Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya


akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang
penggunaan alat transportasi/kendaraan bermotor, khususnya bagi masyarakat yang
tinggal diperkotaan sehingga menambah arus lalulintas. Arus lalu lintas yang tidak
teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.
Tingginya angka kejadian tersebut meningkatkan resiko terjadinya kematian dan
kecatatan. Salah satu penyebab dari kematian dan kecatatan tersebut adalah patah
tulang atau fraktur. Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup
tinggi, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2013 didapatkan sekitar
delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan
penyebab yang berbeda. Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1.000
per tahun. Insiden fraktur pada laki-laki adalah 11.67 dalam 1.000 per tahun, sedangkan
pada perempuan 10,65 dalam 1.000 per tahun Dari hasil survey tim Depkes RI
didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat
fisik, 15% mengalami stress psikilogis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10%
mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI 2013). Sedangkan menurut World
Hearth Oraganization (WHO) tahun 2013 menyebutkan bahwa kecelakaan lalu
lintasmencapai 120.2226 kali atau 72% dalam setahun.

Fraktur adalah terputusnya konstinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer & Bare, 2007). Fraktur dibagi atas fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit (Solomon, 2010). Secara umum fraktur terbuka bisa diketahui dengan
melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan.
2

Fraktur terbuka resikonya meningkat terhadap kontaminasi dan infeksi. Fraktur


tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak tertembus oleh fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan diluar kulit. Fraktur tertutup bisa
dikatahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat
kelainan bentuk berupa sudut yang mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain
itu ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan pemendekan tulang (Rasjad, 2008).

Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstemitas dan
fraktur vertebra. Fraktur ektremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan
bawah, tungkai atas, tungkai bawah, tangan dan kaki. Salah satu fraktur yang sering
terjadi dianggota gerak atas yaitu fraktur antebrachii. Fraktur antebrachii adalah
terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Pada anak biasanya tampak angurasi
anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain. Pada
orang dewasa gambaran fraktur biasanya terjadi jelas karena fraktur radius ulna sering
berupa fraktur yang disertai dengan dislokasi fragmen tulang (Smeltser dan Bare,
2007). Fraktur antebrachii dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal,
medial, serta distal dari kedua korpus tulang tersebut. Kerusakan frakmen tulang
ekstrenitas memberikan menifestasi pada hambatan mobilisasi fisik dan akan diikuti
dengan adanya spasme otot yang memberikan menifestasi deformitas pada ekstremitas
yaitu pemendekan, apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang
optimal maka akan memberikan risiko terjadinya malunion pada tulang yang
mengalami fraktur tersebut. Prinsip penanggulangan cedera muskulosskeletal adalah
recognition (mengenali), reduction (mengembalikan), retaining (mempertahankan),
dan rehabilitation (rehabilitasi). Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan
apa saja yang terjadi, baik pada jaringan lunaknya, maupun tulangnya. Mekanisme
trauma juga harus diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau
tidak langsung. Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen keposis semula
(reposisi). Dengan kembali kebentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat
berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan hasil
3

reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada
ekstemitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
Rehabilitation berarti mengembalikan keampuan anggota gerak yang sakit agar dapat
berfungsi kembali. Proses penyembuhan suatu fraktur normalnya terjadi 4-8 bulan
tergantung dengan usia pasien, jenis fraktur, banyaknya displacement, lokasi fraktur,
pasokan darah pada fraktur dan kondisi medis yang menyertai (Libeman, 2007). Proses
penyembuhan dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhu oleh
beberapa faktor lokal dan faktor sistematik, adapun faktor lokal terdiri dari lokasi
fraktur, jenis tulang yang mengalami fraktur, reposisi anatomis dan immobilasi yang
stabil, adanya kontak antar frakmen, adatidaknya infeksi dan tingkatan dari fraktur.
Adapun faktor sistematik terdiri atas keadaan umum pasien, umur, malnutrisi, penyakit
sistematik. Penangana fraktur tersebut dibagi menjadi dua teknik konservatif dan
operasi. Teknik konservatif terdiri dari proteksi, imobilisasi fisik tanpa reposis, seperti
pemasangan gips, reposisi tertutup dan fiksasi gips dan traksi untuk reposisi secara
perlahan dapat dilakukan reposisi serta reduksi dengan menggunakan pembidaian
(gips). Untuk teknik operasi biasanya dilakukan dengan ORIF (Open Reduction
Internal Fixation), ORIF adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya
mengacuh pada operasi terbuka untuk mengatur tulang kembali pada posisi
anatominya. Fiksasi internal mengacu pada fiksasi Plate and Screw untuk memfasilitasi
penyembuhan (Brunner &Suddart, 2003). Dari teknik penyembuhan menggunakan
teknik operatif dari tindakan post operatif tersebut tentu menimbulkan adanya suatu
permasalahan yang meliputi gangguan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional,
yaitu adanya keluhan nyeri akibat incise serta nyeri gerak, oedema, keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan otot, serta penurunan aktivitas
kegiatan sehari-hari (AKS). Pada kondisi fraktur antebrachiidiperlukan penanganan
medis yang optimal. Salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai tanggung jawab
dalam mengatasi masalah mengurangi nyeri, mengurangi oedema, meningkatkan
kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS), serta mengoptimalkan
4

aktifitas kegiatan sehari – hari (AKS) yaitu fisioterapi. Fisioterapi adalah suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang hidup
dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapi dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi (SK Menkes No.376,
2007). Teknik fisioterapi menggunakan modalistaterapi latihan yang dapat bermanfaat
untuk mengurangi nyeri, megurangi oedema, meningkatkan keuatan otot, menigkatkan
lingkup gerak sendi (LGS), serta melatih aktivitas fungsional seperti berpakaian,
menyisir serta segala aktivitas yang melibatkan lengan dan tangan.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Klasifikasi

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan
atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang
komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan
dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera,
stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur
patologis (Solomon et al., 2010). Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya
hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup yaitu fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan/ tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar, dan fraktur terbuka yaitu
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (daru luar).
Fraktur tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
luka dan fraktur yang terjadi.
6

2.2 Syarat foto polos tulang pada kasus fraktur :

1. Dua proyeksi : untuk menghindari kemungkinan tumpang tindihnya segmen


fraktur.
2. Dua sendi : untuk penilaian pergeseran. Sebaiknya dengan menilai pergeseran
fragmen distal terhadap fragmen proksimal dan bukan sebaliknya.

2.3 Terminology dalam fraktur :

1. Fraktur Komplit : fraktur dengan diskontinuitas menyeluruh dari tulang dan


mengakibatkan berpisahnya tulang menjadi dua fragmen.
2. Fraktur Okulata : fraktur yang didiagnosis secara klinis namun tidak nampak
secara radiologi.
3. Fraktur Hairline : fraktur undisplaced dengan pisahan minimal dari fragmen
fraktur lebih dan garis fraktur sangat tipis.
4. Fraktur Kominutif : fraktur dengan jumlah segmen fraktur lebih dari dua.
5. Fraktur Avulsi : fraktur pada bagian ujung tulang dimana fragmen tulang
tertarik dari tuberositas tempat perlekatan tendon atau ligament.
6. Fraktur Segmental : fraktur komplit lebih dari satu yang melibatkan satu tulang.
7

7. Greenstick Frakture : gambaran fraktur yang hanya ditemukan pada anak.


Terdapat tiga jenis fraktur, antara lain :
a. Fraktur transversal pada korteks mencapai medulla tulang dengan garis
fraktur berupa garis longitudinal tanpa mengganggu korteks disisi yang
berlawanan.
b. Fraktur torus, dimana korteks terlipat dan bertumpuk namun tidak ada
disrupsi nyata pada korteks.
c. Fraktur yang terjadi dengan melengkungnya tulang tanpa adanya
disrupsi dari korteks.
8. Fraktur Epifisis. Terdapat lima tipe fraktur epifisis menurut Salter-Harris yaitu
:
a. Tipe I : terpisahnya seluruh epifisis atau separasi epifisis murni.
b. Tipe II : terpisahnya epifisis dengan fragmen metafisis. Terdapat
fragmen metafisis yang ikut terpisah dengan epifisis yang mengalami
fraktur.
8

c. Tipe III : terpisahnya parsial epifisis. Fraktur bergerak vertical terhadap


epifisis dan melalui lempeng pertumbuhan dan sebagian dari epifisis
terpisah.
d. Tipe IV : terpisalnya parsial epifisis dengan fragmen metafisis.fraktur
dengan orientasi vertical yang meluas melalui epifisis dan lempeng
pertumbuhan dan mencapai metafisis.
e. Tipe V : kompresi pada lempeng epifisis. Terjadi akibat daya crushing
yang mengenai pusat epifisis femur distal atau tibia. Tidak ditemukan
perubahan langsung dari kompleks epifisis.
9. Fraktur Patologis : fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami proses
patologis dan biasanya diakibatkan trauma ringan.
10. Pseudofraktur : defek seperti garis pada sebagian atau seluruh tulang.
11. Birth Fracture : fraktur yang terjadi akibat proses persalinan, terutama pesalinan
yang sulit.
12. Stress Fracture : fraktur yang terjadi akibat respons terhadap trauma ringan
yang berulang.
9

2.4 Jenis Fraktur

2.4.1 Fraktur Tangan

1. Falangs : fraktur dapat disebabkan oleh trauma pada region manus.


Hiperektensi dari sendi interfalang dapat mengakibatkan avulsi dengan
fragmen fraktur yang kecil. avilsi terjadi pada permukaan dorsal dari dasar
falang distal dengan atau tanpa deformitas feksi dari sendi interfalang distal.
2. Metacarpal : fraktur dari metacarpal V disebut boxer’s fracture, dengan
gambaran angulasi volar dari fragmen bagian distal. Dasar metacarpal I juga
dapat mengalami fraktur dan dislokasi yang disebut dengan Bennet’s fracture.

2.4.2 Fraktur Pergelangan Tangan

1. Fraktur Colles dan Fraktur Smith : melibatkan daerah 2-3 cm (1inci) proksimal
dari pergelangan tangan pada radius distal dengan angulasi fragmen distal ke
posterior (Colles) atau anterior (Smith). Pada klinis, tampak deformitas tangan
menyerupai garpu. Dapat digolongkan sebagai fraktur impaksi dan fraktur
kominutif. Selain itu juga dapat ditemui fraktur prosesus stiloideus dan os.
Ulna.
10

2. Fraktur skafoid : fraktur yang paling sering terjadi pada tulang karpal. Sebagian
besar tranversal dan terjadi pada bagian tengah dari pinggang skafoid. Terlihat
dengan baik pada proyeksi posteroanterior (PA).

2.4.3 Fraktur Lengan Bawah

1. Fraktur Moteggia : fraktur ulna proksimal dengan dislokasi proksimal radius


relative terhadap sendi siku.
2. Fraktur Galleazi : fraktur pada radius distal dengan dislokasi ulna bagian distal.

2.4.4 Fraktur Siku

Fraktur siku pada orang dewasa paling sering melibatkakn kaput atau leher dari
os. Radius. Fraktur terjadi umumnya memberi gambaran fraktur vertical sederhana dan
terlihat dengan baik pada proyeksi anteroposterior (AP) atau oblik. Proyeksi oblik
berguna terutama untuk melihat fraktur kecil pada kolum dan kaput os. Radius.
11

2.4.5 Fraktur Regio Bahu

1. Fraktur Humerus : paling sering terjadi pada collum chirurgicum humerus dan
collum anatomic, tuberculum majus, tuberculum minus dan gabungannya.
2. Fraktur Klavikula : paling sering terjadi pada sepertiga tengah klavikula.
3. Fraktu Skapula : sulit dinilai secara radiologis dan sering disebabkan oleh
trauma dada. Fraktur sering kali terjadi pada korpus dan kolum dari scapula.

2.4.6 Fraktur Sternum dan Kostal

1. Fraktur Sternum : dapat dilihat lebih mudah pada proyeksi lateral.


2. Fraktur Kosta komplit dapat ditemukan dengan mudah, sementara fraktur
inkomplit lebih sulit dan harus disertai informasi klinis serta menyeluruh seperti
hematoma pada daerah trauma.

2.4.7 Fraktur Pelvis

Pada umumnya cincin pelvis dibagi menjadi arkus anterior yang meluas dari
tulang pubis (dari satu asetabulum menuju asetabulum lain melalui pubis) dan arkus
posterior dari asetabulum menuju asetabulum lain melewati artikulasio sakroiliaka
dan sacrum. Fraktur pelvis sering melibatkan asetabulum dengan atau tanpa
melibatkan dislokasi dari pelvis.

1. Fraktur stabil melibatkan satu bagian dari cincin pelvis.


2. Fraktur tidak stabil melibatkan kedua bagian dari cincin pelvis.
12

2.4.8 Fraktur Femur

1. Fraktur Femur Proksimal : umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun.


Diagnosis radiologis biasanya tidak sulit, kecuali disertai fraktur impaksi.
2. Fraktur Kolum Femur : sering terjadi pada orang usia muda dan disebabkan
trauma kuat. Fraktur tersebut sering disertai fraktur panggul.
3. Fraktur Femur Distal : pada fraktur metafisis distal femur atau fraktur
suprakondilar harus dicari adanya perluasan frakktur hingga daerah artikulasio
genu. Biasanya terjadi diantara dua kondilus.

2.4.8 Fraktur Patela

Sebagian besar fraktur patella adalah fraktur transversal dan dapat disertai
penarikan oleh m.quadriseps femoris dari fragmen superior.

2.5 Komplikasi Frakur

1. Komplikasi Awal
 Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan
tidak adanya nadi,CRT menurun,cyanosis pada bagian distal, hematoma
melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi
dan pembedahan.
 Sindrom Kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau pendarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
13

 Fat Embolism Syndrome (FES). Adalah komplikasi serius yang sering


terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Ditandai
dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertendi, tahipnea dan
demam.
 Infeksi. System pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasa terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan,
seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
 Nekrosis Avaskular. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
 Syok. Terjadi karena hilangnya bannyak darah dan meningkatnya
premeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
2. Komplikasi Lama
 Delayed Union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidari sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
 Non-Union. Adalah fraktur yang tidak dapat sembuh antara 6-8 bulan
dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis
(sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat
juga terjadi bersama-sama infeksi.
 Mal-Union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang membentuk angulasi, varus/vagus,
rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur
tibia-fibula.
14

2.6 Proses Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi,


penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan kalus berespon terhadap
pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya fraktur dilakukan pembidaian
hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan
nyeri dan menjamin penyatuan tulang pada posisi yang benar dan mempercepat
pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al., 2010).

Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan


pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur
merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan
darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang
rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher, 2013).

2.6.1 Penyembuhan dengan kalus

Proses ini adalah bentuk alamiah dari penyembuhan fraktur pada tulang tubular tanpa
fiksasi, proses ini terdiri dari lima fase, yaitu (Solomon et al., 2010) :

1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom

Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar fraktur.


Tulang pada permukaan yang patah, kehilangan asupan darah, dan mati.

2. Inflamasi dan proliferasi selular

Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel
inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel mesenkimal dari
periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot. Sejumlah besar mediator
inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya
bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru pada area
tersebut.
15

3. Pembentukan kalus

Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan osteogenik. Pada
kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan pada beberapa
kasus, juga membentuk kartilago. Di sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang siap
membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang tebal bersama pulau‒pulau
tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau rangka pada permukaan
periosteum dan endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi
menjadi lebih keras, pergerakan pada lokasi fraktur menurunkan progresivitas dan
fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah cidera.

4. Konsolidasi

Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas osteoklas


dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan pelubangan
melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan tersebut. Osteoblas
mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan
lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban dengan normal.

5. Remodeling

Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan
atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped dengan proses
yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang.

2.6.2 Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union)

Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan kalus. Jika lokasi
fraktur benar‒benar dilakukan imobilisasi dengan menggunakan plate, tidak dapat
memicu kalus. Namun, pembentukan tulang baru dengan osteoblas timbul secara
langsung diantara fragmen. Gap antar permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru
dan sel osteoprogenitor tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada
permukaan luar (gap healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis
16

memproduksi tulang lamelar, gap yang lebar pertama‒ tama akan diisi dengan tulang
anyaman, yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang lamelar.
Setelah 3‒4 minggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan bridging
mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase pertengahan atau contact healing
(Solomon et al., 2010). Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung
(indirect) memiliki keuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir
penyembuhan tulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai
contoh dari hukum Wolff. Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak
terdapatnya kalus berarti tulang akan bergantung pada implan metal dalam jangka
waktu yang cukup lama. Karena, implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat
menyebabkan osteoporotik dan tidak sembuh total sampai implan dilepas (Solomon et
al., 2010).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi : X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.


Venogram/anterogram menggambarkan arus vaskularis. CT-Scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium : pada fraktur tes laboratorium yang perlu diketahui : Hb,
hematocrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meningkat dalam darah.
17

BAB III

KESIMPULAN

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Fraktur dibagi menurut
ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar dan fraktur terbuka yaitu
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit. Fraktur
tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka
dan fraktur yang terjadi. Terminology dalam fraktur :Fraktur Komplit, Fraktur Okulata,
Fraktur Hairline, Fraktur Kominutif, Fraktur Avulsi, Fraktur Segmental, Greenstick
Frakture, Fraktur Epifisis, Fraktur Patologis, Pseudofraktur, Birth Fracture dan Stress
Fracture. Fraktur dapat terjadi pada kepala, tulang belakang, tulang rusuk, maupun
tulang gerak. Fraktur juga dapat menimbulkan komplikasi.
Proses Penyembuhan Fraktur bias terjadi dengan penyembuhan dengan kalus yang
dapat terjadi dengan lima tahap yaitu destruksi jaringan dan pembentukan hematom,
inflamasi dan proliferasi selular, pembentukan kalus, konsolidasi dan remodeling,
tetapi dapat juga dengan penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union).
Pemeriksaan Penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur bias dengan
radiologi dengan X-Ray dan CT-Scan dan dengan tes laboratorium untuk menentukan
apakah terjadi perdarahan atau tidak.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Rogers LF. Traumatic Lesioin of The Bones And Joints. dalam : Juhl JH,
Crummi AB. Kuhlman JE. Penyuting. Paul & Juhl’s Essentials of Radiologic
Imaging. Edisi ke-7. Lippincott Williams & Wilkins;1998
2. Werring W.Learning Radiology:Recognizing The Basics. Edisi ke-2.Elsevier
Sounders;2011
3. Rogers LF. Norris MA. Infections and Inflammations of The Bones. Dalam:
Juhl JH, Crummi AB. Kuhlman JE. Penyunting. Paul & Juhl’s Essentials of
Radiologic Imaging. Edisi ke-7. Lippincott Williams & Wilkins;1998

Anda mungkin juga menyukai