DI SUSUN OLEH :
BERKAT IDAMAN TELAUMBANUA
(160320015)
DOSEN :
IR. RAIMUNDUS PAKPAHAN M.T.
A.Latar Belakang
Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi, maka masalah
pembangunan dalam hal ini penyediaan sarana permukiman menjadi semakin
mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya
pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang tinggi dibarengi dengan
terjadinya kecenderungan meningkatnya pembangunan industri baru menyebabkan
bertambahnya beban bagi lingkungan perkotaan. Pembukaan industri baru
menyebabkan semakin berkurangnya lahan untuk permukiman. Tingginya harga tanah
di pusat kota serta rendahnya pendapatan perkapita menyebabkan masyarakat
cenderung mencari areal permukiman di daerah pinggiran kota dengan lingkungan
yang tidak memadai serta sarana penunjang yang sangat minim.
Sebagai konsekwensi dari keadaan di atas maka banyak orang yang terpaksa
membangun di atas tanah yang tidak direncanakan semula. Keadaan itu menjadikan
lingkungan perumahan tidak teratur dan tidak memiliki prasarana yang jelas seperti
jalan lingkungan, sumber air bersih, saluran pembuangan air kotor, persampahan dan
sebagainya.
Suatu daerah permukiman yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan
menimbulkan berbagai masalah baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan dan
kenyamanan, maupun dari segi hukum yang berlaku. Dengan demikian maka tidaklah
mengherankan jika pada suatu permukiman kumuh timbul berbagai kasus dengan
jumlah dan jenis yang cukup tinggi.
Walaupun keadaan seperti di atas telah dipahami sepenuhnya oleh semua pihak yang
berkompeten, namun kemampuan untuk mengatasinya masih sangat dibatasi oleh
berbagai faktor. Akibatnya keadaan seperti itu masih banyak dijumpai bukan saja di
daerah-daerah perkotaan, akan tetapi juga pada daerah pedesaan. Di kota-kota besar
permukiman kumuh tumbuh secara liar pada umumnya di wilayah pinggiran kota atau
pada daerah permukiman lama yang tidak terkendali dengan baik. Juga
banyak ditemukan di tempat-tempat yang sebelumnya bukan merupakan wilayah
permukiman, namun setelah terjadi perkembangan yang tumbuhan kota maka tempat
tersebut berubah menjadi wilayah permukiman yang tumbuh secara liar. Keadaan
seperti itu biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat pembuangan sampah kota,
atau pada daerah yang berawa-rawa dan telah ditimbuni.
Pembangunan perumahan rakyat dewasa ini memang mendapat perhatian yang besar
dari pemerintah dalam rangka memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Pembangunan rumah rakyat di prioritaskan pada masyarakat yang berpenghasilan
rendah, mengingat kebutuhan mereka akan tempat tinggal yang mendesak, terutama
di daerah perkotaan sehingga dapat dihindari tumbuhnya permukiman. Permukiman
kumuh yang lebih banyak lagi.
Kota Makassar yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, tidaklah lepas dari
permasalahan permukiman kumuh seperti yang dikemukakan di atas. Perkembangan
dan pertumbuhan kota Makassar yang cukup pesat akhir-akhir ini, di samping
memperlihatkan hasil yang positif juga menimbulkan masalah-masalah bagi
pemerintah daerah, misalnya arus urbanisasi yang tinggi, kondisi perumahan yang
belum memenuhi standar dan syarat kesehatan (utamanya di bagian kota lama),
penggunaan tanah kota yang semrawut lalu lintas kurang teratur, banjir yang terjadi
setiap tahun, pengelolaan sampan yang belum mantap, air bersih yang masih terbatas,
jalan-jalan masih banyak mengalami kerusakan dan masalah-masalah lain yang
merupakan dampak hasil pembangunan.
Dari sekian banyak permasalahan yang dikemukakan di atas, salah satu diantaranya
yang cukup menarik dan menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah
permasalahan tentang permukiman kumuh yang akhir-akhir ini tumbuh semakin pesat.
Tercatat hampir semua kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Makassar
memiliki daerah permukiman yang kumuh.
Salah satu wilayah kota Makassar yang merupakan tempat tumbuhnya beberapa
permukiman kumuh yaitu di Kecamatan Mariso, khususnya pada pesisir pantai wilayah
itu. Di wilayah tersebut penduduk setempat berusaha menimbun pantai dengan sampah
kemudian mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya. Sehingga dengan pesat tumbuhlah
lingkungan permukiman yang padat dan tak teratur.
Para penghuni permukiman kumuh bersikeras menempati tempat itu karena
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk tetap hidup dan tinggal di kota.
Kawasan hunian mereka yang terletak di tengah atau di pinggiran kota memberikan
aksesibilitas terbaik untuk menuju ke tempat kerja atau tempat mencari nafkah. Oleh
karena itu umumnya mereka bekerja atau mencari nafkah di sektor informal yang
tempatnya di tengah atau di pinggiran kota. Oleh sebab itu peremajaan lingkungan yang
menggusur mereka tidak akan menjawab permasalahan, sebab mereka akan kehilangan
akses menuju tempat pekerjaan gilirannya akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial
.
Pemerintah Kota Makassar sebagai unsur pengatur kehidupan kota mempunyai tugas
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi pengembangan dan penataan
kehidupan kota. Untuk itu guna mengatur perkembangan dan tata kehidupan kota
diperlukan suatu program yang dapat memberikan garis petunjuk bagi pelaksanaannya.
Kota Makassar dengan berbagai program kota, diharapkan dapat menghimpun dan
mengarahkan segala sumber daya yang ada. Peranserta segenap instansi pemerintah
serta semua lapisan masyarakat sangat dibutuhkan. Sumbangan fikiran, tenaga dan dana
sangat diperlukan di dalam menunjang program ini? mulai dari perencanaan sampai de-
ngan pelaksanaannya. Karena dengan keterpaduan semua pihak yang terkait, maka
diharapkan program kota dapat. terlaksana dengan baik.
Salah satu komponen dalam program kota yaitu masalah kesehatan. Program
pelaksanaannya dititikberatkan pada penyehatan- lingkungan permukiman melalui
swasembada masyarakat demi tercapainya tujuan pembangunan nasional, yakni
terbinanya manusia Indonesia seutuhnya yang sehat fisik, mental maupun keadaan
sosialnya. Untuk menciptakan kesempatan hidup sehat bagi masyarakat dimanapun
mereka berada, sangat erat hubungannya dengan upaya peningkatan mutu lingkungan
hidup dan perubahan perilaku kesehatan.
Seperti diketahui bahwa hidup di lingkungan dengan fasilitas yang serba kekurangan
membuat para penghuni harus hidup dengan cara di luar syarat kesehatan. Kebutuhan
air bersih misalnya, akan dipenuhi dengan menggunakan secara bersama-sama sumur
yang tersedia dan digunakan oleh beberapa keluarga. Cara menggunakan sumber air
seperti ini sangat sulit dipertanggungjawabkan guna menjamin mutu sumber air yang
bersangkutan. Di samping itu, kebiasaan lain yang merupakan kebiasaan bawaan dari
kampung halaman sebelumnya adalah membiarkan anak-anak mereka membuang tinja
sembarang tempat dan di malam hari para orang dewasapun ikut pula berbuat seperti
itu. Untuk merubah cara hidup seperti ini diperlukan proses alih perilaku kesehatan dan
membutuhkan waktu yang cukup lama serta pendekatan yang lebih bijaksana.
Masyarakat kota Makassar termasuk masyarakat golongan yang senang jajan. Bila mutu
lingkungan hidup tidak diperhatikan dalam bentuk tersedianya air sehat yang memadai
serta tersedianya jamban yang bersih, sehat dan terawat rapih, dapat menyebabkan
timbulnya pencemaran dan berbagai macam penyakit terjadi pada lingkungan
permukiman kumuh.
Manusia sebagai makhluk sosial hidup bersama dengan makhluk lainnya. Karena itu
kemudian muncullah kelompok-kelompok rumah yang dinamakan permukiman. Rumah
sebagai suatu bangunan merupakan bagian dari suatu permukiman yang utuh.
Pengertian tentang permukiman telah dikemukakan deh beberapa ahli antara lain
mengemukakan bahwa, permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manu-
sia agar dapat hidup secara. lebih mudah dan lebih baik, memberi rasa bahagia dan rasa
aman dan mengandung kesepakatan untuk membangun manusia seutuhnya.
Selanjutnya dalam definisi lain dikemukakan bahwa suatu permukiman dapat dilihat
sebagai suatu dunia tersendiri dimana para warganya menemukan identitas mereka,
merasa aman, merasa sebagai makhluk sosial, dan dapat ia menyalurkan naluri untuk
berkembang biak menyambung keturunannya.
Untuk dapat menilai bahwa suatu permukiman sehat atau tidak perlu didasarkan pada
karakteristik daerah permukiman yang merupakan standar yang telah disepakati.
Karakteristik atau standar itu didasarkan pada beberapa aspek yaitu :
1. Keadaan fisik perumahan yang meliputi organisasi ruang, ukuran ruang, bahan
bangunan, ventilasi dan sebagainya.
2. Fasilitas jalan lingkungan, baik berupa jalan utama, jalan menengah ataupun jalan
lokal.
3. Fasilitas persampahan, meliputi tempat penampungan, pembuangan sementara
maupun pembuangan akhir, termasuk sistem pengelolaannya.
4. Fasilitas air bersih meliputi ketersediaan, cara memperoleh maupun sistem
pengelolaannya.
5. Sarana pembuangan air kotor, meliputi kualitas saluran kemampuan serta sistem
kerjanya.
6. Fasilitas-fasilitas sosial lainnya yang merupakan kebutuhan penghuni
permukiman, antara lain sarana peribadatan, pendidikan, tempat bermain anak,
dan sebagainya.
Pada kenyataannya banyak wilayah permukiman yang kondisi atau keadaannya berada
di bawah standar yang telah ditetapkan. Keadaan seperti itu terutama banyak dijumpai
pada negara-negara yang sedang berkembang. Terbentuknya permukiman-permukiman
yang tidak memenuhi standar tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk
yang sulit terkendali. Selain itu terjadinya arus urbanisasi yang cukup tinggi telah
menimbulkan berbagai masalah di sektor permukiman tersebut. Sebagai akibat dari
proses di atas maka terbentuklah permukiman-permukiman yang tidak dapat terkendali
dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, dan lebih dikenal dengan nama
permukiman kumuh.
Ciri-ciri lain permukiman kumuh adalah letak dan bentuk perumahan yang tidak teratur,
sarana dan infrastruktur kota sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada sama sekali,
tingkat pendidikan rendah, pendapatan rumah tangga dan pendapatan penduduk
rendah, serta kebanyakan bekerja di sektor informal. Dalam keadaan seperti ini
mengakibatkan tingkat berfikir dan daya kreasi yang kurang dan sulit menerima sesuatu
yang baru seperti pembangunan ke arah perbaikan lingkungan permukiman itu sendiri .
Dari kebutuhan dasar manusia yaitu sandang, pangan dan papan (perumahan) saja
masih sulit dipenuhi oleh masyarakat permukiman kumuh. Hal ini dikarenakan oleh
pendapatan yang rendah sehingga rumah murahpun sulit mereka miliki. Untuk
memenuhi kelangsungan hidup masyarakat permukiman kumuh mereka membuat
rumah darurat dari bahan-bahan seadanya misalnya papan bekas, karton, seng bekas
dan sebagainya.
Apabila diperhatikan lebih jauh tentang ciri perwakilan kumuh yang secara menyeluruh
lingkungan ini nampak jelas perbedaannya dengan lingkungan hunian lainnya. Soemadi
mengemukakan beberapa ciri yang menonjol da lam suatu permukiman kumuh adalah
sebagai berikut :
Pada setiap perencanaan dan pembangunan kota selalu diupayakan untuk menata
kembali letak dan kondisi berbagai lokasi permukiman. Lokasi-lokasi permukiman baru
yang layak juga telah banyak yang dibangun, namun akibat kesenjangan sosial ekonomi
di antara warga kota, maka terjadi pula kesenjangan dalam menghuni permukiman baru
tersebut. Warga yang tidak beruntung akan tetap menghuni permukiman yang kumuh.
Pertumbuhan sektor industri, ekonomi dan perdagangan secara pesat di satu pihak telah
membuka banyak kesempatan kerja namun di lain pihak juga telah
menimbulkan berbagai masalah bagi lingkungan. Semakin menyempitnya lahan di
perkotaan membawa dampak yang sangat besar bagi sektor pemukiman. Pergeseran
penduduk ke daerah pinggiran kota merupakan awal terbentuknya permukiman liar dan
tak terkendali, yang pada akhirnya bermuara pada lahirnya permukiman kumuh.
Suatu hal penting dikemukakan bahwa salah satu penyebab meningkatnya permukiman
kumuh di perkotaan ada-lah tingginya arus urbanisasi dari tahun ke tahun. Daya tarik
kota tetap saja merupakan faktor penyebab banyaknya orang-orang desa yang mengadu
nasib untuk hidup di kota, walaupun pada umumnya tanpa tujuan yang jelas. Pada
kenyataannya pat«a warga desa yang masuk ke kota pada umumnya memilih daerah
pinggiran kota untuk tempat tinggalnya. Keadaan ini cukup berperan dalam percepatan
tumbuhnya suatu permukiman kumuh di pinggiran kota terse but .
Rumah merupakan institusi budaya, bukan saja sebagai hasil kegiatan manusia tetapi
juga karena peranannya sebagai tempat dalam menampung, menyalurkan dan
pengembangan usaha serta langkah menuju perbaikan taraf hidup manusia. Dengan
demikian rumah dapat dilihat sebagai pusat kegiatan budaya: rumah ter-wujud dalam
proses pemikiran dan tingkah laku. Selanjutnya ditekankan lagi bahwa rumah
menunjukkan tempat tinggal , merupakan mediasi antara manusia dengan dunia,
dimana manusia dapat menemukan kembali kekuatannya se-telah lebih dahulu
melakukan pekerjaan yang melelahkan dan menghabiskan energi. Rumah juga
memberikan keamanan, ketenangan hidup, kemesraan dan kehangatan hidup serta
memberikan kebebasan dalam arti pencapaian kebebasan social dan psikologis.
Harianto mengemukakan bahwa rumah bukannya sekedar tempat terlindung dari terik
matahari, hujan, angin dan cuaca buruk lainnya tetapi juga harus bisa memberikan
kenyamanan dan ketenteraman bagi para penghuninya.
Pada dasarnya rumah yang layak merupakan impian bagi semua orang. Bagaimana
ukuran suatu rumah yang dikatakan layak adalah sukar diberikan rumusan. Masing-
masing orang akan memberikan pendapat yang berbeda sesuai tingkat kemampuan,
kondisi dan pengalaman seseorang. Sebab itu ukuran kelayakan adalah relatif tergantung
pada pribadi masing-masing. Namun demikian dalam tulisan ini dikemukakan sesuatu
pengertian tentang rumah yang layak sebagai berikut.
Rumah yang layak adalah rumah sehat, cukup kuat, biaya yang terjangkau, bentuknya
indah dengan ruangan yang cukup, serta berdiri di atas lingkungan yang te-pat. Rumah
yang sehat adalah rumah yang memiliki cukup hawa dan aliran udara, cukup penerangan
alami dan buatan, cukup air bersih, lancar pembuangan air kotoran dan limbah.
1. Setiap keluarga mendiami tempat yang berdiri sendiri yang lengkap dipelihara
baik dan yang cukup aman serta kokoh strukturnya. Di setiap tempat kediaman
minimum harus dipenuhi keadaan :
2. Jumlah ruang cukup memadai bagi penghuninya.
3. Adanya jaminan kebebasan pribadi.
4. Adanya kejelasan pembatas/pemisah antar ruang.
5. Adanya air bersih yang cukup.
6. Adanya sarana pembuangan air kotor dan air kotoran.
7. Adanya MCK (mandi, cuci, kakus).
8. Adanya ruang penyimpanan (gudang).
9. Perlindungan dari cuaca yang berlebihan atau kekurangan.
10. Adanya udara silang.
1. Rumah ditetapkan dalam lingkungan/kawasan permukiman yang
direncanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kota dan daerah. Di
lingkungan perumahan harus diusahakan:
1. Fasilitas umum seperti : (1) Penyediaan/suplai air bersih, (2)
Jaringan air kotor dan air kotoran, (3) Pengelolaan sampan.
2. Udara yang bersih, yang tidak berbau atau mengandung racun, asap,
industri, dan debu.
3. Fasilitas penjagaan keamanan (hankam) dan keamanan dari bahaya
kebakaran dan musibah lain.
4. Fasilitas sosial dan ekonomi/industri, perdagangan, sosial
kebudayaan, pendidikan, ibadah, rekreasi, kesehatan yang terletak
tidak jauh/mudah dicapai dari daerah permukiman.
Adisasmita menyatakan ada dua jenis model lokasi rumah tangga, yaitu :
Bertolak dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang
perumahan di atas, maka da lam rangka memenuhi. kebutuhan perumahan bagi
penduduk perkotaan, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah
sebagai berikut :
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene
dan sanitasi lingkungan. Seperti diketahui bahwa perumahan yang tidak cukup atau
terlalu sempit akan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit dalam masyarakat.
Ada empat syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu rumah untuk dapat
digolongkan sebagai rumah sehat, yakni :
Adapun kriteria dari rumah sehat yang dikemukakan di atas dapat dijelaskan lebih jauh
sebagai berikut :
Suhu ruangan dijaga agar jangan berubah, sebaiknya tetap berkisar antara 25-28°C. Suhu
ruangan ini tergantung pada suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, dan
suhu benda-benda sekitarnya.
1. Penerangan.
Harus cukup mendapat penerangan baik siang maupun malam hari. Yang ideal adalah
penerangan listrik. Diusahakan agar ruangan-ruangan mendapatkan sinar matahari
terutama pagi hari.
1. Pertukaran hawa (ventilasi).
Pertukaran harus cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Untuk itu rumah-
rumah harus mempunyai jendela yang cukup.
1. Isolasi suara.
Dinding ruangan harus kedap suara baik terhadap suara yang berasal dari luar maupun
dari dalam. Sebaiknya perumahan jauh dari sumber-sumber suara kegaduhan seperti
pasar, pabrik, sekolah, lapangan terbang, stasiun bus, stasiun kereta api dan sebagainya.
Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas perlu pula diperhatikan mengenai situasi
lingkungan rumah yaitu :
1) Ruang tidur. Ruang tidur merupakan tempat untuk beristirahat penuh (tidur) dan
merupakan tempat yang lebih pribadi, sehingga ruang tersebut hendaknya : (1)
ditempatkan pada bagian rumah yang cukup tenang/ kebisingan kurang. (2) sinar
matahari pagi bisa masuk sehingga dipertimbangkan agar jendela menghadap ke timur
dan luas jendela diusahakan minimal 1/9 luas ruang tidur (misalnya luas kamar
9m2 maka luas jendela minimal 1 m2. (3) Mempunyai lubang peranginan yang cukup
memadai biasanya 1/5 luas jendela. (4) Mempunyai pintu yang bisa ditutup. (5) Warna
dinding sebaiknya yang sejuk, seperti hijau muda, biru muda atau putih gelap. (6)
Dibagian luar mempunyai penahan sinar mata hari yang biasanya berupa tirai atau
pelebaran teoritis kamar atau bisa juga menanam pohon pelindung.
2) Ruang tamu. Penempatannya di ruangan bagian depan dengan tujuan agar dapat
berhubungan langsung dengan jalan ke luar, sehingga muda dicapai oleh tamu tanpa
melalui ruangan lain yang sifatnya lebih pribadi bagi penghuninya.
3) Ruang makan. Ruang makan selain digunakan untuk kegiatan makan biasanya juga
sebagai tempat belajar dan ruang keluarga. Oleh karena itu sebaiknya :
(2) Mempunyai penerangan alami yang cukup besar dengan memberikan bukaan
jendela yang menghadap ke arah luar, misalnya ke taman/pekarangan.
4) Dapur. Untuk kegiatan masak memasak, dapur erat hubungannya dengan api, maka
sebaiknya :
(2) Bagian dinding yang dekat dengan api hendaknya dilapisi dengan seng, sehingga
tidak muda terbakar, terutama untuk rumah kayu/bambu.
(1) Pembuatan kamar mandi, Cuci dan Kakus harus se-demikian rupa agar pembuangan
kotoran/1imbah bisa lancar.
(2) Kamar mandi, Cuci dan Kakus harus mempunyai lubang angin dan penerangan yang
cukup, agar sinar mata hari dapat masuk dan sirkulasi udara bisa terjadi dengan
sempurna. Hal tersebut akan menghindarkan kamar mandi dari ban yang tidak se-dap,
selain itu air di bak akan tetap segar.
6) Ruang-ruang penunjang.
(1) Kandang ternak. Penempatan kandang ternak tempatnya harus terpisah dengan
rumah induk. Hal demikian dimaksudkan agar bau masuk dari kotoran
binatang tidak mengganggu penghuni rumah itu sendiri maupun tetangga (dalam arti
mudah ter-jangkit penyakit yang disebabkan oleh banyaknya lalat).
(2) Lumbung. Seperti halnya dengan kandang ternak, penempatan lumbung sebaiknya
terpisah atap-nya dari rumah induk, dan diusahakan agar di mu-ka lubang tersebut
terdapat halaman terbuka yang memungkinkan dipergunakan untuk menjemur hasil
bumi.
Suatu hal yang tak kalah pentingnya dalam suatu bangunan rumah adalah komponen
bangunan rumah itu sendiri. Bagaimanapun indah dan luasnya suatu bangunan rumah
kalau komponen yang menyusunnya tidak memenuhi syarat maka bangunan tersebut
tidak akan dapat bertahan lama .
1. Komponen struktur utama, yang terdiri atas pondasi, kerangka bangunan utama
(tiang, kolom) dan rangka atap, juga rangka untuk rumah panggung.
2. Komponen non struktur, terdiri atas lantai, dinding, pintu, jendela, langit-langit
dan penutup atap. Komponen struktur utama terdiri dari bagian-bagian sebagai
berikut :
1. Pondasi. Pondasi adalah salah satu komponen struktur yang berfungsi
meneruskan gaya dari segala arah ke tanah. Dengan demikian pondasi
berperan penting da-lam hal mendirikan suatu bangunan. Terdapat
berbagai macam jenis pondasi, baik ditinjau dari macam beban daya
dukung tanah atau jenis bangunan yang didukung. Jenis-jenis pondasi
yang dimaksud adalah pondasi pasangan batu kali dengan slof, pondasi
umpak rumah non panggung, pondasi umpak rumah panggung, pondasi
pasangan batu kali dengan roliag untuk rumah non panggung dan pondasi
tiang pancang untuk rumah panggung.
2. Rangka rumah. baik rumah panggung maupun non panggung mempunyai
rangka-rangka dari atas ke bawah yang berfungsi menahan serta
meneruskan beban dari segala arah agar mencapai suatu kekompakan atau
ikatan, se-hingga bangunan rumah menjadi kuat. Di dalam suatu bangunan
rumah terdapat tiga macam rangka utama yaitu :
a) Rangka atap. Rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi yang berfungsi sebagai
penopang/penyangga dan sebagai landasan penutup atap. Rangka atap dibedakan atas
dua yaitu ran.gka atap rumah panggung dan rangka atap rumah non panggung.
b) Rangka dinding. Rangka utama dinding biasanya berupa tiang/kolom yang berfungsi
pula sebagai pengikat dinding bangunan agar tidak goyah. Mengingat fungsi rangka
tersebut sangat penting maka rangka dinding hendaknya memenuhi syarat sebagai
berikut :
3) Ukuran kolom hendaknya sesuai dengan peraturan yang dapat menahan beban
dari semua gaya termasuk gempa bumi.
Rangka dinding dibedakan atas rangka dinding rumah panggung dan rangka dinding
rumah non panggung.
(a) Dinding yang berfungsi sebagai pemikul harus dapat mendukung berat sendiri,
semua gaya dan beban termasuk gempa bumi yang bekerja padanya.
(b) Dinding yang tidak memikul beban. hendaknya bisa . mendukung berat sendiri.
(c) Dinding yang terbuat dari bahan selain bambu/kayu, perletakannya harus
bersambung dengan pondasi dimana bagian terbawah (15 cm di bawah permukaan
tanah dan 15 cm di atas lantai) harus memakai lapis-an kedap air (trasram).
Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi penyerapan air ke dalam dinding yang
diakibatkan dari resapan air tanah maupun air dari bekas mencuci lantai.
(d) Dinding yang berfungsi sebagai batas antara ruang hendaknya mampu meredam
suara secukupnya.
Dinding rumah non panggung, penggunaan bahan bangunan untuk komponen dinding
bisa lebih banyak variasinya dibanding rumah panggung, seperti misalnya: bat/batako,
kayu/papan, bambu/palupuh dengan rangka kayu, kombinasi papan dengan anyaman
bambu, kombinasi bata/ batako dengan papan atau anyaman bambu (rumah semi
permanen). Sedang untuk rumah panggung, dindingnya dibuat dari bahan yang ringan
seperti anyaman bambu, susunan papan/palupuh, kombinasi papan dan anyaman
bambu.
1. Pintu, Jendela, dan Ventilasi. Pintu, jendela, dan ventilasi pada dasarnya
merupakan satu kesatuan dengan dinding pengisi. Sebagai komponen pelengkap
dari dinding maka fungsi pintu dari bangunan adalah sebagai jalan keluar dan
masuk ke dalam rumah. Untuk itu perencanaan pintu dalam bangunan harus
sedemikian rupa, agar sirkulasi (lalu lintas) orang di dalam rumah teratur dan
tidak terganggu dengan penempatan perabotan rumah tangga.
Bahan pintu pada umumnya dari kayu atau bambu dengan konstruksi sedemikian rupa
sehingga cukup aman dan tahan lama. Demikian pula perencanaan jendela dan ventilasi
harus diperhitungkan dengan luas lantai ruangan, yang penting cahaya sinar matahari
pagi secara langsung dapat menyinari ruangan.
Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan bahwa setiap rumah harus mempunyai
lubang cahaya dan pertukaran udara yang berupa jendela danventil.asi dengan ukuran
minimal 1/9 x luas lantai ruangan. Dan seandainya pada dinding tidak mungkin dibuat
jendela, maka dapat dibuat lubang angin (rooster) pada dinding dan lubang cahaya pada
langit-langit sehingga ruangan cukup terang dan pertukaran udara dapat terjadi.
Banyak lagi ahli yang mengajukan batasan tentang sampah, namun pada prinsipnya
mengandung hal yang sama yaitu : adanya sesuatu benda atau zat padat, adanya
hubungan dengan aktivitas manusia, benda atau bahan tersebut tidak dipakai dan tidak
disenangi lagi, dan di buang dalam arti pembuangannya dengan cara-cara yang diterima
oleh umum (perlu pengelolaan yang baik).
Jumlah produksi sampah untuk daerah di Indonesia diperkirakan rata-rata sebesar 2 1
per orang per hari. Untuk daerah Asia sekitar 350 g per orang per hari. Jumlah produksi
sampah pada suatu daerah tergantung dari beberapa faktor antara lain :
1. Jumlah, kepadatan serta aktivitas penduduk pada daerah tersebut makin besar
jumlah penduduk makin besar jumlah sampah yang diproduksi. Bila kepadatan
penduduk suatu daerah sangat tinggi, maka kemungkinan sampah diserap oleh
lingkungan secara alami akan berkurang, karena sempitnya atau tiadanya tanah-
tanah lapang yang memungkinkan penyerapan sampah tersebut. Sehingga dengan
demikian jumlah sampah yang dikumpulkan akan lebih besar.
Demikian pula di daerah-daerah yang aktivitas penduduknya tinggi, jumlah sampah yang
dikumpulkan juga akan meningkat.
Adanya sampah yang dibakar atau dibuang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh
kontraktor sehingga tidak masuk da lam pencatatan Dinas Kebersihan, akan memberi
gambaran jumlah sampah yang lebih kecil dari jumlah produksi sampah yang
sebenarnya. Makin baik sistem pengumpulan dan pembuangan sampah, makin banyak
produksi sampahnya.
1. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali. Adanya
bahan-bahan tertentu pada sampah yang mempunyai nilai ekonomi, oleh
golongan tertentu akan diambil kembali untuk dijual. Sebagai contoh, pecahan
kaca/gelas, besi, plastik, kertas, karton dan Iain-lain yang masih mempunyai nilai
ekonomi yang lumayan akan diambil dan dikumpulkan untuk dijual kembali.
Dengan demikian, jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan akan berkurang. Hal ini
sangat tergantung pada harga pasaran dari bahan-bahan tersebut. Bila harga cukup
tinggi maka jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan boleh dikatakan sedikit sekali.
Tapi bi-la harga pasaran menurun maka sampah jenis- ini akan bertambah jumlahnya
untuk diolah.
1. Geografi.
Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah serta perubahan komposisi
sampah padat. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa di daerah pegunungan
sampah dari jenis kayu-kayuan akan meningkat, sedangkan di dataran rendah sampah
jenis pertanian mungkin menonjol, sedangkan daerah pantai sampah jenis kerang-
kerangan atau hasil-hasil laut yang banyak jumlahnya. Hal ini jelas erat hubungannya
dengan aktivitas penduduknya.
1. Waktu
Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (hari, minggu, bulan, dan
tahun).
Jumlah produksi sampah dalam satu hari bervariasi menurut waktu. Ini erat kaitannya
dengan kegiatan manusia sehari-hari misalnya di dapur, pasar, kan-tor, dan Iain-lain.
Umumnya pada pagi hari, jumlah sampah lebih sedikit dan akan meningkat antara jam
8.00 sampai jam 14.00 dan mencapai puncaknya sekitar jam 11.00 – 13.00. Kemudian
jumlahnya menurun sampai kira-kira jam 16.00.
Hal ini erat hubungannya dengan aktifitas sore hari di Indonesia seperti misalnya setelah
magrib pergi ke toko restoran, warung-warung dan Iain-lain disamping aktifitas makan
malam di rumah-rumah. Jumlah produksi dalam seminggu juga mengalami varia-si. Bila
kita asumsikan bahwa pengumpulan sampah dilakukan tiap hari maka jumlah sampah
hari Senin cukup tinggi dan menurun untuk hari Selasa, Rabu dan Kamis. Hari Jumat
sampah meningkat lagi sampai hari Minggu. Variasi jumlah produksi sampah itu
terutama berlaku di daerah perkotaan sedangkan di pedesaan variasinya tidak terlalu
berarti.
1. Sosial ekonomi.
Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah
termasuk adat istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat. Sebagai contoh jumlah
produksi sampah di daerah pusat kota jelas akan berbeda dengan jumlah produksi
sampah di daerah pinggiran kota. Di daerah yang telah maju jumlah produksi sampahnya
berbeda dengan daerah yang masih terkebelakang.
Juga tentang mental dan kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam cara
masyarakat tersebut mengelola sampahnya. Sampah yang terkumpul disana sini
mencerminkan kebudayaan serta martabat manusia serta bangsanya.
1. Musim/iklim
Faktor musim atau iklim akan mempengaruhi jumlah produksi sampah. Di Indonesia
misalnya, musim hujan kelihatannya sampah meningkat karena adanya sampah
terbawah oleh air. Dapat juga terjadi hal sebaliknya yaitu sampah yang terkumpulkan
dan terangkut jauh berkurang karena adanya kesulitan dalam mengumpu1kan sampah
padahal produksi sampah kenyataannya tetap. Jadi ada sebagian sampah yang tak
terangkut. Musim buah-buahan jelas meningkatkan jumlah produksi sampah di satu
daerah. Juga musim panen, musim liburan sekolah, hari raya dan Iain-lain.
1. Kebiasaan masyarakat.
Kebiasaan masyarakat di sini dapat diberi contoh, misalnya orang Jepang lebih senang
makan makanan mentah sehingga produksi sampah dari jenis ini jelas meningkat. Suku
Bali dengan adatnya yang banyak-melakukan sesajen, maka jumlah sampah akan lebih
banyak dari suku lain. Juga orang Minang dengan kebiasaan makan makanan khas
minang konon jumlah produksi sampahnya lebih tinggi.
1. Teknoiogi.
Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga meningkat. Sebagai
contoh, dulu tidak dikenal adanya sampah jenis plastik, tetapi sekarang
plastik menjadi masalah dalam pembuangan sampah.
Juga sampah berupa kardus, tong-tong, ataupun peti kemas yang besar. Da lam rumah
tangga dengan kemajuan teknologi sekarang ini sudah dapat dihasilkan sampah dalam
bentuk kulkas, AC, radio, televisi ataupun alat rumah tangga lainnya. Dengan kemajuan
teknologi pula, sistem pengangkutan dan pengumpulan sampah menjadi lebih efisien
sehingga dengan tenaga minimal, dalam waktu singkat sudah dapat mengumpulkan
sampah dalam jumlah besar. Namun demikian jumlah produksi sampah ini merupakan
resultan dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini perlu diketahui karena erat
hubungannya dengan sistem pengelolaan sampah yang akan di1aksanakan.
1. Sumber sampah.
Jumlah produksi dan komposisi sampah jelas akan berbeda tergantung dari mana
sampah tersebut berasal. Sampah-sampah dari rumah tangga jumlah dan komposisinya
jelas berbeda dengan jumlah serta komposisi sampah dari pasar, dan berbeda pula
dengan sampah yang berasal dari industri.
Upaya untuk mengurangi volume sampah dengan melakukan pemusnahan pada sumber
sampah, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
b) Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.
1. Pengumpulan sampah.
1. Tidak diperbolehkan mengumpulkan sampah di luar bangunan tempat
pengumpulan sampah sementara.
2. Tempat pengumpulan sampah sementara (TF’S) harus
kedap air, bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila tidak sedang
diisi atau dikosongkan, serta mudah dibersihkan.
3. Penempatan tempat pengumpulan sampah sementara yaitu:
a) Tidak merupakan sumber bau dan sumber lalat dari rumah terdekat.
1. Pengangkutan sampah.
1. Alat pengangkutan sampah harus mempunyai wadah
yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan
penutup.
2. Setiap kendaraan keluar dari tempat pembuangan akhir sampah, harus
selalu dalam keadaan bersih.
3. Petugas yang mengangkut sampah harus menggunakan perlengkapan kerja
sebagai berikut :
c) Topi pengaman.
d) Masker.
e) Sepatu boot/lars.
1. Pengolahan sampah.
1. Lokasi untuk pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, kebisingan, dan binatang pengerat
bagi permukiman terdekat.
c) Tidak terletak pada ‘daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.
b) Dalam hal-hal tertentu dimana populasi lalat telah melampaui 20 ekor per
blok grill atau keberadaannya cukup mengganggu, harus dilakukan pengendalian.
c) Air bekas cucian alat harus diamankan agar tidak menimbulkan masalah
pencemaran.
a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu5 kebisingan dan lalat bagi permukiman.
b) Tidak merupakan sumber pencemaran bagi sumber air baku untuk minum, dan
jarak sekurang-kurangnya 200 m atau lebih, tergantung pada struktur geologi setempat
serta jenis sampahnya.
a) Melakukan upaya agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa, tidak berkembangbiak dan
tidak menimbulkan bau.
d) Dalam hal tertentu dimana populasi lalat melebihi 20 ekor per blok
grill atau tikus terlihat pada siang hari atau ditemukan nyamuk
aedes. harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.
1. Pada tempat pembuangan akhir sampah harus disediakan alat keselamatan kerja
sebagai berikut : (a) Topi pengaman, (b) Sarung tangan bagi yang
berhubungan langsung dengan sampah, (c) Sepatu kerja, (d) Pakaian kerja
khusus yang harus dipakai oleh petugas/orang yang terlibat dalam pengelolaan
sampah.
2. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat PPPK.
3. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat pemadam kebakaran
baik berupa tabung pemadam kebakaran maupun hydran.
4. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia fasilitas untuk mencuci
kendaraan pengangkut sampah.
5. Tempat pembuangan akhir sampah setelah tidak dipergunakan lagi sebagai
tempat pembuangan sampah maka tidak boleh digunakan sebagai
lokasi permukiman dan sumber air bersih.
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Berbagai kegunaan air bagi
kehidupan manusia, seperti untuk minum, mandi, mencuci, memasak dan sebagai-nya.
Selain itu untuk keperluan umum, air juga dibutuhkan untuk keperluan pertanian,
industri, olah raga serta kegiatan-kegiatan lain.
Oleh karena air merupakan kebutuhan vital yang diperlukan manusia setiap saat, maka
kehidupan dan aktivitas manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan air. Untuk
itu hendaknya setiap sarana aktivitas seper-ti permukiman, perkantoran dan lain-lain
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat bagi peruntukannya.
Khusus untuk suatu permukiman, keberadaan sumber air merupakan suatu syarat
mutlak untuk menunjang kehidupan warganya. Di kota-kota besar pada umumnya telah
memiliki sarana air bersih berupa air ledeng yang dikelola oleh suatu Perusahaan Air
Minum (PAM) . Namun yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan yang dimiliki
oleh PAM tersebut sehingga masih sebahagian kecil warga kota yang dapat menikmati
sarana air bersih tersebut.
Dengan terbatasnya kemampuan sarana air bersih yang dikelola oleh PAM, maka
sebagian warga kota utamanya yang bermukim di wilayah pinggiran kota memenuhi
kebutuhannya akan air melalui sumber-sumber lain. Ada beberapa sarana untuk
memperoleh air bersih yang biasa digunakan di masyarakat, antara lain berupa air hujan,
sumur terbuka, sumur pompa dan lain-lain.
1. Syarat kuantitas
Kebutuhan air untuk daerah perkotaan yaitu 100 – 150 1iter/orang/hari, sedangkan
kebutuhan air untuk daerah pedesaan yaitu 60 1iter/orang/hari.
1. Syarat kualitas
2. Fisik : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
3. Kimiawi : tidak mengandung zat-at yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat
beracun, dan tidak mengandung mineral-mineral seperti zat organik lebih
tinggi dari jumlah yang telah ditentukan.
4. Mikrobiologi : tidak mengandung bibit penyakit, tidak
mengandungEscherichiacoli, bakteri saprofit yang jumlahnya melebihi syarat
yang telah di-tentukan dalam setiap 100 ml air.
5. Radioaktif : Harus bebas dari unsur-unsur radioaktif seperti sinar alfa dan beta.
1. Protective water supply (terlindung ) , terdiri dari : (a) perpipaan, (b) sumur
pompa tangan, (c) sumur artesis, (d) penampungan air hujan, dan (e)
perlindungan mata air.
2. Non protective water supply (tidak terlindung).
Oleh karena sumber air yang terbanyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah
sumur, maka berikut ini dikemukakan beberapa penjelasan tentang syarat suatu sumur
yang memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut:
1. Syarat lokasi
2. Untuk menghindari pengotoran, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur
dengan cubluk, lobang galian sampah, lobang galian air limbah dan sumber-
sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan
kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan jaraknya tidak boleh kurang
dari 10 m.
3. Dibuat di tempat yang ada airnya di dalam tanah.
4. Jangan dibuat di tanah rendah yang mungkin terendam bila banjir.
1. Syarat konstruksi
2. Dinding sumur 3 m dalamnya dari permukaan tanah dibuat dari tembok
yang tidak tembus air (disemen), .agar bila ditimba dinding sumur
tidak runtuh.
3. 1,5 m dinding berikutnya (sebelah bawah) dibuat dari batu bata yang tidak
ditembok, untuk perembesan
4. Kedalaman sumur dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun musim kemarau.
5. Di atas tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan dan untuk keselamatan.
6. Lantai sumur di tembok 1,5 m lebarnya dari dinding sumur dibuat agak
miring dan. ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah.
7. Dasar sumur diberi kerikil agar tidak keruh bila ditimba.
8. Permukaan tanah di sekitar bangunan sumur dibuat miring untuk
memudahkan pengeringan.
9. Saluran pembuangan air limbah di sekitar sumur hendaknya ditembok
sepanjang 10 m.
Terdapat bermacam-macam jenis jalan yang melintas baik di kota maupun desa menurut
bentuk, jenis penggunaan maupun kelasnya. Oleh karena ruang lingkup pembahasan ini
terbatas pada keadaan jalan di permukiman kumuh maka pembicaraan diarahkan
pada jalan-jalan yang sering dijumpai di pedesaan atau pinggiran kota. Jalan yang
sering dijumpai di tempat seperti ini terdiri dari :
1. Jalan lingkungan
Adalah jalan yang menghubungkan antara kelompok rumah satu dengan kelompok
rumah lain, atau dari kelompok rumah ke pusat-pusat pelayanan umum. Secara
konstruktif jalan ini bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.
1. Jalan setapak
Adalah jalan yang menghubungkan antara rumah dengan rumah atau antara jalan
lingkungan dengan fasilitas lingkungan.
Secara konstruktif jalan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor.
Pada permukaan tanah yang miring atau yang biasa terdapat di daerah pegunungan
untuk mempermudah orang mendaki dan menjaga agar daerah tersebut tidak longsor
maka dihalangi dengan cara pembuatan trap penahan. Penahan bisa dibuat dari berbagai
macam bahan tergantung dari keadaan setempat.
1. Semua jalan harus diperkeras, dapat dengan sirtu (pasir-batu), susunan batu yang
dipadatkan, pasangan batu/bata, beton rabat atau diaspal, sehingga jalan cukup
mantap untuk menerima beban di atasnya dan menghindari timbulnya debu.
2. Muka jalan harus rata (tidak bergelombang), dengan kemiringan badan jalan
tertentu agar tidak ada air yang tergenang di tengah jalan.
3. Badan jalan harus lebih tinggi dari bahu jalan, agar air dari badan jalan dapat
mengalir dengan lancar ke arah parit at.au selokan.
Kemiringan bahu jalan + 1 : 30 agar aliran air cukup lancar, tetapi tidak menggerus tanah
bahu jalan yang dapat merusak konstruksinya.
1. Jalan harus dilengkapi dengan selokan atau parit untuk menampung air dari
jalan dan mengalirkannya searah dengan jalan, kemiringan selokan minimal
1:50.
2. Jarak antara jalanan dengan bangunan di kanan kirinya harus cukup (minimal
jarak sisi luar selokan dengan bangunan sama dengan jarak antara sisi luar
selokan dengan jalan), agar aktivitas dari jalan tersebut tidak mengganggu
aktivitas di kanan kiri jalan (suara, debu dan benturan fisik).
3. Di sepanjang jalan harus ditanam pohon-pohon untuk peneduh dan penguat jalan
dari kemungkinan kikisan air.
4. Pada jalan tanjakan/turunan harus dibuat sub drain (saluran pembuangan di
bawah perkerasan jalan) yang melintang jalan pada jarak-jarak
tertentu (tergantung landai jalan), biasanya antara 15-25 m.
5. Untuk pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan jalan berdasarkan
keadaan geografisnya seperti daerah dataran rendah, daerah pegunungan, daerah
pantai. , pasangan surut dan sebagainya, harus memperhatikan hal-hal yang
disarankan sebagai berikut :
a) Daerah pantai
Konstruksi jalan harus disesuaikan dengan kondisi pantai, khususnya terhadap air asing
yang dapat merusak pasangan dan logam.
b) Daerah dataran
Pengaruh air dalam badan jalan, air ini biasanya timbul karena : (a) air tanah tinggi, (b)
letak sawah/kebun kanan kiri jalan lebih tinggi dari jalan, dan (c) adanya kumpu1an-
kumpu1 an air (dalam tanah), biasanya terdapat di. kaki-kaki tanjakan atau turunan.
d) Daerah pasang surut : (a) tiang/kayu penyanggah jalan/jembatan, agar awet dipilih
jenis yang baik (keras, tua umumnya dan tidak cacat), (b) jalan harus diberi pagar
pengaman agar tidak berbahaya bagi anak kecil atau pejalan di malam hari dan (c) dalam
jangka panjang sebaiknya kayu penyangga jalan diganti dengan beton bertulang yang
mempunyai ketahanan tinggi .
G. TENTANG DRAINASE.
Saluran pembuangan air limbah yang ada di setiap rumah perlu disalurkan ke bidang
penerima yang disebut selokan/parit (bisa terbuka)/ gorong-gorong yang dibuat di
sepanjang kanan kiri jalan. Saluran bisa merupakan saluran terbuka atau tertutup yang
aliran airnya menuju ke sungai, danau atau saluran yang lebih besar yang akhirnya
menuju ke suatu tempat yang jauh dari permukiman .
1. Pengadaan/pembuatan parit harus lebih rendah dari badan jalan, agar air dapat
mengalir dengan lancar ke arah samping kanan kiri jalan, untuk selanjutnya
ditampung dan dialirkan melalui gorong-gorong menuju ke sungai.
2. Karena pembuatan saluran bisa berupa pipa buis beton, maka harus dijaga
jangan sampai disumbat oleh sampah sehingga untuk itu lubang-lubang
harus cukup besar dan da lam.
3. Saluran pembuangan di kanan kiri jalan ini harus cukup dalam, minimum 0,75 –
1.00 m dengan lebar (garis tengah) minimum 0,75 – 1,5 m.
Untuk pengembangan parit/selokan sebaiknya disesuaikan dengan jalan dan air limbah
yang di tampungnya. Sedangkan pemeliharaannya, selain untuk konstruksinya sendiri
juga untuk pemeliharaan terhadap kelancaran air limbah. Misalnya dengan mengangkat
lumpur pada waktu periode tertentu.
Pada bagian akhir tulisan ini dikemukakan beberapa saran berupa langkah-langkah
penanggulangan pemukiman kumuh sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kondisi permukiman kumuh pada keadaan yang lebih baik
maka disarankan kepada pihak yang berkompeten agar setiap langkah perbaikan
senantiasa didasarkan pada skala prioritas yang disusun berdasarkan hasil
penelitian yang akurat. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan pada
permukiman kumuh tersebut dapat ditangani secara sistematis dan tepat guna.
2. Diperlukan adanya keterlibatan pihak swasta untuk ikut menangani
permasalahan permukiman kumuh terutama pada sektor-sektor tertentu. Antara
lain dalam pengadaan sarana air bersih, sektor persampahan dan sebagainya.
Untuk itu disarankan agar pihak yang berkompeten dapat lebih merangsang
tumbuhnya keinginan pihak swasta untuk ikut memikirkan perbaikan kondisi
permukiman kumuh itu.
3. Kebijaksanaan pengembangan tata ruang yang telah dituangkan ke dalam Perda
No. 6 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota hendaknya menjadi dokumen
acuan dalam pembangunan kota. Dengan demikian peranan pemerintah kota
sangat menentukan untuk merencanakan, mengawasi dan mengendalikan
pertumbuhan kawasan tersebut agar tidak tumbuh lebih semrawut. Peraturan
lebih lanjut dapat dijabarkan melalui peraturan pola tata guna lahan, peraturan
garis sempadam bangunan dan garis sempadam
jalan, peraturan garis sempadam
sungai dan pantai serta pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
4. Agar pemerintah kota menutup lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah kota
yang sekian lama dialokasikan pada kawasan tersebut. TPA yang ada pada
kawasan tersebut disamping mencemarkan kawasan pantai,
juga memberi peluang bagi penduduk untuk menguasai tanah dan mendirikan
gubuk-gubuk liar di atasnya.
5. Untuk menanggulangi dan menangani kondisi pemukiman
kumuh pada kawasan selebihnya, dapat dikemukakan langkah-langkah
pengaturan sebagai berikut :
Perumahan
Persampahan
Khusus untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki jalan lokal yang relatif
sempit, karena itu belum terjangkau oleh pelayanan armada sampah, maka untuk
mengatasinya perlu dilakukan perencanaan yang meliputi motivasi dan kesadaran
masyarakat terhadap “sadar kebersihan” mendorong memobilisasi dana dan tenaga
masyarakat setempat dalam proses pengumpulan sampah mulai dari tingkat rumah
tangga sampai pada tiap-tiap TPS pada masing-masing kelurahan untuk selanjutnya
diangkut oleh armada sampah kota. Pengembangan swadaya masyarakat dapat
dilakukan melalui Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
Jalan Lokal
Mengingat bahwa fungsi jalan lokal itu sangat penting terutama dalam peningkatan
penyelenggaraan ekonomi, mobilitas penduduk dan kemudahan menjangkau jika terjadi
bahaya kebakaran, maka perlu dilakukan penataan kembali (pelebaran dan peningkatan
kualitas). Pembangunan jalan di kawasan kumuh pada dasarnya tidak dapat dilepaskan
dengan sistem drainase.
Drainase
Air Bersih
Mengingat bahwa kebutuhan air bersih para penduduk dewasa ini sebagian besar
diperoleh dengan jalan membeli, halmana berarti mengurangi penghasilan (menambah
pengeluaran). Untuk mengatasi belum tersedianya suplay air bersih di kawasan
permukiman kumuh, maka perlu dilakukan perencanaan tentang jaringan distribusi dari
Perusahaan Air Minum (PAM).
Masalah permukiman kumuh yang dihadapi oleh semua kota-kota besar yang dampak
negatifnya cukup dirasakan kurang menunjang pembangunan kota baik secara ekonomi
(kemiskinan) ataupun masalah sosial (pengangguran, tingkat kematian, dll).
Secara tata ruang, tingkat pemanfaatan ruangan sangat tidak sesuai dengan perencanaan
kota. Dalam hubungan ini diperlukan suatu rencana penanggulangan permukiman
kumuh yang sifatnya menyeluruh antar sektor dan antar instansi. Antar sektor meliputi
sarana dan prasarana kota dan sarana penunjang. Antar instansi meliputi pemerintah
daerah, departemen PU dan instansi lain yang terkait.
DAFTAR BACAAN
Bintoro, R ,: 1984. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Blaag, W. 1986. Perencanaan Pembangunan Permukiraan. PT. Garamedia, Jakarta.
Salim, E. 1985. Ekologi Kota. Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Suratmo, G. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 6ajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Umar, A. 1986. Aspek Kesehatan Penyediaan Air Minum Lephas Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.
Wasito, S. 1989. Dampak Perbaikan Air Minum Pada Kesehatan Anak. Tinjauan dari Segi
Kejadian Diare dan Hubungannya dengan Kebiasaan Membuang Kotoran dan Sampah.
Bulleting Kesehatan, Vo. 16, Jakarta.