuan akibat minat baca yang tinggi

1. Kuantitatif

1. Minimal 20 sekolah dari setiap kabupaten/kota yang berpartisipasi.


Dengan asumsi rata-rata satu sekolah memiliki 500 siswa, maka dari satu
kabupaten/kota terdapat 10.000 siswa berpartisipasi.
2. Meningkatnya jumlah buku yang dibaca siswa dalam satu tahun. Dengan
asumsi tiap siswa membaca minimal 10 buku setahun, maka dalam satu
kabupaten tercapai 100.000 jumlah buku dibaca dalam satu tahun.
3. Meningkatnya koleksi buku perpustakaan sekolah, minimal sejumlah
siswa setiap tahun.
4. Meningkatnya kunjungan siswa ke perpustakaan sekolah hingga 1000%
(10 kali lipat)
5. Tercapai sumbangan buku dari sponsor (perusahaan dan perorangan)
sebanyak 300 buku tiap sekolah.

D. MANFAAT

Manfaat Penulisan Artikel ini adalah:

1. Meningkatkan minat membaca dan menulis siswa di sekolah


2. Menjadi pilar dan pondasi dalam mengembangkan gerakan literasi sekolah
3. Memotivasi minat membaca dan menulis terutama diligkungan sekolah.

E. KAJIAN PUSTAKA
F. LANDASAN TEORI

Pembuatan artikel Gerakan Literasi Sekolah ini berdasarkan kepada:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang


perpustakaan. Dimana peranan perpustakaan sebagai wahana untuk
pembelajaran sepanjang hayat sangat penting dalam memicu tumbuhnya
minat dan kegemaran membaca masyarakat. (Imas/Staf Layanan PPBH).
2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23
Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENYEBAB

Penyebab terjadinya masalah literasi di atas adalah sebagai berikut :

1. Gagalnya Program Perpustakaan Sekolah

Perpustakaan sekolah secara nasional bisa dikatakan telah gagal menciptakan


budaya membaca bagi siswa. Kunjungan siswa dan jumlah peminjaman buku
sangat minim. Hal ini dikarenakan beberapa faktor:

a) Jumlah buku koleksi perpustakaan tidak cukup untuk memenuhi tuntutan


kebutuhan membaca sebagai basis proses pendidikan. Rendahnya jumlah
koleksi tidak diantisipasi dengan program pengadaan buku secara berkala.
b) Peralatan, perlengkapan, dan petugas perpustakaan tidak sesuai kebutuhan.
Sebagian petugas bukanlah tenaga pustakawan khusus dan minim
mendapatkan peningkatan (pendidikan atau pelatihan kepustakaan).
c) Sekolah tidak mengalokasikan anggaran khusus yang memadai untuk
pengembangan perpustakaan sekolah. Akhirnya keberadaan perpustakaan
menjadi tidak bermakna karena kurangnya program kegiatan dan
pengembangan.

2. Persoalan Sosial – Politik

a) Kurangnya political will (kebijakan) dari pemerintah baik nasional


maupun daerah dalam mengembangkan kesadaran literasi warga.
b) Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya budaya baca-tulis.
c) Persoalan rendahnya budaya literasi belum dianggap sebagai masalah yang
mendesak (critical problem) sehingga tidak muncul respon cepat yang
diperlukan serta cenderung disepelekan.
d) Anggapan bahwa tradisi literasi adalah ekslusif untuk kaum elit
masyarakat saja, sehingga kelompok masyarakat awam merasa tidak
perlu mengem-bangkan tradisi literasi.
e) Anggapan keliru bahwa penyadaran literasi hanyalah kewajiban lembaga
pendidikan sehingga yang lain yang belum bergerak membantu, seperti
lembaga bisnis (perusahaan) atau perorangan.

3. Persoalan Teknis di Lapangan


a) Kurang tersedia buku bacaan yang bermutu karena kurangnya kuantitas
perpustakaan dan kuantitas buku bacaan.
b) Kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang kepustakaan dan rendahnya
kompetensi pengelola perpustakaan.
c) Perpustakaan belum menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan
nasional.

B. ANCAMAN GLOBAL (GLOBAL THREAT)

 Rendahnya literacy awareness bangsa Indonesia sekarang ini akan


semakin melemahkan daya saing bangsa dalam persaingan global yang
semakin kompetitif.
 “70 persen Anak Indonesia akan Sulit Hidup di Abad 21,” demikian kata
Prof Iwan Pranoto dari ITB. Indonesia termasuk negara yang prestasi
membacanya berada di bawah rata-rata negara peserta PIRLS 2006 secara
keseluruhan yaitu 500, 510, dan 493. Indonesia berada di urutan ke-lima
dari bawah, sedikit lebih tinggi dari Qatar (356), Quwait (333), Maroko
(326), dan Afrika Utara (304).
 Sumber Daya Manusia Indonesia kurang kompetitif karena kurangnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ini adalah akibat turunan dari
rendahnya kemampuan baca-tulis.
 Membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya.
 Menciptakan perubahan budaya (cultural change) memerlukan proses
yang panjang, sekitar 1-2 generasi, bergantung pada political
will pemerintah dan kesadaran masyarakat, dengan rentang waktu 1
generasi sekitar 15-25 tahun.

C. SOLUSI

Melihat persoalan bangsa yang sedemikian krusial dalam hal kesadaran literasi,
dibutuhkan kerjasama banyak pihak untuk mengatasinya. Paling penting adalah
adanya tindakan nyata yang bukan sekedar wacana semata.

Dibutuhkan intervensi secara sistemik, masif, dan berkelanjutan untuk


menumbuhkan budaya literasi masyarakat. Pendekatan yang dianggap paling
efektif adalah penyadaran literasi sejak dini dengan melibatkan dunia pendidikan.
Hal ini karena tidak dipungkiri hampir seluruh anak berstatus sebagai pelajar dan
melalui proses pendidikan, sebuah program yang sistematik bisa masuk dengan
efektif.

Atas dasar pemikiran inilah kami menawarkan aksi nyata perbaikan budaya
literasi melalui sebuah program yang disebut GERAKAN LITERASI SEKOLAH.
Apa Itu Gerakan Literasi Sekolah?

Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah gerakan penyadaran literasi yang dimulai
dari lembaga pendidikan.

Siapa Sasaran Kegiatan Ini?

Gerakan Literasi Sekolah mengajak semua pihak untuk terlibat dalam usaha
penyadaran budaya literasi, yakni:

 Ø Sekolah, sebagai lembaga yang menjadi tempat pelaksanaan gerakan


 Ø Guru, sebagai tenaga pendidik dan teladan bagi siswa
 Ø Siswa, sebagai sasaran utama gerakan
 Ø Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan), sebagai pembuat kebijakan
 Ø Yayasan penyelenggara pendidikan, sebagai pembuat kebijakan
 Ø Pengelola Perpustakaan, sebagai pusat kegiatan baca-tulis
 Ø Perusahaan, sebagai penyumbang buku melalui program CSR
 Ø Media Massa, sebagai saluran informasi masyarakat

Bagaimana Bentuk Kegiatannya?

Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah program intervensi pembudayaan literasi


yang tepat, mudah dilaksanakan, dilakukan secara sistemik, komprehensif, merata
pada semua komponen sekolah, berkelanjutan, dan dikelola secara profesional
oleh lembaga yang kredibel.

Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam Gerakan Literasi Sekolah ini adalah?

1. Seminar dan Workshop

Seminar dilakukan di sekolah peserta GERAKAN LITERASI SEKOLAH,


sekaligus sebagai launching project. Peserta dalam kegiatan seminar literasi ini
adalah perwakilan penyelenggara sekolah, pimpinan sekolah, guru, dan siswa.
Seminar dilaksanakan selama satu hari.

Workshop dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kemampuan literasi


warga sekolah peserta gerakan. Sasaran peserta workshop bervariasi bergantung
pada materi workshop. Adapun materi workshop yang ditawarkan adalah:

 Teknik-Teknik Membaca Efektif


 Menulis Dasar (Basic Writing)
 Menulis Kreatif Terstruktur dengan Pendekatan Jurnalisme Sastrawi,
untuk siswa SMP, SMA, dan Guru
 Workshop bagi pustakawan, dilakukan secara kolektif dengan sekolah
peserta yang lain
 Workshop penerbitan buku, menghadirkan pakar penulisan dan penerbit.
 Workshop jurnalistik dan manajemen media, untuk redaksi majalah
sekolah.

2. Program Membaca Rutin di Sekolah

Program Membaca Rutin di Sekolah (Sustained Silent Reading) atau disingkat


SSR adalah strategi intervensi membaca yang telah digunakan oleh negara-negara
maju dalam membudayakan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam
membaca. Program ini merupakan program yang krusial untuk menjamin
terciptanya kebiasaan dan budaya membaca pada warga sekolah.

Program ini telah diujicobakan di SMA Negeri 5 Surabaya dengan hasil yang
sangat memuaskan. Hanya dalam waktu kurang dari 2 (dua) bulan siswa SMAN 5
Surabaya telah membaca 1851 buku novel dari target 3000 buku dalam setahun.
Program ini telah diulas di Koran Jawa Pos dan Koran Surya (5 Oktober 2012).

3. Pengembangan Perpustakaan Sekolah

Program ini ditujukan untuk membantu perpustakaan sekolah dalam menambah


koleksi buku bacaan bermutu. Program pengembangan mencakup penambahan
koleksi buku, maupun inovasi lain untuk mendekatkan siswa kepada perpustakaan
misalnya melalui kegiatan perpustakaan kelas.

Adapun program peningkatan koleksi perpustakaan dilakukan dengan dua cara,


yakni (1) secara internal melalui kegiatan One Student One Book
(OSOB) melibatkan siswa/orang tua untuk menyumbang buku kepada
perpustakaan, dan (2) secara eksternal melalui kegiatan sumbangan buku yang
diberikan oleh perusahaan (sebagai CSR) atau penerbit.

4. Lomba Literasi (Membaca – Menulis)

Lomba literasi dilakukan untuk semakin menumbuhkan kebutuhan membaca-


menulis kepada warga sekolah. Lomba literasi bisa diintegrasikan dengan
kegiatan sekolah seperti pada peringatan Bulan bahasa. Lomba diadakan pada
tingkat sekolah (antar siswa) maupun pada tingkat daerah (antar sekolah).

Beberapa jenis kegiatan lomba literasi yang bisa dilakukan antara lain: speed
reading contest, comprehensive reading contest, story telling competition, essay
competition, book review competition, poetry contest, dan magazine competition.
5. Jumpa Penulis & Bedah Buku

Kegiatan jumpa penulis (meet the author) ditujukan untuk memotivasi peserta
Gerakan Literasi Sekolah untuk menjadi penulis sukses. Penulis yang dihadirkan
adalah penulis buku bermutu dan terkait dengan dunia pendidikan /
pengembangan diri siswa.

Bedah buku adalah kegiatan mengeksplorasi dan mengapresiasi pesan dari suatu
buku. Program ini menghadirkan penulis buku tersebut dan ahli yang kompeten
dengan bidang terkait isi buku.

6. Pemberian Penghargaan

Pemberian penghargaan ini dilakukan melalui kegiatan bertajuk Literacy Award,


yakni sebuah program pemberian penghargaan kepada pihak-pihak yang dinilai
berpartisipasi dan berperan baik secara langsung maupun tidak, dalam usaha
penyadaran literasi bangsa melalui Gerakan Literasi Sekolah ini.

Sasaran penerima Literacy Award adalah sekolah secara kelembagaan,


guru/tenaga pendidik, siswa, perusahaan peduli literasi, dan perorangan yang telah
berpartisipasi. Penghargaan berupa piagam penghargaan dan dana pembinaan
untuk peningkatan kesadaran literasi lebih lanjut. Kegiatan ini dilaksanakan
berkala bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.

7. Pameran Buku

Pameran buku (book expo) adalah kegiatan bazar buku yang bekerja sama dengan
penerbit atau toko buku. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan penghargaan siswa
dan masyarakat terhadap karya tulis, yang pada akhirnya secara kumulatif akan
memotivasi penulis untuk semakin berkarya.

Siapa Pelaksana Kegiatan Ini?

Secara keseluruhan program ini dikelola oleh Konsorsium Gerakan Literasi


Sekolah yang dimotori oleh Universitas Negeri Surabaya (UNESA) bekerja sama
dengan IKA (Ikatan Alumni) UNESA, Eureka Academia, dan Sekolah Menulis
INSPIRASI.

Dalam pelaksanaannya di lapangan akan dilaksanakan kerjasama dengan dinas


pendidikan daerah serta dibantu oleh pihak-pihak lain, seperti sukarelawan literasi
(dari mahasiswa / pekerja sosial), penerbit, perusahaan, media massa, dan
individu-individu yang peduli dengan literasi bangsa.

Berapa Lama Kegiatan Ini Dilaksanakan?


Pada dasarnya kegiatan ini dilaksanakan sepanjang mungkin, sebagaimana belajar
juga dilaksanakan seumur hidup (long life education). Namun sekolah diberikan
pilihan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini dalam beberapa jenis partisipasi:

 Ø Partisipasi penuh, yakni mengikuti semua program yang ditawarkan.


Untuk waktu pelaksanannya adalah selama satu tahun. Program yang
ditawarkan akan dilaksakan dengan penyesuaian waktu dengan kegiatan
sekolah yang lain.
 Ø Partisipasi sebagian, yakni mengikuti beberapa program saja. Untuk
waktu pelaksanannya bersifat tentatif dan disesuaikan dengan kegiatan
sekolah.
Data BPS 2006 menunjukkan tingkat minat baca masyarakat usia diatas 15 th
menunjukkan 55 persen masyarakat lebih tertarik membaca koran, 29 persen
membaca majalah, 16 persen membaca buku cerita, 44 persen membaca buku
pelajaran sekolah. Sementara jumlah masyarakat usia 15 hingga 59 tahun yang
buta aksara sebanyak 5,9 juta atau 3,70 persen dari 81 juta orang.

Anda mungkin juga menyukai