PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
B
mengalami kecacatan tingkat 2 di mana penderita mengalami kelainan
anatomis. Jumlah penemuan kasus baru kusta di Indonesia pada tahun 2010
mencapai 17.012 kasus, meningkat pada tahun 2011 menjadi 20.023 kasus.
Tahun 2012 menurun menjadi 18.994 kasus dan terus menurun pada tahun
2013 menjadi 16.856. Tahun 2014 jumlah kasus baru kusta kembali
meningkat menjadi 17.025 kasus dan terus meningkat pada tahun 2015
menjadi 17.202 kasus dengan angka kecacatan tipe 2 mencapai 1.687 per
1.000.000 penduduk (WHO,2016). Angka penemuan kasus baru kusta di
Indonesia memang mengalami penurunan, namun penurunan yang terjadi
belum signifikan dan dari tahun ketahun masih ditemukan kasus baru.4
2. Tujuan
B
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosis6
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda
utama atau tanda kardinal, yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit / lesi dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi)
atau kemerahan (eritema) yang mati rasa (anestesi)
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan saraf tepi
(neuritis perifer) kronis.
Gangguan fungsi saraf berupa:
- Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
- Gangguan fungsi motoris : kelemahan (paresis) atau kelumpuhan
(paralisis) otot
- Gangguan saraf otonom : kulit kering dan retak-retak
3. Adanya basil tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (slit skin
smear)
Seseorang dikatakan menderita penyakit kusta bila terdapat satu dari
tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat di
diagnosis dengan pemeriksaan klinis.
Tanda – tanda kusta :
1. Tanda pada kulit
- Bercak kulit merah atau putih ( gambaran yang sering ditemukan)
dan atau plakat pada kulit terutama diwajah dan telinga
- Bercak kurang/mati rasa
- Bercak yang tidak gatal
- Kulit mengkilap atau kering bersisik
- Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat atau tidak berambut
- Lepuh tidak nyeri
B
2. Tanda-tanda pada saraf
- Nyeri tekan dan atau spontan pada saraf
- Rasa kesemutan, tertusuk – tusuk dan nyeri pada anggota gerak
- Kelemahan anggota gerak dan atau wajah
- Adanya cacat (Deformitas)
- Luka (ulkus) yang sulit sembuh
3. Lahir dan tinggal di daerah endemik kusta dan mempunyai kelainan
kulit yang tidak sembuh dengan pengobatan rutin, terutama bila terdapat
keterlibatan saraf tepi
2.2 Pemeriksaan klinis6
A. Anamnesis
Pada anamnesa ditanyakan secara lengkap mengenai riwayat penyakitnya
- Kapan timbul bercak / keluhan yang ada?
- Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
(apakah ada riwayat kontak)
- Lahir dan tinggal dimana?
- Riwayat pengobatan sebelumnya
B. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan kulit/dermatologis
1) Persiapan pemeriksaan
- Tempat
Tempat pemeriksaan harus cukup cahaya, sebaiknya diluar rumah
tetapi tidak boleh langsung dibawah sinar matahari atau didalam
ruangan dengan sinar yang cukup, dengan arah sinar oblik/miring
- Waktu pemeriksaan
Pemeriksaan diadakan pada siang hari agar mendaapatkan cukup
cahaya matahari
- Orang yang diperiksa
Dijelaskan mengenai cara pemeriksaan dan apa yang akann
diperiksakan
2) Pelaksanaan pemeriksaan
B
- Pemeriksaan pandang
- Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit
b. Pemeriksaan saraf tepi
Pemeriksaan dilakukan pada saraf – saraf tepi yang paling sering
terlibat dalam penyakit kusta dan dapat diraba, seperti :
1. Tempat terjadinya kerusakan saraf
Pada umumnya cacat kusta diakibatkan kerusakan pada saraf – saraf
tepi seperti ditunjukan pada gambar
B
Tabel.1 fungsi normal beberapa saraf tepi
Saraf Fungsi
Motorik Sensorik Otonom
Auricularis Mempersarafi
magnus area belakang
telinga
Facialis Mempersarafi
kelopak mata
agar bisa
menutup
Ulnaris Mempersarafi Rasa raba
jari manis dan telapak tangan: Mempersarafi
jari kelingking jari kelingking kelenjar
dan separuh keringat,
jari manis kelenjar
Medianus Mempersarafi Rasa raba minyak dan
ibu jari, telapak tangan pembuluh
telunjuk dan bagian ibu jari, darah
jari tengah telunjuk, jari
tengah,
separuh jari
manis
Radialis Kekuatan
pergelangan
tangan
Peroneus Kekuatan
comunis pergelangan
kaki
Tibialis posterior Mempersarafi Rasa raba
jari kaki telapak kaki
B
(1) Mata
Fungsi motorik saraf facialis
- Pasien diminta memejamkan mata
- Dilihat dari depan/samping apakah mata tertutup dengan sempurna /
tidak ada celah
- Bagi mata yang tidak menutup rapat, diukur lebar celahnya lalu
dicatat, misalnya lagophtalmos +3mm mata kiri atau kanan.
B
- Bila pasien tidak dapat menunjukkan dua titik atau lebih berarti ada
gangguan rasa raba pada saraf tersebut
B
Penilaian :
- bila jari kelingking pasien dapat menahan dorongan ibu jari
pemeriksa , berarti kekuatan otot tergolong kuat
- bila jari kelingking pasien tidak dapat menahan dorongan pemeriksa
berarti kekuatan ototnya tergolong sedang
- bila jari kelingking pasien tidak dapat mendekat atau menjauh dari
jari lainnya berarti telah lumpuh.
Bila hasil pemeriksaan masih meragukan apakah masih kuat atau
mengalami kelemahan maka dilakukan pemeriksaan konfirmasi sebagai
berikut:
- meminta pasien menjepit dengan kuat sehelai kertas yang diletakkan
diantara jari manis dan jari kelingking tersebut, lalu pemeriksa
menarik kertas tersebut sambil menilai ada tidaknya tahanan/jepitan
terhadap kertas tersebut
penilaian :
- bila kertas terlepas dengan mudah berarti kekuatan otot lemah
- bila ada tahanan terhadap kertas berarti otot masih kuat
B
Penilaian :
- bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti kekuatan otot tergolong
kuat
- bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti kekuatan otot tergolong
sedang
- bila tidak ada gerakan berarti telah lumpuh
B
Penilaian :
- bila pasien mampu menarik tarikan berarti kekuatan otot tergolong
kuat
- bila ada gerakan tapi pasien tidak mampu menahan tarikan berarti
kekuatan otot tergolong sedang
- bila tidak ada gerakan berarti telah lumpuh ( pergelangan tangan
tidak bisa ditegakkan keatas)
(3) kaki
fungsi sensorik saraf tibialis posterior
- kaki kanan pasien diletakkan pada paha kiri , usahakan telapak kaki
menghadap keatas
- tanga kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki pasien
- cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan
- bila pasien tidak dapat menunjukkan dua titik atau lebih berarti ada
gangguan rasa raba pada saraf tersebut.
B
Penilaian :
B
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Penyakit kusta (lepra, Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi menahun
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (M. leprae), yang
primer menyerang saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit dan berbagai
organ lainnya.
b. Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda
utama atau tanda kardinal, yaitu: (1) Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa.
(2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
(3)Adanya basil tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (slit
skin smear)
c. Gangguan fungsi saraf berupa: Gangguan fungsi sensoris : mati rasa,
Gangguan fungsi motoris : kelemahan (paresis) atau kelumpuhan
(paralisis) otot, Gangguan saraf otonom : kulit kering dan retak-retak
B
DAFTAR PUSTAKA
B
REFARAT Maret, 2019
Disusun Oleh:
PEMBIMBING KLINIK
dr. ASRAWATI SOFYAN, Sp. KK, M.KES
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
B
B