Anda di halaman 1dari 36

PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PROBLEMATIKA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

DI SUSUN OLEH :
BERKAT IDAMAN TELAUMBANUA
(160320015)

DOSEN :
IR. RAIMUNDUS PAKPAHAN M.T.

PROGAM STUDI ARSITEKTUR


UNIVERSITAS KATOLIK ST. THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

PROBLEMATIKA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

A.Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak


terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu
aspek yang sangat terasa adalah semakin sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan
atau tempat tinggal bagi penduduk. Hal itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan
untuk membangun perumahan yang layak serta semakin terbatasnya lahan perkotaan
untuk membangun permukiman yang mencukupi dan memenuhi syarat.

Dalam pembangunan nasional yang telah dilaksanakan, berbagai masalah telah


dihadapi. Salah satu diantaranya adalah masalah kependudukan. Hal ini ditandai dengan
pertambahan penduduk yang penyebarannya secara proporsional tidak merata,
perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang menimbulkan problema
sosial, ekonomi, politik dan budaya bagi kota yang didatangi dan desa yang ditinggalkan
serta struktur penduduk yang lebih membesar pada usia muda.

Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi, maka masalah
pembangunan dalam hal ini penyediaan sarana permukiman menjadi semakin
mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya
pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang tinggi dibarengi dengan
terjadinya kecenderungan meningkatnya pembangunan industri baru menyebabkan
bertambahnya beban bagi lingkungan perkotaan. Pembukaan industri baru
menyebabkan semakin berkurangnya lahan untuk permukiman. Tingginya harga tanah
di pusat kota serta rendahnya pendapatan perkapita menyebabkan masyarakat
cenderung mencari areal permukiman di daerah pinggiran kota dengan lingkungan
yang tidak memadai serta sarana penunjang yang sangat minim.

Sebagai konsekwensi dari keadaan di atas maka banyak orang yang terpaksa
membangun di atas tanah yang tidak direncanakan semula. Keadaan itu menjadikan
lingkungan perumahan tidak teratur dan tidak memiliki prasarana yang jelas seperti
jalan lingkungan, sumber air bersih, saluran pembuangan air kotor, persampahan dan
sebagainya.

Suatu daerah permukiman yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan
menimbulkan berbagai masalah baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan dan
kenyamanan, maupun dari segi hukum yang berlaku. Dengan demikian maka tidaklah
mengherankan jika pada suatu permukiman kumuh timbul berbagai kasus dengan
jumlah dan jenis yang cukup tinggi.
Walaupun keadaan seperti di atas telah dipahami sepenuhnya oleh semua pihak yang
berkompeten, namun kemampuan untuk mengatasinya masih sangat dibatasi oleh
berbagai faktor. Akibatnya keadaan seperti itu masih banyak dijumpai bukan saja di
daerah-daerah perkotaan, akan tetapi juga pada daerah pedesaan. Di kota-kota besar
permukiman kumuh tumbuh secara liar pada umumnya di wilayah pinggiran kota atau
pada daerah permukiman lama yang tidak terkendali dengan baik. Juga
banyak ditemukan di tempat-tempat yang sebelumnya bukan merupakan wilayah
permukiman, namun setelah terjadi perkembangan yang tumbuhan kota maka tempat
tersebut berubah menjadi wilayah permukiman yang tumbuh secara liar. Keadaan
seperti itu biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat pembuangan sampah kota,
atau pada daerah yang berawa-rawa dan telah ditimbuni.

Pembangunan perumahan rakyat dewasa ini memang mendapat perhatian yang besar
dari pemerintah dalam rangka memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Pembangunan rumah rakyat di prioritaskan pada masyarakat yang berpenghasilan
rendah, mengingat kebutuhan mereka akan tempat tinggal yang mendesak, terutama
di daerah perkotaan sehingga dapat dihindari tumbuhnya permukiman. Permukiman
kumuh yang lebih banyak lagi.

Kota Makassar yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, tidaklah lepas dari
permasalahan permukiman kumuh seperti yang dikemukakan di atas. Perkembangan
dan pertumbuhan kota Makassar yang cukup pesat akhir-akhir ini, di samping
memperlihatkan hasil yang positif juga menimbulkan masalah-masalah bagi
pemerintah daerah, misalnya arus urbanisasi yang tinggi, kondisi perumahan yang
belum memenuhi standar dan syarat kesehatan (utamanya di bagian kota lama),
penggunaan tanah kota yang semrawut lalu lintas kurang teratur, banjir yang terjadi
setiap tahun, pengelolaan sampan yang belum mantap, air bersih yang masih terbatas,
jalan-jalan masih banyak mengalami kerusakan dan masalah-masalah lain yang
merupakan dampak hasil pembangunan.

Dari sekian banyak permasalahan yang dikemukakan di atas, salah satu diantaranya
yang cukup menarik dan menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah
permasalahan tentang permukiman kumuh yang akhir-akhir ini tumbuh semakin pesat.
Tercatat hampir semua kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Makassar
memiliki daerah permukiman yang kumuh.

Salah satu wilayah kota Makassar yang merupakan tempat tumbuhnya beberapa
permukiman kumuh yaitu di Kecamatan Mariso, khususnya pada pesisir pantai wilayah
itu. Di wilayah tersebut penduduk setempat berusaha menimbun pantai dengan sampah
kemudian mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya. Sehingga dengan pesat tumbuhlah
lingkungan permukiman yang padat dan tak teratur.
Para penghuni permukiman kumuh bersikeras menempati tempat itu karena
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk tetap hidup dan tinggal di kota.
Kawasan hunian mereka yang terletak di tengah atau di pinggiran kota memberikan
aksesibilitas terbaik untuk menuju ke tempat kerja atau tempat mencari nafkah. Oleh
karena itu umumnya mereka bekerja atau mencari nafkah di sektor informal yang
tempatnya di tengah atau di pinggiran kota. Oleh sebab itu peremajaan lingkungan yang
menggusur mereka tidak akan menjawab permasalahan, sebab mereka akan kehilangan
akses menuju tempat pekerjaan gilirannya akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial
.

Pembenahan lingkungan permukiman yang diharapkan oleh para penghuni tentunya


adalah pembangunan fasilitas hunian yang memenuhi syarat-syarat
kebersihan, kesehatan, keamanan dan syarat lainnya namun masih dapat terjangkau
oleh kemampuan penghasilan mereka. Pembangunan menyebabkan biaya hidup
menjadi lebih tinggi, tidak dikehendaki karena akan mengakibatkan mereka tergusur
dan digantikan oleh kelompok lain yang lebih mapan.

Pemerintah Kota Makassar sebagai unsur pengatur kehidupan kota mempunyai tugas
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi pengembangan dan penataan
kehidupan kota. Untuk itu guna mengatur perkembangan dan tata kehidupan kota
diperlukan suatu program yang dapat memberikan garis petunjuk bagi pelaksanaannya.

Kota Makassar dengan berbagai program kota, diharapkan dapat menghimpun dan
mengarahkan segala sumber daya yang ada. Peranserta segenap instansi pemerintah
serta semua lapisan masyarakat sangat dibutuhkan. Sumbangan fikiran, tenaga dan dana
sangat diperlukan di dalam menunjang program ini? mulai dari perencanaan sampai de-
ngan pelaksanaannya. Karena dengan keterpaduan semua pihak yang terkait, maka
diharapkan program kota dapat. terlaksana dengan baik.

Salah satu komponen dalam program kota yaitu masalah kesehatan. Program
pelaksanaannya dititikberatkan pada penyehatan- lingkungan permukiman melalui
swasembada masyarakat demi tercapainya tujuan pembangunan nasional, yakni
terbinanya manusia Indonesia seutuhnya yang sehat fisik, mental maupun keadaan
sosialnya. Untuk menciptakan kesempatan hidup sehat bagi masyarakat dimanapun
mereka berada, sangat erat hubungannya dengan upaya peningkatan mutu lingkungan
hidup dan perubahan perilaku kesehatan.

Kota Makassar dalam kedudukannya sebagai pusat pengembangan di wilayah Indonesia


Bagian Timur, memiliki berbagai daya tarik yang memungkinkan sekelompok
masyarakat untuk datang dan bermukim baik untuk sementara, maupun dalam waktu
yang lama. Di bagian kota tertentu daerah permukiman kumuh masih dapat ditemukan,
dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat. Dengan demikian keadaan ini akan
menjadi permasalahan yang semakin serius dan berkepanjangan dari tahun ke tahun,
apabila tidak ditanggulangi secara berangsur hingga tuntas.

Seperti diketahui bahwa hidup di lingkungan dengan fasilitas yang serba kekurangan
membuat para penghuni harus hidup dengan cara di luar syarat kesehatan. Kebutuhan
air bersih misalnya, akan dipenuhi dengan menggunakan secara bersama-sama sumur
yang tersedia dan digunakan oleh beberapa keluarga. Cara menggunakan sumber air
seperti ini sangat sulit dipertanggungjawabkan guna menjamin mutu sumber air yang
bersangkutan. Di samping itu, kebiasaan lain yang merupakan kebiasaan bawaan dari
kampung halaman sebelumnya adalah membiarkan anak-anak mereka membuang tinja
sembarang tempat dan di malam hari para orang dewasapun ikut pula berbuat seperti
itu. Untuk merubah cara hidup seperti ini diperlukan proses alih perilaku kesehatan dan
membutuhkan waktu yang cukup lama serta pendekatan yang lebih bijaksana.

Masyarakat kota Makassar termasuk masyarakat golongan yang senang jajan. Bila mutu
lingkungan hidup tidak diperhatikan dalam bentuk tersedianya air sehat yang memadai
serta tersedianya jamban yang bersih, sehat dan terawat rapih, dapat menyebabkan
timbulnya pencemaran dan berbagai macam penyakit terjadi pada lingkungan
permukiman kumuh.

Telah dikemukakan terdahulu bahwa di Kota Makassar jumlah permukiman kumuh


cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu terutama berlangsung di daerah
pinggiran kota dan permukiman lama yang tak terkendali. Permukiman kumuh yang
tumbuh di wilayah pinggiran kota dan pesisir pantai dapat dijumpai di Kecamatan
Mariso, pada beberapa buah kelurahan.

Di Kecamatan Mariso terdapat beberapa buah kelurahan yang memiliki permukiman


kumuh. Dua diantaranya adalah Kelurahan Lette dan Kelurahan Bontorannu. Kedua
tempat tersebut pada umumnya berada di kawasan pesisir pantai. Kehadiran
permukiman-permukiman kumuh di daerah itu pada dasarnya sudah berlangsung lama,
keberadaannya tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait antara satu
dengan yang lain.

B. TENTANG PERMUKIMAN KUMUH

Manusia sebagai makhluk sosial hidup bersama dengan makhluk lainnya. Karena itu
kemudian muncullah kelompok-kelompok rumah yang dinamakan permukiman. Rumah
sebagai suatu bangunan merupakan bagian dari suatu permukiman yang utuh.

McAndrew dkk.mengemukakan bahwa kata permukiman merupakan terjemahan kata-


kata land settlement dan resettlement dan biasanya dikaitkan dengan kata-kata yang
mempunyai arti sama yaitu scheme dan project. Pada hakekatnya permukiman adalah
hidup bersama, sebab itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat
tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya.

Pengertian tentang permukiman telah dikemukakan deh beberapa ahli antara lain
mengemukakan bahwa, permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manu-
sia agar dapat hidup secara. lebih mudah dan lebih baik, memberi rasa bahagia dan rasa
aman dan mengandung kesepakatan untuk membangun manusia seutuhnya.
Selanjutnya dalam definisi lain dikemukakan bahwa suatu permukiman dapat dilihat
sebagai suatu dunia tersendiri dimana para warganya menemukan identitas mereka,
merasa aman, merasa sebagai makhluk sosial, dan dapat ia menyalurkan naluri untuk
berkembang biak menyambung keturunannya.

Selanjutnya dikemukakan bahwa permukiman adalah suatu kawasan perumahan yang


ditata secara fungsional sebagai suatu sosial ekonomi dan fisik ke tata ruang, lingkungan,
sasaran umum dan fasilitas sosial sebagai suatu kesatuan yang utuh dengan
membudayakan sumber- sumber daya dan dana, mengelola lingkungan yang ada untuk
mendukung kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia, memberi rasa
aman, tentram, nikmat dan sejahtera dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan
agar berfungsi sebagai wadah yang dapat melayani kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.

Dari rumusan-rumusan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permukiman


merupakan kawasan perumahan yang sengaja dibuat lengkap dengan prasarana dan
fasilitas lingkungan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan penghuninya. Suatu
permukiman akan cukup ideal kalau di dalamnya terdapat pengelolaan lingkungan yang
memadai.

Untuk dapat menilai bahwa suatu permukiman sehat atau tidak perlu didasarkan pada
karakteristik daerah permukiman yang merupakan standar yang telah disepakati.
Karakteristik atau standar itu didasarkan pada beberapa aspek yaitu :

1. Keadaan fisik perumahan yang meliputi organisasi ruang, ukuran ruang, bahan
bangunan, ventilasi dan sebagainya.
2. Fasilitas jalan lingkungan, baik berupa jalan utama, jalan menengah ataupun jalan
lokal.
3. Fasilitas persampahan, meliputi tempat penampungan, pembuangan sementara
maupun pembuangan akhir, termasuk sistem pengelolaannya.
4. Fasilitas air bersih meliputi ketersediaan, cara memperoleh maupun sistem
pengelolaannya.
5. Sarana pembuangan air kotor, meliputi kualitas saluran kemampuan serta sistem
kerjanya.
6. Fasilitas-fasilitas sosial lainnya yang merupakan kebutuhan penghuni
permukiman, antara lain sarana peribadatan, pendidikan, tempat bermain anak,
dan sebagainya.

Pada kenyataannya banyak wilayah permukiman yang kondisi atau keadaannya berada
di bawah standar yang telah ditetapkan. Keadaan seperti itu terutama banyak dijumpai
pada negara-negara yang sedang berkembang. Terbentuknya permukiman-permukiman
yang tidak memenuhi standar tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk
yang sulit terkendali. Selain itu terjadinya arus urbanisasi yang cukup tinggi telah
menimbulkan berbagai masalah di sektor permukiman tersebut. Sebagai akibat dari
proses di atas maka terbentuklah permukiman-permukiman yang tidak dapat terkendali
dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, dan lebih dikenal dengan nama
permukiman kumuh.

Menurut Soemadi, terjadinya permukiman kumuh karena besarnya arus urbanisasi


penduduk dari pedesaan ke perkotaan. Lebih jauh dikemukakan bahwa perkampungan
kumuh adalah bagian kota yang jorok, bangunan-bangunan yang ada tidak memenuhi
syarat serta didiami oleh orang miskin, serta fasilitas tempat pembuangan sampah
maupun fasilitas air bersih tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Ciri-ciri lain permukiman kumuh adalah letak dan bentuk perumahan yang tidak teratur,
sarana dan infrastruktur kota sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada sama sekali,
tingkat pendidikan rendah, pendapatan rumah tangga dan pendapatan penduduk
rendah, serta kebanyakan bekerja di sektor informal. Dalam keadaan seperti ini
mengakibatkan tingkat berfikir dan daya kreasi yang kurang dan sulit menerima sesuatu
yang baru seperti pembangunan ke arah perbaikan lingkungan permukiman itu sendiri .

Dari kebutuhan dasar manusia yaitu sandang, pangan dan papan (perumahan) saja
masih sulit dipenuhi oleh masyarakat permukiman kumuh. Hal ini dikarenakan oleh
pendapatan yang rendah sehingga rumah murahpun sulit mereka miliki. Untuk
memenuhi kelangsungan hidup masyarakat permukiman kumuh mereka membuat
rumah darurat dari bahan-bahan seadanya misalnya papan bekas, karton, seng bekas
dan sebagainya.

Apabila diperhatikan lebih jauh tentang ciri perwakilan kumuh yang secara menyeluruh
lingkungan ini nampak jelas perbedaannya dengan lingkungan hunian lainnya. Soemadi
mengemukakan beberapa ciri yang menonjol da lam suatu permukiman kumuh adalah
sebagai berikut :

1. Penduduknya sangat padat serta jumlah anak juga besar dan


kurang terurus dengan baik.
2. Warga masyarakat umumnya berpenghasilan rendah dengan
mata pencaharian tidak tetap sehingga sulit menjamin pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, terutama pada saat terjadinya musibah dalam keluarga (sakit
atau kematian). Sebagai akibat dari keadaan itu, tidak jarang terjadi seluruh
anggota keluarga terpaksa harus mencari penghasilan tambahan termasuk anak-
anak di bawah umur.
3. Tingkat kesehatan dan pendidikan pada umumnya rendah.
4. Sarana pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari tidak memadai seperti air
bersih, tempat pembuangan sampah dan lain-lain.
5. Kondisi lingkungan sangat kotor sehingga tingkat kesehatan warganya juga
relatif rendah.
6. Masalah-masalah sosial banyak terjadi, antara lain kenakalan remaja, tindak
kekerasan dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya.
7. Perasaan masyarakat untuk memiliki lingkungan sangat rendah, sehingga
partisipasi mereka untuk memperbaiki lingkungan juga rendah.

Pertumbuhan dan perkembangan lingkungan permukiman kumuh merupakan bagian


yang tidak terpisahkan dari proses pertumbuhan kota-kota besar di seluruh dunia.
Lingkungan ini tumbuh berkembang karena perkembangan kota sebagai daerah industri,
ekonomi dan perdagangan yang menuntut adanya persyaratan peningkatan kemampuan
warga kota untuk menyesuaikan diri. Bagi mereka yang sukses akan mampu
meningkatkan kedudukan sosial ekonomi mereka, sedangkan yang tidak mampu akan
tersisih dari arus kemajuan dan perubahan kota.

Pada setiap perencanaan dan pembangunan kota selalu diupayakan untuk menata
kembali letak dan kondisi berbagai lokasi permukiman. Lokasi-lokasi permukiman baru
yang layak juga telah banyak yang dibangun, namun akibat kesenjangan sosial ekonomi
di antara warga kota, maka terjadi pula kesenjangan dalam menghuni permukiman baru
tersebut. Warga yang tidak beruntung akan tetap menghuni permukiman yang kumuh.

Pertumbuhan sektor industri, ekonomi dan perdagangan secara pesat di satu pihak telah
membuka banyak kesempatan kerja namun di lain pihak juga telah
menimbulkan berbagai masalah bagi lingkungan. Semakin menyempitnya lahan di
perkotaan membawa dampak yang sangat besar bagi sektor pemukiman. Pergeseran
penduduk ke daerah pinggiran kota merupakan awal terbentuknya permukiman liar dan
tak terkendali, yang pada akhirnya bermuara pada lahirnya permukiman kumuh.
Suatu hal penting dikemukakan bahwa salah satu penyebab meningkatnya permukiman
kumuh di perkotaan ada-lah tingginya arus urbanisasi dari tahun ke tahun. Daya tarik
kota tetap saja merupakan faktor penyebab banyaknya orang-orang desa yang mengadu
nasib untuk hidup di kota, walaupun pada umumnya tanpa tujuan yang jelas. Pada
kenyataannya pat«a warga desa yang masuk ke kota pada umumnya memilih daerah
pinggiran kota untuk tempat tinggalnya. Keadaan ini cukup berperan dalam percepatan
tumbuhnya suatu permukiman kumuh di pinggiran kota terse but .

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kecenderungan para pendatang untuk memilih


wilayah pinggiran untuk tempat tinggalnya antara lain karena pada tempat tersebut
mereka tidak terlalu sulit menyesuaikan diri. Selain itu mereka juga masih dapat
melakukan kebiasaan-kebiasaan hidup di tempat asalnya karena kurangnya pengawasan.
Dari tempat itulah mereka juga dapat memperoleh berbagai macam informasi tentang
cara yang dapat dilakukan untuk mencari nafkah, baik untuk sementara maupun
untuk jangka panjang. Akibat dari semua kenyataan di atas adalah semakin beratnya
beban yang dipikul oleh permukiman yang bersangkutan dan semakin sulitnya
mengendalikan situasi di dalamnya secara keseluruhan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa kejadian tersebut telah menciptakan permasalahan permukiman kumuh yang
semakin rumit dari waktu ke waktu.

C.TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN.

Rumah merupakan institusi budaya, bukan saja sebagai hasil kegiatan manusia tetapi
juga karena peranannya sebagai tempat dalam menampung, menyalurkan dan
pengembangan usaha serta langkah menuju perbaikan taraf hidup manusia. Dengan
demikian rumah dapat dilihat sebagai pusat kegiatan budaya: rumah ter-wujud dalam
proses pemikiran dan tingkah laku. Selanjutnya ditekankan lagi bahwa rumah
menunjukkan tempat tinggal , merupakan mediasi antara manusia dengan dunia,
dimana manusia dapat menemukan kembali kekuatannya se-telah lebih dahulu
melakukan pekerjaan yang melelahkan dan menghabiskan energi. Rumah juga
memberikan keamanan, ketenangan hidup, kemesraan dan kehangatan hidup serta
memberikan kebebasan dalam arti pencapaian kebebasan social dan psikologis.

Hidayat mengemukakan bahwa rumah merupakan basis bagi terbentuknya kepribadian


manusia, rumah merupakan ekspresi dari eksistensi manusia, di rumah pulalah peri
laku manusia dibentuk. Ada empat tingkat kebutuhan rumah diukur dari tingkat
kepuasan yaitu: kebutuhan untuk bernaung dan rasa aman, kebutuhan fisik, kebutuhan
sosial dan kebutuhan estetika.
Dalam bentuk materialnya suatu rumah dilengkapi dengan lantai, dinding, dan atap yang
kuat merupakan tempat manusia berlindung dan diamankan dari bermacam-macam
bahaya.

Harianto mengemukakan bahwa rumah bukannya sekedar tempat terlindung dari terik
matahari, hujan, angin dan cuaca buruk lainnya tetapi juga harus bisa memberikan
kenyamanan dan ketenteraman bagi para penghuninya.

Pada dasarnya rumah yang layak merupakan impian bagi semua orang. Bagaimana
ukuran suatu rumah yang dikatakan layak adalah sukar diberikan rumusan. Masing-
masing orang akan memberikan pendapat yang berbeda sesuai tingkat kemampuan,
kondisi dan pengalaman seseorang. Sebab itu ukuran kelayakan adalah relatif tergantung
pada pribadi masing-masing. Namun demikian dalam tulisan ini dikemukakan sesuatu
pengertian tentang rumah yang layak sebagai berikut.

Rumah yang layak adalah rumah sehat, cukup kuat, biaya yang terjangkau, bentuknya
indah dengan ruangan yang cukup, serta berdiri di atas lingkungan yang te-pat. Rumah
yang sehat adalah rumah yang memiliki cukup hawa dan aliran udara, cukup penerangan
alami dan buatan, cukup air bersih, lancar pembuangan air kotoran dan limbah.

Syarat-syarat dasar perumahan sehat yaitu :

1. Setiap keluarga mendiami tempat yang berdiri sendiri yang lengkap dipelihara
baik dan yang cukup aman serta kokoh strukturnya. Di setiap tempat kediaman
minimum harus dipenuhi keadaan :
2. Jumlah ruang cukup memadai bagi penghuninya.
3. Adanya jaminan kebebasan pribadi.
4. Adanya kejelasan pembatas/pemisah antar ruang.
5. Adanya air bersih yang cukup.
6. Adanya sarana pembuangan air kotor dan air kotoran.
7. Adanya MCK (mandi, cuci, kakus).
8. Adanya ruang penyimpanan (gudang).
9. Perlindungan dari cuaca yang berlebihan atau kekurangan.
10. Adanya udara silang.
1. Rumah ditetapkan dalam lingkungan/kawasan permukiman yang
direncanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kota dan daerah. Di
lingkungan perumahan harus diusahakan:
1. Fasilitas umum seperti : (1) Penyediaan/suplai air bersih, (2)
Jaringan air kotor dan air kotoran, (3) Pengelolaan sampan.
2. Udara yang bersih, yang tidak berbau atau mengandung racun, asap,
industri, dan debu.
3. Fasilitas penjagaan keamanan (hankam) dan keamanan dari bahaya
kebakaran dan musibah lain.
4. Fasilitas sosial dan ekonomi/industri, perdagangan, sosial
kebudayaan, pendidikan, ibadah, rekreasi, kesehatan yang terletak
tidak jauh/mudah dicapai dari daerah permukiman.

fungsi dari lingkungan perumahan bukanlah hanya merupakan bangunan rumah


kediaman saja, tetapi pula menyangkut segi kehidupan masyarakatnya termasuk segi-
segi sosial ekonomi, kesehatan, dan keserasian bertempat tinggal.

Adisasmita menyatakan ada dua jenis model lokasi rumah tangga, yaitu :

1. Faktor pertimbangan utama dalam penentuan lokasi adalah biaya ke tempat


pekerjaan. Hal ini berarti penentuan lokasi permukiman berpedoman
pada animasi biaya perjalanan.
2. Pendekatan yang kedua terdiri dari teori-teori yang menekankan pemilihan
rumah, daerah dan lingkungan sebagai penentu utama lokasi permukiman.

Moechtar mengemukakan bahwa lingkungan perumahan merupakan suatu daerah


hunian yang perlu dilindungi dari gangguan-gangguan umpamanya gangguan suara,
kotoran udara, bau, sehingga daerah perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan
harus aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerjanya.

Reksohadiprodjo berkesimpulan bahwa manusia selain memerlukan sandang dan


pangan, juga perumahan karena semuanya merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh
karena itu sebagai konsekwensinya perlu diciptakan permukiman untuk menampung
kebutuhan dasar manusia itu.

Bertolak dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang
perumahan di atas, maka da lam rangka memenuhi. kebutuhan perumahan bagi
penduduk perkotaan, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah
sebagai berikut :

1. Pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dimana


diselenggarakan dalam lingkup permukiman terpadu dan dikaitkan dengan
kebijaksanaan pengembangan tata ruang dan wilayah dengan memperhatikan
aspek-aspek kependudukan dan lingkungan hidup. Pembangunan perumahan
tersebut harus disertai dengan penataan dan perbaikan mutu lingkungan
permukiman yang sehat, tertib, aman dan serasi, termasuk pengadaan prasarana-
prasarana yang diperlukan.
2. Pembangunan perumahan harus dapat pula mendorong peningkatan produksi
bahan bangunan yang harganya murah tetapi bermutu.
3. Sarana pembangunan perumahan dititikberatkan pada pemenuhan
kebutuhan golongan masyarakat berpenghasilan rendah,
baik dalam sektor formal maupun informal. Untuk memenuhi kebutuhan
sebagian masyarakat berpenghasilan rendah yang be 1urn dapat terjangkau oleh
program KPR-BTN (Kredit Pemilikan Rumah-Bank Tabungan Negara), program
pembangunan rumah sederhana akan tetap dilanjutkan. Pembangunan yang akan
lebih banyak diserahkan kepada prakarsa dan swadaya masyarakat sendiri. Reran
serta masyarakat dan pihak swasta yang sudah meningkat akan lebih
dikembangkan lagi. Demikian pula pola usaha bersama baik dalam bentuk
tradisional maupun yang sudah melembaga dalam suatu organisasi seperti
koperasi akan lebih dikembangkan.
4. Dalam usaha pengadaan rumah dan penyediaan sarana lingkungan yang
diperlukannya, efisiensi penggunaan dana akan lebih diperhatikan dan di samping
perlunya usaha-usaha yang lebih intensif.

Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene
dan sanitasi lingkungan. Seperti diketahui bahwa perumahan yang tidak cukup atau
terlalu sempit akan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit dalam masyarakat.

Ada empat syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu rumah untuk dapat
digolongkan sebagai rumah sehat, yakni :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis.


2. Memenuhi kebutuhan psikologis.
3. Dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan.
4. Dapat menghindarkan terjadinya penyakit.

Adapun kriteria dari rumah sehat yang dikemukakan di atas dapat dijelaskan lebih jauh
sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, mencakup aspek-aspek


1. Suhu ruangan

Suhu ruangan dijaga agar jangan berubah, sebaiknya tetap berkisar antara 25-28°C. Suhu
ruangan ini tergantung pada suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, dan
suhu benda-benda sekitarnya.

1. Penerangan.

Harus cukup mendapat penerangan baik siang maupun malam hari. Yang ideal adalah
penerangan listrik. Diusahakan agar ruangan-ruangan mendapatkan sinar matahari
terutama pagi hari.
1. Pertukaran hawa (ventilasi).

Pertukaran harus cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Untuk itu rumah-
rumah harus mempunyai jendela yang cukup.

1. Isolasi suara.

Dinding ruangan harus kedap suara baik terhadap suara yang berasal dari luar maupun
dari dalam. Sebaiknya perumahan jauh dari sumber-sumber suara kegaduhan seperti
pasar, pabrik, sekolah, lapangan terbang, stasiun bus, stasiun kereta api dan sebagainya.

1. Memenuhi kebutuhan psikologis, mencakup aspek-aspek :


2. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa
keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan dan
rumah tangga yang sehat.
3. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga.
4. Setiap anggota keluarga yang sudah dewasa sebaiknya mempunyai
ruangan sendiri-sendiri sehingga tidak terganggu.
5. Adanya ruangan keluarga untuk dapat berkumpul.
6. Adanya ruangan tamu.
1. Menghindari terjadinya kecelakaan :
2. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak
mudah ambruk.
3. Perlu adanya sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur kolam,
dan sebagainya terutama untuk anak-anak.
4. Diusahakan agar tidak mudah terjadi kebakaran.
5. Ada alat pemadam kebakaran terutama yang mempergunakan gas.
1. Menghindari terjadinya penyakit.
2. Adanya sumber air sehat, cukup kualitas maupun kuantitasnya.
3. Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah
yang baik.
4. Harus dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit seperti
nyamuk, lalat, tikus dan sebagainya.

Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas perlu pula diperhatikan mengenai situasi
lingkungan rumah yaitu :

1. Pengaturan halaman rumah, antara lain, pertamanan, kebersihan halaman,


kelancaran saluran air kotor, penerangan pada ma lam hari cukup sesuai dengan
kebutuhan.
2. Pengaturan tanah pekarangan antara lain: kandang ternak harus dijaga
kebersihannya, kolam ikan harus sering diganti airnya, pekarangan harus bersih
dari sampah atau tanaman dan semak yang tak berguna.
3. Pembuatan pagar halaman dan pekarangan.
4. Menjaga kesehatan ternak dan hewan piaraan.

Secara sederhana syarat-syarat bangunan rumah yang dapat dikembangkan baik di


perkotaan maupun di pedesaan adalah sebagai berikut :

1. Bangunan rumah cukup memenuhi syarat kesehatan.


2. Lantai harus bersih dan kering : (1) agar mudah dibersihkan, lantai harus
rata/datar dan tidak menimbulkan debu bila dibersihkan, (2) agar tetap kering,
maka lantai harus berada lebih tinggi dari halaman luar, terbuat dari bahan
bangunan yang tidak menghantar air tanah ke permukaan lantai (kedap air)
sehingga ruangan tidak lembab.
3. Udara dalam ruangan hendaknya tidak lembab dan selalu beredar : (1) agar ruang
dalam tidak lembab, maka komponen pembatas ruang dalam (lantai, dinding,,
1angit-langit/atap) harus kedap air. (2) agar udara selalu beredar maka dinding
harus mempunyai lubang ventilasi sebagai sarana masuknya udara segar dari luar,
dan keluarnya udara kotor dalam ruangan. Dinding pembatas ruang dalam juga
diperlukan mempunyai lubang untuk meneruskan keluar dan masuknya udara.
1. Bangunan rumah memenuhi perasaan nyaman.

Penyediaan ruangan dalam rumah hendaknya mencukupi sesuai kebutuhan. Hal


demikian biasanya tergantung dari adat kebiasaan atau kemampuan dari penghuninya.
Penataan ruang-ruang dalam rumah agar memenuhi rasa nyaman dapat dilakukan
sebagai berikut :

1) Ruang tidur. Ruang tidur merupakan tempat untuk beristirahat penuh (tidur) dan
merupakan tempat yang lebih pribadi, sehingga ruang tersebut hendaknya : (1)
ditempatkan pada bagian rumah yang cukup tenang/ kebisingan kurang. (2) sinar
matahari pagi bisa masuk sehingga dipertimbangkan agar jendela menghadap ke timur
dan luas jendela diusahakan minimal 1/9 luas ruang tidur (misalnya luas kamar
9m2 maka luas jendela minimal 1 m2. (3) Mempunyai lubang peranginan yang cukup
memadai biasanya 1/5 luas jendela. (4) Mempunyai pintu yang bisa ditutup. (5) Warna
dinding sebaiknya yang sejuk, seperti hijau muda, biru muda atau putih gelap. (6)
Dibagian luar mempunyai penahan sinar mata hari yang biasanya berupa tirai atau
pelebaran teoritis kamar atau bisa juga menanam pohon pelindung.
2) Ruang tamu. Penempatannya di ruangan bagian depan dengan tujuan agar dapat
berhubungan langsung dengan jalan ke luar, sehingga muda dicapai oleh tamu tanpa
melalui ruangan lain yang sifatnya lebih pribadi bagi penghuninya.

3) Ruang makan. Ruang makan selain digunakan untuk kegiatan makan biasanya juga
sebagai tempat belajar dan ruang keluarga. Oleh karena itu sebaiknya :

(1) Dekat dengan dapur, agar penyajian makanan lebih mudah.

(2) Mempunyai penerangan alami yang cukup besar dengan memberikan bukaan
jendela yang menghadap ke arah luar, misalnya ke taman/pekarangan.

4) Dapur. Untuk kegiatan masak memasak, dapur erat hubungannya dengan api, maka
sebaiknya :

(1) Mempunyai lubang-lubang angin/jendela yang cukup

(2) Bagian dinding yang dekat dengan api hendaknya dilapisi dengan seng, sehingga
tidak muda terbakar, terutama untuk rumah kayu/bambu.

5) Kamar mandi, Cuci dan Kakus.

(1) Pembuatan kamar mandi, Cuci dan Kakus harus se-demikian rupa agar pembuangan
kotoran/1imbah bisa lancar.

(2) Kamar mandi, Cuci dan Kakus harus mempunyai lubang angin dan penerangan yang
cukup, agar sinar mata hari dapat masuk dan sirkulasi udara bisa terjadi dengan
sempurna. Hal tersebut akan menghindarkan kamar mandi dari ban yang tidak se-dap,
selain itu air di bak akan tetap segar.

6) Ruang-ruang penunjang.

(1) Kandang ternak. Penempatan kandang ternak tempatnya harus terpisah dengan
rumah induk. Hal demikian dimaksudkan agar bau masuk dari kotoran
binatang tidak mengganggu penghuni rumah itu sendiri maupun tetangga (dalam arti
mudah ter-jangkit penyakit yang disebabkan oleh banyaknya lalat).

(2) Lumbung. Seperti halnya dengan kandang ternak, penempatan lumbung sebaiknya
terpisah atap-nya dari rumah induk, dan diusahakan agar di mu-ka lubang tersebut
terdapat halaman terbuka yang memungkinkan dipergunakan untuk menjemur hasil
bumi.
Suatu hal yang tak kalah pentingnya dalam suatu bangunan rumah adalah komponen
bangunan rumah itu sendiri. Bagaimanapun indah dan luasnya suatu bangunan rumah
kalau komponen yang menyusunnya tidak memenuhi syarat maka bangunan tersebut
tidak akan dapat bertahan lama .

Di Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk rumah, tetapi secara garis besar


bentuk-bentuk tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu “rumah panggung”
dan “rumah non panggung”. Pada dasarnya struktur suatu rumah terdiri atas :

1. Komponen struktur utama, yang terdiri atas pondasi, kerangka bangunan utama
(tiang, kolom) dan rangka atap, juga rangka untuk rumah panggung.
2. Komponen non struktur, terdiri atas lantai, dinding, pintu, jendela, langit-langit
dan penutup atap. Komponen struktur utama terdiri dari bagian-bagian sebagai
berikut :
1. Pondasi. Pondasi adalah salah satu komponen struktur yang berfungsi
meneruskan gaya dari segala arah ke tanah. Dengan demikian pondasi
berperan penting da-lam hal mendirikan suatu bangunan. Terdapat
berbagai macam jenis pondasi, baik ditinjau dari macam beban daya
dukung tanah atau jenis bangunan yang didukung. Jenis-jenis pondasi
yang dimaksud adalah pondasi pasangan batu kali dengan slof, pondasi
umpak rumah non panggung, pondasi umpak rumah panggung, pondasi
pasangan batu kali dengan roliag untuk rumah non panggung dan pondasi
tiang pancang untuk rumah panggung.
2. Rangka rumah. baik rumah panggung maupun non panggung mempunyai
rangka-rangka dari atas ke bawah yang berfungsi menahan serta
meneruskan beban dari segala arah agar mencapai suatu kekompakan atau
ikatan, se-hingga bangunan rumah menjadi kuat. Di dalam suatu bangunan
rumah terdapat tiga macam rangka utama yaitu :

a) Rangka atap. Rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi yang berfungsi sebagai
penopang/penyangga dan sebagai landasan penutup atap. Rangka atap dibedakan atas
dua yaitu ran.gka atap rumah panggung dan rangka atap rumah non panggung.

b) Rangka dinding. Rangka utama dinding biasanya berupa tiang/kolom yang berfungsi
pula sebagai pengikat dinding bangunan agar tidak goyah. Mengingat fungsi rangka
tersebut sangat penting maka rangka dinding hendaknya memenuhi syarat sebagai
berikut :

1) Merupakan kesatuan yang cukup kuat.


2) Terbuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah aus bisa juga bahan yang
diawetkan.

3) Ukuran kolom hendaknya sesuai dengan peraturan yang dapat menahan beban
dari semua gaya termasuk gempa bumi.

Rangka dinding dibedakan atas rangka dinding rumah panggung dan rangka dinding
rumah non panggung.

1. Lantai rumah panggung. Khusus untuk rumah panggung, lantainya merupakan


salah satu komponen struk-tur, karena lantai di sini tidak hanya sekedar penutup
permukaan tanah, melainkan sebagai satu rangkai-an yang menopang beban, baik
beban mati maupun beban hidup dan kemudian meneruskan ke atas tanah. Untuk
rangka lantai rumah panggung sebaiknya digunakan bahan yang sejenis dengan
rangka rumahnya agar kokoh dan penyelesaian konstruksi bangunannya dapat
diselesaikan dengan baik.

Adapun komponen nonstruktur suatu bangunan rumah terdiri dari :

1. Langit-langit. Tidak semua rumah harus memiliki langit-langit, tetapi ditinjau


dari segi keindahan , kesehatan dan kenyamanan, langit-langit
memang perlu. Berbagai macam bahan bisa dibuat untuk langit-langit, seperti
bambu pecah/pelupuh, tripleks, asbes, semen dan sebagainya.
2. Dinding pengisi. Dinding berfungsi sebagai pembatas rumah terhadap bagian
luar maupun pembatas ruangan. Konstruksi
dinding hendaknya memenuhi persyaratan tertentu seperti :

(a) Dinding yang berfungsi sebagai pemikul harus dapat mendukung berat sendiri,
semua gaya dan beban termasuk gempa bumi yang bekerja padanya.

(b) Dinding yang tidak memikul beban. hendaknya bisa . mendukung berat sendiri.

(c) Dinding yang terbuat dari bahan selain bambu/kayu, perletakannya harus
bersambung dengan pondasi dimana bagian terbawah (15 cm di bawah permukaan
tanah dan 15 cm di atas lantai) harus memakai lapis-an kedap air (trasram).
Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi penyerapan air ke dalam dinding yang
diakibatkan dari resapan air tanah maupun air dari bekas mencuci lantai.

(d) Dinding yang berfungsi sebagai batas antara ruang hendaknya mampu meredam
suara secukupnya.
Dinding rumah non panggung, penggunaan bahan bangunan untuk komponen dinding
bisa lebih banyak variasinya dibanding rumah panggung, seperti misalnya: bat/batako,
kayu/papan, bambu/palupuh dengan rangka kayu, kombinasi papan dengan anyaman
bambu, kombinasi bata/ batako dengan papan atau anyaman bambu (rumah semi
permanen). Sedang untuk rumah panggung, dindingnya dibuat dari bahan yang ringan
seperti anyaman bambu, susunan papan/palupuh, kombinasi papan dan anyaman
bambu.

1. Pintu, Jendela, dan Ventilasi. Pintu, jendela, dan ventilasi pada dasarnya
merupakan satu kesatuan dengan dinding pengisi. Sebagai komponen pelengkap
dari dinding maka fungsi pintu dari bangunan adalah sebagai jalan keluar dan
masuk ke dalam rumah. Untuk itu perencanaan pintu dalam bangunan harus
sedemikian rupa, agar sirkulasi (lalu lintas) orang di dalam rumah teratur dan
tidak terganggu dengan penempatan perabotan rumah tangga.

Bahan pintu pada umumnya dari kayu atau bambu dengan konstruksi sedemikian rupa
sehingga cukup aman dan tahan lama. Demikian pula perencanaan jendela dan ventilasi
harus diperhitungkan dengan luas lantai ruangan, yang penting cahaya sinar matahari
pagi secara langsung dapat menyinari ruangan.

Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan bahwa setiap rumah harus mempunyai
lubang cahaya dan pertukaran udara yang berupa jendela danventil.asi dengan ukuran
minimal 1/9 x luas lantai ruangan. Dan seandainya pada dinding tidak mungkin dibuat
jendela, maka dapat dibuat lubang angin (rooster) pada dinding dan lubang cahaya pada
langit-langit sehingga ruangan cukup terang dan pertukaran udara dapat terjadi.

D,TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.

Ada beberapa batasan tentang sampah, diantaranya pengertian menurut American


Public Health Association mengatakan bahwa sampah ada-lah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan menurut FKM-UI
sampah ialah sesuatu bahan dan benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan
aktivitas manusia yang tak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara-cara
seniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia.

Banyak lagi ahli yang mengajukan batasan tentang sampah, namun pada prinsipnya
mengandung hal yang sama yaitu : adanya sesuatu benda atau zat padat, adanya
hubungan dengan aktivitas manusia, benda atau bahan tersebut tidak dipakai dan tidak
disenangi lagi, dan di buang dalam arti pembuangannya dengan cara-cara yang diterima
oleh umum (perlu pengelolaan yang baik).
Jumlah produksi sampah untuk daerah di Indonesia diperkirakan rata-rata sebesar 2 1
per orang per hari. Untuk daerah Asia sekitar 350 g per orang per hari. Jumlah produksi
sampah pada suatu daerah tergantung dari beberapa faktor antara lain :

1. Jumlah, kepadatan serta aktivitas penduduk pada daerah tersebut makin besar
jumlah penduduk makin besar jumlah sampah yang diproduksi. Bila kepadatan
penduduk suatu daerah sangat tinggi, maka kemungkinan sampah diserap oleh
lingkungan secara alami akan berkurang, karena sempitnya atau tiadanya tanah-
tanah lapang yang memungkinkan penyerapan sampah tersebut. Sehingga dengan
demikian jumlah sampah yang dikumpulkan akan lebih besar.

Demikian pula di daerah-daerah yang aktivitas penduduknya tinggi, jumlah sampah yang
dikumpulkan juga akan meningkat.

1. Sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang dipakai. Sistem


pengumpulan dan pengangkutan sampah yang dipakai sangat mempengaruhi
jumlah sampah yang dikumpulkan. Pengumpulan sampah dengan gerobak, truk
dan Iain-lain akan berbeda dengan pengumpulan sampah memakai truk pemadat.

Adanya sampah yang dibakar atau dibuang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh
kontraktor sehingga tidak masuk da lam pencatatan Dinas Kebersihan, akan memberi
gambaran jumlah sampah yang lebih kecil dari jumlah produksi sampah yang
sebenarnya. Makin baik sistem pengumpulan dan pembuangan sampah, makin banyak
produksi sampahnya.

1. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali. Adanya
bahan-bahan tertentu pada sampah yang mempunyai nilai ekonomi, oleh
golongan tertentu akan diambil kembali untuk dijual. Sebagai contoh, pecahan
kaca/gelas, besi, plastik, kertas, karton dan Iain-lain yang masih mempunyai nilai
ekonomi yang lumayan akan diambil dan dikumpulkan untuk dijual kembali.

Dengan demikian, jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan akan berkurang. Hal ini
sangat tergantung pada harga pasaran dari bahan-bahan tersebut. Bila harga cukup
tinggi maka jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan boleh dikatakan sedikit sekali.
Tapi bi-la harga pasaran menurun maka sampah jenis- ini akan bertambah jumlahnya
untuk diolah.

1. Geografi.

Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah serta perubahan komposisi
sampah padat. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa di daerah pegunungan
sampah dari jenis kayu-kayuan akan meningkat, sedangkan di dataran rendah sampah
jenis pertanian mungkin menonjol, sedangkan daerah pantai sampah jenis kerang-
kerangan atau hasil-hasil laut yang banyak jumlahnya. Hal ini jelas erat hubungannya
dengan aktivitas penduduknya.

1. Waktu

Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (hari, minggu, bulan, dan
tahun).

Jumlah produksi sampah dalam satu hari bervariasi menurut waktu. Ini erat kaitannya
dengan kegiatan manusia sehari-hari misalnya di dapur, pasar, kan-tor, dan Iain-lain.
Umumnya pada pagi hari, jumlah sampah lebih sedikit dan akan meningkat antara jam
8.00 sampai jam 14.00 dan mencapai puncaknya sekitar jam 11.00 – 13.00. Kemudian
jumlahnya menurun sampai kira-kira jam 16.00.

Hal ini erat hubungannya dengan aktifitas sore hari di Indonesia seperti misalnya setelah
magrib pergi ke toko restoran, warung-warung dan Iain-lain disamping aktifitas makan
malam di rumah-rumah. Jumlah produksi dalam seminggu juga mengalami varia-si. Bila
kita asumsikan bahwa pengumpulan sampah dilakukan tiap hari maka jumlah sampah
hari Senin cukup tinggi dan menurun untuk hari Selasa, Rabu dan Kamis. Hari Jumat
sampah meningkat lagi sampai hari Minggu. Variasi jumlah produksi sampah itu
terutama berlaku di daerah perkotaan sedangkan di pedesaan variasinya tidak terlalu
berarti.

1. Sosial ekonomi.

Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah
termasuk adat istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat. Sebagai contoh jumlah
produksi sampah di daerah pusat kota jelas akan berbeda dengan jumlah produksi
sampah di daerah pinggiran kota. Di daerah yang telah maju jumlah produksi sampahnya
berbeda dengan daerah yang masih terkebelakang.

Juga tentang mental dan kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam cara
masyarakat tersebut mengelola sampahnya. Sampah yang terkumpul disana sini
mencerminkan kebudayaan serta martabat manusia serta bangsanya.

1. Musim/iklim

Faktor musim atau iklim akan mempengaruhi jumlah produksi sampah. Di Indonesia
misalnya, musim hujan kelihatannya sampah meningkat karena adanya sampah
terbawah oleh air. Dapat juga terjadi hal sebaliknya yaitu sampah yang terkumpulkan
dan terangkut jauh berkurang karena adanya kesulitan dalam mengumpu1kan sampah
padahal produksi sampah kenyataannya tetap. Jadi ada sebagian sampah yang tak
terangkut. Musim buah-buahan jelas meningkatkan jumlah produksi sampah di satu
daerah. Juga musim panen, musim liburan sekolah, hari raya dan Iain-lain.

1. Kebiasaan masyarakat.

Kebiasaan masyarakat di sini dapat diberi contoh, misalnya orang Jepang lebih senang
makan makanan mentah sehingga produksi sampah dari jenis ini jelas meningkat. Suku
Bali dengan adatnya yang banyak-melakukan sesajen, maka jumlah sampah akan lebih
banyak dari suku lain. Juga orang Minang dengan kebiasaan makan makanan khas
minang konon jumlah produksi sampahnya lebih tinggi.

1. Teknoiogi.

Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga meningkat. Sebagai
contoh, dulu tidak dikenal adanya sampah jenis plastik, tetapi sekarang
plastik menjadi masalah dalam pembuangan sampah.

Juga sampah berupa kardus, tong-tong, ataupun peti kemas yang besar. Da lam rumah
tangga dengan kemajuan teknologi sekarang ini sudah dapat dihasilkan sampah dalam
bentuk kulkas, AC, radio, televisi ataupun alat rumah tangga lainnya. Dengan kemajuan
teknologi pula, sistem pengangkutan dan pengumpulan sampah menjadi lebih efisien
sehingga dengan tenaga minimal, dalam waktu singkat sudah dapat mengumpulkan
sampah dalam jumlah besar. Namun demikian jumlah produksi sampah ini merupakan
resultan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini perlu diketahui karena erat
hubungannya dengan sistem pengelolaan sampah yang akan di1aksanakan.

1. Sumber sampah.

Jumlah produksi dan komposisi sampah jelas akan berbeda tergantung dari mana
sampah tersebut berasal. Sampah-sampah dari rumah tangga jumlah dan komposisinya
jelas berbeda dengan jumlah serta komposisi sampah dari pasar, dan berbeda pula
dengan sampah yang berasal dari industri.

Adapun sistem pengelolaan sampah khususnya di Indonesia telah ditetapkan


beberapa persyaratan sebagai berikut :

1. Penampungan atau pewadahan sampah hendaknya :


2. Setiap sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah.
3. Sampah-sampah yang cepat membusuk dan berbau sebelum ditampung di
tempat sampah agar dimasuk-kan dalam kantong kedap air dan diikat.
4. Tempat sampah yang dipakai untuk menampung sampah harus : (1) terbuat dari
bahan yang kedap air, tak mudah dilubangi tikus dan mempunyai permukaan
yang halus pada bagian dalamnya, (2) mempunyai tutup yang mudah dibuka dan
ditutup tanpa mengotori tangan, (3) mudah diisi dan dikosongkan serta mudah
dibersihkan.
5. Tempat sampah berupa bak beton permanen terutama di permukiman, tidak
dianjurkan.
6. Menampung sampah di tempat sampah tidak boleh melebihi 3 x 24 jam (3 hari).
7. Tidak diperkenankan membiarkan sampah yang dapat menampung air menjadi
tempat bersarangnya serangga.
8. Bila kepadatan lalat di sekitar sampah melebihi 20 ekor per blok grill, perlu
dilakukan pemberantasan dan perbaikan pengelolaan sampah.
1. Pengelolaan sampah setempat.

Upaya untuk mengurangi volume sampah dengan melakukan pemusnahan pada sumber
sampah, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Hanya dilakukan pada permukiman yang kepadatannya hanya 50 jiwa/ha.

b) Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.

c) Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang


galian tanah, jaraknya terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10 m.

1. Pengumpulan sampah.
1. Tidak diperbolehkan mengumpulkan sampah di luar bangunan tempat
pengumpulan sampah sementara.
2. Tempat pengumpulan sampah sementara (TF’S) harus
kedap air, bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila tidak sedang
diisi atau dikosongkan, serta mudah dibersihkan.
3. Penempatan tempat pengumpulan sampah sementara yaitu:

a) Tidak merupakan sumber bau dan sumber lalat dari rumah terdekat.

b) Dihindarkan sampah masuk dalam saluran air.

c) Tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan banjir.

1. Pengosongan sampah di tempat pengumpulan sementara harus dilakukan


minimal 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) hari.
2. Bila di tempat tersebut tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per blok grill
atau tikus terlihat pada siang hari maka harus dilakukan pengendalian .
3. Bila tempat pengumpulan sampah sementara berupa lokasi untuk pemindahan
sampan dari alat angkut kecil ke alat angkut besar maka :

a) Pengosongan sampan harus dilakukan secepat mungkin, dan tidak diperbolehkan


menginap.

b) Lokasi tersebut dijaga kebersihannya.

1. Pengangkutan sampah.
1. Alat pengangkutan sampah harus mempunyai wadah
yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan
penutup.
2. Setiap kendaraan keluar dari tempat pembuangan akhir sampah, harus
selalu dalam keadaan bersih.
3. Petugas yang mengangkut sampah harus menggunakan perlengkapan kerja
sebagai berikut :

a) Pakaian kerja khusus.

b) Sarung tangan yang terbuat dari bahan neophrene.

c) Topi pengaman.

d) Masker.

e) Sepatu boot/lars.

1. Pengolahan sampah.
1. Lokasi untuk pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :

a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, kebisingan, dan binatang pengerat
bagi permukiman terdekat.

b) Tidak menimbulkan pencemaran bagi sumber air baku, air minum.

c) Tidak terletak pada ‘daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.

1. Teknik pengolahan yang dilakukan dengan pembakar-an secara tertutup harus :


a) Emisi gas dan debu yang keluar dari cerobong harus memenuhi persyaratan baku
mutu lingkungan.

b) Dalam hal-hal tertentu dimana populasi lalat telah melampaui 20 ekor per
blok grill atau keberadaannya cukup mengganggu, harus dilakukan pengendalian.

c) Air bekas cucian alat harus diamankan agar tidak menimbulkan masalah
pencemaran.

1. Pembuangan akhir sampah.


1. Lokasi untuk tempat pembuangan akhir sampah harus memenuhi
ketentuan :

a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu5 kebisingan dan lalat bagi permukiman.

b) Tidak merupakan sumber pencemaran bagi sumber air baku untuk minum, dan
jarak sekurang-kurangnya 200 m atau lebih, tergantung pada struktur geologi setempat
serta jenis sampahnya.

c) Tidak terletak pada daerah banjir.

d) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi .

e) Tidak merupakan sumber ban, kecelakaan serta


harus memperhatikan segi estetika terhadap jalan besar atau jalan umum.

1. Pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir hendaknya :

a) Melakukan upaya agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa, tidak berkembangbiak dan
tidak menimbulkan bau.

b) Memiliki drainase yang baik dan lancar.

c) Tempat pembuangan akhir yang dipergunakan untuk membuang bahan


beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tenda dan tercatat di Kantor
Pemerintah Daerah.

d) Dalam hal tertentu dimana populasi lalat melebihi 20 ekor per blok
grill atau tikus terlihat pada siang hari atau ditemukan nyamuk
aedes. harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.

1. Pada tempat pembuangan akhir sampah harus disediakan alat keselamatan kerja
sebagai berikut : (a) Topi pengaman, (b) Sarung tangan bagi yang
berhubungan langsung dengan sampah, (c) Sepatu kerja, (d) Pakaian kerja
khusus yang harus dipakai oleh petugas/orang yang terlibat dalam pengelolaan
sampah.
2. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat PPPK.
3. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat pemadam kebakaran
baik berupa tabung pemadam kebakaran maupun hydran.
4. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia fasilitas untuk mencuci
kendaraan pengangkut sampah.
5. Tempat pembuangan akhir sampah setelah tidak dipergunakan lagi sebagai
tempat pembuangan sampah maka tidak boleh digunakan sebagai
lokasi permukiman dan sumber air bersih.

E. TENTANG SARANA AIR BERSIH.

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Berbagai kegunaan air bagi
kehidupan manusia, seperti untuk minum, mandi, mencuci, memasak dan sebagai-nya.
Selain itu untuk keperluan umum, air juga dibutuhkan untuk keperluan pertanian,
industri, olah raga serta kegiatan-kegiatan lain.

Oleh karena air merupakan kebutuhan vital yang diperlukan manusia setiap saat, maka
kehidupan dan aktivitas manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan air. Untuk
itu hendaknya setiap sarana aktivitas seper-ti permukiman, perkantoran dan lain-lain
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat bagi peruntukannya.

Khusus untuk suatu permukiman, keberadaan sumber air merupakan suatu syarat
mutlak untuk menunjang kehidupan warganya. Di kota-kota besar pada umumnya telah
memiliki sarana air bersih berupa air ledeng yang dikelola oleh suatu Perusahaan Air
Minum (PAM) . Namun yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan yang dimiliki
oleh PAM tersebut sehingga masih sebahagian kecil warga kota yang dapat menikmati
sarana air bersih tersebut.

Dengan terbatasnya kemampuan sarana air bersih yang dikelola oleh PAM, maka
sebagian warga kota utamanya yang bermukim di wilayah pinggiran kota memenuhi
kebutuhannya akan air melalui sumber-sumber lain. Ada beberapa sarana untuk
memperoleh air bersih yang biasa digunakan di masyarakat, antara lain berupa air hujan,
sumur terbuka, sumur pompa dan lain-lain.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


416/Men.Kes/Per/IX/1990, Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan da-pat langsung diminum, sedang air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak.

Air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah :

1. Syarat kuantitas

Kebutuhan air untuk daerah perkotaan yaitu 100 – 150 1iter/orang/hari, sedangkan
kebutuhan air untuk daerah pedesaan yaitu 60 1iter/orang/hari.

1. Syarat kualitas
2. Fisik : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
3. Kimiawi : tidak mengandung zat-at yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat
beracun, dan tidak mengandung mineral-mineral seperti zat organik lebih
tinggi dari jumlah yang telah ditentukan.
4. Mikrobiologi : tidak mengandung bibit penyakit, tidak
mengandungEscherichiacoli, bakteri saprofit yang jumlahnya melebihi syarat
yang telah di-tentukan dalam setiap 100 ml air.
5. Radioaktif : Harus bebas dari unsur-unsur radioaktif seperti sinar alfa dan beta.

Berdasarkan sumbernya, air dapat dibagi atas :

1. Air presipitasi, misalnya : air hujan, salju, embun.


2. Air tanah dangkal, misalnya : air sumur dangkal, air sumur pompa tangan, mata
air dangkal.
3. Air tanah dalam, misalnya : air sumur dalam, mata air dalam.
4. Air permukaan, misalnya s air laut, air sungai, air danau, air empang.

Berdasarkan sifatnya, air dapat dibedakan atas :

1. Protective water supply (terlindung ) , terdiri dari : (a) perpipaan, (b) sumur
pompa tangan, (c) sumur artesis, (d) penampungan air hujan, dan (e)
perlindungan mata air.
2. Non protective water supply (tidak terlindung).

Misalnya sumur gali, sungai, danau dan sebagainya.

Oleh karena sumber air yang terbanyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah
sumur, maka berikut ini dikemukakan beberapa penjelasan tentang syarat suatu sumur
yang memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut:

1. Syarat lokasi
2. Untuk menghindari pengotoran, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur
dengan cubluk, lobang galian sampah, lobang galian air limbah dan sumber-
sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan
kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan jaraknya tidak boleh kurang
dari 10 m.
3. Dibuat di tempat yang ada airnya di dalam tanah.
4. Jangan dibuat di tanah rendah yang mungkin terendam bila banjir.
1. Syarat konstruksi
2. Dinding sumur 3 m dalamnya dari permukaan tanah dibuat dari tembok
yang tidak tembus air (disemen), .agar bila ditimba dinding sumur
tidak runtuh.
3. 1,5 m dinding berikutnya (sebelah bawah) dibuat dari batu bata yang tidak
ditembok, untuk perembesan
4. Kedalaman sumur dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun musim kemarau.
5. Di atas tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan dan untuk keselamatan.
6. Lantai sumur di tembok 1,5 m lebarnya dari dinding sumur dibuat agak
miring dan. ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah.
7. Dasar sumur diberi kerikil agar tidak keruh bila ditimba.
8. Permukaan tanah di sekitar bangunan sumur dibuat miring untuk
memudahkan pengeringan.
9. Saluran pembuangan air limbah di sekitar sumur hendaknya ditembok
sepanjang 10 m.

F.TENTANG JALAN LINGKUNGAN.

Terdapat bermacam-macam jenis jalan yang melintas baik di kota maupun desa menurut
bentuk, jenis penggunaan maupun kelasnya. Oleh karena ruang lingkup pembahasan ini
terbatas pada keadaan jalan di permukiman kumuh maka pembicaraan diarahkan
pada jalan-jalan yang sering dijumpai di pedesaan atau pinggiran kota. Jalan yang
sering dijumpai di tempat seperti ini terdiri dari :

1. Jalan lingkungan

Adalah jalan yang menghubungkan antara kelompok rumah satu dengan kelompok
rumah lain, atau dari kelompok rumah ke pusat-pusat pelayanan umum. Secara
konstruktif jalan ini bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.

1. Jalan setapak
Adalah jalan yang menghubungkan antara rumah dengan rumah atau antara jalan
lingkungan dengan fasilitas lingkungan.

Secara konstruktif jalan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor.

1. Trap pada tanah

Pada permukaan tanah yang miring atau yang biasa terdapat di daerah pegunungan
untuk mempermudah orang mendaki dan menjaga agar daerah tersebut tidak longsor
maka dihalangi dengan cara pembuatan trap penahan. Penahan bisa dibuat dari berbagai
macam bahan tergantung dari keadaan setempat.

Syarat-syarat pembuatan/pengadaan jalan adalah sebagai berikut :

1. Semua jalan harus diperkeras, dapat dengan sirtu (pasir-batu), susunan batu yang
dipadatkan, pasangan batu/bata, beton rabat atau diaspal, sehingga jalan cukup
mantap untuk menerima beban di atasnya dan menghindari timbulnya debu.
2. Muka jalan harus rata (tidak bergelombang), dengan kemiringan badan jalan
tertentu agar tidak ada air yang tergenang di tengah jalan.
3. Badan jalan harus lebih tinggi dari bahu jalan, agar air dari badan jalan dapat
mengalir dengan lancar ke arah parit at.au selokan.

Kemiringan bahu jalan + 1 : 30 agar aliran air cukup lancar, tetapi tidak menggerus tanah
bahu jalan yang dapat merusak konstruksinya.

1. Jalan harus dilengkapi dengan selokan atau parit untuk menampung air dari
jalan dan mengalirkannya searah dengan jalan, kemiringan selokan minimal
1:50.
2. Jarak antara jalanan dengan bangunan di kanan kirinya harus cukup (minimal
jarak sisi luar selokan dengan bangunan sama dengan jarak antara sisi luar
selokan dengan jalan), agar aktivitas dari jalan tersebut tidak mengganggu
aktivitas di kanan kiri jalan (suara, debu dan benturan fisik).
3. Di sepanjang jalan harus ditanam pohon-pohon untuk peneduh dan penguat jalan
dari kemungkinan kikisan air.
4. Pada jalan tanjakan/turunan harus dibuat sub drain (saluran pembuangan di
bawah perkerasan jalan) yang melintang jalan pada jarak-jarak
tertentu (tergantung landai jalan), biasanya antara 15-25 m.
5. Untuk pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan jalan berdasarkan
keadaan geografisnya seperti daerah dataran rendah, daerah pegunungan, daerah
pantai. , pasangan surut dan sebagainya, harus memperhatikan hal-hal yang
disarankan sebagai berikut :
a) Daerah pantai

Konstruksi jalan harus disesuaikan dengan kondisi pantai, khususnya terhadap air asing
yang dapat merusak pasangan dan logam.

b) Daerah dataran

Pengaruh air dalam badan jalan, air ini biasanya timbul karena : (a) air tanah tinggi, (b)
letak sawah/kebun kanan kiri jalan lebih tinggi dari jalan, dan (c) adanya kumpu1an-
kumpu1 an air (dalam tanah), biasanya terdapat di. kaki-kaki tanjakan atau turunan.

c) Daerah pegunungan: (a) pada daerah/tempat-tempat tanjakan/ turunan, agar lebih


aman sebaiknya dibuatkan undakan atau tangga, (b) untuk mencegah longsor tepi jalan
yang berlereng agar dipasang turap/penguat dari bambu, kayu, pasangan atau tanaman,
sehingga tanah menjadi stabil dan mantap, dan (c) kalau mungkin bisa dengan cara gali
dan uruk setempat.

d) Daerah pasang surut : (a) tiang/kayu penyanggah jalan/jembatan, agar awet dipilih
jenis yang baik (keras, tua umumnya dan tidak cacat), (b) jalan harus diberi pagar
pengaman agar tidak berbahaya bagi anak kecil atau pejalan di malam hari dan (c) dalam
jangka panjang sebaiknya kayu penyangga jalan diganti dengan beton bertulang yang
mempunyai ketahanan tinggi .

G. TENTANG DRAINASE.

Saluran pembuangan air limbah yang ada di setiap rumah perlu disalurkan ke bidang
penerima yang disebut selokan/parit (bisa terbuka)/ gorong-gorong yang dibuat di
sepanjang kanan kiri jalan. Saluran bisa merupakan saluran terbuka atau tertutup yang
aliran airnya menuju ke sungai, danau atau saluran yang lebih besar yang akhirnya
menuju ke suatu tempat yang jauh dari permukiman .

Ada 3 (tiga) macam selokan/parit yang sering di-jumpai yaitu :

1. Selokan yang terbuat dari tanah


2. Selokan yang terbuat dari batu bata
3. Selokan yang terbuat dari buis beton.

Adapun syarat-syarat pengadaan/pembuatan selokan/parit adalah :

1. Pengadaan/pembuatan parit harus lebih rendah dari badan jalan, agar air dapat
mengalir dengan lancar ke arah samping kanan kiri jalan, untuk selanjutnya
ditampung dan dialirkan melalui gorong-gorong menuju ke sungai.
2. Karena pembuatan saluran bisa berupa pipa buis beton, maka harus dijaga
jangan sampai disumbat oleh sampah sehingga untuk itu lubang-lubang
harus cukup besar dan da lam.
3. Saluran pembuangan di kanan kiri jalan ini harus cukup dalam, minimum 0,75 –
1.00 m dengan lebar (garis tengah) minimum 0,75 – 1,5 m.

Untuk pengembangan parit/selokan sebaiknya disesuaikan dengan jalan dan air limbah
yang di tampungnya. Sedangkan pemeliharaannya, selain untuk konstruksinya sendiri
juga untuk pemeliharaan terhadap kelancaran air limbah. Misalnya dengan mengangkat
lumpur pada waktu periode tertentu.

H. PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT.

Tingkat ketersediaan, 5arana perumahan serta infrastruktur pada kawasan permukiman


kumuh masih berada jauh di bawah standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk
suatu permukiman sederhana. Hal ini disebabkan oleh buruknya keadaan beberapa
Prasarana yang ada di dalam permukiman itu .

1. prasarana yang memerlukan perhatian dan prioritas utama dalam upaya


pembenahan permukiman kumuh adalah sarana persampahan, jalan lokal serta
saluran drainase. Sedangkan untuk prioritas utama hendaknya ditujukan pada
sektor sarana persampahan, jalan lokal, drainase dan sarana
perumahan. Sektor-sektor yang perlu mendapat prioritas utama di atas adalah
termasuk komponen permukiman yang sangat vital, sedangkan
dalam penataannya dewasa ini masih dalam kondisi jauh dari yang diharapkan.
2. 2. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih
besar untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi
kekumuhan permukimannya adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan
penduduk, tingkat penghasilan dan jumlah anggota keluarga pada setiap rumah
tangga, Ketiga faktor tersebut di atas ternyata masih dalam keadaan yang
memprihatinkan karena masih jauh di bawah garis standar yang diharapkan .

Pada bagian akhir tulisan ini dikemukakan beberapa saran berupa langkah-langkah
penanggulangan pemukiman kumuh sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kondisi permukiman kumuh pada keadaan yang lebih baik
maka disarankan kepada pihak yang berkompeten agar setiap langkah perbaikan
senantiasa didasarkan pada skala prioritas yang disusun berdasarkan hasil
penelitian yang akurat. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan pada
permukiman kumuh tersebut dapat ditangani secara sistematis dan tepat guna.
2. Diperlukan adanya keterlibatan pihak swasta untuk ikut menangani
permasalahan permukiman kumuh terutama pada sektor-sektor tertentu. Antara
lain dalam pengadaan sarana air bersih, sektor persampahan dan sebagainya.
Untuk itu disarankan agar pihak yang berkompeten dapat lebih merangsang
tumbuhnya keinginan pihak swasta untuk ikut memikirkan perbaikan kondisi
permukiman kumuh itu.
3. Kebijaksanaan pengembangan tata ruang yang telah dituangkan ke dalam Perda
No. 6 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota hendaknya menjadi dokumen
acuan dalam pembangunan kota. Dengan demikian peranan pemerintah kota
sangat menentukan untuk merencanakan, mengawasi dan mengendalikan
pertumbuhan kawasan tersebut agar tidak tumbuh lebih semrawut. Peraturan
lebih lanjut dapat dijabarkan melalui peraturan pola tata guna lahan, peraturan
garis sempadam bangunan dan garis sempadam
jalan, peraturan garis sempadam
sungai dan pantai serta pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
4. Agar pemerintah kota menutup lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah kota
yang sekian lama dialokasikan pada kawasan tersebut. TPA yang ada pada
kawasan tersebut disamping mencemarkan kawasan pantai,
juga memberi peluang bagi penduduk untuk menguasai tanah dan mendirikan
gubuk-gubuk liar di atasnya.
5. Untuk menanggulangi dan menangani kondisi pemukiman
kumuh pada kawasan selebihnya, dapat dikemukakan langkah-langkah
pengaturan sebagai berikut :

Perumahan

1. Secara bertahap dilakukan pembangunan rumah susun permanen untuk


menampung penduduk dan penghuni yang jumlahnya cenderung semakin
meningkat. Konsep pembangunan rumah susun itu didasarkan pada space
(ruang) yang tersedia sangat terbatas, sedangkan jumlah penduduk terus
meningkat.
2. Memindahkan sebagian besar penduduk kawasan permukiman kumuh ke lokasi
lain, misalnya di daerah pinggiran kota yang ruangnya masih cukup untuk
permukiman.

Persampahan

Khusus untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki jalan lokal yang relatif
sempit, karena itu belum terjangkau oleh pelayanan armada sampah, maka untuk
mengatasinya perlu dilakukan perencanaan yang meliputi motivasi dan kesadaran
masyarakat terhadap “sadar kebersihan” mendorong memobilisasi dana dan tenaga
masyarakat setempat dalam proses pengumpulan sampah mulai dari tingkat rumah
tangga sampai pada tiap-tiap TPS pada masing-masing kelurahan untuk selanjutnya
diangkut oleh armada sampah kota. Pengembangan swadaya masyarakat dapat
dilakukan melalui Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

Jalan Lokal

Mengingat bahwa fungsi jalan lokal itu sangat penting terutama dalam peningkatan
penyelenggaraan ekonomi, mobilitas penduduk dan kemudahan menjangkau jika terjadi
bahaya kebakaran, maka perlu dilakukan penataan kembali (pelebaran dan peningkatan
kualitas). Pembangunan jalan di kawasan kumuh pada dasarnya tidak dapat dilepaskan
dengan sistem drainase.

Drainase

Pada prinsipnya pembangunan drainase adalah tanggung jawab pemerintah daerah,


namun sejauh mungkin dapat pula ditempuh penggalangan masyarakat berdasar pola
kemitraan, misalnya bahan bangunan disediakan oleh pemerintah daerah, sedangkan
pekerjaannya diserahkan kepada masyarakat.

Air Bersih

Mengingat bahwa kebutuhan air bersih para penduduk dewasa ini sebagian besar
diperoleh dengan jalan membeli, halmana berarti mengurangi penghasilan (menambah
pengeluaran). Untuk mengatasi belum tersedianya suplay air bersih di kawasan
permukiman kumuh, maka perlu dilakukan perencanaan tentang jaringan distribusi dari
Perusahaan Air Minum (PAM).

Masalah permukiman kumuh yang dihadapi oleh semua kota-kota besar yang dampak
negatifnya cukup dirasakan kurang menunjang pembangunan kota baik secara ekonomi
(kemiskinan) ataupun masalah sosial (pengangguran, tingkat kematian, dll).

Secara tata ruang, tingkat pemanfaatan ruangan sangat tidak sesuai dengan perencanaan
kota. Dalam hubungan ini diperlukan suatu rencana penanggulangan permukiman
kumuh yang sifatnya menyeluruh antar sektor dan antar instansi. Antar sektor meliputi
sarana dan prasarana kota dan sarana penunjang. Antar instansi meliputi pemerintah
daerah, departemen PU dan instansi lain yang terkait.

Rencana penanggulangan permukiman kumuh ini merupakan perluasan


dari Peremajaan kota, sehingga dimensi perencanaan penanggulangan permukiman
kumuh direncanakan lebih luas dari program yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Dalam pengadaan dana dalam implementasinya diusahakan untuk mengembangkan
pola kemitraan yaitu antara Pemda, masyarakat setempat dan pihak swasta.

Memahami bahwa permasalahan permukiman kumuh di kota-kota besar telah


menimbulkan dampak yang negatif terhadap aspek ekonomi, sosial maupun tata ruang
kota, maka diperlukan selain rencana induk penanggulangan kawasan kumuh juga perlu
dilakukan berbagai kajian yang bersifat akademis tentang seberapa besar dan luas
dampak permukiman kumuh terhadap taraf hidup masyarakat serta langkah-langkah
penanggulangannya.

Dalam hal peningkatan partisipasi masyarakat untuk menanggulangi kekumuhan


permukimannya, disarankan agar sektor pendidikan/ pengetahuan dan jumlah anggota
keluarga menjadi sasaran utama dalam upaya penanganan. Disarankan pula agar upaya
tersebut dilakukan secara terpadu melalui suatu team atau kelompok yang khusus
dibentuk untuk bertugas di kawasan permukiman kumuh dan terdiri dari beberapa
bidang keahlian yang dibutuhkan.

DAFTAR BACAAN

Adisasmita, R. 1989. Ekonomi Perkotaan. Fakultas Pasca-sarjana Universitas


Hasanuddin, Ujung Pandang.

Amiruddin. 1970. Pedoman Standar Minimum untuk Perencanaan Perumahan Rakyat,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Bintoro, R ,: 1984. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Blaag, W. 1986. Perencanaan Pembangunan Permukiraan. PT. Garamedia, Jakarta.

Budihardjo. 1984. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota.. Alumni, Bandung.

Canter, L. W. 1977. Environmental Impact Assessment. University of Oklahoma,


Norman.

Harianto. 1987. Perumahan Rakyat. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Hidayat, A. 1986. Pedoman Untuk Pembangunan Perumahan Sederhana. Departemen


Pekerjaan Umum, Jakarta.

Hurlock. E. B. 1972. Child Development. licBraw Hill Kogakusha, Tokyo.

Kusnopranoto. 1985. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia, Jakarta.

McAndrew. 1983. Permukiman di Asia Tenggara Transmigrasi di Indonesia. Gajah


Mada University Press, Yogyakarta.

Mochtar. 1989. Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman Kota. Yayasan


Penyelidikan Masalah Bangunan, Jakarta.
Reksohadiprodjo. 1984. Perumahan dan Kebutuhan Hidup Hanusia. Ghalia Indonesia,
Jakarta.

Salim, E. 1985. Ekologi Kota. Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
Jakarta.

————— 1987. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES, Jakarta.

Soemadi. 1990. Kebijaksanaan Pembangunan Pemukiman di Perkotaan dan Peremajaan


Pemukiman Kumuh Kantor Menteri Perumahan Rakyat, Jakarta.

Soeriaatmadja, R. 1985. Butir-Butir Tata Lingkungan. Bina Aksara, Jakarta.

Soemarwoto, Q. 1987. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit


Jambatan, Jakarta.

Suparlan. 1986. Permukiman dan Pembangunan. Departemen Pekerjaan Umum,


Jakarta.

Suwahyo. 1990. Kotamadya Ujung Pandang Menuju Kota Bersinar. Kantor


Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ujung Pandang, Ujung Pandang.

Suratmo, G. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 6ajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Umar, A. 1986. Aspek Kesehatan Penyediaan Air Minum Lephas Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.

————– 1990. Dampak Pemukiman Kumuh Terhadap Kesehatan Masyarakat, Ujung


Pandang.

Wasito, S. 1989. Dampak Perbaikan Air Minum Pada Kesehatan Anak. Tinjauan dari Segi
Kejadian Diare dan Hubungannya dengan Kebiasaan Membuang Kotoran dan Sampah.
Bulleting Kesehatan, Vo. 16, Jakarta.

Zen, M. 1982. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. PT. Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai