Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 7 NOVEMBER 2017


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ABULIA

Disusun Oleh :

ANANDA WULANDARI

10542 0359 12

Pembimbing :
dr. Irma Santi, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Abulia umumnya didefinisikan sebagai kehilangan atau kerusakan dalam


kemampuan untuk melakukan tindakan sukarela, acara inisiatif atau membuat
keputusan dengan penurunan gerakan, bicara, pikiran dan reaksi emosional. Ini
adalah gangguan perilaku dominan dengan bilateral lesi ganglia basal, lobus
frontal dan cingulate gyrus. Analisis historis menunjukkan bahwa gangguan
seperti abulia dan impulsif ditemukan pada abad ke-19 oleh psikiater dalam
kategori klinis gangguan dari kehendak Bahkan dokter saat ini (ahli saraf, dan
terapis, psikolog psikiater) sering kurang dalam mendiagnosis kondisi Abulia ini
atau gagal untuk membedakan dengan depresi pasca stroke.

Dalam suatu studi kasus dari pasien dengan abulia setelah stroke, digunakan
fcMRI untuk memetakan kelainan fungsional dibandingkan dengan usia yang
cocok kontrol. Abulia ditandai oleh kurangnya spontan, perilaku yang diarahkan
pada tujuan. Secara klinis, itu jatuh antara apatis dan sifat bisu rigiditas pada
kontinum gangguan motivasi. Gangguan penurunan motivasi antara lain akinesia
mutism, abulia, dan apatis.

Lobus frontal adalah lobus terbesar di otak, namun sering tidak secara
khusus dievaluasi dalam pemeriksaan neurologis rutin. Hal ini mungkin sebagian
disebabkan oleh perhatian terhadap detail dan strategi pengujian yang ketat
diperlukan untuk menyelidiki fungsi lobus frontal. Sebagai berhasil
menyelesaikan setiap tugas kognitif dianggap sebagai fungsi lobus frontalis
membutuhkan beberapa daerah otak baik di dalam maupun di luar lobus frontal,
beberapa penulis lebih memilih penyakit sistem frontal jangka. Dalam hal apapun,
disfungsi dari lobus frontal dapat menimbulkan sindrom klinis relatif spesifik.
Ketika pasien menunjukkan disfungsi lobus frontal, evaluasi neurobehavioral rinci
diperlukan.

Korteks frontal dorsolateral berkaitan dengan perencanaan, pembentukan


strategi, dan fungsi eksekutif. Pasien dengan lesi frontal dorsolateral cenderung

2
memiliki sikap apatis, perubahan kepribadian, abulia, dan kurangnya kemampuan
untuk merencanakan atau untuk urutan tindakan atau tugas. Pasien-pasien ini
memiliki memori kerja yang buruk untuk informasi verbal (jika otak kiri
terpengaruh) atau informasi spasial (jika belahan kanan menanggung beban lesi).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Istilah abulia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kurangnya keinginan
atau pengendalian ; termasuk akinesia psikis murni dan athymhormia.

Abulia termasuk salah satu gangguan psikomotor. Gangguan psikomotor ialah


gerakan voluntar yang merupakan manifestasi eksternal dari apa yang terkandung
dalam fikiran. Gerakan isyarat sewaktu berbicara, bahkan gerak jalan pun
merupakan manifestasi kaitan yang erat antara psikis dan motorik.

Abulia adalah penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, disertai


dengan ketidakacuhan tentang akibat tindakan disertai dengan defisit neurologis.

Definisi lain abulia yakni kurangnya inisiatif disertai tampilan spontanitas


dalam berbicara, pemikiran dan inisiatif. Abulia mungkin berhubungan dengan
psikosis dan neurosis. Hal ini terkait dengan adanya gangguan dari sirkuit frontal-
subkortikal seperti lesi bilateral di medial *lobus frontalis, cedera otak berat, atau
proses degeneratif seperti Pick Disease. Abulia yang jarang dijumpai yakni
dengan lesi di cauda nuclei, midbrain, atau thalamus. Abulia sosial adalah
ketidakaktifan dari kemampuan untuk memilih tindakan, meskipun keinginan
untuk berpartisipasi ada. Abulia juga dieja aboulia.

Abulia gangguan ini berupa kelemahan kemauan, tidak aktif akibat dari tidak
mampu mengambil keputusan atau menjalankan tingkah laku (misalnya pasien
berjalan sampai pintu dan berdiri tanpa bergerak dalam jangka waktu yang lama,
dan tidak mampu membulatkan pikirannya untuk berjalan).

B. Etiologi

Kerusakan otak dapat mempengaruhi keadaan emosional dan sikap seseorang.


Disamping itu, kerusakan otak secara khusus dapat mempengaruhi ekspresi dan
persepsi informasi sikap emosional dalam bahasa dan bicara, meskipun mungkin

4
utuh fungsi perilaku emosional. Seringkali sulit untuk menentukan sumber
kekurangan afektif-fungsi linguistik- apakah sistem emosional mendasari atau
kompetensi komunikatif itu sendiri.

Abulia dapat timbul pada infark bilateral atau unilateral atau perdarahan dari
berbagai struktur subkortikal termasuk caudatus nuclei, globus pallidus, thalamus,
dan genu dari kapsul internal.

Abulia juga diketahui disebabkan oleh cedera kepala tertutup, penyakit lobus
frontal, lobotomi frontal, tumor dari corpus callosum, tumor otak yang melibatkan
dinding ventrikulus dan thalamus dan banyak lesi lain yang menunjukkan fakta
bahwa itu adalah lesi struktural jalur yang bertanggungjawab untuk sindrom klinis
abulia.

Abulia juga merupakan suatu manifestasi gejala dari infark daerah distribusi
arteri serebri anterior pada patogenesis demensia vaskuler yang juga disertai
afasia motorik dan apraksia.

C. Gambaran Klinik

Pasien abulia gagal mengalami kemauan untuk melakukan apa-apa karena


dibiarkan sendiri, tidak ada ide, kepentingan atau kecenderungan terlintas ke
pikiran: satu pasien menyatakan bahwa “ada kekosongan dalam pikiran saya”.
Pasien ini tidak tertekan ataupun bosan: lebih tepatnya, mereka mengalami
semacam kekosongan.

Pasien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau
memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri
sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.

Pasien tidak mampu mengambil keputusan atau menjalankan tingkah laku


(misalnya pasien berjalan sampai di pintu dan berdiri tanpa bergerak dalam jangka
waktu yang lama dan tidak mampu membulatkan pikirannya untuk berjalan terus.

5
D. Diagnosa Banding
1. Akinetic mutism
2. Katatonia
3. Apati
4. Depresi
E. Terapi

Bromokriptin telah terbukti efektif; pengobatan dapat dimulai dengan dosis


rendah 2,5 mg keseluruhan per hari, dan ditingkatkan secara bertahap yang sama
setiap beberapa hari sampai perbaikan yang memuaskan atau efek samping dapat
ditoleransi terjadi atau dosis maksimum sekitar 40 mg tercapai; dalam semua
kasus, dosis umumnya dibagi menjadi dua dosis: satu di pagi hari dan berikutnya
di sore hari.

Bromokriptin merupakan prototipe kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot


yang bersifat dopaminergik yang dikelompokkan sebagai ergolin. Bromokriptin
merangsang reseptor dopaminergik. Obat ini lebih besar afinitasnya terhadap
reseptor D2 dan merupakan antagonis reseptor D1. Organ yang dipengaruhi ialah
yang memiliki reseptor dopamin yaitu SSP, kardiovaskular, poros hipothalamus-
hipofisis dan saluran cerna.

6
BAB III
KESIMPULAN
Abulia termasuk salah satu gangguan psikomotor. Abulia umumnya adalah
penurunan atau kehilangan dalam kemampuan untuk melakukan tindakan, inisiatif
atau membuat keputusan dengan penurunan gerakan, bicara, pikiran dan reaksi
emosional. Ini adalah gangguan perilaku dominan dengan bilateral lesi ganglia
basalis, lobus frontal dan gyrus cingulata. Abulia juga dapat terjadi pada
gangguan jiwa psikotik maupun non-psikotik. Gangguan jiwa psikotik contohnya
pada skizofrenia kronik, sedangkan gangguan jiwa non-psikotik contohnya pada
depresi.

7
DAFTAR PUSTAKA
1. Hastak, SM, et all. Abulia:No Will, No Way. Diakses melalui
http://www.japi.org/september2005/CR-814.pdf
2. J.S. Siegel, A.Z. Snyder et all. The circuitry of abulia: Insights from
functional connectivity MRI.
3. Marin, Robert S, et all. Disorders of Diminished Motivation.J Head Trauma
Rebabil Vol.20, No.4, pp 377-388. 2005. Diakses melalui
http://www.yaroslavvb.com/papers/marin-disorders.pdf
4. Nelson, Stephen L. Frontal Lobe Syndrome. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/1135866-overview
5. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakyat.
Jakarta:2012
6. Sadock, Benjamin. J, Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC, 2010
7. Loring, David W. Ins Dictionary of Neurophysiology and Clinical
Neurosciences 2nd Edition.Oxford University Press:2015.
8. Chui HC. Dementia associated with subcortical ischemic vascular disease
(SIVD). Ann Am Neurol 2007: 2FC.005-89-107.
9. Semiun, Yustinus. Kesehatan Mental 3 “Gangguan-gangguan mental yang
sangat berat, simtomatologi, proses diagnosis, dan proses terapi gangguan-
gangguan mental”.KANISIUS(Anggota IKAPI). Yogyakarta:2006.
10. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta:1995

Anda mungkin juga menyukai