Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN DAN CETAKAN SAMPEL

2.1. TUJUAN PEROBAAN


1. Untuk mengetahui cara pembuatan suspensi semen pemboran dan
komposisi semen pemboran.
2. Untuk membuat cetakan sampel dalam pengujian Compressive Strength
dan Shear Bond Strength.

2.2. DASAR TEORI


Pembuatan suspensi semen dimulai dengan persiapan peralatan dan
material semen, baik berupa semen Portland, air dan additive.
Semen Portland merupakan semen yang banyak digunakan dalam industri
perminyakan karena semen ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras
bila bertemu atau bercampur dengan air. Semen Portland memiliki 4 komponen
mineral utama, yaitu C3S, C2S, C3A, dan C4AF.
C3S atau Tricalcium Silicate merupakan komponen terbanyak dari semen
Portland komponen ini memberikan strength yang terbesar pada awal pengerasan.
C2S atau Dicalcium silicate, komponen ini sangat penting dalam memberikan
final strength semen. C3A atau Tricalcium Alluminate walaupun kadarnya kecil
dari komponen silicate namun berpengaruh pada rheologi suspensi semen dan
membantu proses pengerasan awal pada semen. C4AF atau Tetra Calcium
Alluminaferite, komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada strength semen.
API (American Petroleum Institute) telah melakukan klarifikasi semen ke
dalam kelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan
digunakan. Pengklarifikasian ini didasari atas kondisi sumur dan sifat -sifat semen
yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi sumur tersebut meliputi
kedalaman sumur, temperatur, tekanan dan kandungan yang terdapat pada fluida
formasi (seperti sulfat dan sebagainya). Klasifikasi semen yang dilakukan API
terdiri dari:

a. Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai
6000 ft. Semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja.
b. Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan tersedia
dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi
(moderate dan high sulfate resistant).
c. Kelas C
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan
mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasan cepat). Semen
ini tersedia dalam jenis, moderate dan high sulfate resistant.
d. Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai 12000
ft dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur
tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate
resistant.
e. Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai 14000
ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur
tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate
resistant.
f. Kelas E
Semen kelas F digunakan dari kedalaman 10000 ft sampai 16000 ft dan
untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi.
Semen ini tersedia juga dalam jenis high sulfate resistant.
g. Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 samapai 8000 ft dan
merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat
dipakai untuk sumur yang dalam dan range temperatur yang cukup
besar. Semen ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfat resistant.
h. Kelas H
Semen kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai kedalaman 8000 ft
dan merupakan pula semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan
retarder, semen ini dapat digunakan pada range kedalaman dan
temperatur yang besar. Semen ini hanya tersedia dalam jenis moderate
sulfat resistant.
Untuk mengondisikan suspensi semen pada saat penyemenan pada lubang
bor, semen juga dapat diberi beberapa zat tambahan atau additive yang memiliki
fungsi bermacam-macam agar pekerjaan penyemenan dapat memperoleh hasil
yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sampai saat ini lebih dari 100
additive telah dikenal, additive-additive tersebut dikelompokkan dalam 8 kategori
yaitu:
1. Accelerator
Yaitu additive yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi
semen.
2. Retarder
Yaitu additive yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi
semen.
3. Extender
Yaitu additive yang digunakan untuk mengurangi densitas dari suspensi
semen
4. Weighting Agent
Yaitu additive yang dapat menambah densitas dari suspensi semen.
5. Dispersant
Yaitu additive yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen.
6. Fluid Loss Control Agent
Yaitu additive yang digunakan untuk mencegah hilangnya fasa likuid
suspensi semen ke dalam formasi sehingga terjaga kandungan cairan
pada suspensi semen.
7. Lost Circulation Control Agent
Yaitu additive yang mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam
formasi yang lemah atau bergua.
8. Special Additives
Yaitu additive khusus yang digunakan untuk suatu tujuan tertentu.

2.3. ALAT DAN BAHAN


2.3.1. Peralatan
a. Mixer
b. Timbangan
c. Sendok
d. Gelas adonan semen
e. Cetakan kubik dan silinder
2.3.2. Bahan
a. Air
b. Bubuk semen
c. Bentonite

2.3.3. Gambar Alat


Gambar 2.1. Mixer Blender
(Sumber : http://etrade.daegu.go.kr/goldmill/img/oimg_GC01008001_CA01009917.jpg)
Gambar 2.2. Timbangan Digital

(Sumber : http://indonetwork.co.id/digitalprecisionscale225gx0.1gkm-gm-225g.jpg)
Gambar 2.3. Cetakan Sampel Kubik
(Sumber : Laboratorium Analisa Semen Pemboran)
Gambar 2.4 Cetakan Sampel Silinder
(Sumber : Laboratorium Analisa Semen Pemboran)

2.4. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Menimbang bubuk semen sebanyak 350 gr.
2. Mengukur air dengan WCR ( Water Cement Ratio ) yang
diinginkan, harga WCR tersebut tidak boleh melebihi batas air
maksimum atau kurang dari batas air minimum. Kadar air maksimum
adalah air yang dicampurkan ke dalam tanpa menyebabkan terjadinya
pemisahan lebih dari 3,5 ml, dalam 250 ml suspensi semen jika
didiamkan selama 2 jam pada temperatur kamar. Sedang kadar air
minimum adalah jumlah air yang dicampurkan ke dalam semen untuk
memperoleh konsistensi maksimum sebesar 30 uc. (WCR dari tabel
untuk semen kelas A menurut standar API adalah 46 % )
3. Jika menggunakan additive, prosedur yang digunakan sebagai
berikut :
 Jika additive berupa padatan,
ditimbang berdasarkan % berat yang dibutuhkan
 Jika additive berupa cairan,
% penambahan dilakukan dengan mengukur volume additive
berbanding dengan volume air yang digunakan.
4. Mencampur bubuk semen dengan additive padatan pada kondisi
kering, kemudian memasukkan air ke dalam mixing container dan
menjalankan blender sehingga suspensi semen tercampur dengan baik.
Untuk kebutuhan pengujian dapat menggunakan tiga buah bentuk
cetakan sampel sebagai berikut :
a. Cetakan Pertama
Berupa kubik berukuran 22 in, yang diperlukan untuk pengukuran
compressive strength standard API.
b. Cetakan Kedua
Berupa silinder casing berukuran tinggi 2 in, dan diameter dalamnya
1 in. Cetakan sampel ini diperlukan untuk pengukuran shear bond
strength antara casing dan semen, serta pengukuran permeabilitas
dengan casing.
c. Cetakan Ketiga
Berupa core silinder berukuran tinggi 1-1/2 in dan diameter luarnya
1 in. Sampel ini digunakan untuk pengukuran permeabilitas semen
dengan casing dan pengukuran compressive strength.
Dalam praktikum yang dilakukan, kita hanya menggunakan bentuk
cetakan sample yang pertama dan kedua. Pengkondisian dari hasil yang
telah dicetak dalam cetakan , dikeringkan dalam water bath dan akan
digunakan dalam percobaan selanjutnya yaitu pengukuran shear bond
strength dan compressive strength.
2.5. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
2.5.1. Hasil Percobaan
Dari percobaan, digunakan:
WCR semen kelas A = 46 % = 0,46
Berat semen = 350 gram
Penambahan additive (bentonite) =2 gram
2.5.2. Perhitungan

Volume air yang digunakan = 46  350 = 161 gr


100

= 161,371 gr : 1 = 161,371 ml

Penambahan volume air dengan adanya penambahan bentonite


5,3
Volume penambahan air = xBentonitexVol . Air
100
5,3
=  2,5  161,371
100

= 21,38 ml

Volume penambahan air total = Volume air yang digunakan + volume

penambahan air

= 161,371 ml + 21,38 ml

= 182,751 ml

Anda mungkin juga menyukai